DARREN NARENDRA,,,
putra tunggal keluarga Narendra yang memiliki banyak bisnis dan perusahaan besar yang dirintis oleh papanya. Tumbuh di lingkungan yang dipenuhi gelimang harta dan kemudahan dalam segala hal membuatnya terbiasa. Jika dirumah dirinya dimanjakan oleh mama papanya, maka di kampus para wanita berlomba lomba melakukan apa saja yang bisa menarik perhatiannya.
Kampusnya terbilang elite karena didominasi para putra putri pengusaha pengusaha kaya. Adalah Dion dan Arga yang merupakan sahabat karib Darren. Mereka bertiga tumbuh bersama sejak kecil hingga saat ini pun mereka mengambil kuliah dan jurusan yang sama. Orang tua Dion dan Arga adalah relasi bisnis papa Darren. Tak pernah terpisah dan cenderung selalu memutuskan sesuatu bersama sama nyatanya tak memberikan ketiganya pengalaman yang sama urusan hati. Darren lebih memilih untuk tidak mempercayakan hatinya pada wanita mana pun. Terlebih jika wanita itu berusaha keras mendekatinya. Baginya mereka hanya ingin menumpang hidup enak atau ketenaran padanya.
Berbeda dengan Darren,,, Dion dan Arga adalah pria casanova. Entah sudah berapa wanita yang sudah mereka jadikan pelampiasan nafsu mereka.
Krrrriiiiinnngggg,,,,
Aku menutup telingaku dengan bantal empuk milikku saat alarm berbunyi. Mataku masih berat karena semalam Dion dan Arga mengerjaiku. mereka mengajakku ke club malam hingga menjelang pagi.
"Darren wake up sayang,,, kamu bisa terlambat lho ke kampus" mama berusaha menarik selimutku.
"ah ma,,, 15 menit lagi yaahhh" aku menarik kembali selimut yang ditahan oleh mama
"ayolah nak,,, papa akan marah lho kalau kelamaan menunggu kita di meja makan" seru mama
Aku terlonjak begitu mendengar kata papa
"Papa???" tanyaku
"iya sayang,, papa sudah kembali dari Singapura so kamu jangan lagi coba coba bermanja manja sama mama atau kamu tau sendiri akibatnya" celoteh mama seraya beranjak keluar
"pokoknya cepat turun" mama mengingatkan lagi
Aku menggaruk kepalaku yang tiba tiba saja gatal.
"Aahh kenapa papa secepat ini kembali" gerutuku
Papa adalah pria paling tegas yang ku kenal. Caranya mendidikku terbilang keras tapi aku tau sebenarnya itu adalah untuk kebaikanku sendiri. Papa tak seperti mama yang gampang mengabulkan apa pun permintaanku. Papa lebih mengajariku bahwa untuk mendapatkan apa yang ku inginkan maka aku harus berusaha sendiri. Walau aku putra satu satunya yang mereka miliki tetap saja papa tak ingin aku menjadi anak manja. Bagi papa justru karena aku pewaris tunggalnya maka aku harus dipersiapkan lebih matang lagi untuk menggantikan posisinya suatu saat nanti.
Aku segera beranjak mandi dan mengganti bajuku. Sejenak ku pandang pantulan diriku di cermin. Aku mewarisi wajah papa yang berdarah Belanda dan mama yang berdarah Arab. Perawakanku yang tinggi dengan dada bidang dan lengan berotot hasil dari olahraga yang rutin ku lakukan tiap sore dipadu dengan wajah blasteran memang membuat para wanita wanita tak bisa tak terpesona padaku. Alis hitam dan rambut hitamku pun memperkuat sosokku yang cenderung tidak ramah pada orang. Aku bukan tidak ramah tapi lebih tak bisa untuk berbasa basi atau sekedar menyapa duluan. Mungkin karena aku lebih sering sendirian dirumah membuat aku tak begitu pandai bicara. Aku hanya akan banyak bicara jika bersama Dion dan Arga.
"Kau memang tampan Darrren" tunjukku ke cermin
Aku segera keluar kamar lalu turun ketika ku dengar suara mama memanggilku
"yaaa maaa,,, coming" seruku saat turun menapaki tangga
"Pagi papa" sapaku pada papa yang sedang menikmati kopi dan rotinya
"pagi,,, " sahutnya pendek seraya menganggukkan kepalanya
Mama segera mengambilkan roti dan mengolesinya dengan selai kacang kesukaanku.
"Letakkan itu ma, jika Darren mau makan dia bisa mengambil sendiri. Dia sudah dewasa ma. Kalaupun ada wanita yang boleh meladeninya nanti ya bukan mama tapi istrinya kelak" kata kata papa tegas
Aku yang sedang meminum susu langsung tersedak mendengar papa menyebut kata istri
Uhuuk,, uhukk,,,
"pelan pelan nak" seru mama
Papa hanya melirikku dan sepertinya tau apa yang ada di pikiranku.
"jadi kapan kamu mulai mengenalkan seseorang pada kami? " tanya papa lagi
Aku paham maksud papa tapi aku hanya menggelengkan kepalaku saja
"Tidak ada yang bisa Darren kenalkan pada kalian" lirihku
"Papa tidak pernah melarangmu mencoba membuka diri pada seseorang,,, papa juga tak memintamu untuk cepat cepat menikah. Hanya saja papa kuatir padamu karena kamu sama sekali tak pernah dekat dengan seseorang. Kamu normal kan nak? " papa memberiku pertanyaan konyol
"hahahha normal lah pa,,, lihat ma masak papa curiga anaknya ini gak normal? " aku tak tahan untuk tidak tertawa
Mama yang merasa pertanyaan papa itu konyol juga tertawa dan menepuk tangan papa
"papa ini sembarangan aja" kata mama
"wajar kan ma papa tanya seperti itu,,, lah kalau anak kita beneran gak normal coba mama pikir darimana kita punya penerus nantinya? " papa coba menjelaskan arah dan tujuan pertanyaannya tadi. Ku lirik mama yang nampaknya mulai terpengaruh. Dia memandangku yang langsung menundukkan kepala.
"Papamu benar Darren,,, jadi kapan,,,,, " ucapan mama terhenti saat kami mendengar Dion dan Arga menyapa kamj
"pagi om,, tante,, " sapa Dion yang langsung dijawab oleh mama
"kapan datang om? " Arga bertanya pada papa
"Semalam Ga,, ayo kalian duduk dulu dan sarapan bersama kami" ajak papa
Dion dan Arga mengiyakan dan segera menarik kursi di sebelahku.
"Ajari tuh Darren caranya biar bisa dekat dengan perempuan. Satu saja cukup tidak usah banyak seperti kalian" seru papa yang langsung membuat mereka terbatuk batuk
"Papaaaa, apaan sih" sungutku seraya mendorong kursiku dan menarik kedua sahabatku untuk segera meninggalkan meja makan agar papa tak terus terusan membahas masalah itu lagi
"kami berangkat dulu pa,,, ma,, " pamitku melambaikan tangan
"dasar anak itu,,, itu akibat mama terlalu memanjakan dia. Berpamitan pada orang tua pun seperti itu caranya" papa memandang kepergian kami dengan wajah kesal
"iya pa maafkan mama,,, nanti mama ajarin lagi Darren" jawab mama
Kami bertiga berangkat ke kampus dengan mobil sportku. Seperti biasa aku memilih untuk tidak menyetir. ku biarkan saja Dion yang menyetir dan aku duduk di sebelahnya. Ku dengar Arga di kursi belakang sibuk mengatur pertemuannya dengan wanita barunya.
"ahhh dasar playboy" gerutuku dalam hati
"apa enaknya dekat dengan wanita,,, mereka hanya penjilat" sungutku lagi seraya memandang jalanan
Tiba di kampus,,,
ckiiitttt,,,
Dion mengerem mobil sedikit keras karena melihat.seorang wanita menghadang. Berbeda denganku yang tak melihat karena asyik bermain ponselku dan langsung memarahinya karena ponselku terjatuh akibat ulahnya itu.
"lu kira kira dong ngeremnyaaaaa!!!" bentakku
Dion tak menjawab dan hanya memonyongkan bibirnya seperti memintaku melihat ke depan. Aku segera menoleh.
"aaahhh mau apa lagi sih tu cewek" sungutku
Perempuan itu berjalan ke sisi kiri mobil tempatku duduk dan mengetuk kacaku
"buka Dare" serunya
(Di kampus aku biasa dipanggil dengan "Dare" saja)
Aku malas menurunkan kacaku dan memilih mengacuhkannya.
"jalan bro,,, " seruku pada Dion yang hanya menggelengkan kepala
"Lu gak boleh kayak gitu men ma cewek. Kasihan tuh Febby dari dulu sibuk ngejar elu doang" serunya
"Bener tuh,,, setidaknya lu kasihlah ketegasan ma doi,, biar doi gak terus ngarep ma lu" sambung Arga
Aku melirik Febby yang masih terus mengetuk kaca mobil. Aku menghela napas dalam lalu memberinya isyarat untuk mundur karena dia ingin turun. Febby tersenyum manis menunggunya turun. Aku menyuruh Dion memarkirkan mobilku dan meminta mereka tak usah menungguku.
Aku keluar mobil dan Febby langsung menggandeng mesra lenganku. Aku menepis tangannya.
"Bisa kan gak usah seperti ini?" cetusku dingin
Febby hanya menurut dan melepaskan tangannya. Kami berjalan menuju taman dan duduk di kursi yang ada disana.
"kamu mau apa lagi? masih kurang jelas yang ku katakan kemarin?" ketusku mengawali
"Dare,,, aku mencintaimu. tidak bisa segampang itu aku membuang jauh perasaanku ini. ayolah Dare,,, buka sedikiiiittt saja hatimu untukku. Tante bilang aku memang harus sabar menghadapimu. Aku sudah sangat bersabar Dare,,, " ucap Febby lirih
"Jadi kamu selama ini mendekati mama agar mama menyetujui dan mendukungmu juga? Terus kamu pikir dengan begitu akan mudah untuk kau dapatkan?? Ayolah Feb,,, aku tahu betul wanita macam apa kamu ini,,, Kamu hanya ingin mendapatkan kemudahan dalam hidupmu dengan mendekatiku kan??? " tuduhku
"keterlaluan kamu Dare,,," Febby mulai kesal dan ku lihat ada airmata di sudut matanya
"Ahhh simpan airmata palsumu itu,,,!!! " tukasku langsung beranjak meninggalkannya
FEBBY AURORA
Mahasiswi cantik yang rela mengiba dan memelas memohon agar Darren menerimanya menjadi kekasihnya. Entah sudah berapa ribu cara dia gunakan untuk meluluhkan hati pujaan hatinya tapi tak pernah sekali pun Darren meresponnya. Febby adalah putri dari teman arisan mama Darren. Sangat mengetahui bahwa mamanya saling mengenal Febby sering ikut serta saat mamanya arisan agar dapat mengenal mama Darren lebih dekat. Dia ingin mengambil hati mama Darren.
Dengan berbekal wajah cantiknya itu Febby yakin bisa mendapatkan Darren. Selama ini di kampus banyak yang mengidolakan dirinya bahkan ingin menjadikannya kekasih mereka. Ada banyak yang diterimanya dan kemudiam dicampakkannya. Berharap dengan menerima mereka Darren akan cemburu. Tapi nyatanya Darren sama sekali tak bergeming.
Kali ini penolakan yang sama kembali harus diterimanya. Dia tertunduk lesu di kursi tempatnya bersama Darren yang sudah pergi meninggalkannya sendiri disitu. Dia kesal dan sedih akan perlakuan Darren padanya.
"Awas ya kamu Dare,,, suatu saat nanti aku pasti akan mendapatkanmu dengan caraku" Tekadnya dalam hati
Dia bangkit dan mengusap airmata palsunya lalu menuju ruang kuliahnya. Disana dia melihat Darren yang sama sekali tak meliriknya.
" kenapa sih bro lu kok kayaknya kesel banget ma Febby. Dia cantik men,,, mubazir di sia siakan" celoteh Angga
"Ambil aja kalau lu mau" sahutku enteng
"Seriussss??? " Angga semangat
Dion menepuk keras punggungnya hingga dia mengaduh kesakitan
"Lu maen embat aja,,, kasihan Darren lah,, tapi kalau Darren masih tetap gak mau boleh lah ya kasi gue juga" celutuknya
Kami pun tertawa dibuatnya. Puas tertawa aku menanyakan sesuatu pada mereka.
"Emang apa sih enaknya main perempuan?" tanyaku
Mereka berpandangan kemudian tersenyum licik.
"Lu mau tau bro??" tanya Dion
Aku mengangguk kemudian menggeleng
"Ahh lu payah,,, wanita itu memberikan kepuasan bro. Itu punya lu mau diapain coba kalau gak dipakai???" celetuk Angga menunjuk ke celanaku
"Dasar mesuuummm!!! " gerutuku
Mereka berdua hanya tertawa mendengar aku menggerutu. Kami tertawa sambil menghabiskan minuman yang kami pesan di cafe yang ada di dekat kampus. Kami tak menyadari kehadiran Febby disana yang tiba tiba saja duduk di kursi kosong yang ada di samping Dion.
"Aku gak akan nyerah Dare,,, aku akan buktikan terus sama kamu bahwa aku tulus mencintaimu. Aku rela melakukan apa saja asal kamu senang dan mau menerimaku. Apa pun akan kuberikan padamu Dare" Febby dengan lantang dan jelas mengatakan hal itu di depan kami bertiga
Dion dan Angga saling menyikut kemudian hendak pergi tapi ku cegah.
"Ok,, aku bersedia menerimamu dengan catatan jangan macam macam denganku." tukasku
Mata Febby berbinar mendengar jawabanku. Kedua sahabatku pun hanya menganga mendengarnya. Mereka bahkan tak mengedipkan matanya seakan tak percaya akan ucapanku. Setelah selama ini keseringan mereka menjadi saksi setiap penolakan yang ku berikan maka tak heran hari ini mereka heran saat aku menyetujui kemauan Febby.
Febby yang sangat bahagia itu menggeser duduknya mendekatiku.
"Thanks ya sayang,,, akan ku buat kamu bahagia" bisiknya kemudian dengan beraninya mendekatkan diri akan menciumku. Aku mendorongnya agar menjauhiku.
"jika masih ingin jadi kekasihku maka bersikaplah normal!!! " cetusku
Febby merengut tapi sejurus kemudian segera tersenyum.
"iya honey,,," sahutnya
"Sabar Febby,,, bagaimana pun juga pria di depanmu ini sudah menerimamu. kau hanya tinggal mengaturnya agar bisa kau miliki seutuhnya lalu kau bisa mendapatkan apa pun yang kau mau" batin Febby
Di mobil saat pulang,,,,
"bro lu serius trima si Febby?? " Dion memberanikan diri bertanya
"Iseng aja,,,kayak kalian" aku hanya menggeleng. Dion tertawa dan memukul mukul kemudi yang dipegangnya
"Gu suka gaya lo,,,, Berarti mulai sekarang lu nikmatin aja dia bro,,, enjoy aja kayak kita kita ini. Itu barang pusaka jangan disarungin mulu takutnya karatan kalau kelamaan" Lanjutnya
"nah kan bukan gue aja ya yang mesum. Dion juga tuh." Angga menimpali
Aku hanya tertawa kecil dengan ulah sahabatku itu. Tapi dalam hati sejujurnya aku masih tak ingin melakukan hal hal seperti yang sering mereka lakukan bersama para wanitanya. Hingga detik ini aku masih perjaka dan aku tak tau pada siapa nantinya akan ku berikan.
Ahhh memikirkan hal itu membuatku sakit kepala. Aku tak habis pikir bagaimana bisa kedua sahabatku senang sekali menghabiskan waktu mereka bersama wanita. Sedangkan aku memikirkannya saja sudah pusing. Aku tambah pusing saat mengingat Febby,,, ahh mau ku apakan wanita itu???
Bruuuaakkk,,,
"ahhh" gadis itu berjongkok dan langsung mengumpulkan buku dan kertas kertas yang berceceran di lantai setelah aku tak sengaja menabraknya saat kami berpapasan.
Aku sedang bergurau bersama kedua sahabatku dan kami saling mendorong hingga saat Dion mendorong tubuhku aku menabraknya. Merasa bersalah Dion dan Angga segera membantu gadis itu mengumpulkan kertas kertasnya. Aku tetap berdiri di tempatku ditemani Febby yang sibuk merapikan kemejaku yang agak berantakan. Dia tersenyum karena kali ini tak menolaknya. Namun matanya menyorotkan rasa tidak suka saat menyadari aku tak berkedip melihat gadis berhijab panjang yang masih menunduk sibuk merapikan kertasnya.
" ini" Dion mengulurkan kertas yang di tangannya pada gadis itu. Kulihat gadis itu berusaha mengambil kertas dari tangan Dion tanpa menyentuh tangannya. Begitu juga saat dia menerima uluran kertas dari Angga. Setelah selesai dia menangkupkan kedua belah tangannya ke depan dadanya seperti mengucapkan terima kasih. Tak sepatah kata pun ku dengar keluar dari bibirnya. Bahkan saat Dion meminta maaf padanya karena kami tak sengaja menabraknya tadi dia juga hanya membalas dengan anggukan pelan dan sopan.
Aku tak bisa melihat wajahnya karena dia mengenakan hijab bercadar. Aku hanya bisa melihat mata bulat hitam dengan tatapan yang teduh. Sejenak hatiku berdesir. Entah perasaan apakah itu namun sepasang mata itu sangat membuatku penasaran siapa sebenarnya pemiliknya.
Aku terus memandangi kepergian gadis itu hingga Dion menepuk bahuku dan mengajakku segera pulang. Di mobil aku duduk di depan seperti biasa membiarkan Dion menyetir. Di belakang ada Febby dan Angga. Mereka saling membicarakan hal hal yang sama sekali tak menarik perhatianku. Hampir sebulan jadian dengan Febby membuat wanita itu selalu ikut kemana pun kami pergi. Itu membuat kedua sahabatku akrab dengannya. Walau berada dalam mobil yang sama aku hanya diam tak mengimbangi obrolan mereka sama sekali. Pikiranku jauh melayang pada gadis berhijab tadi.
"Siapa dia? Kenapa selama ini aku tak pernah melihatnya? Dan matanya itu menyorotkan sinar teduh yang mampu mengusik hatiku" pikiranku terus melayang
"Aku turun dulu ya honey" suara Febby menyadarkanku. Aku melihat sekeliling dan baru menyadari kami telah sampai di depan rumahnya.
"Hmmm" sahutku pendek. Febby sedikit kesal dengan jawabanku itu tapi sama sekali tak memprotes dan langsung turun dan melambaikan tangannya pada kami sebelum kami melajukan mobil kami.
"sebulan menemaninya aku bahkan sama sekali belum pernah disentuhnya" gerutu Febby memandang kepergian kami lalu masuk ke rumahnya.
"Siapa gadis berhijab itu tadi?" tanyaku pada Dion
"gue gak tau bro,,, mungkin Angga tau? " jawabnya seraya melirik Angga dari kaca mobil
"hhaahh gue gak tau juga. kenapa emangnya bro? " tanya Angga balik padaku
"Gak apa apa,, " sahutku pendek
"Aku harus mencari tau sendiri siapa wanita itu" batinku
Keesokan harinya aku meminta sahabatku dan Febby untuk tak menggangguku. Aku hanya ingin sendiri dan menghabiskan waktuku membaca di perpustakaan kampus. Tak ada satu pun dari sahabatku memprotes karena mereka tau aku tak suka dilarang siapa pun saat aku ingin ke perpustakaan. Tempat itu merupakan satu satunya tempat yang paling aku sukai. Bahkan saat Febby meminta untuk ikut denganku mereka berdua menariknya pergi.
Aku memilih milih buku apa yang hendak ku baca. Mataku sibuk membaca setiap judul yang tertulis di buku buku itu hingga aku aku menghentikan kegiatanku saat mataku menangkap sosok wanita yang ku kenal
"Dia??" aku bisa mengingat pasti siapa sosok itu walau tak pernah sama sekali melihat wajah dibalik cadar itu.
Mataku mengikuti kemana pun perginya gadis itu. Dan saat dia sudah duduk aku dengan sembarangan mengambil sebuah buku tanpa membaca judulnya. Aku hanya ingin memiliki alasan untuk duduk juga dan bila perlu mencari posisi agar dekat dengannya. Rupanya situasi pun mendukungku karena perpustakaan yang biasanya tak banyak pengunjung ini tiba tiba ramai hari ini hingga hanya ada satu kursi tersisa untukku itu pun tepat di depan gadis itu.
"ehem,,, permisi. Boleh aku duduk disini?" aku mencoba menyapanya. Dalam hati aku merasa aneh dengan sikapku sendiri.
"sejak kapan aku meminta ijin melakukan sesuatu" tanyanya dalam hati
Gadis itu menoleh dan matanya tertuju padaku.
Deggg,,,
Mata itu lagi,,,
Sejurus kemudian dia mengangguk dan melanjutkan membaca bukunya. Sama sekali dia tak menunjukkan sikap seperti wanita lain saat melihatku. Mereka berlomba mencari perhatianku. Seperti wanita wanita yang ada di pojokan ruangan ini yang sedang mencoba menarik perhatianku dengan menyingkapkan rok mininya dan melambaikan tangannya padaku. Aku hanya melengos tak tertarik dan kembali menatap gadis di depanku yang sama sekali tak menoleh atau pun melirikku.
Aku duduk perlahan. Memperhatikan gadis itu baik baik. Dia tetap sibuk dengan bukunya. Agar dia tak curiga aku membuka buku yang kubawa dan pura pura membuka buka halamannya seperti sedang membaca. Mataku sama sekali tak terlepas dari gadis yang tetap membaca itu.
"gadis ini sama sekali tak ingin memandangku,,, apa dia tak tau siapa aku? Tapi wanita mana di kampus ini yang tak mengenaliku? gadis ini sungguh berbeda dan membuatku penasaran." aku terus membatin sambil menatapnya.
Aku gelagapan pura pura membaca kembali saat aku menyadari gadis itu mulai menutup bukunya. Setelah merapikan semua dia beranjak ke meja penjaga perpustakaan untuk memberitahu buku apa yang dipinjamnya. Ekor mataku masih terus mengikuti kemana pun gadis yang sama sekali tak bergeming itu walau sudah begitu dekat denganku. Bahkan saat tadi berdiri dan meninggalkan meja dia sama sekali tak melirikku. Ku lihat dia sudah keluar meninggalkan ruangan ini. Aku segera beranjak menghampiri si penjaga.
"Eh mas Darren,,, mau dibawa pulang bukunya ini?" sapa si penjaga melihat buku yang ku bawa
"siapa nama gadis berhijab itu? kau pasti punya daftar nama peminjam buku disini kan?" ketusku dingin
Penjaga itu tergopoh gopoh membuka buku daftar peminjam buku dan setelah menemukan nama yang cocok dia membalikkan buku itu ke arahku agar aku bisa membacanya. Dia menunjukkan sebuah nama.
"CHAIRA FAJIRA"
Aku menepuk buku itu dan segera pergi mengejar Chaira yang belum jauh tanpa mengucapkan terima kasih pada penjaga yang langsung mengelus dadanya itu.
Dari daftar nama di buku itu aku tau Chaira adalah salah satu mahasiswi yang mengambil jurusan hukum. Dia sebenarnya berada di semester yang sama sepertiku tapi entah kenapa aku tak pernah melihatnya selama ini. Dari buku itu pun aku tau bahwa dia sering mengunjungi perpustakaan.
"kenapa juga aku tak pernah melihatnya" sesalku
Mataku mencari cari keberadaan Chaira. Aku senang saat melihatnya. Dia sedang berdiri berbicara dengan beberapa teman wanitanya. Samar samar ku dengar dia mengatakan ingin segera pulang. Suaranya yang hanya terdengar lirih di telingaku membuat aku ingin mendengar lebih banyak lagi. Tapi saat ku lihat dia mulai meninggalkan halaman kampus aku berniat untuk mengikutinya.
Jangan lupa vote dan like nya ya para pembaca
Terima kasih 😍
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!