NovelToon NovelToon

The Gown

H-7

Elena Thomas, membolak-balikkan buku dari sebuah toko bridal. Ia bingung harus memilih gaun yang mana untuk pernikahannya.

Awalnya, Elena sudah sangat menyukai desain gaun dari sahabatnya, Lucy Troy.

Tapi entah mengapa, tunangannya, Hans George, tidak menyukai desain Lucy, bahkan menentang dengan keras.

"Elena!" panggil Lucy membawa gelas kopi yang biasa dipesan. Elena menyukai latte, sedang Lucy menyukai espresso.

"Kenapa wajahmu bingung begitu? Kamu bingung mau pilih gaun yang mana?" tanya Lucy memberikan gelas kopi latte untuk Elena.

"Andaikan aku bisa menyerahkan segala baju pernikahanku padamu, Lucy." kata Elena menghela napasnya.

"Sudahlah. Pilih saja salah satu dari toko itu. Pasti ada yang cocok. Atau mau ku temani fitting baju?" Lucy menawari Elena untuk mengepas gaun pernikahannya.

"Aku mau sekali, tapi Hans juga pasti tidak punya waktu untuk menemaniku fitting." jawab Elena dengan wajah semangatnya yang memudar.

"Sudah dekat dengan hari pernikahanmu, Elen. kamu masih belum memutuskan mau pakai gaun yang mana." jawab Lucy menghirup espressonya.

"Atau aku pilih saja salah satu dari gaunmu? Hans tidak akan tahu karena dia sibuk sekali dengan pekerjaannya." kata Elena meraih tangan Lucy.

"Apa kau yakin?" tanya Lucy dengan cemas.

***

Elena pulang dengan tangan kosong. Lucy masih belum mau memberikan gaun limited editionnya. Tetapi sebagai cadangan, Lucy telah menyiapkan sebuah gaun untuk Elena kalau-kalau ia tidak menemukan gaun yang cocok untuk hari pernikahannya.

Elena mengecek handphonenya. Tidak ada kabar satupun dari Hans. Padahal kalau dipikir, dari awal Hans yang sudah meminta agar pernikahan cepat dilaksanakan.

Tetapi tidak lama, Elena mendapat telpon dari Leos, adik Lucy. Elena sudah sangat dekat dengan Lucy dan Leos sehingga tak satupun yang Elena tidak tahu.

"Kau sudah pulang?" tanya Leos.

"Sudah, baru saja." jawab Elena.

"Apa pulang bareng Lucy?" tanya Leos lagi.

"Tidak, tadi dia..." telpon langsung tertutup.

Elena sangat bingung. Ada apa dengan Leos?

Elena mencoba menghubungi Lucy. Tapi tidak aktif.

***

Sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan studio kerja Lucy.

Studio Lucy yang masih menyala karena pekerjaan, tampak terlihat agak sepi. Karyawanpun sudah pulang.

Seorang lelaki dengan tubuh tinggi dan wajah simetris, memasuki ruang kerja Lucy.

"Lucy." panggil lelaki itu.

"Kau sudah datang?" sambut Lucy tampak akrab. Lucy masih agak sibuk dengan pekerjaannya. Jadi masih belum bisa meninggalkannya.

"Duduklah. Aku selesaikan ini dulu."

Lelaki itu duduk di sofa kecil dan membiarkan Lucy bekerja.

Tidak lama kemudian, Lucy memberikan segelas air untuk lelaki itu.

Mereka duduk berhadapan. Dan Lucy menyilangkan kakinya.

"Kau masih sempat kemari?" tanya Lucy dengan membuang pandangannya jauh-jauh dari lelaki itu.

"Apa aku tidak punya alasan untuk kemari?" tanya lelaki itu dengan dingin.

Lucy menyeringai dan tertawa.

"Kurasa kau sibuk dengan acara pernikahanmu. Ternyata waktu luangmu banyak ya."

"Lucy, aku bisa kemari kapanpun."

"Tidak perlu, Hans. Karena kau sudah tidak bisa berjanji menikahiku. Jadi kau tidak perlu sering kemari." jawab Lucy dengan kesal.

"Kau tahu, aku tidak benar-benar ingin menikahinya!" jawab lelaki itu, Hans, dengan tegas.

"Kau ingin menikahinya atau tidak, dia akan tetap menjadi istrimu! Yang akan dibawa kemanapun dan aku? Aku hanya boneka disini yang selalu menunggu kamu datang? Tidak, terima kasih, Hans. "

"Apa kau sudah tidak mencintaiku?" tanya Hans.

"Kau gila Hans! Disaat seperti ini masih saja membahas cinta! Apa gunanya cinta kalau kau menikah dengan Elena!" Lucy menahan air matanya.  Ia membuang muka dari tatapan Hans.

"Pergilah. Leos akan kemari."

Hans tidak dapat berkata lagi. Ia pergi meninggalkan studio Lucy.

***

Sudah pukul delapan malam. Lucy masih berada di ruang kerjanya. Ia memandangi gaun yang ia buat terakhir kali. Gaun yang ia janjikan sejak dulu untuk Elena sebagai hadiah di hari pernikahannya. Tapi tidak lagi bisa ia berikan. Gaun itu akan dipakai untuk menikah dengan orang yang ia cintai.

Bagaimana dunia begitu sempit mempertemukan aku dengan Hans. Sedangkan ia pada akhirnya tidak pernah memperkenalkan aku pada dunia.

Hei, Lucy! Sadarlah! Kau itu desainer terkenal. Banyak selebriti yang membeli gaunmu hanya karena suka. Bukan karena mereka butuh. Untuk apa mempertahankan Hans yang sudah ingin menikah dengan orang lain?

Lucy memejamkan matanya, berusaha berpikir bagaimana ia bisa menyelesaikan masalah ini. Ia tidak ingin menyakiti Elena. Teman baiknya sudah bertahun-tahun.

Leos masuk ke ruang kerja Lucy. Sangat marah kenapa Lucy tidak bisa dihubungi sejak sore tadi.

"Kau tidak waras? Kenapa aku tidak bisa menghubungi hape mu?" kata Leos.

Lucy mengecek hapenya dan layarnya mati.

"Hapeku mati, lupa aku cas" jawab Lucy.

"Kau sudah tidak bekerja, kenapa kau tidak pulang?" tanya Leos sudah tahu bawa saudarinya akan bertingkah seperti ini.

"Aku..."

"Sudah ayo pulang, Lucy. Tidak ada alasan untukmu bekerja lagi."

Leos merapikan barang-barang Lucy dan menariknya keluar ruangan untuk pulang.

***

Di perjalanan  pulang, Lucy menatap kosong ke depan. Ia tidak tahu harus apa karena selama ini ia belum pernah menyakiti sahabatnya seperti ini.

"Dia datang lagi ke studio?" tanya Leos.

Lucy memejamkan matanya.

"Sudah kubilang, akhiri hubunganmu dengannya. Bahkan aku sudah bilang sejak ia belum kenal dengan Elen!" kata Leos kesal. Saudarinya tidak seharusnya bertingkah bodoh seperti ini.

"Sudahlah, Leos. Aku juga sudah mengakhirinya. Tapi ia terus datang ke studioku."

"Untuk apalagi? Apa karena kau kaya jadi dia terus mendatangimu? Astaga, aku benar-benar tidak habis pikir ada cowok yang pikirannya materi seperti dia!"

Lucy lagi lagi hanya memejamkan matanya. Ia sudah sangat lelah dengan yang ada.

"Tapi, kenapa dia memilih menikah dengan Elen kalau kau dan Elen sama kayanya?"

"Apa kau sedang membandingkan hartaku dengan Elen?" tanya Lucy terkejut.

"Loh, aku hanya heran. Karena dia itu bertemu denganmu lebih dulu. Biasanya pria menikahi pacarnya. Sedangkan Elen, dia hanya orang yang baru dikenal beberapa bulan. Sedangkan kau menghabiskan waktu berapa tahun dengan Hans? Lagipula kau pikir aku tidak tahu siapa Hans? Hanya karyawan biasa yang berambisi menikah dengan orang kaya." Leos terus mengoceh dengan sebal karena bisa-bisanya ada seorang lelaki mempermainkan hidup kakaknya seperti ini.

"Sudah, Leos. Aku lelah."

Leos tidak berbicara lagi tentang Hans. Ia memutar lagu dan mempercepat perjalanannya agar cepat sampai dirumah.

Leos sudah tidak tega melihat kakaknya yang terjatuh hanya karena seorang lelaki brengsek seperti Hans.

-------------

Tunggu up selanjutnya ya~

H-6

Elena merasa khawatir dengan telpon dari Leos semalam yang tidak bisa menghubungi Lucy. Jadi pagi ini Elena mendatangi rumah Lucy.

"Lucy!" panggil Elena ke kamar tidur Lucy. Lucy masih tertidur pulas. Sudah jam setengah sembilan pagi dan ia belum bangun dan siap-siap berangkat kerja.

"Lucy, ayo bangun!" panggil Elena lagi menggoyangkan tubuh Lucy. Lalu Elena membuka tirai di kamar Lucy agar lebih terlihat terang.

Lucy mengerjapkan matanya. Sangat silau dengan cahaya matahari. Kamarnya yang besar dan terlihat agak berantakan dengan berbagai macam peralatan desainnya.

"Sudah siang, kamu tidak kerja? Kemarin kemana saja tidak bisa dihubungi?" tanya Elena khawatir.

Lucy menutup matanya kembali dengan bantal. Elena menarik bantal itu dan memasang wajah serius

"Kau tidak mau menjawabku?" tanya Elena. Tapi tidak lama kemudian, Leos masuk ke kamar Lucy.

"Lupakan saja, Elen. Dia akan putus cinta dengan pacarnya." kata Leos. Lucy semakin sebal dengan Leos.

"Apa? Putus cinta? Bahkan aku tidak tahu siapa pacarmu sampai sekarang." kata Elena.

"Orang biasa-biasa saja mana mungkin dikenalkan padamu. Kalau pengusaha berlian baru akan dikenalkan." ucap Leos sebal dengan siapa pacar kakaknya.

Leos pergi dari kamar Lucy. Elena menatap Lucy dengan cemas.

"Lucy, apa itu benar?" tanya Elena.

"Tidak usah dengarkan Leos. Tahu sendiri dia bagaimana. Dan kau, kenapa ada disini? Pernikahanmu sebentar lagi dan masih saja sempat main kemari." kata Lucy takut Elena akan mengorek informasi lebih banyak tentang Hans.

"Kenapa Lucy, kenapa kamu tidak pernah cerita soal pacarmu?"

"Semua sudah berakhir, Elen. Tidak ada yang perlu kuceritakan. Sekarang, kau mau kemana? Aku akan mengantarmu hari ini." kata Lucy mengalihkan pembicaraannya.

"Kau yakin baik-baik saja?" tanya Elen sekali lagi.

"Iya, i'm fine. Really really fine. Kamu mau kemana sekarang? Ke salon?" tanya Lucy dengan wajah yang sumringah.

Sebenarnya, Elena tidak butuh pergi ke salon. Tapi sepertinya hari ini ia perlu merubah mood Lucy menjadi lebih baik.

"Baiklah. Cepat siap-siap! Kita makan dulu!" jawab Elena semangat.

"Oke. Tunggu lima belas menit ya! Kau tunggu dibawah. Ada Leos kok." kata Lucy memintanya keluar sebentar.

"Oke. Aku kebawah." Elena meninggalkan kamar Lucy. Lucy mengambil hapenya yang sudah bergetar sejak tadi.

Hans.

****

"Kamu mau pergi?" tanya Leos yang sedang mengambil telur dan roti untuk sarapannya.

"Iya dengan Lucy." jawab Elena melihat sarapan yang ada di meja makan.

"Ambillah. Kau seperti tidak pernah main kemari saja." kata Leos mempersilakan Elena dengan santai.

"Aku tunggu Lucy." jawab Elena.

"Kau tidak tahu dia kalau dandan itu lama banget." kata Leos mengunyah gigitan pertamanya.

"Apa yang terjadi dengan Lucy?" tanya Elena tanpa basa basi lagi.

"Dia hanya ingin putus dengan pacarnya. Jalan pikirannya dan kepribadiannya sudah berbeda. Sudah tidak bisa dipaksakan." jawab Leos dengan santai.

"Siapa orang itu Leos?" Elena sangat geram sekali dengan lelaki ini.

"Ada aku, Elen. Kau tenang saja. Selama ada aku tidak akan terjadi apa-apa pada Lucy. Sekarang, makanlah. Jangan bicara terus." kata Leos mengakhiri pembicaraannya tentang Lucy.

"Ah, aku hampir lupa." kata Leos tiba-tiba.

"Kemarin kamu bilang, menikah dengan pria itu karena apa?"

"Oh. Itu. Karena dia tangan kanan ayahku."

"Kamu yakin menikah dengan dia? Maksudku, apa ayahmu semudah itu menikahkanmu yang bukan dari kalangan pengusaha juga?" tanya Leos dengan heran.

"Kamu sedang mau cari tau apa?" tanya Elena penasaran.

"Yah. Kamu tahu. Kamu dan Lucy orang yang paling ingin aku lindungi. Jika sesuatu terjadi antara kalian berdua, aku akan maju dengan cepat." jawab Leos sambil menggigit potongan rotinya lagi.

Tidak lama kemudian, Lucy ikut sarapan. Pembicaraan Leos dan Elena berakhir sudah.

***

Elena dan Lucy ingin sekali perawatan spa tapi tidak selalu ada waktu. Jadi hari ini mereka akan melakukan spa treatment.

Elena dan Lucy sedang di pijat di bagian punggung. Posisi mereka tengkurap. Mereka merasa nyaman dengan treatment itu.

"Apa kau sudah memutuskan gaun yang mana?" tanya Lucy pada Elena.

"Aku belum memutuskan. Bagaimana kalau hari ini kita coba fitting baju?" tanya Elena.

"Ide yang bagus." jawab Lucy dengan mata terpejam.

"Kau ingin belanja juga?" tanya Elena dengan suara pelan menikmati pijitan dari spa treatmentnya.

"Kau ingin menghiburku?" tanya Lucy sudah mulai penasaran. Elena yang akan menikah tapi kenapa Elena yang sibuk mengurus perasaan Lucy.

"Aku ingin kamu bahagia Lucy."

"Aku sudah bahagia."

"Matamu mengatakan tidak."

"Aku hanya ada sedikit masalah." jawab Lucy tersenyum. Ternyata Elena mengerti perasaannya.

"Kalau tidak bisa cerita sekarang, ceritalah suatu hari nanti." Elena tidak memaksa Lucy. Karena itu hanya akan membebaninya.

"Baiklah. Suatu hari aku akan cerita."

Elena tersenyum. Mulai sekarang ia tidak akan mendesak Lucy untuk bercerita. Biarlah Lucy yang akan bercerita suatu hari nanti.

***

Leos datang ke studio Lucy. Hari ini Leos janji akan menggantikan pekerjaan Lucy.

Sebenarnya, Leos cukup terampil dalam memilih aksesori dan bahan. Ia selalu memperhatikan dan belajar dari Lucy. Leos cukup dikenal baik di lingkungan karyawannya. Karena walau bicaranya kasar, tapi Leos suka sekali membawa camilan dan makan siang untuk mereka.

Karyawannya pun paham, kalau Leos sedang marah, ia hanya marah karena pekerjaannya saja. Tidak untuk yang lain.

Leos memandangi gaun pengantin yang Lucy buat. Dengan payet yang cantik dan rapi. Gaun yang Lucy buat sepenuh hatinya untuk Elena. Tapi ternyata, Elena menikah dengan pacar Lucy.

Entah takdir atau nasib. Sepahit ini Leos melihat takdir kakaknya. Leos berjanji akan melindungi Lucy apapun yang terjadi.

Sorot mata yang tajam tapi sedih membuat Leos merasa iba dengan Elena dan Lucy. Pria yang sama telah membuat dua wanita yang selalu ia sayangi hancur.

Entah kapan, Leos akan membalasnya.

Hans mendatangi studio Lucy. Ia mencari Lucy melalui karyawannya. Tetapi sia-sia. Ia hanya bertemu dengan Leos.

"Aku sudah bilang pada Lucy akan ke studio." kata Hans.

"Aku dengar kau sudah diputuskan oleh Lucy." kata Leos santai tanpa peduli wajah geram yang ada pada Hans.

"Aku tidak pernah menyetujuinya." jawab Hans.

"Apapun yang Lucy lakukan selama bersama kamu, itu sesuatu yang salah. Kau tau?" kata Leos. Ia berdiri lebih dekat lagi dengan Hans. "Karena kau hanya berasal dari kelas bawah yang mencari jalan pintas untuk jadi orang kelas atas." Leos tersenyum picik.

Hans semakin geram dengan Leos. Ia mengepalkan tangannya bersiap meninju Leos.

"Kau tau? Aku bukan lawan yang mudah. Kau bukan siapa-siapa. Tapi aku dengan mudah bisa menghancurkanmu." kata Leos.

"Aku akan tahu setelahnya, aku akan meninggalkan Lucy atau tidak." kata Hans.

"Ah. Elena. Kau menikahinya sebagai batu loncatan untuk jalan pintas. Kau pikir kau bisa melewatinya?" tanya Leos dengan santai.

"Apa kau ingin merusak pernikahanku dengan Elena?" tanya Hans dengan mata yang membara.

"Kita lihat nanti. Apakah Elena bisa menerimamu sebagai suami setelah tau semua ini." Leos tersenyum dengan bahagia.

"Iya. Kita akan tahu setelah aku menikah dengan Elena." jawab Hans mengendurkan kepalan tangannya. Hans mencoba tersenyum di hadapan Leos. Ia tidak ingin terlihat lemah. Ia harus menegakkan kepalanya. Demi semua berjalan dengan lancar.

------

Tunggu up selanjutnya ya~~

H-5

Saat sarapan pagi, Elena yang merupakan anak pertama dalam keluarga, memikul beban berat dipundaknya. Adiknya Robi Thomas, masih belum bisa dipercaya untuk menjadi penerus usaha ayahnya karena masih usia sekolah. Tapi semua yang didapatkan Elena, Robi tidak pernah merasa iri.

Karena sering kali Robi melihat Elena menangis karena harus menanggung beban keluarga.

"Sudah siap semua untuk pernikahanmu kan, Elena? Semua diserahkan WO?" tanya ayahnya, Sam Thomas.

Elena hanya mengangguk. Setengah tidak yakin. Karena gaun pengantinnya belum selesai dipilih oleh Elena. Ibu Elena, sangat kasihan dengan Elena. Karena pada akhirnya pernikahannya pun ditentukan oleh suaminya.

"Kalau ada yang bisa ibu bantu, katakan saja. Ibu pasti membantumu."

"Aku baik-baik saja, Bu. Persiapan sudah selesai Bu. Hanya tinggal menunggu hari H saja." ucap Elena meyakinkan kedua orangtuanya.

"Hari ini Ayah datang agak siang ke kantor. Selesai makan, kita bicara ya, Elen." kata Ayahnya.

"Iya, Ayah."

Elena tahu. Ayahnya adalah orang yang baik hati. Tidak pada sembarang orang ia menikahkan Elena. Namun, jika suatu hari nanti pilihan Ayahnya adalah suatu yang salah, Sam adalah orang pertama yang akan menyerahkan segala keputusan pada Elena.

Saat di taman belakang rumah, Sam dan Elena duduk bersampingan. Elena merasa agak gemetar karena hari pernikahannya segera tiba.

"Elena." panggil Sam.

"Ya, Ayah."

"Apakah pilihan Ayah benar?" tanya Sam yang sangat khawatir bahwa suatu hari nanti Elena mengalami masalah karena pilihannya.

"Jangan khawatir, Ayah. Kalaupun pilihan Ayah kurang tepat, kita masih bisa memperbaikinya." Elena tersenyum dan menggenggam tangan Sam.

"Ayah takut melukaimu." kata Sam tulus.

"Ayah bilang, Hans orang yang bisa Ayah percaya. Bisa bekerja dengan baik dengan perusahaan. Kalaupun Hans bukan orang yang baik seperti yang Ayah pikirkan selama ini, biarkan aku yang akan menyelesaikannya."

"Kamu yakin, Elen?" tanya Sam cemas.

"Yakin, Ayah. Asalkan Ayah selalu bisa membantu Elen kapanpun. Percayakan perusahaan pada Elen, Ayah. Elen tidak akan mengecewakan Ayah." Elen tersenyum tulus memandangi Sam.

"Ayah pasti akan bantu. Apapun itu. Pada siapa lagi Ayah akan percaya kalau bukan pada anak Ayah sendiri." Sam tersenyum memandang wajah putrinya yang sudah tumbuh dewasa.

"Aku ingin meminta sesuatu Ayah. Dan aku minta agar aku punya sekretaris pribadi. Aku tidak ingin Hans bekerja denganku dalam satu perusahaan Ayah. Perusahaan itu milik Ayah. Yang berhak menjaganya, hanya Ayah, aku dan Robi. Bukan yang lain. Ayah mengerti maksudku kan?"

Sam tersenyum membelai rambut Elena. Sam mengangguk paham dengan apa yang Elena maksudkan. Sekarang, Sam yakin dengan pilihannya. Pada siapa lagi ia harus mempercayakan perusahaannya selain pada anaknya sendiri. Sam melihat tekad yang kuat dari mata Elena.

***

Mulai hari ini, Elena akan datang ke kantor dan mewakili Ayahnya dalam berkas apapun. Walaupun ia tahu, ada Hans yang bekerja disana. Tapi Elena tidak perduli. Perasaan Elena masih belum tumbuh untuk Hans walau ia akan menikah dengannya dalam hitungan hari.

Elena meminta Hans untuk mengumumkan rapat pagi ini dengan semua manajer. Ia masih belum bisa mempercayai seluruh perusahaan ini kepada Hans, walau Sam sudah mempercayainya.

"Selamat pagi. Maaf kehadiran saya mengejutkan kalian, para staff." Elena memberikan salam pada seluruh staff yang hadir dalam ruangan.

"Dimulai hari ini, saya akan membantu pekerjaan ayah saya, Sam Thomas, dalam pengelolaan barang in and out, pembukuan serta manajemen." ucap Elena terdengar sangat tegas.

Seorang staff manajer bagian pengelolaan barang angkat tangan dan bertanya oada Elena.

"Selama ini Bapak Hans yang mengelola. Ibu Elena belum paham betul mengenai pekerjaan yang ada disini." Manajer Dave angkat bicara seolah-olah Elena tidak pantas untuk berada di perusahaan ini.

Elena tersenyum mengendalikan emosi.

"Maka dari itu, Manajer Dave. Saya tidak langsung terjun ke lapangan. Sama seperti karyawan lain. Saya training."

Manajer yang lain mengangguk paham dengan yang diucapkan Elena. Sedangkan Hans tidak begitu paham dengan apa yang terjadi dengan Elena.

"Saya mohon bantuannya." Elena tersenyum dan membungkukan badannya.

***

Hans mengajaknya makan siang. Seperti pasangan kekasih yang lain. Hans memperlakukan Elena dengan baik.

"Di kantin ini makanannya cukup enak."

"Ya, aku akan mencoba makanan di kantin ini." jawab Elena tersenyum. Elena terlihat sangat sederhana. Tidak menonjolkan apapun yang terlihat bahwa ia anak dari pemilik perusahaan.

"Ada apa tiba-tiba ke kantor? Apa ada masalah?" tanya Hans dengan sopan.

"Tidak. Ayahku hanya cemas dengan kantor. Sudah lama ia memintaku untuk turun tangan dalam masalah perusahaan. Entah mengapa, hari ini aku tergerak untuk maju langsung dalam urusan perusahaan." jelas Elena dengan percaya diri.

"Mungkin kau butuh waktu untuk mempelajari semuanya. Bersabarlah. Aku akan mengajarimu."

"Ya. Mohon bantuanmu, Hans. Dan untuk persiapan pernikahan, semua sudah selesai. Yang tersisa hanyalah gaun pengantinku." kata Elena.

"Apa kau belum memilih gaun pengantin?" tanya Hans dengan bingung.

"Aku akan menyelesaikannya dengan cepat. Untuk hari ini aku ingin mempelajari bagian barang masuk dan keluar dulu." jawab Elena tersenyum dan berjalan menuju kantin.

Hans sangat cemas. Bagaimana bisa hanya gaun pengantin Elena yang belum selesai sedangkan persiapan yang lain sudah selesai dengan wedding organizer.

***

Sepulang kerja, Hans menunggu sampai Elena menyelesaikan pekerjaannya.

Hans mengetuk pintu ruang kerja Elena.

"Apa kau ingin pulang sekarang?" tanya Hans tersenyum.

Elena yang sudah lelah, merapikan baju dan rambutnya yang terlihat berantakan.

"Baiklah, aku pulang." kata Elena.

"Aku akan mengantarmu." kata Hans tersenyum Elena mengangguk pelan. Tanpa membalas senyuman Hans.

Dalam perjalanan pulang Elena tidak terlalu banyak memulai pembicaraan dengan Hans. Hans lebih cenderung memulai perbincangan dengan Elena.

"Undangan sudah di sebar semua, Elen. Tinggal menghitung hari. Ku harap semua persiapan akan berjalan dengan lancar."

"Ya, Hans. Kuharap begitu. Walau terkadang aku tidak terlalu yakin, apakah pernikahan ini perlu dilaksanakan atau tidak." jawab Elena dengan bersandar di jok mobil.

"Kenapa bicara begitu, Elena?" tanya Hans sedikit merasa cemas.

"Hans. Apakah kau pernah berpikir mencintaiku walau hanya sebentar?"

Hans yang bingung langsung menginjak pedal rem dengan perlahan.

"Kenapa kau bertanya begitu, Elena?"

tanya Hans cemas menatap Elena.

"Karena kau tidak terlihat benar-benar ingin menikah denganku." jawab Elena.

"Apakah hanya Ayahku yang menginginkan ini?" tanya Elena sudah jenuh dengan sikap Hans.

"Maafkan aku, Elena. Seharusnya aku lebih memperhatikanmu." kata Hans.

Elena menghela napas dan memejamkan matanya.

"Baiklah. Aku akan mengatur semuanya dan akan kupastikan kau tetap bekerja."

kata Elena.

"Apa maksudmu memastikan aku tetap bekerja?" tanya Hans semakin bingung sekaligus cemas. Dalam hatinya, Hans sangat takut bahwa ia sangat ketara hanya menginginkan salah satu anak perusahaan Sam.

"Kau membodohi Ayahku dengan segala kepercayaannya sampai Ayahku mau menikahkanku denganmu. Hans. Apa kau pikir semudah itu?" tanya Elena dengan nada yang stabil sehingga tidak mengundang amarah.

Hans terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa.

***

Coming up next, part 4.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!