NovelToon NovelToon

Dia Suamiku

Pertemuan

Pagi itu, Laila, Dokter spesialis bedah muda yang sedang libur dari tugas Rumah sakitnya pergi mengunjungi adiknya di kota A dengan mengendarai mobil Putih kesayangannya. Dia berangkat sangat-sangat pagi untuk menghindari kemacetan lalu lintas.

Laila masuk ke pintu tol dan melanjutkan perjalanannya menggunakan jalur tol.

Laila tiba di apartemen adiknya pukul 8 pagi. Perjalanan memakan waktu sekitar 3 setengah jam.

Laila langsung masuk ke apartemen Desia, sang adik, karena memang dia mengetahui password-nya, dilihatnya Desi yang masih bergumul manja dibalik selimutnya.

“Hei Des, bangun, ini jam berapa, astaga anak ini.” Sergap Laila membangunkan adiknya

“Sebentar Kak La, Desi masih ngantuk, semalam Desi lembur untuk tugas dan sekarang Desi ingin tidur sampai siang. Lagian Kak La pagi-pagi udah sampe.”

“Ayo bangun Desi, kakak mau ajak kamu jalan-jalan, nanti kita kesiangan,” kata Laila sambil menarik selimut yang menutupi tubuh Desi

Desi bangun dengan malas dan menuju ke kamar mandi sambil bergumam. “Kak La masih pagi udah sampe aja, ganggu desi tidur tau.”

Setelah siap, mereka keluar apartemen Desi dan masuk ke dalam lift, tetapi di dalam lift, Laila seperti menahan nafasnya, dia di dalam Lift bersama adiknya dan juga ada dua orang lelaki yang salah satunya memikat hati Laila. Laila hanya diam, mengagumi ciptaan Tuhan dihadapannya itu dengan diamnya.

Tak lama lift berbunyi menandakan bahwa mereka sampai di lantai paling bawah, yaitu basement. Namun, Laila masih terdiam dengan lamunannya

“ayo kak cepetan, aku ga sabar pengen belanja bareng kakak,” ucap Desi.

Laila hanya geleng-geleng dengan tingkah adiknya itu, padahal tadi waktu masih di kamar, terlihat sangat jelas kalau adiknya sangat malas untuk di ajak jalan-jalan.

Kenapa sekarang Desi jadi bersemangat? Ah memang adiknya ini sangat-sangat menyebalkan.

Laila dan Desi masuk ke dalam mobil Laila sambil Laila masih memerhatikan laki-laki di dalam lift tadi yang ternyata masuk ke dalam mobil tepat di depan Laila.

Kenapa Laila terlalu berlebihan melihat laki-laki itu? Ya karena ini pertama kalinya dia merasakan perasaan yang aneh saat menatap laki-laki itu. Mungkin inilah yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama.

Desi dan Laila, jalan-jalan sepuasnya di hari itu, mall, bioskop, belanja. Mereka habiskan waktu seharian untuk melepaskan keletihan dari kesibukannya di hari-hari normal.

Desi yang walaupun masih kuliah, tetapi dia memiliki usaha online dibantu kekasihnya yang masih disembunyikan dari keluarganya. Bahkan kakaknya saja tidak tahu apabila Desi sudah memiliki kekasih.

“Kak, kakak kapan sih nikah atau seenggaknya ngenalin kekasih gitu ke ibu sama ayah, masa udah 26 tahun belum punya pacar.” Tiba-tiba pertanyaan yang sedikit sensitif itu keluar dari mulut Desi.

Pletakkkkkk. Laila menyentil dahi adiknya.

“awwww kenapa kakak malah menyentil dahi aku sih, nanti tambah lebar tau kak,” ungkap Desi sambil memanyunkan bibirnya

Laila tersenyum mengejek sambil berkata. “Kamu anak kecil fokus dulu sama kuliah, ga usah mikir in jodoh kakak,” jawab Laila.

Dalam hati, Desi berkata. “coba aja kakak tau kalau aku punya kekasih, bisa digantung kali ya xixixixi”

“Jam 8 kita balik ke apartemen kamu Des, kakak mau nginep di Apartemen kamu.”

“Siap kakak Dokter ku”

Seperti yang dikatakan Laila tadi, mereka pulang ke apartemen Desi pukul 8 malam.

Setelah masuk ke dalam apartemen Desi, tiba-tiba Laila ingin sekali membeli nasi goreng yang ada di dekat apartemen adiknya. Karena jarak yang tidak jauh Laila memutuskan untuk jalan kaki.

Tiba-tiba …

“Hei tunggu, nona, kau yang memakai kemeja hijau,” teriak seseorang

Laila yang merasa terpanggil pun menengok dan betapa terkejutnya dia karena yang memanggilnya adalah laki-laki yang berhasil menggetarkan hatinya tadi pagi di lift.

“Tuan memanggil saya?” tanya Laila

“Ya, kau. Kau gadis yang bersama Desi tadi pagi di lift, kan?”

“Maaf, tuan mengenal adik saya?” mereka mengobrol sambil berjalan menuju mamang penjual nasi goreng.

“Oh Desi adikmu? Saya mengenalnya tapi tidak terlalu dekat, unitnya berdekatan dengan unit Dava.”

“Lalu?” tanya Laila yang masih bingung dengan ucapan laki-laki itu.

“Sudah lah lupakan, kita belum berkenalan, boleh saya tau nama anda?”

“Oh iya. Saya Laila, saya ke sini untuk mengunjungi adik saya, sudah sangat lama saya tidak mengunjungi adik saya,” balas Laila mengenalkan diri

“Oke, Laila. Perkenalkan saya Aarav Affandi, kau bisa memanggilku Aarav saja”

Bagaikan mendengar suara klakson bus, Laila mematung ketika mendengar nama Affandi di sebut.

“Tunggu, apakah tuan dari keluarga Affandi?” tanya Laila karena tidak ingin menyimpan rasa penasarannya lama-lama

“Ya, apa kau tahu keluarga itu?”

“Semua orang pasti tau tuan, dan saya bekerja di rumah sakit Affandi, oh iya kemana Tuan akan pergi?”

“Tidak bisakah kau memanggilku Aarav saja? Aku akan ke warung nasi goreng yang ada di depan itu, kau sendiri?”

“Wahhh orang kaya seperti tuan ini masih mau jajanan pinggir jalan ternyata, hehe, saya juga akan ke sana. Untuk masalah panggilan tadi saya mohon maaf tuan, secara tidak langsung tuan adalah atasan saya, jadi itu adalah panggilan yang tepat untuk tuan menurut saya.”

“Padahal saya akan merasa lebih nyaman saat kau memanggilku cukup dengan nama.”

“Itu terkesan tidak sopan,” ungkap Laila

“Oh iya, kenapa kamu mau bekerja di Rumah Sakit Affandi? Padahal mama sangat disiplin dengan para pegawai di rumah sakit itu.”

“Saya memang menyukai bau-bau rumah sakit. Jadi di mana pun saya bekerja pasti saya akan meraskan nyaman. Apalagi Nyonya Anna terbilang perempuan yang sangat lembut dan tegas diwaktu bersamaan. Saya belajar banyak hal melalui beliau.”

“Kita sudah sampai Laila, kau akan pesan berapa? Biar aku yang memesankan sekalian.”

“Apa tidak memberatkan, Tuan?”

“Tentu saja tidak.”

“Kalau begitu saya pesan satu bungkus nasi goreng seafood dan satu bungkus nasi goreng sosis.”

“Oke, Kau tetap duduk di situ.”

Laila terkekeh dan menjawab “baik, tuan. Saya tidak akan beranjak dari sini.”

Entah mengapa, Laila merasa sangat nyaman berbincang dengan Aarav padahal mereka baru saja bertemu. Hanya saja debaran hati Laila benar-benar tidak dapat Laila kontrol, dia sedikit gugup saat Aarav menatapnya.

Baru kali ini gue ngerasa aneh waktu deket sama laki-laki. Astaga apa ini yang namanya jatuh cinta? Huaaa kenapa gue deg-deg an banget ketemu dan bareng Tuan Aarav..

...----------------...

Jangan lupa komen dan jempolnya ditekan yaaaaa. Salam hangat dari Rasti. Ini adalah cerita pertama dari Rasti jadi mohon arahannya.

Rumah Sakit

Aarav Pov

Dia Laila, orang yang selama ini gue cari. Ternyata dia kakaknya Desi, gebetannya temen gue sendiri. Hmmm bener-bener sempit emang dunia ini.

Dan parahnya lagi, dia kerja di rumah sakit orang tua gue.

Gue kemana aja selama ini sampe-sampe gue ga tau kalo dia, orang yang gue cari selama 1 tahun ini, kerja di rumah sakit orang tua gue.

Dan kenapa gue jadi keder gini kalo ketemu Laila, pertama waktu di Lift apartemen Dava dan tadi malam? Oh God, semoga gue ga jatuh cinta sama si Laila.

Gue harus selidiki si Laila lebih dalam lagi, gue bisa gunain adeknya buat mengorek informasi tentang si Laila. Sambil gue memperkuat bukti-bukti itu.

End Aarav POV

Astaga gue ketemu sama Tuan Aarav? Astaga ternyata cowok yang gue taksir itu Tuan Aarav? Oh God, kalo jodoh tolong gue dong jangan dikasih ke orang.

“aww” Laila terkejut saat sebuah bantal mendarat dengan mulus di wajahnya.

“Desi!! Astaga, kamu ga sopan banget sama kakak, kakak potong nih uang jajan kamu.”

Desi menyengir sambil menampilkan dua jari tangannya membentuk huruf V.

“eheheeh maaf kak, lagian Kak Laila dateng-dateng langsung senyum-senyum sendiri sih. Bukannya salam malah ga jelas gitu, kan takutnya kakak kesambet mamang yang jualan nasi goreng.”

“Enak aja kalo bilang, kakak masih waras ya. Ini nih kakak beli 2 porsi, kamu mau nggak?"

“Idiiih kak La make nanya lagi, kalau masalah santap menyantap sama Desi mah ga usah ditanya, pasti maunya xixixixi”

“Yaudah, ayok ke meja makan kita makan nasi gorengnya.”

Desi dan Laila makan nasi goreng tersebut bersama di meja makan dan setelahnya mereka menonton film hingga larut.

"Des, udah larut nih, ayok tidur, besok kamu ada kuliah kan? Besok kakak juga mau balik ke kota D.”

“Yaudah kak ayok tidur.”

Desi dan Laila berjalan beriringan ke kamar yang ada di apartemen itu. Karena apartemen tersebut hanya memiliki 1 kamar, sehingga Desi dan Laila tidur dalam kamar yang sama

_________________Keesokan harinya._________________

“Kakak masak apa sih?” Tanya Desi yang mencium aroma masakan dari arah dapurnya.

“Tumben tuan putri masih jam 7 udah bangun, kakak Cuma bikin sandwich pisang buat sarapan,” jawab Laila

“Iooh,” Desi menjawab sambil mendaratkan bo***g nya di kursi meja makan.

"Kak, Desi mandi dulu deh, muka Desi ileran gini, ga enak banget di liat hahaha” sahut Desi tiba-tiba saat setelah dia melihat pantulan dirinya di kaca transparant tempat menyimpan perabotan dapur.

“Mandi dulu sana, baru nanti kita sarapan bareng,” ujar Laila santai masih fokus dengan kegiatan membuat sandwichnya.

Setelah sandwich siap, Laila menghidangkan di atas meja makan dengan 2 piring, satu untuk dirinya dan satu lagi untuk Desi.

Setelah selesai mandi, Desi kembali menuju ke meja makan dan mereka sarapan

“Kakak mau pulang jam berapa?” tanya Desi pada Laila kakaknya setelah selesai dengan kegiatan sarapannya.

“Emmm mungkin nanti sekitar jam 1 siang”

“Ooooh oke kak, kalo gitu anterin Desi ke kampus dulu ya, Desi ada kelas nanti jam 10.”

“Siap tuan Putri, tapi kalau kakak ga bisa jemput kamu gimana?”

“Gampanglah kak, nanti aku bisa naik takasi online atau nebeng temen kampus yang searah sama Desi.”

Siang harinya, setelah Laila mengatarkan Desi ke kampusnya, dia mendapakan panggilan dari rumah sakit kalau akan ada bedah pukul 1 siang dan Laila harus segera kembali. Lalu Laila mengirimkan pesan pada Des kalau dia harus segera kembali.

Setibanya Laila di rumah sakit tempatnya bekerja, Laila bergegas melaksanakan ibadah Solat Dhuhur dan langsung menuju ke ruang operasi.

Operasi memakan waktu yang cukup lama, sampai-sampai Laila melewatkan makan siangnya.

Laila bergegas melaksanakan solat Ashar setelah selesai operasi tersebut.

Selesai Solat, dia hendak menuju ke kantin rumah sakit, namun tiba-tiba ada seseorang yang menarik pergelangan tangannya hingga Laila membalikkan badannya.

“Tuan Aarav? Apakah tuan ada perlu dengan saya?” tanya Laila yang ternyata orang itu adalah Aarav

“Tidak Laila, aku hanya tidak sengaja melihatmu, kau mau kekantin? Bagaimana kalau kita bersama-sama kekantin?”

“Emmmm tunggu, dari mana Tuan Aarav tau kalau saya mau ke kantin?” tanya Laila yang sedikit kepo, dia berpikir apakah atasannya itu seorang paranornal hingga bisa menebak kemana Laila akan pergi.

“Aku hanya menebak saja Laila, apa itu penting untukmu?”

“Ohh, tidak, maaf kalau pertanyaan saya menyinggung, Anda.”

“Sudahlah lupakan, ayo kita ke kantin,” sahut Aarav.

Laila tidak menjawab dan hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian mereka berdua bergegas menuju kantin rumah sakit karena memang kenyataannya cacing-cacing dalam perut Laila sudah berdemo sejak dari tadi.

“emmm Laila, apa kau sudah punya pacar?”

tanya Aarav yang tiba-tiba dan membuat Laila tersedak, bahwasannya Laila sangat sensitif untuk pertanyaan itu.

Laila hanya mencari dan menginginkan seseorang yang tulus mencintainya, bukan yang menginginkan tittle Laila sebagai seorang dokter bedah atau karena fisiknya yang terbilang cukup menarik.

“uhukk…uhukk…uhukk” Laila mengambil minumnya dan meminumnya.

“Maaf, Tu-tuan Aarav. Emmm sa-saya belum memiliki kekasih,” jawab Laila sambil menunduk.

Laila merutuki kebodohannya sendiri karena gugup yang melandanya dan jantungnya yang berpacu dengan sangat cepat, seperti orang yang baru saja selesai lari maraton.

"Bagus, itu akan lebih memudahkan rencanaku," ucap Aarav di dalam hati.

Suasana menjadi sekiti canggung, Laila sibuk dengan makanannya begitu pun dengan Aarav.

Setelah selesai makan.

“Laila, apa setelah ini kamu masih ada jadwal operasi?” tanya Aarav.

“Sebenarnya tidak ada, tapi tidak tau kalau ada operasi mendadak seperti tadi.”

“Lalu kau mau kemana?” tanya Aarav pada Laila.

“Sepertinya saya akan pulang ke rumah,” jawab Laila.

“Baiklah Laila, hati-hati di jalan.”

Laila pergi setelah Aaron berucap demikian. Laila sangat bahagia karena yang dia tau, Aarav mengunjungi rumah sakit untuk bertemu dengan dirinya.

“Untung saja Laila tidak bertanya kenapa gue bisa sampai sini, tapi kenapa perasaan gue ke Laila berbeda dari perasaan gue ke cewek-cewek lain? Ah bukan apapun.” Aarav bergumam sendiri dan menepis segala pikiran-pikiran yang tidak diinginkannya.

Fokusnya hanyalah rencananya dengan Amanda harus berhasil.

Mobil Laila memasuki pekarangan rumah yang tidak terlalu luas namun nampak sangat asri karena bagian depannya terdapat tumbuhan-tumbuhan hijau yang sangat menyejukkan mata. Yappp. Itu adalah kediaman Laila dan keluarganya.

Laila masuk ke dalam menyegarkan diri dan bergabung dengan ibunya yang sedang duduk di taman minimalis belakang rumahnya.

...***************...

Komen yaaa, jempolnya ditekan-tekan juga guis. Salam hangat dari Rasti.

DINNER BERDUA

Pagi hari di ruang makan rumah keluarga Laila.

“Laila, kamu sudah akan 27 tahun, kapan mau bawa calon suami ke rumah dan ngenalin ke ibu sama ayah? Jangan jadi prawan tua,” tanya Ibu Ros ke Laila dengan sedikit tawa.

“Ibu, jangan gitu. Laila belum nemu yang pas aja. Nanti kalau udah ada yang cocok pasti Laila kenalin ke Ibu sama Ayah,” Jawab Laila disertai senyum manisnya.

“Laila, kenapa kamu nggak gabung aja sama ayah di garmen? Kamu bisa bantu ayah buat ngembangin perusahaan ayah, kamu punya kecerdasan di atas rata-rata,” sahut Ayah dengan nada sedikit mengejek

“Ayah jangan ikut-ikutan ibu deh, bilang aja ayah ngejek Laila. Kalau masalah garmen, Desi lebih cocok sih yah. Secara dari kecil Desi sering ikut dan bantuin ayah di garmen sedangkan Laila dari dulu udah seneng banget sama apapun yang berbau kesehatan. Toh juga Desi ambil jurusan di perkuliahannya juga sejalan. Iya kan, Bu?”

Laila memang tidak tertarik dengan garmen milik keluarganya. Dia hanya membantu sekadarnya saja, karena menurutnya Desi lebih cocok untuk mendalami usaha milik keluarganya.

“Sudah-sudah, ayo sarapan, keburu dingin makannya.”

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=Di Rumah Sakit Affandi\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Laila tiba di rumah sakit Affandi masih sangat pagi, karena memang dia ada operasi pagi ini yang telah dijadwalkan sebelumnya. Entah mengapa tiba-tiba pikiran Laila terbayang ke wajah Aarav, laki-laki yang dia taksir sekaligus atasannya di rumah sakit keluarga Affandi.

“duh, gue mikir apa sih, ga mungkin dong kalau Tuan Aarav suka sama gue, secara gue kan Cuma remahan kripik kentang yang gagal jadi kripik,” gumam sendiri Laila.

Lalu Laila keluar dari mobilnya dan berjalan menyusuri lorong Rumah sakit yang masih sepi.

“Dokter Laila..” seseorang meneriaki Laila dari belakang, Laila berhenti dan menengok ke belakang.

“Panjang umur bener Tuan Aarav ini, baru aja gue omongin udah muncul aja,” batin Laila.

Dilihatnya Aarav berjalan santai ke arahnya dengan gaya cool nya. Dia memakai setelan formal dan sepertinya akan menghadiri rapat atau apapun itu di rumah sakit ini. Aarav terlihat sangat tampan dan dewasa dengan setelan formalnya.

“Tuan Aarav memanggil saya?” tanya Laila.

“Adakah Laila yang lain di sini?” tanya Aarav kepada Laila dengan senyum jaimnya.

"Tuan Aarav please jangan senyum di hadapan saya, saya bisa meleleh dan mencair jadi butiran serbuk bunga matahari," batin Laila.

“Maaf, sepertinya hanya saya yang bernama Laila,” jawab Laila dengan senyum khasnya dan menunduk.

“Kau mau keruanganmu? Bagaimana kalau kita jalan bersmaa? Kebetulan saya juga hendak ke ruangan meeting.”

“Ahh iya Tuan Aarav, terlihat dari setelan tuan, sepertinya tuan akan menghadiri rapat di sini, mari Tuan Aarav biar saya jalan di Belakang Tuan Aarav”

“Kau jalan disampingku, bukan di belakangku. Kau akan selalu jalan di sampingku.”

Lalila sedikit tersentak dengan kata-kata Aarav, selalu jalan di sampingku, apa maksudnya? Belum habis dengan lamunannya, tiba-tiba saja tangannya di tarik oleh Aarav dan mereka berjalan beriringan lalu berpisah dipersimpangan lorong, Laila belok ke kiri untuk menuju ke ruangannya sedangkan Aarav lurus untuk menuju ke ruang rapat.

Di Ruangan Laila

“Astaga Tuan Aarav tadi sadar nggak sih bilang begitu? Ah kenapa gue jadi merinding gini? Apa maksudnya Tuan Aarav bilang seperti itu? Jangan-jangan dia mau terbangin gue ke langit ke 7 terus nanti kalau udah pinter terbang gue di lepas, biar kalo dihempasin gue nggak jatuh bebas ke tanah, jadinya nggak sakit gitu?”

“Ah Laila, lu kenapa jadi oon sih. Ini pasti oon nya Desi nular ke lu. Idihhh kenapa gue jadi bawa-bawa Desi sih. Dan gue beneran gila karena gue ngomong sendiri.”

Laila mengoceh dengan dirinya sendiri. Sedetik kemudian Laila melihat jam tangannya dan menampilkan jarum panjangnya pada angka sebelas dan jarum pendeknya pada angka delapan.

Menandakan kalau waktu menunjukkan pukul 7.55 dan dia harus segera menuju ke ruang operasi.

Operasi pagi itu memakan waktu hingga 5 jam. Laila bergegas menuju keruangannya untuk melaksanakan solat dhuhur.

Selesai dhuhur, Laila duduk bersandar di kursi kebesarannya karena memang jadwal operasi masih 1 jam lagi. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruangannya dan masuk setelah dipersilakan Laila untuk masuk.

Ternyata seseorang itu adalah Aarav. Laila terkesiap dengan kedatangan Aarav, dia segera berdiri dari duduknya dan menyapa Tunanya.

“Tuan Aarav, maaf saya fikir suster Dian yang datang,” Beo Laila masih dengan keterkejutannya.

--jadi suster Dian itu adalah suster yang selalu datang dan membantu Laila saat Laila kerepotan. Mereka berteman dari SMP sampai SMA namun dipisahkan waktu kuliah. Nasib baik menyapa dengan mempertemukan mereka lagi di Rumah Sakit Affandi

“Calm down Laila, saya tidak akan memberhentikan kamu. Hahaha. Emm Laila, apakah nanti malam kamu ada jadwal operasi atau sudah memiliki jadwal dengan orang lain?”

Laila sedikit berpikir dan mengingat-ingat apakah dia memiliki janji atau tidak. Kalau jadwal operasi tentu tidak ada karena Laila ingat betul jadwal operasinya setiap harinya.

“Sepertinya tidak ada Tuan. Apakah ada yang bisa saya bantu?” jawab Laila.

“Baiklah, nanti malam bersiaplah. Saya akan menjemput kamu pukul 7.30 di rumah kamu. Saya akan mengajak kamu untuk dinner berdua, kamu mau, Kan?”

Seperti mendengar klakson truk gandeng. Laila terbengong dengan ajakan Aarav. Ah memang cinta membuat otak Laila lemot dalam berpikir dan mencerna suatu keadaan.

“Bi-bisa Tuan Aarav. Tapi tunggu, apakah tuan tau di mana saya tinggal?” tanya Laila.

“Kamu tinggal di jalan Anggrek no 09, Kan?” jawab Aarav.

“Baiklah nanti malam saya akan bersiap”

Tanpa menaruh curiga, Laila menerima ajakan Aarav. Bahkan Laila tidak curiga sama sekali saat Aarav mengetahui alamat rumahnya. Memang benar, cinta membuat Laila yang cerdas semakin cerdas lagi.

Sesuai janji Aarav, dia menjemput Laila dikediaman Laila. Namun lebih awal karena waktu menunjukkan masiih pukul 19.20.

Aarav disambut hangat oleh ibu Ros dan ayah.

“Selamat malam tante, om. Saya Aarav, temannya Laila. Apakah Laila ada di dalam?" tanya Aarav dengan sopan sambil menyalami kedua orang tua itu sambil memperkenalkan dirinya.

Ibu Ros menyambut dengan hangat dan senyuman meneduhkannya.

“Oh iya, Nak. Laila ada di dalam. Apakah Nak Aarav yang akan menjemput putri kami? Karena tadi Laila bercerita kalau dia akan makan malam di luar malam ini.”

“Iya, tante. Saya yang mengajak Laila untuk makan malam di luar. Apakah om dan tante mengizinkan saya dan Laila untuk keluar bersama?”

“Tentu saja kami mengizinkan, tapi tolong dijaga anak gadis kami ya dan jangan pulang terlalu larut.” Kali ini ayah yang menimpali pertanyaan Aarav.

Sesaat kemudian Laila muncul dengan balutan dress longgar berwarna navy dan beraksesoris pita senada di bagian pinggangnya. Dress yang dipakai Laila sepanjang betis atas sehingga menampakkan kaki indahnya yang dibalut sepatu heels warna hitam. Laila membawa selempang warna silver di pundak kirinya. Rambutnya dibiarkan tergerai.

Sedetik Aarav nampak terpesona dengan penampilan Laila yang sederhana namun nampak elegan.

“Tuan sudah datang? Saya sudah siap tuan.” Laila memecah kekaguman Aarav. Kemudian mereka berpamtan pada ayah dan ibu Laila.

Aarav terpeona dengan penampilan sederhana Laila yang malah makin memancarkan kecantikan alami yang dimilikinya. Dengan sapuan make up tipis di wajah Laila, itu malah semakin membuat gadis itu terlihat manis.

bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!