Anindira Bramantyo, seorang gadis cantik yang mempunyai kebiasaan baik dan rajin. Anin merupakan putri bungsu keluarga Bramantyo. Di usianya yang sudah menginjak 21 tahun, Anin sudah lulus pendidikan S1, menyandang gelar Tata Busana. Berkat tekad dan kegigihannya yang kuat, kini Anin sudah mempunyai usaha butik yang ia kelola bersama dengan tiga temannya. Butik tersebut ia bangun ketika ia masih duduk di bangku kuliah, Anin selalu menghabiskan waktu dan tenaganya untuk kuliah dan mengelola butik. Kini, butik tersebut sudah berkembang baik di dalam maupun luar kota.
Hari ini, Anindira sedang bekerja di butik dengan tiga karyawannya. Hari ini adalah finishing gaun karyanya. Anindira mencheck in ulang gaun pengatin yang khusus ia buat untuk Kakak kesayangannya, Tiara Bramantyo (kakak kedua Anindira). Anin juga mempunyai kakak laki laki. Haikal, seorang tentara polisi di mabes polri sekaligus kakak yang sangat menjaga dan mencintai adik adiknya. Haikal sudah menikah dengan gadis cantik pilihannya. Mereka memilih pisah rumah dan hidup mandiri, kini pernikahan mereka sangat bahagia dan harmonis seperti pernikahan ayah dan mama.
Anin selalu berdoa agar dapat dijodohkan dengan pria yang sangat baik dan bertanggung jawab seperti ayah dan
kakaknya kelak.
Gaun model Ball Gown dengan bentuk mengembang pada bagian bawah serta warnanya yang putih bersih menjuntai, membuat gaun itu semakin elok dilihat. Anin membuat gaun mewah dan indah tersebut dengan sangat hati-hati dan teliti, Anin rela menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk membuat gaun indah tersebut. Ia ingin memberikan sesuatu yang sangat spesial dihari bahagia untuk kakak tercintanya.
“Wah mbak! gaunnya cantik banget.”
Ucap Dewi karyawan Anindira yang terpana melihat keindahan dan kemewahan gaun putih panjang yang menempel disebuah manekin.
“Benarkah?” Tanya Anindira Antusias.
“Iya. uwwuu ... !!! mbak ini baik sekali.” Ucap Dewi sambil mencubit dan menggoyangkan pipi mungil Anindira yang sedang sibuk merapihkan gaun.
“Auw, sakit tauk!”
“Hehe maaf, abis gemes. Udah cantik, baik pintar pula.” Ujar Dewi tersenyum
“Kau terlalu memuji” Balas Anin
"Sungguh!"
"Hm ya baiklah, baiklah. Kau juga sangat manis dan pintar"
Mereka akhirnya berpelukan. Anin dan Dewi sudah terbiasa bersama dan berbagi masalah mereka. Hingga keduanya menganggap persahabatan itu adalah keluarga kedua setelah keluarga aslinya.
Dewi yang merupakan karyawan sekaligus sahabat Anin tentu saja mengetahui bagaimana baik hati bosnya ini.
Dewi sangat menghormati dan menyayangi Anin seperti ia menyayangi Adiknya sendiri.
Dewi memang 3 tahun lebih tua dari Anin, tapi Dewi tetap menghormati Anin selayaknya atasan dan bawahan seperti biasa. Meski Anindira seorang desaigner yang cukup terkenal, Anindira tetap gadis yang sangat ramah dan rendah hati. Semua karyawannya tidak ia anggap sebagai bawahannya melainkan sebagai temannya.
”Aku juga mau dong klo nikah dibikinin gaun kayak gini” Ucap Dewi sambil mengedip-ngedipkan matanya membuat Anindira tersenyum geli.
“Aku juga mbak” Sahut Ilma yang tiba-tiba muncul dari belakang pintu.
“Ya,ya mbak buatin kalian gaun nanti” Ucap Anindira disambut keramaian oleh Dewi dan Ilma.
“Yeay ....” Sahut keduanya sambil meninju udara ke atas dan berpelukan seperti anak kecil yang baru saja
mendapatkan bonus jajan.
Akhirnya dapat donator buat nikah juga Haha Gumam Dewi
“Tapi klo butik mbak sudah punya seratus karyawan.” Celetuk Anin sambil menatap kedua sahabatnya, membuat Dewi dan Ilma mengerucutkan bibirnya.
”Huhhh desainer pedekut!” Jawab Dewi dan Ilma kompak.
“Apa kalian bilang?” Nada bicara Anin sedikit meninggi, menatap tajam kedua karyawannya sambil berkacak pinggang. Dalam hatinya sungguh ia ingin tertawa sekeras mungkin karena berhasil membuat nyali dua karyawannya menciut.
“Hehe ngga, ngga ampun! Mbak garang banget si klo udah marah udah kayak kak Ros.” Jawab Dewi sambil menyatukan kedua tangannya di dada. Membuat Anin dan Ilma tertawa terbahak-bahak.
“hahaha kalian ini lucu sekali ... ! Ayolah aku tidak akan memecat kalian aku hanya becanda.” Tawa Anindira yang langsung berlari keluar ruangan.
“Mbakkk .... !” Teriak Dewi dan Ilma memenuhi ruangan butik pagi ini.
Hari yang sangat dinantikan kedua keluarga pengantin telah tiba. Rumah besar keluarga Bramantyo sudah tertata rapi, serta ramai siap menerima besan mempelai pria. Bram selaku ayah Tiara sengaja tidak menyewa hotel atau pun tempat gedung lainnya atas permintaan Tiara sendiri, lagipula halaman depan dan belakang rumahnya yang luas menambah alasan mereka untuk tidak mengadakan pesta ditempat lain.
Anindira sudah duduk di samping Tiara yang sudah rapi memakai gaun karyanya.
“Wahh kakakku cantik sekali .... ” Ujar Anin yang terkagum kagum melihat kecantikan kakak tersayangnya. Profesinya yang menjadi model menambah kewajiban bagi Tiara untuk selalu menjaga kemolekan tubuh dan
wajahnya. Anin sangat bangga akan hal itu dan membuatnya termotivasi untuk membuat gaun gaun indah dan mewah.
“Ini karena gaun karyamu yang bagus membuat kakak cantik seperti ini.” Jawab Tiara sambil tersenyum kecil.
“Kakak ini, bisa saja. Tapi aku serius kakakku ini sangat cantik hari ini.” Timbal Anin.
“Kamu juga akan cantik jika akan menikah nanti.” Jawab Tiara membuat Anin seketika terbengong.
Dengan tangan yang menyangga dagu, Anin mulai melamun memikirkan gaun seperti apa yang akan ia pakai nanti dan pria yang akan bersanding dengannya di pelaminan nanti. Anin tersenyum senyum sendiri mengkhayalkan dirinya yang dirias sangat cantik berjalan diatas karpet merah bersama pria tampan dan gagah yang akan menjadi suaminya kelak.
“Hm melamun dah ni anak.” Gumam Tiara yang masih terdengar oleh Anin
“Hehe, aku akan menikah hanya dengan pria yang aku cintai, seperti kakak.” Jelas Anin membuat Tiara terdiam.
“Cie yang akan bertemu pangerannya.” Ceplos Anindira membuat Tiara mengulum senyum.
Anindira menatap lekat wajah sang kakak yang terlihat sedikit pucat. Padahal tata rias sudah memberikan lipstick berwarna cerah di bibir mungil Tiara.
“Apa kakak sakit?” Tanya Anindira khawatir yang hanya dijawab gelengan kepala oleh Tiara.
Baru saja Anin ingin menanyakan sesuatu hal, suara riuhan menyadarkan seluruh anggota keluarga Bramantyo jika mempelai pria sudah datang.
“Apa kakak baik baik saja?” Tanya Anindira yang semakin khawatir karena melihat raut wajah Tiara yang semakin pucat tanpa ekspresi apapun diwajahnya.
Belum sempat Tiara menjawab, suara ketukan pintu terdengar.
Tok,,tok,,,tok,,,
Anindira dan tiara sama-sama menolah kearah pintu yang sudah terbuka. Rika Bramantyo datang menghampiri kedua putrinya.
“Wah cantik sekali putri-putri mama.” Ujarnya sambil menyentuh pipi kedua putrinya.
Anin dan Tiara tersenyum menjawab ucapan Rika.
“Apa kamu bahagia sayang?” Tanya Rika kepada putrinya
Tiara menganggukkan kepalanya pelan dan langsung memeluk erat tubuh Mamanya.
Anindira yang terharu dengan pemandangan tersebut langsung memeluk kedua orang yang sangat disayanginya itu. Mereka bertiga berpelukan sangat lama dan menumpahkan air mata kebahagiaan, Ini mungkin terakhir kali Mama Bramantyo bisa selalu melihat dan memanjakan putri kecilnya Tiara, karena 1 jam yang akan datang putrinya sudah resmi menjadi seorang istri dari keluarga konglomerat William dan lepas dari tanggung jawabnya.
Tidak ingin berlarut-larut, Rika langsung melepas pelukan dan memutuskan untuk keluar.
“Bersiaplah! Sebentar lagi Rico akan mengucapkan janji sucinya.”
“Iya ma” Jawab Tiara.
Anindira membantu Tiara membersihkan make up yang sebagian luntur akibat menangis tadi, dan menambahkan sedikit bedak dan blush on agar terlihat lebih fresh.
Tiba tiba Anin merasakan tidak nyaman, dengan segera Anin permisi undur diri.
“Kak Aku ke kamar mandi dulu sebentar ya.” Ucap Anindira terburu-buru.
Anindira berlari karena panggilan Alamnya yang tak bisa ditahan lagi, dia memutuskan untuk segera ke kamar mandi sebelum mengantarkan kakaknya turun. Tiara yang bingung ada apa dengan adiknya hanya menganggukan kepalanya pelan dan tanpa disadari Tiara teringat sesuatu dan langsung bergegas.
“Maafkan aku” Lirihnya
Tak lama kemudian Anindira keluar dengan nafas lega seperti baru mendapat kebebasannya kembali.
“Kak ayo kita tur..” Ucap Anin terhenti ketika tidak mendapati Tiara di tempatnya.
Mungkin mama sudah menjemputnya. Gumam Anindira dan memutuskan keluar untuk menyusul mereka, Anin tidak ingin terlambat di acara sakral keluarganya.
Baru saja Anindira hendak keluar memegang handle pintu, Mamanya sudah terlebih dahulu membuka pintu kamar.
“Kenapa kalian lama sekali? Cepatlah Rico dan penghulu sudah menunggu” Ucap Rika menatap Anin yang juga menatap mamanya dengan bingung.
“Maksud mama?” Anin malah balik bertanya.
BERSAMBUNG....
“Maksud mama?” Anin malah balik bertanya.
“Cepatlah kalian turun, semua sudah menunggu kalian” Ulangnya lagi yang membuat Anindira terlonjak.
“Mama? Bukankah kak tiara sudah turun?” Tanya Anindira memastikan.
“Apa maksudmu?!” Tanya Rika yang tidak mengerti maksud ucapan putrinya.
“Kak Tiara gak ada di kamarnya, aku kira sudah turun bersama mama” Jelas Anindira.
Rika Bramantyo yang mulai memahami keadaan langsung menerobos masuk memastikan keberadaan putrinya.
Betapa terkejutnya dia, tidak mendapati putrinya di sana.
“Tiara kemana An? Bukankah tadi bersamamu?” Tanyanya sambil menggoyang goyangkan bahu Anin yang sama kebingungannya.
“Anin gk tau ma, tadi Anin ke kamar mandi sebentar dan keluar sudah tidak ada kak Tiara, Anin kira sudah turun bersama mama” Jelas Anindira panjang lebar.
Rika Bramantyo yang mendengar penjelasan putri bungsunya langsung lunglai ketika mengerti akan arah pembiacaraan putrinya, kakinya lemas tak bertenaga.
Dia tidak menyangka jika putrinya akan lari dalam hari pernikahannya sendiri dan membuat keluarganya harus menanggung malu.
“ada apa mah?” Tanya Bramantyo yang tiba-tiba muncul bersama Haikal (Putra tunggal keluarga Bramantyo).
“Papa…! Tiara gak ada pah” Jawab Rika yang langsung berhamburan memeluk suaminya.
“APA!!…!” Teriak seorang pria berbalut jas hitam dengan tegas dan lantangnya.
Pria itu sudah berdiri diambang pintu diikuti beserta keluarga dibelakangnya. Membuat Keluarga Bramantyo terkejut bukan main melihat calon suami Tiara yang tak lain Rico yang sudah berwajah merah ada di depan mereka.
Awalnya Rico hanya ingin bertemu dan memastikan jika Tiara baik baik saja, karena dia terus merasakan gelisah.
Tak lama kemudian Ayah Ziko menahan lengan Rico untuk naik keatas. Tapi menatap tatapan sendu putranya akhirnya Ziko mengijinkan putranya untuk calon istrinya. Ziko mengantar putranya langsung, tak lupa juga Mama William ikut mendampingi putranya.
Putri kedua dari keluarga Bramantyo telah berani pergi dihari pernikahannya bersama keluarga William, keluarga konglomerat nomor satu di negara tersebut. Bukan hal yang sulit bagi Ziko William untuk menghancurkan keluarga Bramantyo dalam sekejap mata.
Berita Pernikahan Rico dan calon istrinya yang kabur di acara pernikahan mereka bisa langsung tersebar kemana-mana, jika Tiara tidak kunjung kembali sebelum ucapan janji. Hal tersebut bisa sangat memalukan dan merugikan bagi kedua belah pihak.
juga merupakan suatu penghinaan bagi keluarga william.
Pemikiran Bramantyo kalang kabut mencari dimana kiranya Tiara, dia sungguh kecewa kepada putrinya. Dia tidak mengira jika Tiara akan kabur di hari pernikahannya sendiri.
sebenarnya apa yang membuatnya
kabur? Bukankah mereka saling mencintai? Jika tidak ingin menikah kenapa tidak jujur saja sejak awal?
Arghh! Banyak hal yang memelit-melit otaknya.
Rico tidak memperdulikan Calon mama mertuanya yang sudah menangis tersedu-sedu di pelukan suaminya. Rahangnya mengeras darahnya sudah mendidih saat ini.
Arghh!! kurang ajar.
Sangat terlihat jelas dimata Anindira wajah merah calon suami kakaknya yang sedang menahan marah. Jika saja tidak ada satu pun orang di ruangan ini, pria itu pasti sudah mengamuk ngamuk seperti singa jantan
dan memporak porandakan ruangan tersebut.
Seketika mata Rico menangkap selembar kertas yang tergeletak di atas meja rias Tiara, dengan cepat Rico berjalan menyambar selembar kertas tersebut dan membacanya.
Rico kekasihku…
Kumohon maafkan aku, aku tidak bisa melanjutkan pernikahan kita. Sudah ada orang lain yang mengisi hatiku selama kau pergi ke
Jerman 1 tahun lalu. Kau adalah orang yang sangat baik, berbahagialah dengan
perempuan pilihanmu.
Tiara Bramantyo.
Gigi Rico semakin tercekat, tangannya mengepal kuat pada kertas putih peninggalan Tiara. Dirinya tak habis fikir dengan Tiara. Kekasih yang selama satu tahun ini dia rindukan di Jerman ternyata tega meninggalkannya tepat di hari pernikahan mereka demi pria lain.
Rico memang sedikit memaksa Tiara agar mau menikah dengannya dengan alasan tidak ingin berlama-lama berpacaran dan ingin segera memiliki Tiara sepenuhnya, jika saja Rico tahu Tiara tidak menginginkan pernikahan ini pasti dia tidak akan memaksanya.
Pria? Tapi siapa pria yang dicintainya selama aku pergi? Dan kenapa aku tidak mengetahuinya selama ini.
Rico frustasi.
“Arrghhhhh……..!” Teriak Rico mengusap wajahnya kasar.
Teriakan Rico Membuat para saksi dan penghulu berlarian keatas karena mendengar teriakan Rico.
Suara ketukan pintu terdengar membuat semua orang langsung terdiam. Ziko selaku ayah Rico segera membukakan pintu sedikit.
“Apa ada masalah tuan??” Tanya pak penghulu sopan.
Pertanyaan pak penghulu membuat seluruh keluarga Bramantyo menggigit bibir bawahnya kuat kuat termasuk Anin.
bagaimana ini...
“Tidak!” Jawab Ziko tenang.
“Syukurlah, Apa pernikahannya akan dilanjut?” Tanyanya lagi.
“Tentu saja.” Jawab ayah Ziko dengan tegasnya membuat semua orang terkejut dengan apa yang diucapkannya.
Bagaimana bisa pernikahan ini dilanjut tanpa mempelai wanita? (begitu fikir semua orang yang ada disitu)
Tanpa ada pertanyaan lagi, Ayah Ziko langsung menutup rapat pintu kamar dan langsung menatap Bram dengan tatapan tajamnya.
“Bram…!”
Ujar Ziko tegas, sangat tenang namun terdengar sangat menakutkan. Membuat nyali Bramantyo sedikit menciut dengan wajah datar dan tegas dari sahabatnya tersebut.
Ziko memang sahabatnya. Namun, bukan hal yang tidak mungkin bukan jika Ziko menghancurkanya dalam sekejap akibat ulah putrinya. apalagi Ziko tidak pernah mangampuni orang-orang yang berbuat salah terhadap keluarga dan perusahaannya.
“Kita akan tetap melanjutkan pernikahan ini! Aku tidak mau karena ulah putrimu yang tidak bertanggung jawab itu mencoret nama baik keluargaku. Kaburnya anakmu sama saja seperti penghinaan pada putraku, padaku dan keluargaku!!!.” Timpalnya tegas
Bram menunduk, apapun dan darimanapun jika di telaah keluarganya lah yang bersalah akibat kesalahan putrinya.
“Aku akan mencari Tiara pah” Ucap Haikal, tapi dengan segera dadanya di hadang oleh tangan kekar Ziko.
“Tidak perlu! Pengucapan janjinya akan dilaksakan 15 menit lagi.” Jelas Ziko semakin membuat semua orang tegang.
“Tapi bagaimana bisa kita melanjutkan pernikahan ini tanpa Tiara?” Lirih Bram menatap nanar sahabatnya.
“DIA……!!!”Tunjuk ayah Ziko.
BERSAMBUNG.
Semua orang memindah pandangan kepada sosok yang ditunjuk oleh Ziko.
“Anindira.” Lirih Rika Bramantyo, air matanya sudah menetes.
putriku..
Semua orang terkejut bukan main ketika Ayah Ziko menunjuk Anindira mengganti posisi kakaknya sendiri.
“Bagaimana bisa?” Lirih Rika Bramantyo yang tidak rela melepas putri bungsunya dan menghancurkan kebahagiaan dan masa depannya
“Bisa!” Jawab Ziko tegas membuat semua orang menghembuskan nafasnya pelan, Tidak ada yang bisa melawan seorang Ziko William, apalagi masalah ini timbul karena kesalahan keluarga Bramantyo.
Kini, perasaan kasihan dan iba tertumpah kepada Anindira.
“Aku?” Anindira baru membuka suara.
Sejak tadi dia masih mencerna ucapan Calon mertua dari kakaknya. Ucapan itu seperti bayangan baginya.
“IYA!,” Jawab nya dengan tegas dan berwibawa membuat semua orang menelan saliva.
Mama William berjalan menghampiri Anindira dan menyentuh kedua tangannya.
“Apa kamu mau nak? mama mohon sayang…” Ujar Mama William
“Kamu tidak ingin kan keluarga kita sampai menanggung malu karena pernikahan ini batal?” Lanjutnya.
Haikal menatap iba kepada adik bungsunya yang dijadikan kambing hitam akibat ulah Tiara, gadis kecil yang selama ini dijaganya sekarang harus menikah dengan laki laki yang tidak dicintainya.
Anindira diam tak menjawab, dia menatap kedua orang tuanya. Rika bramantyo diam tak kuasa menahan tangis kemudian berjalan menghampiri Anin dan memeluknya.
“Semua mama serahkan kepadamu sayang” Ujar Rika penuh kelembutan.
Jodoh memang tuhan yang menentukan, tapi putriku berhak bahagia dan memilih pasangannya sendiri.
“Masa depan dan jodohmu kamu yang tentukan” Bisik Rika Bramantyo sambil terisak tangis di pelukan Anin.
“Demi keluarga kita sayang” Bujuk Mama William.
Sebagai seorang Ibu, mama Bramantyo dan William tentu tidak akan membiarkan keluarganya menanggung malu akibat pernikahan ini. Pernikahan yang mereka harapkan dari dulu.
Mama William sangat antusias dan
membujuk Anin, karena dia tahu Anin merupakan gadis yang baik. Berbeda dengan Mama Bramantyo yang menyerahkan segala keputusan ini kepada Anin sendiri untuk memilih, meski mereka tahu jika Ziko William sudah berkata maka itulah yang akan terjadi.
Silih berganti Anin menatap wajah kedua wanita paruh baya di depannya dengan tatapan sendu.
“Mama mohon sayang” Lirih Mama William sambil menggenggam tangan mungil Anin.
Wanita paruh baya itu sepertinya sangat mencintai putranya, terlihat dari tutur bicara dan perlakuannya yang lembut.
Mama William sepertinya sangat tidak ingin mengecewakan keluarganya.
namun jika aku menerimanya apa kak Rico juga akan menerima pernikahan ini?
Gumam Anin menatap mama William.
Anin mengalihkan pandangan menatap ayahnya, Bram tersenyum kemudian menganggukan kepalanya pelan diikuti oleh Rika Bramantyo.
“Tapi mah,pah? Bagaimana dengan kak Rico?” Tanya Anindira yang membuat semua orang baru menyadari keadaan Rico. Orang yang paling merasakan sakit dan korban akibat kepergian Tiara.
Sedangkan tatapan pria itu kosong, otaknya berputar-putar mengenai kenangan indah bersama Tiara sebelum ia pergi ke Jerman.
Rico menyesali keputusan dirinya sendiri. Keputusan dimana dia harus menangani masalah perusahaan yang ada di Jerman kala itu. Tapi, berkat kecerdasan dan kegigihannya perusahaan itu bisa maju kembali hingga sampai berkembang pesat sampai sekarang.
dan sekarang dia harus kembali menelan kecewa ketika Tiara pergi meninggalkannya di hari pernikahan mereka. Keputusan yang Tiara ambil meninggalkan luka yang sangat mendalam bagi pria berdarah jerman tersebut.
Padahal, Perusahaan yang ia bangun di Jerman dengan susah payah itu akan ia serahkan sepenuhnya kepada Tiara sebagai bukti cintanya.
Rico baru terlonjak dari lamunannya ketika ada suara gadis yang memanggil namanya Rico menatap seluruh orang yang sedang menatap kepadanya kemudian matanya tertuju kepada ayah. Seorang pahlawan yang sudah
membesarkannya.
Riko memang sangat patuh dan hormat pada kedua orang tua. Baginya, orang tua adalah tuntunan terbaik.
“Bagaimana? Apa kamu mau menikah dengan Anindira nak? Akan ada banyak berita yang mencoreng nama baik keluarga kita jika pernikahan ini sampai gagal.” Jelas Ayah Ziko membuat Rico membuang nafasnya kasar.
Ziko memang berkuasa dalam segala hal, dia bisa saja menghancurkan dengan sekejap mata semua reporter yang berani memberitakan hal tersebut. Tapi Ziko menganggap jika pernikahan ini sampai gagal akan mejadi suatu penghinaan bagi putranya, Ziko juga meyakini jika putranya pasti akan mengalami kesedihan yang mendalam jika pernikahan sampai gagal.
Rico berjalan menghampiri Anindira, melihat Anindira lekat-lekat dari ujung kaki hingga ujung rambut. Wajahnya hanya datar tidak merespon apapun, tapi dari cara dia menatap. Sepertinya pria itu sangat tidak menyukai postur tubuh Anindira.
Sementara yang ditatap hanya tertunduk malu, bukan malu karena ditatap seorang lelaki tampan. Hanya saja dia malu dirinya yang berbeda jauh dengan Tiara yang tubuhnya bak gitar spanyol.
Akankan itu sepadan? Dan apakah calon suami kakaknya ini akan menerimanya?
"Ya, aku menerimanya.”
dia menerimanya?.
Jawaban Rico yang membuat semua orang terkejut.
Mimpi apa aku semalam?. Batin Anindira yang masih tidak percaya dengan keputusan Rico.
Aku benar-benar akan menjadi pengantin hari ini? Batin Anin sambil menatap tak percaya kepada pria di hadapannya.
Sedangkan orang yang di tatap Anin hanya memasang wajah datar tak ada ulasan senyum sedikitpun diwajahnya.
Setelah musyawarah selesai, Anindira langsung dirias secepat kilat oleh MUA ditemani oleh Mama Bramantyo dan Mama William. Sedangkan semua anggota keluarga yang lain sudah turun karena acara pengucapan akan segera dimulai.
Setelah Anin dirias, acara pengucapan janji segera dilaksanakan.
Anindira tidak pernah bertemu dengan Rico sebelumnya. keluarga Rico pernah berkunjung kerumahnya, tapi dia sedang sibuk dengan butiknya kala itu membuat dia tidak bisa hadir. Nasib seperti mempermainkan jalan hidupnya, Kak Rico yang seharusnya jadi kakak iparnya malah menjadi suaminya sekarang.
SAHHH……..!
Ucapan serentak itu membuat Anindira tersentak dari lamunannya.
Tidak! Ini nyata. Tidak pernah terfikir olehnya dia akan menikah hari ini dengan orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Anin benar-benar sudah menikah sekarang, dengan calon kakaknya pula.
Anindira mencium punggung tangan Rico kemudian dibalas dengan Rico yang mencium kening Anindira.
Setelah acara akad selesai mereka naik ke pelaminan untuk menyambut tamu yang hadir, Ayah Bram dan Ziko sibuk berbincang-bincang dengan semua kolage bisnisnya. Mama Bram dan Mama William pun sama sibuknya menjamu teman-teman sosialita mereka.
Lama Anindira berdiri, membuat kakinya keram. Rasanya dia ingin tidur dan menjatuhkan dirinya di sofa sekarang juga. Rico yang menyadari perubahan sikap Anindira hanya acuh tak peduli.
“apakah aku boleh duduk?” Tanya Anindira berbisik pelan.
Rico menatap tajam tanda tak setuju membuat Anindira mengurungkan niatnya.
Tepat pukul 12 siang Anindira baru di perbolehkan duduk karna akan berganti gaun. Anin menjatuhkan tubuhnya diatas kasur.
“Akh leganya” ujarnya sambil mengusap ngusap sprai lembut dengan kedua tangannya yang di rentangkan.
Tak lama kemudian, seorang tata rias masuk membawa sebuah gaun cantik dan mewah. Dengan segera Anin beranjak dan mengganti gaunnya di bantu oleh tata rias tadi.
“Ceklek”
Pintu kamar terbuka, Rico masuk kedalam kamar tanpa permisi membuat Anindira yang sedang berganti baju kelabakan.
Seorang MUA terkenal yang membantu Anindira berganti baju terkekeh melihat reaksi pengantin baru itu. Dirasa kedatangan Rico membuatnya tak dibutuhkan lagi, MUA tersebut permisi undur diri dan mempersilahkan Anindira mengganti bajunya sendiri.
Anindira menarik lengan MUA tersebut ketika hendak keluar, sebagai permohonan agar tidak meninggalkannya.
Rico yang melihat aksi Anin berdecih tidak suka.
Cih…! Percaya diri sekali. Batin Rico sinis
“Pergilah” ucap Rico tegas kepada MUA.
MUA tersebut tersenyum kepada Anindira membuat Anindira pasrah terkurung berdua dengan pria yang sekarang sudah sah menjadi suaminya.
Anindira berjalan menuju kamar mandi melanjutkan berganti bajunya, langkahnya terhenti ketika Rico mengucapkan sesuatu.
“Jangan terlalu percaya diri..!Aku tidak akan sudi menyentuhmu..!” Tegas Rico
Bukan sakit hati seperti kebanyakan wanita yang selama ini Rico temui, mereka meminta bahkan meronta-ronta untuk ditiduri. Ucapan Rico justru membuat Anindira lega dan senang hingga senyum terukir dibibirnya.
Rico diam tanpa eksprsi menatap senyum aneh itu.
Bagaimana tidak senang? lelaki yang tidak dikenalnya yang sekarang jadi suaminya ini tidak sudi menyentuh tubuhnya. Dengan begitu Anin bisa dengan leluasa beraktifitas dan menjaga kesuciannya yang nanti akan
ia persembahkan kepada pria yang dicintainya kelak.
Rico dan Anindira kembali kepelaminan dengan gaun berwarna biru, senada dengan jas yang digunakan Rico. Mereka terlihat sangat serasi, sama sama cantik dan tampan. Banyak pasang mata dan kamera yang menangkap kebersamaan mereka. Ketika acara selesai, Keluarga William memutuskan untuk langsung membawa Anin.
“Maafkan mama sayang.” Ucap Rika Bramantyo sambil memeluk erat putri bungsunya bergantian dengan Bram
Mama Bramantyo merasa sangat bersalah kepada putri bungsunya.
“Mama minta maaf untuk apa? Mungkin ini sudah takdir Anin. Anin iklas ko ma” Jawab Anindira memberikan senyuman terbaiknya.
Meski dadanya juga sesak menerima kenyataan pahit ini, dia yang tidak mengenal pria
ini bahkan harus tinggal seatap dengannya.
Bergantian dengan Rico yang berpamitan dengan kedua orang tua Anindira.
“Mama mohon maafkan putri mama Tiara dan jagalah Anindira.” Ucap Mama Bramantyo terbata-bata sambil merangkum wajah menantunya.
Rico hanya menganggukan kepalanya pelan, dari tadi dirinya hanya diam tanpa ekspresi. Kepalanya terus saja dipenuhi oleh Tiara.
"Sedikit saja kau lukai adikku, aku orang pertama yang akan memenggal kepalamu." Haikal memperingati ketika Ziko lewat di hadapannya.
Ziko tak membalas, dia tetap diam dengan ekspresinya.
Rombongan mobil mewah keluarga Willian sudah melaju dan mulai menjauh meninggalkan kediaman Bramantyo, Mama Anindira langsung lunglai jatuh di pelukan suaminya.
“Hikss,,,,pah. Anindira pah,,, kita sudah mengorbankan putri kita untuk putri yang lainnya.” Ucapnya menangis meratapi kepergian putri bungsunya.
“Tenanglah Anindira pasti akan baik-baik saja.”
Jawab Bram mengelus pundak Istrinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!