NovelToon NovelToon

BUKAN CINDERELLA BIASA (Season 2)

RAJA GRACETIAN YANG POSESIF

“Hallo…” Suara jawaban merdu dari Deanda yang begitu dirindukannya sejak semalam, benar-benar membuat Alvero tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya.

Setelah sekian lama tidak pernah perduli dengan yang namanya wanita, kehadiran Deanda sudah membuat Alvero mengalami banyak hal-hal yang tidak masuk akal karena besarnya rasa cinta yang dimilikinya untuk gadis cantik itu. Gadis cantik yang pada akhirnya berhasil dinikahinya, setelah dengan berbagai tipu muslihat dia lakukan untuk menjebak gadis itu agar mau menikah dengannya.

“Selamat pagi sweety… aku baru bisa menghubungimu sekarang. Bagaimana pekerjaanmu? Apa sudah selesai?” Alvero bertanya sambil menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa di dalam ruang tamu penthouse mewahnya.

“Hanya tinggal garnish. Bagaimana kabar kesehatan dari yang mulia Vincent? Apa kamu sudah cukup beristirahat? Dalam kondisi lelah, jangan lupa mandi dengan air hangat untuk sementara waktu. Apa kamu sudah menyempatkan diri untuk sarapan? Walau sesibuk apapun, jangan pernah melewatkan makan pagimu. Apa ada sesuatu yang kamu butuhkan?” Alvero tersenyum bahagia mendengar banyaknya pertanyaan dan nasehat dari Deanda.

(Garnish merupakan penghias menu dalam bentuk unik dan cantik yang diberikan pada makanan atau minuman yang biasanya terbuat dari bahan yang bisa dimakan dengan tujuan memberikan daya tarik seseorang untuk menikmati menu tersebut atau sebagai tanda khusus seperti mengukir sebuah nama, mengekpresikan seni atau art sang koki).

Ternyata sungguh membahagiakan mendengar omelan istri yang bagiku justru menunjukkan dia begitu perduli padaku.

Alvero berkata dalam hati sambil kembali menggigit bibir bawahnya, menyadari bahwa gadis cantik yang sudah menjadi istrinya itu ternyata sangat cerewet, setelah beberapa lama ini jika saat bersamanya, sebelum menikah, Deanda lebih banyak menunjukkan sikap diam dan cenderung selalu berusaha menghindar darinya.

“Kalau kamu begitu mengkhawatirkan aku, kenapa kamu tidak datang padaku dan melihat kondisiku secara langsung? Jangan lupa secangkir susu hangat bercampur madu jika kamu datang kemari.” Mendengar perkataan Alvero, Deanda yang sengaja menjawab panggilan telepon dari Alvero di salah satu sudut ruangan dapur yang paling jauh letaknya dari keberadaan Alea dan Abella, agar kedua sahabatnya tidak mengejeknya karena sikap malu-malunya saat menjawab panggilan telepon dari Alvero, hanya bisa tersenyum dengan wajah memerah.

Mau tidak mau Deanda harus mengakui bahwa dia cukup mengkhawatirkan kondisi kesehatan Alvero, tapi juga… merindukan sosok laki-laki tampan itu. Menyadari bahwa sekarang bukan hal yang mudah untuk menghapuskan sosok Alvero dari pikirannya membuat Deanda tersenyum geli, karena teringat bagaimana dia yang dulu sudah berusaha begitu keras untuk menjauh dan menghindar dari Alvero. Tapi saat ini, dengan kesadaran penuh, dia tahu, dia tidak bisa lagi jauh dari sosok Alvero Adalvino, raja Gracetian yang sudah resmi menjadi suaminya sejak 2 hari yang lalu.

“Baik Yang Mulia. Sesuai perintah, secangkir susu hangat akan segera datang menemui Yang Mulia.” Deanda berkata dengan senyum bahagia tersungging di wajahnya.

Jika boleh jujur, saat ini Deanda juga begitu ingin bertemu dengan sosok Alvero yang sejak semalam mereka berpisah belum ada komunikasi sedikitpun diantara mereka berdua, baik melalui pesan ataupun panggilan telepon. Alvero sepanjang malam sibuk mengikuti perkembangan kesehatan papanya, sedang Deanda sendiri sibuk dengan perintah yang diberikan Alvero kepadanya bersama nyonya Rose dan Alea.

“Ernest…”

“Ya Permaisuri. Apa ada yang bisa saya bantu?” Ernest bertanya dengan sikap hormat kepada Deanda.

“Aku akan menemui yang mulia Alvero di penthousenya. Semua sudah siap, hanya tinggal menunggu waktu penyajian. Bolehkah aku pergi sekarang?” Mendengar pertanyaan polos dari Deanda sebenarnya Ernest sungguh merasa aneh dan geli.

Bagaimana mungkin seorang permasuri seperti Deanda perlu ijin darinya untuk menemui suaminya yang merupakan raja Gracetian? Penguasa tertinggi dari kerajaan Gracetian yang menganut sistem pemerintahan monarki absolut. Yang artinya, apapun yang diperintahkan oleh seorang raja di Gracetian adalah hukum, tidak ada seorangpun yang berhak dan dapat menentangnya.

“Ah, dengan senang hati saya dan yang lain akan mengaturkannya untuk Anda Permaisuri. Sebaiknya Anda segera menemui yang mulia Alvero. Urusan lain, biar kami yang menyelesaikannya.” Ernest langsung mengiyakan perkataan Deanda kalau tidak ingin gaji, bonus tahunan, bahkan nyawanya terancam jika Alvero tahu dia mencegah istrinya datang ke penthousenya.

Sebagai pengawal pribadi Alvero selama bertahun-tahun, Ernest tahu pasti bagaimana perasaan cinta tuannya yang begitu dalam terhadap permaisurinya, yang membuat Alvero bahkan sanggup bersikap konyol dan tidak masuk akal, begitu posesif dan arogan jika itu menyangkut tentang Deanda, gadis yang sejak awal pertemuan mereka sudah membuat dunianya yang selama ini dingin dan keras menjadi hangat dan penuh cinta.

“Terimakasih Ernest, aku akan menyiapkan secangkir susu terlebih dahulu untuk yang mulia.” Deanda berkata dengan nada pelan kepada Ernest, tapi ternyata Abella dan Alea yang sedari tadi memasang telinganya, ikut mendengar perkataannya.

“Wooooooo….” Baik Abella maupun Alea langsung mengeluarkan suara bersamaan untuk menggoda Deanda yang wajahnya kembali memerah.

# # # # # # #

Begitu mendengar suara pintu penthousenya terbuka, Alvero langsung memandang ke arah pintu dengan cepat. Dan sosok cantik dari Deanda membuatnya langsung menyunggingkan senyumnya. Sedang Deanda sendiri langsung berjalan mendekat ke arah Alvero dan mengambil posisi duduk di samping laki-laki itu, setelah meletakkan cangkir berisi susu hangat permintaan dari Alvero dan sebuah tas berisi sekantong plastik yang di dalamnya berisi sisa sup yang diambil diam-diam oleh Alea dari kamar Vincent, saat Eliana tadi malam berangkat ke kota Renhill untuk melakukan protes kepada Alvero atas aksinya memindahkan rumah sakit tempat Vincent dirawat dari kota Tavisha ke kota Renhill.

“Aku merindukanmu.” Tanpa memberi kesempatan kepada Deanda untuk duduk dengan tenang, Alvero langsung menggerakkan tangannya ke tengkuk Deanda, menarik wajah Deanda agar mendekat ke arahnya, dan mencium bibir istrinya dengan mesra dan penuh perasaan.

Walaupun Alvero hanya menciumnya sekilas, bagi Alvero, ciumannya saat ini benar-benar mengembalikan semangatnya yang sedikit menurun dan rasa lelah yang menerjangnya setelah sepanjang malam dia mengalami banyak hal, termasuk beberapa hal yang diceritakan Vincent tentang apa yang dialami dan diketahuinya. Dari apa yang dikatakan Vincent, Alvero baru mengetahui bahwa banyak hal yang Alvero benar-benar tidak diduganya sudah terjadi selama ini, dan sebagian besar dari hal itu sungguh membuatnya geram karena semakin membuatnya benci terhadap Eliana.

“Minumlah susu hangatmu sebelum dingin.” Begitu Alvero melepaskan ciumannya, Deanda meraih cangkir berisi susu yang tadi diletakkannya di atas meja, lalu menyodorkannya ke arah Alvero yang tidak mengambilnya dari tangan Deanda, namun justru memegang erat tangan Deanda yang sedang memegang cangkir itu dengan kedua tangannya, sambil meniup susu hangat di dalam cangkir itu.

Setelah merasa bahwa susu hangat itu sudah mencapai suhu aman untuk diminum, Alvero menggerakkan tangannya yang masih merangkum tangan Deanda yang memegang cangkir itu, mengarahkannya ke bibirnya dan menikmati susu hangat itu. Deanda yang melihat apa yang dilakukan Alvero hanya bisa tersenyum.

Begitu susu di dalam cangkir itu habis, sebelum Alvero melepaskan tangan Deanda yang memegang cangkir kosong, Alvero mengecup lembut tangan Deanda.

“Sweety… sebentar lagi duke Evan dan duchess Danella datang ke tempat ini. Jangan biarkan mata Evan menatapmu terlalu lama, jangan memberinya terlalu banyak senyuman, juga jangan menatapnya terlalu lama, apalagi membuatnya menikmati keindahan tatapan mata ambermu. Jangan banyak berbasa-basi dengannya, bicara yang seperlunya saja, jangan berada terlalu dekat dengannya. Tidak boleh berada di dekatnya kurang dari 2 meter.” Deanda sedikit terbeliak mendengar perkataan dari Alvero yang Deanda tahu itu adalah sebuah perintah tegas, bukan penawaran atau permintaan.

Hal itu membuat Deanda hanya bisa melongo karena itu semua, yang baginya terasa begitu aneh. Saat ini Alvero membuat dirinya seolah-olah berniat menarik perhatian Evan, padahal dalam pikiran Deanda, tidak terbersit sedikitpun keinginan untuk mendekati Evan seperti yang dipikirkan Alvero kepadanya. Bagaimana dia berencana mendekati laki-laki lain, sedangkan seumur hidupnya hanya ada satu pria yang dia kagumi dan saat ini sudah membuatnya jatuh cinta, laki-laki bernama Alvero Adalvino, raja kerajaan Gracetian saat ini. Raja yang begitu keras kepala dan posesif, tapi Deanda tahu, dia sungguh mencintai raja tampan miliknya itu.

SELALU NYAMAN BERSAMAMU

“Hah? Apa maksud semua perkataanmu itu? Apa dari wajah dan sikapku terlihat bahwa aku ini wanita penggoda?” Deanda bertanya kepada Alvero dengan wajah memberengut, karena kata-kata Alvero sebelumnya seolah-olah ditujukan untuk wanita gampangan yang sedang ingin menggoda seorang pria.

Mendengar protes dari Deanda, jujur saja Alvero harus berpikir keras untuk mencari alasan yang paling masuk akal kenapa dia meminta Deanda melakukan itu di depan Evan, yang sampai sampai ini merupakan laki-laki yang masih membuat Alvero tersulut rasa cemburu. Dan sepertinya bukan hanya Evan, jika Alvero teringat tentang nama Lionel dan Dion, kedua nama laki-laki itu juga cukup membuat dadanya terasa bergemuruh dan tidak tenang karena dia tahu para laki-laki itu pernah atau bahkan masih menyukai istrinya.

Walaupun jelas-jelas alasan terbesarnya karena cemburu, sebagai keluarga kerajaan yang sejak kecil terbiasa dipuja dan dipatuhi oleh orang lain, tentu saja sulit untuk Alvero mengungkapkan alasan yang sebenarnya karena egonya. Sebelum menjawab pertanyaan Deanda, Alvero memandang dalam-dalam ke wajah cantik istrinya.

"Aku tidak mau sampai terjadi gosip murahan kalau sampai orang tahu kamu dekat dengan laki-laki lain." Alvero menjawab sambil menjauhkan pandangan matanya dari wajah Deanda yang justru mengernyitkan dahinya mendengar jawaban tidak masuk akal dari Alvero.

"Yang benar saja. Alasanmu sangat aneh. Apa...?"

"Sweety... bagaimana dengan yang aku minta kamu lakukan bersama Alea kemarin malam?" Alvero langsung memotong perkataan Deanda dan mengalihkan pembicaraan mereka.

Mendengar pertanyaan dari Alvero, Deanda langsung menoleh ke arah tas yang dia geletakkan di atas meja tadi ketika dia datang.

"Barangnya ada di situ. Memangnya apa yang salah dari sup itu?" Mendengar pertanyaan Deanda, Alvero langsung tersenyum, merasa senang sudah berhasil mengalihkan perhatian Deanda.

"Ada banyak hal yang diceritakan papa kemarin malam kepadaku. Tapi aku belum bisa menceritakan semuanya kepadamu. Intinya, sebenarnya papa sudah sejak lama curiga dengan Eliana, tapi dia sengaja membuat seolah-olah tidak pernah mendukungku dan selalu mendukung Eliana, agar Eliana tidak curiga bahwa papa sudah mencurigainya. Papa menunggu waktu yang tepat saat aku sudah mendapatkan posisiku sebagai raja, karena dengan kelemahan fisiknya, papa tahu dia tidak cukup mumpuni untuk melawan Eliana yang licik." Alvero berkata sambil saling menautkan kedua tangannya di atas pahanya dengan tubuh sedikit membungkuk.

"Tidak semuanya bisa aku ceritakan kepadamu sweety, karena bagiku sendiri mendengar tentang apa yang sudah dikatakan papa kepadaku sebenarnya cukup berat untukku. Jika saatnya tiba, dan aku juga sudah menemukan titik terang, aku pasti akan memberitahukannya kepadamu." Alvero berkata lirih sambil pikirannya melayang kepada ingatannya semalam, dimana Vincent menceritakan kepadanya banyak hal yang begitu tidak diduganya tentang sepak terjang Eliana di belakang mereka yang Vincent pun baru mengetahuinya akhir-akhir ini.

"Pengangkatanku sebagai raja di pesta pernikahan kita merupakan pukulan telak buat Eliana yang berpikir untuk merebut posisi putra mahkota untuk Dion. Papa tahu bahwa jika tidak secepatnya papa mundur dan memberikan tahta untukku, Eliana akan bertindak lebih jauh dan kejam. Karena itu secara sembunyi-sembunyi papa memang sudah menyiapkan skenario penyerahan tahta pada hari itu. Dimana ada begitu banyak tamu undangan orang penting baik dari dalam negeri ataupun luar negeri, sehingga Eliana tidak memiliki kesempatan untuk bertindak dan menggagalkannya." Alvero berkata sambil memejamkan matanya, menunjukkan bahwa begitu banyak hal yang sedang dia pikirkan saat ini.

Kondisi kesehatan Vincent, penyerahan tanggung jawab kerajaan karena status barunya sebagai raja, rencana untuk mencari bukti kejahatan Eliana, termasuk menemukan orang-orang yang menjadi antek-anteknya selama ini, yang ikut serta dalam menggerogoti keuangan maupun sistem kerajaan, mata-mata yang dia sebarkan di berbagai tempat yang ada, membuat Alvero mau tidak mau harus mulai berpikir keras menyelesaikan satu persatu masalah yang ada.

Melihat itu, Deanda menahan nafasnya sebentar, lalu dengan perlahan, diarahkannya tangan kirinya kepada dua tangan Alvero yang saling menggenggam.

"Kamu pasti bisa melakukan semuanya dengan baik. Kamu seorang raja yang hebat. Apa kamu tahu? Dalam sejarah kerajaan Gracetian yang pernah aku pelajari.... Kamu diakui oleh banyak orang sebagai putra mahkota yang kehebatannya terukir dalam sejarah. Bahkan, dalam kurun waktu lebih dari 100 tahun ini, kamu diperkirakan akan menjadi raja Gracetian yang paling hebat jauh melebihi para pendahulumu." Deanda berkata sambil mengelus lembut kedua tangan Alvero yang saling menggenggam, membuat Alvero langsung tersenyum dan memandang ke arah Deanda, yang selalu saja berhasil membangkitkan semangatnya.

Dengan gerakan pelan pelan, Alvero melepaskan tangannya dari genggaman tangan Deanda dan mengulurkan tangannya ke arah pipi Deanda, lalu mengelus pipi dengan lembut sambil tersenyum.

"Karena aku memiliki seorang wanita yang juga hebat di sisiku." Alvero menggerakkan wajahnya ke wajah Deanda, berbisik pelan sambil mengarahkan hidungnya ke pipi Deanda, mencium pipi Deanda dengan hidungnya, setelah itu Alvero menggerakkan hidung mancungnya ke telinga, lalu ke leher Deanda. Untuk beberapa saat hidung mancung Alvero berkutat disana, sibuk menciumi leher Deanda sambil menarik nafas dalam-dalam, menikmati keharuman tubuh dan rambut Deanda sambil memejamkan matanya.

Sedang salah satu tangan Alvero memegang sisi lain leher Deanda sambil mengelusnya lembut, seolah sengaja melakukan itu agar Deanda tidak menjauhkan kepalanya dari hidung mancungnya, lari menghindari ciumannya, walaupun sebenarnya tidak ada niat bagi Deanda untuk menghindar lagi dari Alvero.

Merasakan apa yang dilakukan Alvero, mau tidak mau dada Deanda mulai berdetak dengan cepat, otot-otot ditubuhnya merasa lemas dengan tubuhnya merasakan adanya getaran-getaran kecil seperti aliran listrik di permukaan kulitnya, membuat bulu kuduknya berdiri. Deanda harus mengakui bahwa perlakuan lembut dan mesra dari Alvero selalu berhasil membuatnya terlena dan sulit untuk tidak terlarut dan ikut menikmatinya.

Sebuah suara bunyi bel dari arah pintu penthousenya membuat Alvero menghentikan tindakannya, walaupun hidungnya masih menempel di leher Deanda yang hampir saja menoleh ke arah pintu, namun tangan Alvero menahannya. Entah sejak kapan, setiap kali berada di dekat Deanda Alvero selalu ingin menciumi pipi, telinga dan leher Deanda dengan hidung mancungnya. Baginya tindakannya itu sungguh membuatnya merasa begitu nyaman, dan rasanya begitu sulit bagi Alvero untuk berada di dekat Deanda tanpa membiarkan hidungnya menciumi wajah dan leher istrinya.

Hah, aku hampir saja lupa bahwa aku memiliki janji pertemuan penting dengan duke Evan. Kamu benar-benar membuatku lupa diri sweety. Kehadiranmu seperti minuman memabukkan untukku.

Alvero berkata dalam hati sambil membuka mata hazelnya, untuk kemudian mengecup leher Deanda dengan mesra sekali lagi dan kali ini dia lakukan dengan bibirnya, meninggalkan sedikit tanda merah di leher Deanda. Setelah itu baru Alvero menjauhkan wajahnya dari leher Deanda dengan senyum puas di wajahnya melihat bagaimana dia dengan sengaja berhasil meninggalkan tanda merah di leher istrinya barusan.

"Mereka pasti sudah datang. Sweety... tolong simpan sisa sup itu ke atas meja yang ada di sana." Alvero berkata kepada Deanda sambil menunjuk ke arah meja yang dia maksud dan bangkit dari duduknya, sengaja memberikan perintah kepada Deanda untuk memindahkan sample sup yang akan dia kirimkan ke lab untuk diselidiki karena Alvero tidak ingin Deanda ikut menyambut kedatangan Evan di depan pintu. Alvero benar-benar ingin membatasi kontak antara Evan dan Deanda walaupun itu mungkin hanya sekedar sebuah basa-basi untuk menunjukkan sopan santun.

Deanda sendiri segera melakukan apa yang diminta Alvero kepadanya tanpa sadar bahwa itu sengaja dilakukan Alvero untuk membuatnya tidak terlalu banyak obrolan dengan Evan, yang bahkan sampai detik inipun, Deanda tidak mengetahui kebenaran bahwa Evan adalah laki-laki yang mencintainya dan pernah meminta ijin Alvero untuk menjalin hubungan serius dengan Deanda.

NB : Untuk pembaca setia, maaf ya hari ini hanya up 1 eps, masih mau istirahat sejenak sebelum tangan keriting lagi. Jangan lupa untuk vote, like, komen dan tambahkan ke favorit ya, dan kalo gak keberatan kasih rate 5 biar author tambah semangat up episode baru tiap harinya. Authornya lagi manja, hehehe. 😁😁😁😁 Lope lope dah buat para pembaca yang gal bosen2 dukung author🥰🥰🥰🥰

TANDA MILIKKU

"Selamat siang Yang Mulia." Begitu pintu dibukakan oleh Alvero, baik Evan maupun Danella langsung mengucapkan selamat siang sekaligus memberikan salam hormat kepada Alvero yang langsung memberikan tanda bahwa dia menerima penghormatan mereka berdua.

"Selamat siang, selamat datang, silahkan masuk." Alvero langsung mengajak mereka berdua masuk ke penthousenya.

Erich dan Ernest yang berdiri di belakang Danella dan Evan ikut melangkah masuk ke dalam, namun berdiri agak jauh di salah satu sudut ruang tamu penthouse pribadi milik Alvero dengan sikap siaga.

Deanda yang telah selesai melakukan apa yang diminta oleh Alvero segera kembali ke ruang tamu dan dengan sengaja mengurai rambutnya yang panjang, mencapai pinggangnya. Saat melewati cermin yang ada di dekat meja dimana Alvero menyuruhnya meletakkan sup tadi tanpa sengaja Deanda melihat tanda merah di lehernya akibat perbuatan Alvero sebelumnya, membuat dengan cepat Deanda melepaskan ikatan rambutnya untuk menutupi tanda merah tersebut jika tidak ingin mendapatkan malu jika ada orang lain yang melihatnya, apalagi Danella atau Evan.

Yang mulia, apa kamu sengaja melakukan ini agar orang lain tahu bahwa aku adalah milikmu? Bahkan bukan hanya seluruh rakyat Gracetian, banyak orang dari negara lain juga tahu kalau kita sudah menikah tanpa harus yang mulia memberikan stempel kepemilikan seperti ini.

Deanda sedikit menggerutu dalam hati, bukannya dia tidak rela atas perbuatan Alvero barusan, tapi dia lebih memikirkan rasa malunya jika sampai orang lain melihat tanda itu, walaupun Deanda tahu bagi Alvero dan dia tanda itu merupakan tanda cinta mereka.

"Selamat siang Permaisuri." Begitu Deanda berjalan mendekat ke arah ruang tamu, Evan dan Danella segera memberikan sapaan dan salam hormat mereka kepada Deanda yang statusnya sekarang bukan lagi gadis biasa, namun seorang permaisuri Gracetian.

"Selamat... siang." Deanda menjawab sapaan Evan dan Danella dengan sikap ragu, karena di masa lalu, harusnya dia yang memberikan salam penghormatan kepada mereka.

Alvero yang melihat Deanda menguraikan rambutnya sedikit membeliakkan matanya, bukan karena dia keberatan Deanda berusaha menutupi tanda yang baru saja dia buat di leher jenjang istrinya yang berkulit putih mulus, namun karena dengan rambut tergerainya, kesan feminim dari Deanda tampak begitu menonjol, sehingga mempertegas kecantikan yang dimilikinya.

Kalau saja saat ini bukan sebuah rencana penting yang harus aku bahas bersama duke Evan untuk masa depan Gracetian, tidak segan-segan aku akan menggendongmu dan membawamu ke kamar agar siang ini kamu tidak perlu memperlihatkan dirimu kepada Evan, menunjukkan betapa cantik dan mempesonanya dirimu. Rasanya benar-benar menjengkelkan melihat bagaimana mata para pria memandangmu dengan tatapan terpesonanya. Apa mereka tidak tahu bahwa sekarang kamu adalah milikku seorang?

Alvero hanya bisa menggerutu dalam hati, merasa tidak rela Deanda tampil begitu cantik di depan Evan yang masih saja membuatnya merasakan perasaan tidak nyaman di dadanya saat melihat mata hijau Evan tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya saat menatap ke arah permaisurinya. Dan tentu saja itu terjadi karena sampai saat ini, Evan masih mengira bahwa Alvero hanya mengggunakan pernikahannya dengan Deanda untuk kepentingannya mencapai tahta, bukan karena Alvero benar-benar mencintai Deanda, sekaligus karena Evan masih berharap suatu ketika, Deanda akan menjadi gadis yang bebas kembali saat kontrak pernikahannya dengan Alvero berakhir, dan dia bisa menjadi laki-laki yang menjadi pelabuhan terakhir tempat hati Deanda bersandar.

"Senang sekali bertemu kembali dengan Anda Duchess Danella." Deanda mendekat ke arah Danella yang sejak melihat sosok cantik Deanda terus menyungingkan senyum, seperti seorang ibu bertemu dengan anak perempuannya yang sudah lama tidak mengunjunginya.

Meskipun Danella tahu bahwa Deanda sudah menikah dengan Alvero, yang artinya tidak mungkin lagi baginya mengharapkan Deanda menjadi menantunya, istri bagi anaknya Evan.... Tetapi Danella yang terlanjur begitu menyukai Deanda seperti anaknya sendiri tidak bisa dengan mudah melepaskan perasaan sayangnya kepada Deanda.

"Duchess, bolehkan aku memelukmu?" Deanda yang melihat rasa rindu Danella yang terpancar dari tatapan matanya, akhirnya bertanya dengan suara lirih ke arah Danella, yang langsung menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Tentu saja sayang. Aku juga begitu merindukanmu." Danella berkata sambil membuka kedua tangannya, lalu bergerak memeluk Deanda dan mengelus punggungnya. Pada Akhirnya Danella tidak tahan juga untuk bersikap kaku terhadap Deanda.

Bahkan selama Evan pergi keluar kota saat bertugas, sejak Danella mengenal Deanda, Danella begitu suka mengundang Deanda ke rumahnya atau mengajak Deanda berbelanja keluar. Justru saat Evan ada di kota Tavisha, biasanya dengan halus Deanda akan menolak ajakan Danella, dan Danella cukup hafal dengan kebiasaan Deanda, sehingga jika ada Evan di kota Tavisha, justru Danella boleh dikata hampir tidak pernah mengajak Danella datang ke rumah atau menemaninya berbelanja. Sikap Deanda yang begitu sopan itu, merupakan salah satu alasan Danella begitu menyukai gadis itu dan sempat berpikir untuk menjadikannya menantu.

"Aku juga merindukan Anda Duchess Danella, juga pai buah yang selalu Anda buatkan untukku." Deanda berkata pelan sambil membalas pelukan Danella dengan hangat.

(Pastei atau Pai (bahasa Belanda: pastei; bahasa Inggris: pie) adalah makanan yang terdiri dari kulit kue kering dan isi yang beraneka ragam. Isi pastei dapat berupa buah, daging, ikan, sayur, keju, coklat, kustar, kacang, dan lain-lain. Pastei yang berisi buah biasanya berupa cairan kental yang dimaniskan mirip selai atau dipotong-potong dadu lalu dipanggang bersamaan dengan kulit pasteinya. Pastei buah biasanya disajikan dengan es krim, disebut à la mode. Pastei daging Australia dianggap sebagai makanan nasional Australia, berisi daging sapi dan kuah kental (gravy). Hidangan khas Adelaide adalah pastei apung (pie floater). Di Indonesia, terkenal pie susu (pastei susu) yang berasal dari Bali. Berbeda dengan pastei pada umumnya, pie susu berukuran lebih kecil serta pinggirannya cenderung tipis dan kering sehingga dapat awet dalam waktu 5 hari dalam suhu ruangan. Di bagian tengah pie biasanya ditambahkan krim kuning atau selai).

Suara deheman pelan dari Alvero membuat Deanda dan Danella saling melepaskan pelukan mereka. Deanda harus sedikit menahan senyum gelinya melihat sekilas mata Alvero meliriknya dengan tatapan seolah-olah cemburu melihat pelukan mesra antara dia dan Danella.

Wahhh, benar-benar suamiku ini.... bahkan seorang wanita pun bisa membuatnya begitu cemburu, benar-benar seperti anak kecil.

Deanda bergumam pelan dalam hati, tidak melihat bahwa sebenarnya lirikan cemburu Alvero bukan kepada Danella, tapi kepada Evan yang terlihat bahagia melihat kedekatan mamanya dengan Deanda.

"Ayo kita nikmati makan siang kita sekarang." Alvero berkata sambil mendekat ke arah Deanda, dan dengan gerakan cepat, langsung melingkarkan lengannya ke punggung Deanda dan mengajaknya berjalan ke arah ruang makan dimana beberapa menit setelah kedatangan Evan dan Danella, Abella dan Alea datang ke sana dan menata menu makan siang mewah di meja ruang makan penthouse milik Alvero.

Melihat bagaimana sikap mesra yang ditunjukkan Alvero kepada Deanda, Evan sedikit menahan nafasnya, dan dengan cepat mengalihkan matanya dari pemandangan itu, ditatapnya wajah Danella yang sedang menoleh ke arahnya, sehingga Evan buru-buru menyungingkan senyum di wajahnya agar tidak membuat mamanya merasa cemas, dan menunjukkan bahwa dia bisa mengendalikan perasaannya saat ini.

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!