NovelToon NovelToon

Bidadari Dalam Sangkar.

BDS. Chapter 1 (Pengenalan)

Alyra Almeera gadis 24 tahun.

Sering di sapa Ly, atau Lyra, gadis remaja biasa seperti pada umumnya, tidak ada yang menonjol dari segi kemampuan apapun. Namun, saat dia masih duduk di bangku SMP, tuntutan hidup harus merubah dirinya untuk menjadi gadis yang lebih dewasa.

Kematian ibunya membuat dia mau tidak mau harus merubah kebiasaannya, seperti bermanja manja dan menikmati santai di pagi hari. Tuntutan hidup menyeretnya untuk menjadi, ibu, kakak, dan juga sebagai putri tertua, walau sang ayah tidak meminta itu darinya, namun Alyra tetap menjadikan dirinya harus seperti itu.

Sang ibu yang menderita penyakit mematikan, butuh Biaya pengobatan yang tidak sedikit, hampir menghabiskan seluruh harta mereka, dari situ hidup mereka berubah derastis, menurunkan kebiasaan standar hidup mewah, mereka belajar menjadi warga biasa dan hidup sederhana.

Disaat sang ibu kembali di panggil sang khaliq, tinggal rumah dan kios kue kecil yang masih mereka miliki, karena wasiat dari mendiang ibunya untuk tidak menjual kios itu.

Jatuh terperosok dalam hidup pas pasan. Menjadikan dirinya harus bersabar dan harus bisa menerima kenyataan, menggantikan peran sang ibu yang sudah tenang di alam sana.

Bagi Lyra Merubah Kebiasaan yang seperti itu tidaklah mudah, apalagi untuk pertama kalinya, namun seiring berjalannya waktu, lama-kelamaan dia menjadi terbiasa melakukan semua itu.

Tidak ada kesempatan baginya menikmati masa muda pada umumnya, Dia harus rela menyimpan keinginan untuk main-main bebas di luaran, Nongki menikmati masa muda bersama sahabatnya.

Kehidupan mereka tidak cukup hanya bergantung mengandalkan pada gaji pensiunan sang ayah yang tidak seberapa, terpaksa Alyra melanjutkan usaha Cake kecil-kecilan peninggalan sang ibu, yang bangunannya terselip antara bangunan-bangunan megah yang berdiri kokoh di sampingnya.

Untuk menuju tokok kue satu satunya, dia harus naik Grab atau angkot untuk sampai di tujuan, hampir setiap hari harus melakukan rutinitas itu, kadang dalam keadaan sedang hujan, panas, Dia tetap harus melewati keadaan itu dengan lapang dada.

Melihat Bangunan-bangunan yang berdiri kokoh dan terlihat megah, Dia hanya bisa menatap haru dan sesak, apalagi melihat wanita wanita cantik yang berlalu lalang setiap hari, bekerja di tempat mewah nan megah itu, tidak ada kesempatan baginya merasakan itu semua.

Mobil-mobil mewah berlalu lalang hilir mudik, yang menepi kadang keluar pemandangan itu yang setiap hari dia nikmati.

Namun apa yang dia lihat tidak sesuai dengan yang dia alami, bahkan dia harus kembali kuat mensyukuri takdirnya saat ini, jika suatu waktu sering sekali Alyra harus suka rela berjalan kaki untuk menempuh perjalanan menuju kiosnya.

Tidak ada yang istimewa dalam hidupnya, selain bangun di pagi hari, menyediakan sarapan dan mengurus rumah, seperti selayaknya wanita yang sudah berumah tangga.

Alyra mengalah untuk memutus kuliahnya, hanya sampai di pertengahan semester delapan, terhambat biaya yang bentrok dengan biaya sekolah sang adik yang baru menginjak kelas tiga SMK saat itu, butuh biaya besar untuk mencukupi kebutuhan sekolah mereka, dan kehidupan sehari-hari, dia kubur dalam-dalam gelar sarjana yang menjadi impiannya.

Namun selalu terselip setiap do'anya, meminta untuk selalu bisa tabah, bersabar dan selalu di berikan kesehatan untuknya, agar bisa menjaga adik dan ayahnya, yang begitu dia sayangi, tidak ada cita-cita yang muluk-muluk, dia hanya pokus menjalani takdir dan rutinitas sebagai hamba biasa.

Seperti pagi ini, ceklek pintu kamarnya terbuka, sang Adik berdiri mematung, persis di depan pintu kamarnya. Luna Maheswari adik perempuan satu-satunya yang dia cintai.

"Kakak." Luna mengerlingkan matanya dengan wajah memelas, di minggu pekan pasti dia minta jatah uang buat jalan-jalan bareng temannya. "uang bulanan kuliahku belum dibayar bulan ini, dan sebentar lagi ulangan semester, pihak kampus meminta untuk segera melunasi semuanya sebelum ulangan di mulai."

Sahutan sang adik menghentikan tangan Lyra yang sedang merapihkan kasurnya, dia juga sudah tahu soal itu, tanpa di beri tahu-pun dia pasti akan mengambil tindakan dalam menyelesaikan biaya apapun yang menyangkut adik tercintanya.

Lyra duduk berpikir sebentar, sebelum memberi jawaban pada adiknya, dia memutar otaknya bagaimana mengatur uang bulanan yang bentrok dengan uang belanja yang bertambah setiap bulan-nya.

Terpaksa dia harus merogoh uang tabungan-nya sendiri, demi sang adik untuk bisa terus tersenyum, dan bersemangat untuk berangkat kuliah.

Sebenarnya dia ingin mengambil cicilan motor satu lagi, agar ketika sang adik membawa motor satu satunya ke kampus, dia tidak harus jalan kaki dulu untuk menghentikan angkot untuk menuju kios.

"Baiklah Nanti kakak atur dulu pengeluaran kita, tapi, adik kakak yang cantik ini harus bantuin kakak menyelesaikan pesanan kue ulang tahun pelanggan hari ini oke, dan hari ini Allhamdulilah lumayan banyak pesanan kue di toko kita." Sahut Alyra sambil mencubit pipi sang adik, kemudian mengikat rambutnya asal, dan masih terlihat anak-anak rambut yang tidak terikat dan malah terlihat lebih cantik pemandangan di pagi ini.

"Ok!"

Luna menyatukan ibu jari dan jari telunjuknya lalu tersenyum senang. Luna menjatuhkan dirinya di kasur, yang sedang di rapihkan. "kakak ciuman paginya mana?" si cantik Luna bertanya, dia menunjuk pipinya sok imuts.

Alyra menggelengkan kepala melihat sikap Luna yang masih tetap manja seperti itu, namun Lyra mengakui jika dia menikmati kebersamaan itu, keduanya begitu saling membutuhkan satu sama lain.

"Baiklah ini ciuman di pagi hari."

Lyra kembali ikutan merebahkan dirinya di kasur mencium lalu mencubit gemas pipi adiknya, hingga teriakan kesal dari sang adik tercipta.

"Kakak, pipiku melar nih." Teriak Luna kesal sambil mengusap pipinya yang sakit, dia tidak bisa membalas sang kakak karena dia sudah berlari terbirit-birit menuju dapur.

Meski begitu Luna bangga pada kakaknya, dia adalah segalanya, dia terbaik dimatanya. Luna pun sama berlari kearah dapur mengikuti sang kakak, membuat sarapan untuk penghuni rumah yang lainnya.

Sang ayah melihat itu semua bahagia, suasana rumah yang selalu hangat atas kelakuan mereka berdua, dia hanya pensiunan dosen, tidak bisa banyak berbuat apa-apa, untuk membantu mengangkat ekonomi kelurga.

Sering sang ayah menangis, melihat sang anak yang harus bekerja demi membantunya mencukupi kebutuhan mereka semua, padahal harusnya dia yang harus bekerja untuk melindungi mereka berdua, dia selalu berharap bidadarinya akan segera terbang tinggi mengepakkan sayapnya, menggapai puncak kebahagiaan.

Namun Alyra berbeda, dia selalu bersyukur mempunyai keluarga yang dia miliki saat ini, dia belum ada pikiran untuk menikah, dan lebih tepatnya tidak ada kesempatan untuk memikirkan itu, dia hanya mengabdi untuk mereka kedua orang yang paling berharga untuk hidupnya, dia curahkan segala cinta untuk mereka berdua.

ALyra tidak pernah menggubris permintaan sang ayah untuk menikah, menikah, menikah, dia anggap ucapan sang ayah sebagai dongeng pengantar tidur, dia sadar diri, tidak ada jejak wanita idaman dari dalam dirinya, dia juga tidak muluk-muluk, untuk kedatangan pangeran berkuda besi yang menawarkan kemewahan yang akan mengangkat kehidupan mereka menjadi konglomerat.

Mustahil, itulah pemikiran Alyra, dia hanya pokus berdo'a untuk selalu bisa bersama dengan mereka, mendapat curahan kebahagiaan untuk mereka yang begitu dia cintai, hanya itu yang selalu menjadi penyemangat dalam hidupnya.

**

Tap.

Tap.

Tap.

Langkah kakinya terdengar saat kaki bersentuhan dengan lantai halte, dia baru saja keluar dari busway, dengan teng-tengan kardus kue di tangannya. Dia melirik kearah gedung yang menjulang tinggi di hadapannya, Lyra hanya bisa gigit jari, melihat lobby bangunan itu.

Banyak wanita-wanita dengan pakai yang rapi, dengan tatanan rambut yang rapi juga, hampir mirip dengan pegawai-pegawai pemeran pekerja wanita yang sering dia tonton di acara sinema sinema dalam pilm holyywood, wanita cantik-cantik yang berjalan-jalan setengah berlari dengan sepatu hak yang memperindah penampilannya.

Dia hanya bisa memejamkan mata, melihat penampilan mereka, dia juga sebenarnya mau, dan sudah puluhan bahkan ratusan kali mencoba menitipkan formulir lamaran kerja, untuk mencoba cari keberuntungan, dan bisa di terima di perusahaan-perusahaan yang berdiri kokoh dan berbeda-beda nama tersebut, namun nasib baik tidak berpihak padanya, selalu saja gagal dan gagal.

"Maaf lowongan sudah terisi mbak, mbak bisa menyimpan kembali lamaran jika ada lowongan kembali disini."

Itu penolakan paling halus yang sering dia dengar, dan bahkan sering mendapat cibiran langsung, saat dia sedang di interview, para pengelola bagian itu bahkan terang terangan menyebikan bibirnya, mencibir meremehkan ijazah yang dia sodorkan.

Dia juga sadar tentang kebenaran itu, selalu saja dia diam mendengar perkataan menyakitkan itu, dan itu memang benar adanya, mimpinya terlalu tinggi, akhirnya dia menyerah, karena terlalu seringnya mendapat penolakan.

Tidak ada lagi surat-surat lamaran itu, tidak pernah lagi berharap menjadi orang pegawai kantoran, yang bisa mendapat pakaian khusus dari perusahan.

Berhenti untuk berharap bisa di terima bekerja di tempat ber-AC dan menatap komputer santai, sambil mendikte laporan-laporan yang di minta atasan, itu semua sudah dia kubur dalam-dalam.

Apalagi mengingat begitu banyak peserta-peserta calon pekerja lulusan cume lude dan gelar sarjana yang tidak main -main, bahkan mereka sudah resmi lulusan s1 s2 s3 s mambo es teh, es teler, es doger juga ada, kebanyakan saingannya lulusan study dari luar negri, dan yang pasti mereka lebih pantas dan memadai untuk menempati kursi-kursi yang membawa nama perusahan semakin meroket.

Lyra narik napas panjang, sesak, jika mengingat akan itu semua, harapannya kembali pada kenyataan, Yang jadi pikiran-nya sekarang, bagaimana dia bisa mendapat uang halal untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarga tercintanya tanpa harus bekerja kantoran seperti impiannya.

Sosok sang ibu berkelebatan, serasa mengikuti langkahnya, yang harusnya sibuk dengan usaha toko kuenya adalah perempuan itu, yang begitu besar akan cita-citanya untuk mempunyai kedai kue sendiri dan menyalurkan hobi yang sudah lama menjadi impiannya.

Namun takdir berkata lain, dia sekarang yang memikul pekerjaan dan usaha itu.

Sekarang dia harus terima jika dia yang menjadi penerus usaha yang menjadi harapan ibunya, juga usaha itu pula, yang membantu mereka untuk bertahan hidup, selama ini.

"Semangat Lyra, kamu harus berjuang dan semangat untuk mereka orang yang kamu sayangi." Lyra mengepalkan tangan, dan membuat tinjuan ke udara, dengan tangan kiri menenteng kantong pesanan pelanggan.

Kemajuan jaman dengan adanya berbagai macam-macam fasilitas internet, dia iseng mencoba meng-upload hasil kue-kuenya, juga menerima pesanan pembuatan kue ulang tahun dan semacamnya.

Itu lumayan menarik para pelanggan baru, dan mereka banyak yang tergiur untuk mencoba rasa, dan menggunakan jasanya, bahkan banyak yang jadi langganan tetap-nya.

Seperti hari ini pelanggan Yang bernama Bayoe nama samaran di internetnya. memesan Bolu talas premium yang lagi di gemari kalangan pecinta manis.

Sedari malam dia persiapkan semua bahan, dan pagi tadi dia langsung membuatnya.

Di bantu sang adik yang lagi libur weekand, Semakin hari semakin ramai yang membeli kue buatannya.

Bisa lima belas sampai dua puluh biji perhari. Dan jika pesanan lagi banyak semua orang ikutan bekerja, tanpa terkecuali sang Ayah.

Yang bernama Ali Akbar Maher.

Biasanya Luna yang menjadi kurir pesan antar pada setiap pelanggan, bila pekerja kurirnya yang selalu mengantar pesanan-pesanan itu sedang sibuk, namun, kali ini untuk pertama kalinya Lyra terpaksa mengantar sendiri pesanan itu, untuk sampai di tangan pelanggannya.

Sebenarnya dia enggan keluar, risih saat melihat dan bertemu dengan orang-orang baru, karena kesibukan yang ia jalani setiap hari membuat dia semakin betah dalam sangkarnya dan terbiasa tanpa interaksi dengan orang-orang baru di luaran sana.

Kesibukan itu pula tanpa disadarinya, malah membuat dia perlahan-lahan melupakan tentang lamaran kerja dan penolakan penolakan menyakitkan.

Hari ini dia menggunakan pashmina warna cream, di padukan dengan dress bunga-bunga cantik, yang panjang setengah kaki jenjangnya, dan di balut celana laging dan sepatu cats yang paling simpel dan paling terjangkau harganya, yang selalu menemani langkah kakinya berjalan, dan tas punggung mini menempel sempurna di tubuh bagian belakangnya.

Namun bukan itu yang jadi masalahnya, dia tidak tahu orang yang mana yang selalu memesan kue rasa premium itu. dia celingak celinguk berdiri di depan lobby kantor yang tidak jauh dari halte busway.

"Mbak apakah membawa pesanan kue tuan saya?" tanya pegawai yang tadi terlihat lari-lari dari arah Lobby menuju Lyra berada, mungkin kalau melihat dari perawakan dan tanda pengenal yang tertera di bajunya, penampilannya sudah pas jika memang dia Assisten manager di sebuah perusahaan hotel yang berjejer di depan sana.

Lyra hanya bisa mengangguk, dan pashmina yang dia biarkan terurai ujung ujungnya, tertiup semilir angin. menerbangkan perlahan dan berayun ayun melambai pada lelaki di hadapannya, sehingga penampakan siang ini bagai bidadari dari surga penunggu busway.

Assisten yang bernama Edo Basuki itu tertegun, begitu indah pandangan di siang itu, dia tanpa berkedip melihat wajah cantik di hadapannya. Dia sadar jika perempuan yang bermata bulat itu punya aura tulus terpancar lembut dari sorot matanya.

"Jadi berapa semuanya mbak cantik?" Uki bertanya, memutus langsung pandangannya.

"Dua buah bolu talas premium, dan enam donat, jadi 300 ribu." Sahutan si cantik membuat Uki buru-buru mengeluarkan dompetnya.

"Tiga ratus ribu ya cantik, kalau sama senyum manisnya jadi berapa?" dengan santainya Uki menggoda gadis di hadapannya, dia tidak tahu jika gadis yang dia takutkan tengah berdiri di depan lobby kantornya dengan tangan berkaca pinggang.

"Awas kamu yah Uki, berani menggoda cewek lain di tempat umum, Aku blender dengan jeruk peras sekalian." Gerutu gadis yang berada di Lobby hotel itu, dia mengepalkan tangannya merajuk.

Alyra tidak mempan dengan godaan receh seperti itu, bahkan terasa aneh di pendengarannya yang kaku dan tabu akan hal-hal yang lagi tren di jaman ini.

Bukan tanpa alasan bagi Alyra bersikap seperti itu, untuk membatasi diri dari harapan-harapan palsu yang sering dia lihat dari drama abg, jika yang bermulut manis di hadapan, bisa juga lebih manis pada cewek lain di belakangnya. Alyra buru-buru meraih uang yang di sodorkan pria itu.

Setelah mengucapkan terimakasih Alyra pergi dengan langkah buru-buru, dia tidak sadar jika ada bahu jalan yang bergelombang, kakinya tersandung hingga dia jatuh tersungkur, seketika uang yang di pegangnya melayang di udara.

"Aw" Meringis linu saat lututnya bersentuhan dengan trotoar pinggir jalan. Mengaduh dengan mencoba meraih satu satu uang yang berserakan.

Saat Uki akan membantunya, telinganya sudah di tarik dan suara teriakan yang memekakkan telinganya.

"Uki juki suzuki motor butut tanpa oli, kamu yah masih bisa manis-manisan pada cewe lain di depanku." wanita yang prosesif-nya sejagad raya itu menarik telinga Uki menuju lobby kantor mereka berada, "Sial mak lampir melihat aku menggoda si cantik tadi."

Gerutu Uki hanya bisa tawakal dengan badan yang di seret paksa, dia pasrah ketika kupingnya di tarik emak-emak komplek lagi ngambek.

Alyra ingin meraih uang di hadapannya, dengan mengusap lutut yang sedikit berdebu.

"Mungkin dosa ku, yang mengacuhkan pria tadi." gerutu Alyra sambil bergerutu kecil, dan merasakan ngilu juga di telapak tangannya, sebelum Alyra meraih uang tersebut, tangan seseorang yang duluan mengambil dan menyodorkan uangnya.

"Baik baik aja, kan, girls?"

Tanya pria yang telah berdiri di hadapannya. Pria berpenampilan formal menyodorkan tangannya, memberikan uang itu, juga untuk membantu Alyra berdiri. "Juno." Alyra menyebut nama itu dengan wajah terkejut, dia melihat pria di hadapannya sekarang sudah jauh lebih tinggi darinya.

TBC.

BDS. Chapter 2(Pengenalan dua)

Sekarang Alyra tengah duduk di halte Busway, dengan menyenderkan badannya pada kursi calon penumpang yang tersedia disana. Dia masih belum percaya lelaki yang menolongnya orang yang begitu dekat di masa lalu.

"Juno."

Alyra memulai membuka percakapan dengan pria disamping-nya, yang sudah sangat lama sekali mereka tidak pernah bertemu. Bahkan jika mereka tidak begitu dekat saling bertatap dia tidak akan kenal pada pria itu.

"Harusnya kita tidak duduk disini, setidaknya kita makan makan atau minum di Restoran, dinner kek kaya orang-orang." Ledek Juno sambil tersenyum jenaka pada gadis di sampingnya, yang terlihat semakin cantik sekarang, setelah mereka berpisah dari masa-masa SMA keduanya tidak pernah kembali bertemu.

Setelah sekian lama mereka di pertemukan kembali dengan postur tubuh Juno yang sudah jauh lebih tinggi dari Alyra.

"Mana motor antik mu aku sudah kangen boncengan dengan motor itu?" tanya Lyra dengan senyum simpul sambil celingak celinguk melihat-lihat kendaraan yang di bawa Juno, namun dia tidak melihatnya, tidak ada kendaraan maupun motor yang di bawa sahabatnya.

Dialah Arjun Januar lelaki pertama yang mengetahui tentang hidup Alyra, dan hanya Alyra yang hanya memanggil nama Juno untuknya, Alyra tidak pernah mempunyai teman lelaki selain pria tinggi di sampingnya.

"Apa hanya pada motor butut itu kamu kangennya Ly, kamu tidak kangen pada si tampan ini." Arjun percaya diri, sambil menusuk jari telunjuknya pada pipi kiri dan kanan so imute. Membuat Alyra terperangah dan melirik dan menatap tajam pada lelaki di sampingnya.

Sekarang dia masih sama seperti beberapa tahun lalu. yang berbeda hanya postur tubuhnya saja, dan sekarang dia berjambang.

Gerutu hati Alyra dengan senyum simpul menatap pada lelaki itu, lalu dia menggeleng melihat tingkah kocak sahabatnya itu. Alyra menghembuskan napas perlahan. "Bagaimana kabar om Akbar dan Luna?" Tanya Juno dengan tatapan lurus pada wanita disampingnya.

"Mereka Baik semua, namun sekarang ayah sudah pensiun Juno." Sahut Alyra datar. Dia enggan harus berbagi tentang hidupnya saat ini.

"Apakah kuliahmu sudah selesai Ly, harusnya sudah, kan?" tanya Juno menatap wanita di sampingnya, Alyra menggeleng. "Aku berhenti kuliah Juno, aku hanya mampu mempertahankan study ku sampai semester delapan." Sahut Ayra sambil menarik napas, lalu membuangnya, jika dia mengingat semua itu hatinya sedih.

"What ! kenapa, apa yang terjadi Ly?"Juno kaget luar biasa mendengar gadis di sampingnya berhenti kuliah, bukankah itu cita-cita gadis itu untuk merubah nasib keluarga mereka, dan mengambil hak keluarga mereka yang di rampas Paman mereka yang serakah itu.

"Lupakan tentang kuliah Jun, aku terpaksa memutusnya, Aku harus terjun langsung mengelola usaha kue ibu untuk meneruskan hidup kami, dan bagaimana adikku bisa terus sekolah, sukses, dan bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik untuknya, setidaknya dia bisa berdiri di kakinya sendiri." Sahut Alyra menarik nafas dalam, lalu kembali mengumpulkan kata-kata yang mudah di mengerti oleh pria di sampingnya.

"Cita-citaku hanya itu, membuat adiku bisa bahagia, membuka jalan hidupnya lebih baik, aku sudah menyerah tentang berharap jadi pegawai kantoran yang selalu kita bahas dulu, dimana aku bisa bekerja di perusahaan bareng kamu dan menjadi bagian dari staf ahli di perusahaan kita, aku sudah kubur semua itu Jun."

Alyra berkaca-kaca menceritakan semua cita-cita-nya yang tidak kesampaian, untuk meraih apa yang menjadi impian mereka ketika masih sekolah dulu.

"Sekarang kamu kerja dimana Jun?" Alyra balik bertanya pada pria di sampingnya. Juno Masih terdiam mendengar cerita gadis di sampingnya, ada banyak yang dia lewatkan tentang sahabat yang dia sayangi itu.

"Sekarang adikmu kuliah dimana?" Arjun tidak menjawab pertanyaan sahabatnya, malah balik bertanya dimana keberadaan Luna.

"Masih kuliah di dekat kampus sini, Allhamdulilah dia dapat biaya tunjangan separuh dari pihak kampus, untuk membantu membayar biaya sekolahnya." Alyra dan Arjun kembali terdiam, mereka dalam pikirannya masing-masing.

"Tapi kamu masih maukan kerja di kantoran seperti keinginan kita dulu Ly?" Tanya Arjun serius, Lyra menggeleng. "Aku sudah tanggung Juno, hidupku sudah bersatu dengan tepung-tepung yang menemaniku setiap hari hehe."

Seloroh Lyra di iringi kehkehan ringan sambil menutup mulutnya dengan pashmina. Arjun terkesima sekarang gadis di hadapannya sudah banyak berubah. Semakin dewasa dan cantik.

Arjun berandai andai, jika saja dia berani mengutarakan perasaannya, namun sungguh pecundang-nya dia, dia begitu takut akan mendapat penolakan dari gadis itu, dan membuat mereka jadi renggang, dia hanya ingin melihat Alyra bahagia.

Arjun begitu takut, Perasaannya tidak berbalas sesuai dengan harapannya, bagaimana jika cintanya di tolak, sebab itulah Arjun hanya bisa gigit jari jika sudah di hadapkan dengan hatinya.

Dia sudah lama memendam rasa pada gadis di hadapannya. "Juno hey.." Alyra mengibaskan tangannya di depan Sahabat-nya.

"Apakah rumah kamu masih sama di alamat yang dulu Ly?" tanya Arjun, Alyra kembali menggeleng, dia tidak langsung menjawab pertanyaan itu semua, ada yang sesak dalam rongga dadanya.

"Kamu masih ingat, pinjaman Ayah pada bank waktu itu, sisa pembayaran rumah sakit pengobatan ibu menguras habis harta kami, terpaksa kami menjualnya agar kita bisa hidup lebih tenang, tidak ada pembantu, tidak ada tagihan listrik selangit, tidak ada pajak bangunan yang mencekik, sekarang kami pindah kerumah BTN." Jelas Alyra tenang, dan sukses membuat hati Arjun seperti di remas, dia tidak bisa membantu mereka.

Arjun terdiam dengan mata memerah, dia tahu bagaimana kisah bidadari yang harus terjatuh dan terhempas sekaligus, bagai mana gadis itu menjalani hari- harinya yang sulit.

Alyra kembali ceria, saat mengingat hidup mereka sekarang, lebih bahagia dan tidak ada beban yang berasa di kejar- kejar ketika beranjak tidur, pihak bank yang bolak balik kerumah besar mereka, menjadi mimpi buruk bagi hidup Alyra.

Semua uang tabungan sang ayah sudah raib tak bersisa, yang tersisa hanya kenangan saja, jika Alyra dulu pernah menjadi gadis manja, dan banyak uang.

Sejak ekonomi mulai merosok turun, kebahagiaan itu satu persatu hilang, sahabat nge-amall sahabat libur weekand sahabat yang menghabiskan satu persatu uang jajannya perlahan meninggalkannya, Alyra hanya bisa tersenyum getir dan dadanya sesak, dia tidak mempunyai sahabat selain pegawai dan sang adiknya sekarang.

Sekarang dia hidup sederhana, dengan dua orang yang di sayangi itu juga sudah cukup baginya. Banyak orang bilang dia gadis dalam sangkar, tidak pernah tahu tongkrongan dunia malam, dan asyiknya nongkrong di Mall, hidupnya hanya berteman dengan tepung dan telur, namun Alyra bahagia saja, walaupun banyak kekurangan dalam hidupnya sekarang, karena dia masih ada dua orang yang menjadi semangat untuk tetap hidup, dia merasa bahagia saja.

Namun tidak dengan pemikiran Arjun dia merasa gagal untuk melindungi sahabatnya, dia gagal membuatnya untuk tetap tersenyum.

Alyra menyingkap lengan baju, yang menutupi jam tangannya. "Juno aku pamit ya, di toko lagi ramai pasti mereka menungguku." Sahutan Alyra membuat Juno harus rela melepas gadis itu, mereka tidak akan sama seperti dulu yang bebas bermain kemana saja.

"Ly aku ikut kerumah kamu ya?" Lyra menggeleng."jangan, besok-besok aja kamu datangnya, aku lagi sibuk yang ada nanti kamu aku cuekin, terimakasih telah menolongku tadi." Sahut Alyra tanpa jeda lalu melangkah seiring busway berhenti di depannya.

Dia masuk saat pintu terbuka, dan tanpa melihat lagi kebelakang, hanya kerudung pashmina yang melambai di belakang pundaknya. Arjun tertegun sejak kapan sahabatnya bilang terimakasih, dulu dia paling enggan walau hanya untuk bilang itu.

Arjun benar-benar merasa jauh kehilangan gadis ceria itu, tidak ada senyum kocak seperti dulu, tidak ada kaki yang saling sered-seredan ketika sedang menikmati perjalanan, hati Arjun tercubit, keadaan merubah Alyra menjadi sosok yang lebih dewasa, sebenarnya dia senang, namun sakit saat melihat beban yang memenuhi otak sahabatnya.

Arjun segera menelpon sahabatnya untuk segera menjemputnya, karena Arjun sama halnya dengan Alyra dia tidak lagi mengejar sekolah bisnis melainkan merintis untuk sekolah ke perguruan, dan dua bulan ini dia sibuk yang mendaftar untuk jadi dosen di universitas Negri di nusantara.

Alyra turun dari koridor busway dengan langkah terburu-buru, untuk segera sampai ke tokok kuenya. Dia teringat pada sosok Arjun yang sekarang lebih tampan.

"Akhh..apaan sih Lyra kamu ini, jangan macam-macam kamu hanya harus pokus untuk kedua orang yang paling berarti untuk hidupmu." Gerutu Lyra sepanjang trotoar dia terus bergerutu dan sesekali berlari- lari kecil untuk mempercepat langkahnya, dia tidak akan kembali naik kendaraan umum untuk menghemat biaya pengeluaran hari ini.

"Assalamua'laikum." terlihat orang-orang berkerumun di tokok kuenya, dia sudah tidak enak perasaan, "ada apa kok ramai sekali apakah ada banyak pelanggan?" gerutu bertanya pada dirinya sendiri.

Alyra melangkah pelan saat dia sampai di depan pintu kiosnya, "Ada apa ini mbak?" tanya Lyra semakin takut, Ami pegawai tetap di tokonya melirik kearah datangnya suara.

"kakak Lyra ayah tiba-tiba pingsan tadi, dan sekarang masih belum siuman."

Deg. jantung Alyra serasa mau copot, yang dia takutkan terjadi, jika sang ayah akhirnya sakit juga.

Alyra berjongkok dengan peluh membanjiri anak rambutnya, dia mengguncang tubuh ayahnya.

"Ayah Alyra sudah pulang bangunlah, kita hari ini banyak pelanggan ayah."

Tangisan Alyra pecah, saat sang Ayah tidak ada tanda-tanda untuk segera sadar, dia sudah memijit dan memberi minyak kayu putih dekat hidungnya.

"Ayah bangunlah." Lyra terus saja panik dan terlihat kalut. Mobil tetangga Alyra datang, mereka dengan sukarela memberikan tumpangan padanya untuk membawa Ayah kerumah sakit. Alyra semkin bingung bagaimana dengan biaya rumah sakitnya.

D sepanjang perjalanan ia berpikir keras, bagaimana mencari cara untuk biaya rumah sakit sang ayah, hingga tidak terasa mobil yang membawa Ayahnya sudah tiba di rumah sakit.

Gerakan cepat langkah kaki para suster yang membawa papanya Alyra menuju UGD, untuk segera di berikan penanganan. Suara isak tangis dari Luna dan Alyra semakin keras saat keduanya duduk di luar ruangan dimana sang ayah di rawat.

"Kakak bagaimana dengan ayah?" Luna menangis tersedu di pelukan kakak tercintanya, beban mereka semakin bertambah.

"Apakah Adik putri dari bapak Akbar?" tanya suster, kedua gadis itu mengangguk, "silahkan ikuti kami untuk mengurus administrasi, untuk ruang inap, ayah anda sudah di tanggung oleh pihak rumah sakit, kartu kesehatan yang pak Ali Akbar miliki memperingan biaya rumah sakitnya, namun untuk obat yang susah di temukan di rumah sakit ini, terpaksa adik-adik untuk bersedia membeli di Apotek luar, atau dengan membawa langsung pada rumah sakit dengan fasilitas lebih lengkap, Ayah anda terkena gagal ginjal!"

Suara dokter yang menangani Ayah Ali, langsung menceritakan segalanya, untuk siap siaga pada hal terburuk yang mungkin saja sewaktu-waktu di alami pasiennya.

"Masa kritisnya belum di lalui, dan mungkin saja akan mengalami koma lebih lama, dan lebih lanjut." Sambung Dokter dengan tegas.

"Jika dia masih belum siuman dua hari ini, kami terpaksa memberi rujukan pada rumah sakit yang lebih besar, dengan fasilitas memadai." Suara Dokter semakin membuat kedua gadis di depannya, saling memegang erat, memberi kekuatan untuk mereka.

Mereka berdua keluar, dan berdiri di depan jendela kamar ayahnya, sambil menangis terisak, keduanya bingung harus berbuat apa jika di hadapkan dengan keadaan seperti itu.

"Kakak apa yang akan kita lakukan?" Tanya Luna dengan tangisan pilu, memeluk kakaknya. Alyra mengusap lembut dan dia lebih tegar di hadapan sang adik. "Tenang sayang kita minta petunjuk pada Allah agar semuanya baik- baik saja."

Alyra memberi kekuatan pada sang adik yang lebih terluka atas kesakitan sang Ayah, dia masih belum setega dirinya, mereka menangis terisak, dan Alyra bergegas mengambil air whudu lalu bergerak menuju Mushola Masjid yang ada di rumah sakit, dia shalat dengan tertib lalu berdo'a meminta kesembuhan untuk ayahnya.

****

Hari-hari makin terasa berat dua hari yang lalu sang ayah udah siuman, dan tangisan mereka berdua pecah, saat mengingat biaya besar yang akan terus menguras kantong uang mereka, biaya cuci darah yang harus di lakukan dua minggu sekali membuat Alyra semakin bingung.

Pada siapa lagi dia harus ajukan pinjaman untuk pengobatan ayahnya.

"Sayang kamu tidak ke kampus nak?"

Tanya ayah Akbar dengan bibir pecah-pecah kering, dan warna kulitnya tidak berseri, kelihatan jelas jika dia sedang sakit parah.

"Aku berangkat siang ayah." Sahut Luna dengan mata sembab. "kenapa kalian menangis bukankah ayah sudah baik-baik saja?"tanya pak Ali dengan suara dalam dan juga pelan.

"Ayah Maafkan kami, rumah kita satu-satu-nya udah kita jual." Sahut Alyra dengan airmata berderai. "kita pindah, dan sekarang kita tinggal di kios saja bertiga.

Lyra menjeda ucapannya, mengumpulkan kekuatan untuk tidak menangis.

Sisa uang pengobatan ayah sudah kami gunakan untuk membuat tambahan kamar di kios." Sahut Alyra terpaksa memberi tahu dari awal agar sang Ayah tidak terpuruk dan semakin sedih nanti.

Namun justru itu menjadi beban pikiran buat sang Ayah, dia yang menyebabkan putri-putrinya harus menderita. Mereka pulang bergantian jika sang adik menunggu di rumah sakit, Alyra pulang untuk membantu dua pekerja di kios mereka.

**

Alyra berjalan terseok-seok kerudung pashmina yang dia kenakan, menutupi sebagian wajahnya, angin sore ini begitu kencang, dia memeluk tubuhnya dengan kedua tangannya, perut lapar semakin terasa, ketika hawa dingin menerpa tubuhnya, membuatnya terasa melayang.

"Cewek sinting kalau jalan lihat-lihat, memangnya ini jalan nenek moyang lo, hah, sudah bosan hidup kamu hah?"

Teriak seorang lelaki membuka kaca mobil dengan pandangan yang bengis, marah-marah antara kaget dan kesal, ketika dia terpaksa harus mengerem mendadak, karena Alyra berjalan terlalu tengah.

Alyra bahkan tidak menggubris teriakan pria yang berada di dalam mobil, rasa lapar yang mendera membuat-nya hilang konsentrasi.

"tunggu kamu harus tanggung jawab sama waktuku yang sudah kamu buang-buang." teriak pria itu lantang, pria tadi begitu kesal, dengan sikap cuek Alyra untuk pertama kalinya ada perempuan yang mengacuhkan ucapannya, darahnya naik, hingga dia turun mengejar gadis yang jalannya terseok-seok itu.

"Hey...wanita sinting kenapa kamu tuli ya tidak mendengar ucapanku." suara nyaring dari si pengendara mobil kembali terdengar, Alyra hanya menggeleng dan memegang perutnya. Rasa lapar semakin menjadi, hingga dia benar-benar lemas dan tubuhnya oleng.

"Bay, dia kayanya kesakitan lihat matanya terpejam, pasti dia kenapa-kenapa!" seru teman si pria itu,

Ucapannya benar, Alyra terhuyung kedepan dan dengan sigap pria itu menangkap tubuh Alyra.

"Uki jangan bengong buruan bantuin gw."

Si pria itu memanggil temannya. Dengan memeluk tubuh Alyra, Kepala Alyra menyentuh dadanya.

Deg.

Deg.

Tiba-tiba ada yang aneh dengan dadanya pria yang memegang tubuh Alyra itu.

dengan sigap mereka memangku Alyra memasukannya pada mobil mereka.

Dialah Bayu Samudra, lelaki tampan usia 27 tahun, pemilik hotel berbintang. Bisnis menjadi hidupnya.

Keluarga yang broken home, menjadikan dia putus asa, enggan mengenal pernikahan di kamus hidupnya, semua wanita dimatanya sama saja, sama-sama mata duitan.

BDS. Chapter 3 (Memohon)

Senja menyinari sore ini, warna langit telah menampakan warna jingganya, tanda hari ini akan segera berlalu, seperti gadis yang kalap, dia makan dengan lahapnya.

Tanpa mempedulikan mereka, dua pria yang terbengong melihatnya makan seperti kambing kelaparan.

"Serius dia manusia, dan bukan hantu wanita jadi-jadian kan ki?" Tanya Bayu pelan, namun masih di dengar Lyra, namun masa bodoh untuk saat ini, dia bisa makan dengan kenyang, agar nanti bisa berpikir bagaimana cara menemukan uang banyak untuk biaya pengobatan sang ayah.

"Tapi perasaan gue pernah melihat gadis ini dimana ya?"

Uki berpikir dengan keras mengingat setiap memori yang tersimpan hari kemarin, namun karena banyaknya pekerjaan mereka, membuat dia tidak bisa berpikir dengan pokus.

Alyra sendawa tanpa malu-malu, membuat Bayu berdecih "Jorok."lalu menyodorkan sapu tangan dengan wajah berpaling, "pergilah bukan salah kami kamu pingsan sore tadi, semoga kami tidak bertemu lagi dengan gadis aneh seperti kamu."

Sahut Bayu dengan wajah malas, melihat wajah Alyra yang memang tidak sedap di pandang, entah sudah berapa hari dia nggak mandi.

"Gadis jorok, jelek, hidup lagi."

Gerutu Bayu sambil memalingkan muka menatap kearah Restoran lain, tadi saat mereka ke klinik ternyata gadis itu kelaparan, dan mereka langsung membawa ke rumah makan pinggiran jalan dengan asal, dan sesuatu banget bagi Alyra dapat makanan geratis.

Alyra mengambil sapu tangan itu, lalu mengelap mulutnya, "terimakasih, aku berhutang banyak pada kalian." Sahut Alyra sambil berdiri dengan perut kenyang, Bayu dan Uki saling tatap dan mereka terbengong, Alyra berjalan dengan tanpa ragu meninggalkan mereka berdua yang terperangah melihat gadis itu jalan begitu cepat, hingga dalam hitungan detik, sudah hilang dalam sekejap, mereka sudah tidak melihat lagi kemana gadis itu pergi.

"Ki, kamu yakin nggak dia manusia.!" seru Bayu dengan tatapan tidak percaya.

Uki mengedikan bahu dia juga heran ada gadis yang jalannya hampir mirip angin. dari kejauhan mereka melihat tas punggungnya masih terlihat, dan hilang di belokan.

"Kita bagaimana sekarang, tamu kita pasti mereka gagal datang ke hotel kita, gara-gara gadis siluman tadi." Nggk usah dipikirkan boss yang penting kita sudah menolong gadis kelaparan tadi, semoga suatu saat dia bisa ada gunanya."

Sahut Uki cepat, membalas ucapan bossnya, Uki berdiri lalu membayar makanan yang di pesan gadis tadi.

"Pulang kemana ki? ke hotel apa kerumah kita?" tanya Bayu, sambil mengusap ngusap merapihkan baju yang terlihat kusut, Suara adzan magrib telah berlalu.

Alyra masih berdiri di mushola, meraih hp menelpon sang adik, menanyakan kabar ayah mereka, dan malam ini Alyra pulang dengan naik ojek online untuk mempercepat langkah untuk sampai di rumahnya.

"Yang maha pengasih lindungi kedua orang yang ngasih aku makan hari ini, berikan mereka keselamatan. dan kesehatan." Gerutu Alyra dengan mengusap perutnya yang terasa kenyang.

sebelum pulang kerumah dia berbelok menuju perumahan elit, terpaksa dia mendatangi rumah itu, masa bodo dengan harga diri, yang penting nyawa sang ayah yang utama, berkali-kali dia menekan Bell untuk memberi isyarat pada orang rumah jika ada tamu yang berkunjung. "Ya Rabb..lancarkan aku agar mendapat bantuan untuk ayah." Alyra berkaca-kaca dan menunduk saat terdengar suara kunci pintu di buka dari dalam.

Wanita paruh baya berdiri dengan menatap lurus dengan bersedekap dada.

"Masih berani kamu datang kesini, setelah mencoreng nama baikku, gadis tidak tahu malu, ciiiih?"

Teriak Lusiana, istri dari adik sang ibu, dialah wanita yang beberapa tahun lalu menjodohkan Alyra pada om-om berduit tebal, namun Alyra kabur saat akan acara Ijab Qabul. "tante maafkan aku aku mohon berikan aku pinjaman, agar aku bisa membayar rumah sakit ayahku."

Sahut Alyra memohon dengan lapang. "Aku tidak sudi harus menolong mu, walau sampai nangis darah pun tidak akan memberikan kalian pinjaman, apalagi pada penghianat seperti kamu, ciiih pergilah."

Teriakan tante Lusiana membuat hati Alyra terkoyak, dia tidak nurut sama ucapan sang ayah, jika apapun yang terjadi jangan memohon pada wanita serakah itu.

Alyra menutup telinganya saat pintu tertutup dengan keras dari dalam. "bummm." terasa bergetar pijakan kakinya, dari suara pintu yang di banting keras, dia sudah tidak ada lagi jalan, untuk menemukan kemana dia harus mencari uang untuk pengobatan sang ayah.

Alyra berjalan dengan airmata yang terus meluncur, pashmina yang dia kenakan sudah basah dengan airmata. "Ya Robb. kemana harus cari uang, buat minggu depan." gerutu Alyra dengan mengedarkan pandangannya.

"Apa yang bisa dia lakukan untuk menemukan uang"dia sudah jalan berkilo-kilo jauhnya rasa lapar dan bingung menderanya, kadang terdengar klakson mobil saling bersahutan, karena dia kadang berjalan terseok, dia tidak bisa berpikir otaknya buntu.

"Arjun." Lyra bergerutu dengan sedikit harapan, lalu mengecek hpnya mencoba menghubungi nomer sahabatnya, untuk mencari solusi.

"Maaf, nomer yang anda hubungi sedang berada di luar jangkauan." suara operator terdengar nyaring dan meruntuhkan harapan satu-satunya, itu sudah panggilan kesekian puluh kalinya.

Akhirnya dia sampai di depan ruko, dan terlihat sudah sepi, karena waktu menunjukan sudah hampir jam sembilan malam. Dia mengeluarkan kunci, dan membuka pintu pintu samping dan masuk dengan malas.

Alyra mandi dan membersihkan tubuhnya, untuk menunaikan empat rakaat. Sebelum ia tertidur dia berkeliling dulu melihat suasana tokonya, dan melihat apa sudah tertutup dengan rapi apa belum, dia duduk di depan etalase menangis melihat kenyataan hidup yang harus di jalaninya.

Menatap pantulan dirinya di cermin, sekelebat bayangan wajah kedua pria tadi teringat jelas di pelupuk matanya.

Dia mendengar dengan jelas, saat mereka menganggapnya bukan manusia. jika dia mungkin mirip hantu dan itu membuat dia tersenyum.

******

Bayu telah sampai di depan gerbang rumahnya, saat suara teriakan histeris sang adik sudah terdengar, dan mereka berlari menuju kedalam, kedua pengasuhnya sudah berdiri dengan dua koper di tangan mereka.

"Tuan maaf kami mengundurkan diri. nyonya Murni tidak mau di atur dan dia menyerang kami, kami rela tanpa di gaji, asal jangan laporkan kami ke polisi, dan kami akan tutup mulut tentang semua ini."

Kedua pengasuh Murni mengiba, mereka sudah tidak tahan dan ingin angkat kaki, dengan suka rela walau tanpa di gajih, dari pada mereka harus bekerja seperti di kandang macan.

"Berikan upah yang sudah di janjikan Ki, biarkan mereka pergi." sahut Bayu prustasi.

Adik Bayu yang sudah 21 tahun itu punya trauma mental, sejak sang ayah dan ibu sering bertengkar di depannya, mulai saat itu keluarga bayu terpecah belah, dan kedua adiknya ikut dengannya. Dari pada mereka ikut salah satu dari kedua orang tua mereka yang tidak patut di contoh.

Bayu menatap sang adik dengan mata berkaca-kaca, ingin dia berteriak memarahi adiknya, dan kalau bisa dia ingin memukulnya dengan keras, jika saja dia tidak sadar, jika sang adik juga trauma dan stres.

Dia tidak mau berobat kemanapun, pernah suatu waktu Bayu memasukan sang adik ke rehabilitasi, dan hampir saja merenggut nyawanya, Murni adu jotos dengan para penghuni lainnya, hingga dia terpaksa mengurungnya di rumah.

Murni Triana Samudra. usia 21 tahun adik pertama Bayu dengan penyakit tekanan mental.

"Uki tolong cari pegawai lain untuk menggantikan mereka, berikan harga tinggi untuk gajinya, agar mau bekerja dirumah ini, dan siap di terkam macan ini."

Sindir Bayu sambil prustasi, menatap kesal pada sang adik, yang kebiasaannya sudah seperti dengan hewan.

Murni menatap nyalang pada sang kakak, lalu melempar pas bunga yang ada di hadapannya. prankkk...suara gaduh terdengar dari amukan Murni, hingga mereka terbirit-birit.

"Murni tolong masuklah ini sudah malam. kakak mau istirahat, maaf jika kakakmu kasar sama kamu, mungkin dia lagi cape banget, sekarang tidur ya." Pinta Uki berbicara pelan, padahal dia juga begitu takut kena serangan mendadak dari gadis itu.

"Tidak lama pintu utama terbuka, dan adik Bayu yang lain datang, dia melihat pas bunga berserakan, dia sudah tidak heran, jika hal itu sudah lumrah terjadi, dia berjalan santai menuju kamarnya.

Suci Triana samudra, adik terakhir dari Bayu, masih kuliah, dan dia sekarang sedang mencoba membantu bekerja di hotel sang kakak, mengejar target untuk selalu dekat dengan cintanya, cinta mati sama Uki, dia gadis judes, cerewet, angkuh dan susah di atur, membuat Bayu pusing tujuh keliling, bagaimana hidupnya penuh dengan konflik batin.

Uang tidak bisa membuat keluarga mereka utuh, karena uang keluarga mereka hancur, harta, tahta, wanita, ketiganya membuat Bayu serasa ingin mati saja. jika tidak ingat kedua adiknya yang sudah gila semua.

"Tuhan lebih baik aku mati, bila harus melihat setiap hari keadaan rumah mewah ini seperti neraka." Bayu melempar smartphonenya. menjadi terpecah belah. dia pusing setengah mati, seminggu sekali, dia harus mencari pembantu sekaligus pegawai yang harus menjaga adiknya yang tidak waras.

Dia meremas kepalanya, stres, dan bingung, bagaimana hidupnya dimasa mendatang jika terus-terusan begini.

Dia menenggelamkan badannya pada bath tube kamar mandinya.

mencari ketenangan dengan merendam tubuhnya di air hangat, dia berpikir keras, apa sang adik dia masukan saja kerumah sakit jiwa, masa bodo dengan kabar miring yang akan dia dengar, jika pemilik hotel berbintang punya adik yang gila.

dia sudah prustasi, selama lima tahun hidup mereka dalam keadaan seperti sekarang.

Dia marah, kecewa, sedih dan prustasi, masih untung ada Uki sahabat yang sudah serasa menjadi adiknya. karena hal konyol sang adiknya suci hingga menyeret pria itu masuk kedalam keluarganya. Bayu kedinginan terlalu lama berendam di air. dia turun memakai handuknya, lalu berjalan keluar menuju pintu lemarinya.

Dia berdiri di cermin meja rias, pantulan wajahnya penuh beban, hingga bayangan gadis kelaparan tadi berseliweran di hadapan matanya.

"Sial kenapa manusia jadi-jadian menjadi terlihat terus."

Gerutu Bayu dengan menepis rambut yang menutupi jidatnya dia berjalan kearah ranjang dan terdengar suara Uki mengetuk pintunya, "Masuk" Suara Bayu terdengar dari luar dan Uki bergegas membukanya lalu menguncinya dari dalam.

"Gue udah pasang iklan di internet, dan sudah ratusan tanggapan, namun belum ada yang menghubungi inbok gw Bay.."

Edo Basuku Resah, lalu dia membuka laptop-nya. Bayu hanya terdiam dia tidak merespon, perasaannya semburaut. bagaimana hidupnya di masa mendatang.

ting..💬 "Tuan benarkah gajinya seminggu lima juta, tapi bukan jadi wanita malam-kan? Benarkah jadi pembantu doang?"

Pesan dari sebrang membuat Edi Basuki semangat, setelah sekian lama ada juga yang merespon iklannya.

💬"Iya tapi kamu harus siap kerja tanpa harus pulang dulu sebelum sebulan. dan tidak boleh memegang hp selagi kerja. bagaimana?"

balasan lama, dan pasti dari sana berpikir dulu sebelum bilang deal.

💬 "tapi bisakan kalau hanya menelpon saudaraku menanyakan kabar ayahku, yang sedang di rawat di rumah sakit."

Balasan dari sana membuat Bayu tertegun.

"Bagaimana bos?" "

"Okelah asal dia kuat sebulan bertahan, gue tambahin lo dan dia bonus besar."

Gerutu Bayu buru-buru menyahut sahabatnya, sambil mencoba memejamkan matanya. ngantuk dan lelah, namun dia tidak bisa tidur, penyakit insomnia yang di derita Bayu menyebab kan kebiasaan mengkonsumsi obat sebelum tidur.

Perlahan dan pasti mereka akhirnya tertidur juga, setelah mengiyakan pegawai baru yang akan mengerjakan kekacauan keluarga mereka besok.

Mereka tidur sembarangan, dan ketika malam tiba, suci mulai kelayaban berjalan mengitari seluruh ruangan rumahnya, lalu menangis terisak bagaimana kacaunya hidup keluarga mereka.

Dia menatap kedua pria yang tertidur di ranjang sembarangan, dengan kaki mereka saling menindih, dan laptop masih menyala, Suci menutup laptopnya lalu menyelimuti sang kakak, sebenarnya dia tidak mencintai Uki.

Namun ketergantungan sang kakak padanya, membuat dia terpaksa seolah dia yang begitu mencintai pria itu.

Hingga dia nekad mengerahkan segala cara agar Uki tidak meninggalkan kakaknya, Suci menangis melihat wajah tampan sang kakak.

Bagaimana dia bisa melihat kakaknya menutup terus hatinya, dan enggan menikah, bagaimana nanti nasib sang kakak, setelah dirinya pergi menikah siapa yang akan mengurusnya.

Suci menangis, dia berharap, ada malaikat yang merubah hidup mereka, Suci terisak dengan bibir di gigit keras, agar tangisnya tidak terdengar kedua pria itu. Suci berjalan dan berdiri di balkon kamarnya, rumah mewahnya tidak ada kebahagiaan, sunyi, terlalu sunyi, dan ketika berisik terlalu berisik, serasa kepalanya ingin pecah.

Suci menatap langit malam, terlihat bintang-bintang terang, menghias bumi nusantara, dia menatap satu persatu hingga airmata tidak bisa di bendung, dia kesepian, rindu, suasana hangat dalam sebuah keluarga.

Dia menekan dadanya sesak, dan mulut terisak, hingga rasa kantuk mulai menderanya, Suci berjalan ke kasur, namun dia kepikiran pada kakak perempuannya, sebelum dia tidur akhirnya dia berjalan keluar mengintip Murni dari lubang kunci kamarnya, dan ternyata kakaknya sudah tertidur.

Dia buka perlahan, lalu mendekat kearah ranjang kakaknya, dia menangis melihat badan kurus, wajah tidak terurus, dan terlihat wajah pucat tidak ada kehidupan.

Dia menangis terisak melihat keluarganya hancur. bukan hanya Bayu Suci juga menderita insomnia.

Dia teringat akan kelakuan sang ibu yang sering membawa kekasihnya, pertengkaran-pertengkaran mulai terdengar, hingga kedua orang tua mereka resmi bercerai, dan mereka memilih pergi dari rumah dengan pilihannya masing- masing.

Suci melangkah perlahan, hingga dia sampai di kamarnya, dia tidak bisa tidur jika tidak mengkonsumsi obat itu, setelah konsultasi dia juga jadi kecanduan obat tersebut.

Untuk tidak mengkonsumsinya dia bisa tidak tidur semalaman, dan siangnya dia ngantuk di kampus, dan itu menjadi poin buruk dari pihak kampus, jika dia mahasiswa dengan kedisiplinan terburuk.

Hingga sang kakak berulang kali di buat kecewa olehnya, dia tidak tahu bagaimana merubah keluarga mereka yang sudah kacau balau, dan bagaimana menghentikan kebiasaan buruk sang kakak yang sering membawa perempuan kerumah.

Suci sudah ingin nyerah saja, jika tidak teringat akan kakaknya yang lebih tertekan darinya. tidur adalah solusi terbaik bagi mereka yang di dera stres berkepanjangan.

TBC.

Cintailah keluargamu, tidak semua orang beruntung memiliki keluarga yang utuh. salam sayang dari Author.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!