Malam ini, Tifanny sedang serius belajar di kamarnya untuk ujian esok hari. Tifanny Stuart adalah seorang mahasiswa semester 7 jurusan Bisnis dan Manajemen di Harvard University, Amerika Serikat.
"Fanny!!!" Panggil seseorang dengan suara yang begitu kencang dan memekik telinga. Tak lama terdengar suara ketukan yang sangat keras di pintu kamarnya.
Tifanny menyimpan buku yang tengah ia baca, kemudian ia segera membuka pintu kamarnya.
"Ada apa, Clara?" Tanya Tifanny kepada gadis yang ada di hadapannya.
"Cepat buatkan minuman dan cemilan! Malam ini aku dan teman-temanku akan mengadakan pesta di rumah!" Perintah Clara dengan sorot mata yang tajam.
"Aku sedang belajar, kau tahu kan besok ada ujian? Lagi pula mama dan papa sedang pergi. Bagaimana jika mereka tahu kau mengadakan pesta di rumah?" Tifanny menolak.
"Jika kau tidak mau, aku akan menyuruh adikmu untuk melayani teman-temanku!" Clara membalikan badannya dan segera pergi dari depan kamar Tifanny.
"Baiklah, aku akan turun!" Tifanny menghela nafasnya.
Clara adalah saudara tiri dari Tifanny. Ayah Tifanny menikah dengan ibu Clara saat dirinya duduk di bangku kelas 3 SMP. Clara dan ibunya sangat membenci keberadaan Tifanny dan juga adiknya. Sebenarnya Clara pun memiliki satu adik laki-laki, tetapi adiknya itu memilih tinggal bersama ayahnya dari pada bersama Clara dan ibunya.
Ingatan Tifanny kembali menjelajah kepada waktu saat dirinya duduk di kelas 2 SMP. Saat dirinya dan keluarga masih tinggal di Kota Birmingham, Inggris. Ibu Tifanny memergoki ayahnya sedang bercinta di sebuah hotel dengan seorang wanita yang seorang berkebangsaan Amerika Serikat. Sejak saat itu, ibunya sakit sakitan dan akhirnya meninggal dunia. Setelah ibunya meninggal, ayah Tifanny menikah dengan wanita itu yang tak lain wanita itu adalah ibu dari Clara. Kemudian ayahnya membawa Tifanny dan adiknya ke Amerika Serikat untuk tinggal di rumah istri barunya.
Tifanny selalu mengedepankan belajar agar kelak di masa depan ia bisa sukses dan bisa membawa adiknya pergi jauh dari rumah ini. Semenjak ayahnya berselingkuh di belakang ibunya, Tifanny benar-benar membenci dan tidak percaya apa itu cinta. Maka dari itu, ia sangat menutup diri dari semua lawan jenis yang mendekatinya. Tifanny sungguh tidak ingin menjalin sebuah hubungan dengan pria mana pun, maka dari itu ia belum pernah berpacaran. Tifanny begitu pandai dalam menjaga dirinya dari laki-laki yang berusaha untuk merayunya. Tifanny merasa cinta adalah sebuah kebohongan semata. Jika cinta ada, mungkin ayahnya tidak akan meninggalkan ibunya dan berselingkuh dengan wanita lain yang sekarang sudah menjadi ibu tiri bagi Tifany dan adiknya, begitu pikir Tifanny.
Tifanny terbuyar dari lamunannya. Ia segera turun dan membawakan minuman dan cemilan untuk teman-teman Clara.
"Honey, ayo minum!" Clara menyodorkan minuman kepada Nino, kekasihnya.
"Ah, tidak. Aku bisa ambil sendiri nanti!" Nino menolak. Matanya sedang asik memperhatikan Tifanny yang sedang membawakan cemilan dan minuman untuk teman-teman Clara.
"Kalau begitu aku ke kamar sebentar," Clara berdiri dari duduknya dan langsung berjalan ke arah kamarnya.
Sepeninggal Clara, Nino masih memperhatikan sejengkal demi sejengkal gadis yang ada di hadapannya.
Nino Walsh adalah seorang mahasiswa dari kota Birmingham, Inggris. Ia adalah anak dari seorang pengusaha sukses yang ada di negara Inggris. Nino sendiri adalah teman sekelas Tifany dan Clara di Harvard University. Nino terkenal dengan predikatnya sebagai playboy dan suka bergonta ganti pasangan. Ia tidak pernah menggunakan hati saat mengencani gadis mana pun.
Nino pernah mencintai seorang wanita yang tak lain adalah cinta pertamanya. Akan tetapi wanita itu pernah membuat Nino kecewa dengan begitu dalam, hingga ia berada di titik selalu mempermainkan wanita yang ia kencani. Nino sendiri kuliah di Harvard University karena janjian dengan dua sahabatnya yang bernama Kaivan dan juga Alden yang juga sama sama berasal dari negara Inggris.
"Kau melihat apa sih?" Alden, sahabat dari Nino yang ikut pesta di rumah Clara menyikut pelan tangan Nino.
"Tidak."
"Jangan kau bilang kau memperhatikan gadis itu? Hey, dia sepertinya gadis baik-baik. Kau ingin merusaknya?" Tanya Kaivan yang kerap di sapa Kai sembari meminum wine yang ada di tangannya.
"Cih, aku hanya penasaran dengannya. Kau tahu kan, dia gadis yang sangat tertutup?" Nino masih memperhatikan Tifany yang sedang menyimpan cemilan di atas meja.
"Ingat, saudara Tifanny alias Clara adalah pacarmu!" Alden mengingatkan.
"Clara hanya untuk bermain-main. Jika aku sudah bosan, aku akan meninggalkannnya!" Nino berbisik di telinga Alden.
"Kau ini sungguh tidak berubah!" Alden dan Kaivan tertawa berbarengan.
"Ya, aku seperti kalian, tidak ada bedanya!" Nino menoleh kepada Kaivan dan Alden.
Setelah selesai menyajikan minuman dan cemilan, Tifanny segera berjalan ke arah dapur.
"Kau mau ke mana?" Tanya Kaivan yang melihat Nino beranjak dari duduknya.
"Sebentar!" Nino mengikuti langkah Tifanny menuju dapur.
"Hey?" Nino menyentuh pinggang Tifanny.
"Kau mau apa?" Tifanny menautkan alisnya tajam kepada teman sekelasnya itu.
"Aku hanya ingin mengenalmu lebih dalam. Bisakah kita mengobrol? Kita sudah sekelas selama 7 semester, tetapi kita tidak pernah mengobrol?" Nino tersenyum memandang wajah Tifanny. Entahlah dia begitu penasaran dengan gadis yang ada di hadapannya.
"Aku tidak berminat!" Tifanny hendak pergi meninggalkan dapur.
"Ayolah, jangan jual mahal! Aku tahu hati kecilmu pasti menyukaiku!" Nino memegang tangan Tifanny.
"Jangan kurang ajar!" Tifanny melepaskan tangan Nino dengan kasar.
"Aku tidak suka penolakan, ayo temani aku minum wine!" Nino menarik tangan Tifanny kembali.
"Aku bilang lepaskan!" Tifanny berontak tetapi Nino tak kunjung melepaskan tangannya.
"Lepaskan atau aku bertindak kasar!" Ancam Tifany.
"Silahkan saja! Memang kau bisa apa?" Nino melepaskan tangan Tifanny dan ia menyentuh bibirnya lembut.
Tifany mengambil segelas air dan Byuur.....
Gadis itu menumpahkan minuman yang ada di dalam gelas ke wajah Nino.
"Apa yang kau lakukan?" Nino berteriak kepada Tifanny.
Semua orang yang sedang berada di ruang tengah langsung berlari menuju dapur ketika mendengar teriakan Nino.
"Apa yang kau lakukan pada kekasihku?" Clara berteriak kepada saudara tirinya itu.
"Kekasihmu kurang ajar padaku!" Tifanny balas berteriak kepada Clara.
"Honey, wajahmu basah begini!" Clara segera mengambil tisu dan mengelap wajah Nino dengan tisu itu.
"Saudaramu ingin bermain main denganku rupanya," Nino tersenyum sinis.
"Kau tahu siapa yang kau siram itu? Dia kekasihku!" Clara berjalan menuju Tifany dan mengapit pipinya.
"Lepaskan!" Tifany melepaskan tangan Clara dengan kasar.
"Kau kira aku takut padamu, hah? Aku melayani teman-temanmu yang tak berguna itu karena aku takut adikku yang kau suruh untuk melayani para pria hidung belang ini," Tifany menunjuk kepada semua yang hadir malam ini.
"Kau!" Tangan Clara terangkat untuk memukul pipi saudara tirinya.
"Jangan kau kira aku akan diam saat kau menindasku!" Tifany memegang tangan Clara yang akan menyentuh pipinya.
"Sudahlah, Honey. Biarkan saja dia!" Nino membawa Clara menjauh dari dapur.
"Dasar gadis aneh!" Kaivan dan Alden tersenyum sinis dan ikut berlalu dari sana.
"Kakak, ada apa?" Meghan, adik dari Tifany mendekat ke arah kakaknya yang berada di dapur.
"Tidak ada apa- apa. Ayo kau segeralah untuk tidur!" Tifany mengelus kepala Meghan yang masih duduk di kelas 1 SMA itu. Kemudian ia membawa adiknya menuju kamar miliknya.
...Visual Tokoh...
1. Tifanny Stuart
...
2. Nino Walsh
3. Visual Clara (Saudara tiri Tifanny/kekasih Nino)
4. Visual Alden (Teman Nino)
5. Visual Kaivan (Teman Nino)
6. Visual Meghan (Adik Tifanny)
Source : Instagram dan Pinterest
...Jangan lupa like, komentar, rate 5 dan favorit ya untuk mendukung author. Terima kasih ❤...
"Sayang, maaf aku terlambat!" Seru seorang wanita yang bernama Arabella. Arabella adalah sahabat dari Clara sekaligus kekasih dari Kaivan/sahabat Nino.
Arabella terduduk di samping kekasihnya yang tak lain adalah Kaivan.
"Hey semua! Aku membawa wine untuk kita semua!" Arabella berteriak. Kemudian semua orang yang hadir di pesta bertepuk tangan.
"Aku sudah menyediakan wine padahal di sini, Bell," ucap Clara kepara Arabella.
"Tidak apa. Oh iya, mengapa wajah kalian di tekuk seperti itu sih?" Arabella memperhatikan semua orang yang ada di sana.
"Jangan bilang jika saudara tirimu itu mengacaukan pesta kita?" Arabella memandang Clara.
"Ya, seperti biasa. Kali ini dia menyiram wajah Nino," Clara menyenderkan wajahnya di bahu Nino.
"Dia memang kurang ajar!" Arabella berkata dengan geram.
"Sudahlah, mengapa kau jadi marah-marah?" Kai menoleh kepada kekasihnya sembari meneguk wine yang ada di gelasnya.
"Mending kita pesta lagi!" Alden mengocok botol wine yang ada di tangannya.
"Oh iya, Cla? Bisa kita bicara?" Arabella mendekat ke arah Clara.
"Ada apa?" Tanya Clara penasaran.
"Ayo ikut aku ke dapur!" Arabella menarik tangan Clara.
"Cla, kau ingat misi kita malam ini apa?" Arabella berbisik di telinga Clara.
"Iya, aku sudah paham. Mana obatnya?" Clara menadahkan tangannya di hadapan Arabella.
"Kau yakin rencana ini berhasil?" Tanya Clara saat Arabella menyimpan suatu obat di tangannya.
"Tentu saja. Itu adalah obat perangs*ng. Kau tahu kan? Kai sangat susah di ajak bermesraan. Aku ingin dia meminum obat perangs*ng itu dan tidur bersamaku malam ini," Arabella tersenyum licik.
Kai, kekasih dari Arabella yang tak lain adalah sahabat dari Nino sangat berbeda dengan Alden dan Nino, Kai tidak pernah sampai tidur dengan wanita mana pun. Ia benar benar sangat menjaga dirinya sendiri. Arabella selalu menggoda pria itu untuk tidur dengannya, tetapi Kai tidak pernah bergeming, ia tidak pernah mau menyentuh wanita yang tidak akan ia nikahi.
"Baiklah. Sana kau duduk dengan kekasihmu! Aku akan mencampurkan obat ini ke gelas miliknya," perintah Clara cepat.
"Senang bisa mempunyai sahabat sepertimu," Arabella tersenyum, kemudian ia segera meninggalkan Clara di dapur.
Clara mengambil segelas air mineral kemudian ia mencampurkan obat perangs*ng yang dibawa Arabella.
"Ah, Kai. Kau memang perlu tahu bagaimana rasanya happy happy!" Clara tersenyum dan memasukan obat itu ke dalam gelas.
"Clara, bisa ambilkan aku cemilan lagi!" Nino masuk ke dalam dapur.
"Tentu saja, honey. Tunggu!" Clara berjalan ke luar dari dapur dan lupa akan segelas air yang telah ia berikan obat itu.
Setelah mengambil cemilan dari Nino, Clara ikut berpesta bersama teman-temannya. Semua sudah mabuk dan tak ingat apapun lagi, kecuali Nino, Alden dan Kai. Mereka memang hanya mencicipi satu gelas wine saja dan tidak pernah membiarkan dirinya mabuk.
"Aku pergi dulu!" Kai beranjak dari duduknya. Ia pun segera pergi meninggalkan teman teman dan kekasihnya yang tengah mabuk berat.
"Arabella bagaimana, Kai?" Nino berteriak.
"Biarkan saja. Aku malas sekali menggendong tubuhnya," Kai berlalu dari rumah Clara.
Nino dan Alden pun kembali terduduk di sofa dan menatap teman-temannya yang sudah tak sadarkan diri.
Sementara itu, Tifanny yang kehausan ke luar dari kamarnya, ia berjalan ke arah dapur. Ketika Tifanny akan membuka kulkas, ia melihat segelas air mineral yang ada di atas meja. Sementara itu, Nino yang melihat Tifany berjalan ke arah dapur segera mengikuti langkah wanita itu.
"Ah, sepertinya ini belum di minum oleh siapapun!" Tifanny mengambil gelas yang sudah Clara campurkan dengan obat perangs*ng.
Ia meminum air itu sampai tandas ke dasar gelas.
"Rasanya benar-benar segar!" Tifanny menyimpan kembali gelas itu di atas meja.
Saat ia berjalan tiba-tiba kepalanya merasakan pusing. Ia pun merasakan sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya.
"Aku kenapa?" Tifany mengibaskan tangannya untuk mengusir hawa panas yang ada di tubuhnya.
"Hey, kau sedang apa?" Sapa Nino yang tiba-tiba muncul dari balik dapur.
Tifanny tidak menjawab, ia sedang meggerak-gerakan tangannya untuk mengusir rasa panas yang ada.
"Kau kenapa?" Nino memperhatikan Tifanny.
Tifanny merasa ada yang tidak beres dengan dirinya, ia berdiri dan mulai mengatur nafas karena merasakan sesuatu yang salah pada dirinya.
"Kau ini sangat aneh!" Nino terus memperhatikan tingkah Tifanny.
Tifanny langsung berjalan menghampiri Nino. Ia langsung memeluk Nino dengan begitu agresif.
"Wow, wow kau kenapa?" Nino tertawa saat Tifanny memeluknya.
"Tolong aku!" Tifanny berkata dengan parau. Tangan Tifanny mencengkram baju Nino, ia sungguh menahan sekuat tenaga dorongan salah yang ada dalam tubuhnya.
"Kau sepertinya meminum sesuatu yang salah!" Nino menyimpulkan.
"Aku tidak tahu. Tadi aku meminum air yang ada di dalam gelas!" Nafas Tifanny terlihat semakin cepat.
Nino melepaskan pelukan Tifanny dan segera berjalan menuju gelas yang disimpan di meja tadi.
"Wanginya aku kenal. Sepertinya ini French S*xy Gum," batin Nino saat mencium aroma gelas itu.
"Tapi siapa yang menyimpan obat seperti ini di dalam gelas?" Batin Nino kembali. Ia segera berjalan menuju kulkas dan mengambil susu murni dan air kelapa yang ada di dalam kulkas.
"Minumlah! Ini akan menetralkan tubuhmu!" Nino memberikan susu murni itu dan membantu Tifanny untuk meminumnya.
Tifanny menghabiskan susu murni yang diberikan Nino.
"Bagaimana? Apa yang kau rasakan?" Tanya Nino sembari memperhatikan wajah Tifanny.
"Aku ingin tidur denganmu!" Pandangan Tifanny masih berkabut.
"Baiklah, ayo!" Nino tersenyum penuh arti. Ia membawa Tifanny ke ruangan yang ada di sebelah dapur. Ruangan itu adalah kamar tamu.
"Tidurlah!" Perintah Nino. Ia memperhatikan Tifanny yang merebahkan dirinya di atas kasur.
Perlahan gadis itu mulai tenang. Mungkin efek dari susu murni dan air kelapa yang diberikan Nino.
Nino hanya menatap gadis yang ada di hadapannya.
"Seburuk buruknya aku, aku tidak akan pernah memanfaatkan situasi untuk menjahati seorang gadis. Aku tahu kau wanita baik-baik! Walau kau dalam pengaruh obat itu, tetapi kau masih bisa mengontrol dirimu," Nino terduduk dan memperhatikan Tifanny yang mulai tertidur di atas kasur. Dirinya mun terduduk di kursi yang ada di sebelah kasur itu.
Pagi hari...
"Mengapa aku tertidur di sini?" Tanya Tifanny saat menemukan dirinya ada di kamar tamu.
Ia mencoba mengingat kejadian semalam. Tifanny membelalakan matanya saat mengingat ia dan Nino masuk ke dalam kamar.
"Tidak, apa yang dia lakukan?" Tifanny bertanya dengan panik. Ia mencari sekelebat orang yang masuk bersamanya ke dalam kamar saat malam tadi.
"Dia tidak ada. Bajuku pun lengkap. Aku rasa semuanya baik-baik saja," Tifanny meyakinkan dirinya. Kemudian ia melirik jam yang ada di sebelah kasur.
"Oh tidak. Aku akan terlambat!" Tifanny segera berdiri dan berlari menuju kamarnya.
"Bagus ya? Jam segini baru bangun!" Clara menatap tajam ke arah Tifanny.
Tifanny tidak menghiraukan ocehan saudara tirinya itu dan dengan cepat berlari menuju kamarnya. Tifanny pun segera bersiap siap karena setengah jam lagi perkuliahan akan segera di mulai.
"Tunggu! Mengapa kau tadi ke luar dari kamar tamu?" Clara menyipitkan kedua matanya.
"Emm. A-aku hanya ingin merasakan tidur di kamar tamu!" Tifanny menjawab dengan gugup.
"Tidak seperti biasanya!" Jawab Clara masih dengan raut wajah yang penasaran.
"Clara, bisakah hari ini aku ikut denganmu ke kampus?" Pinta Tifanny. Clara memang diberikan mobil untuk berangkat ke kampus. Sedangkan Tifanny sehari hari biasa naik bus untuk sampai di kampusnya.
"Aku tidak mau," Clara langsung menolak.
"Aku mohon kali ini saja! Ya? Hari ini ada ujian," Tifanny memohon.
"Tidak. Aku tidak sudi berdekatan denganmu," Clara langsung mengambil kunci mobil miliknya dan bergegas untuk sampai di kampus.
"Clara tunggu!" Tifanny berteriak saat mobil Clara meninggalkan halaman rumahnya.
"Dia benar-benar menyebalkan!" Tifanny menghembuskan nafasnya kasar. Lalu ia memutuskan untuk naik taksi saja hari ini.
Setelah 15 menit, Tifanny sampai di kampusnya. Ia berlari dengan sangat cepat karena sepertinya kelas sudah di mulai.
"Mudah-mudahan aku bisa masuk!" Tifanny mengatur nafasnya saat ia sudah sampai di depan pintu ruangan kelasnya.
"Maaf, saya terlambat!" Tifanny berkata dengan sopan kepada dosen yang tengah membagikan kertas ujian hari ini.
"Duduklah!" Perintah dosen itu. Tifanny pun menghembuskan nafasnya lega. Untung saja hari ini dosennya sedang berbaik hati. Biasanya ia sangat tidak menyukai mahasiswa yang datang terlambat.
Saat Tifanny akan duduk di kursinya, ia melihat Nino tengah tersenyum menatapnya.
"Kau kenapa?" Kai yang duduk di samping Nino memperhatikan wajah sahabatnya.
"Tidak."
"Kai, Nino? Bantu aku untuk mengerjakan ujian kali ini ya?" Alden berbisik.
"Kalian jika ingin ngobrol di luar saja, jangan di kelas ini!" Dosen memperingatkan Nino, Kai dan Alden.
Mereka pun segera diam saat mendengar ucapan dosen killer itu. Semua mahasiswa mengerjakan ujian hari ini dengan tertib. Tifanny pun bisa mengerjakan semua soal dengan baik dan tidak menemukan kesulitan yang berarti.
"Fan, ayo kita ke kantin!" Ajak Elora, teman Tifanny.
"Ayo!" Tifanny menggandeng tangan teman baiknya itu.
Saat Tifanny sampai di kantin, ia berpapasan dengan Nino, Kai dan juga Alden.
"Hey Tifanny!" Sapa Nino dengan senyuman yang menghiasi wajahnya.
Tifanny tidak menjawab sapaan dari teman sekelasnya itu. Ia segera berjalan menjauh dari Nino.
"Kau ini mengapa bersikap dingin lagi terhadapku? Padahal semalam kau merengek meminta tidur bersamaku!" Nino menahan tangan Tifanny.
Wajah Tifanny seakan terbakar mendengar ucapan Nino. Ia sangat kaget dengan apa yang Nino katakan, begitu pun dengan Kai, Alden dan Elora yang mendengar.
"Kau ini bicara apa?" Tifanny memandang Nino dengan kesal.
"Aku hanya membicarakan kebenaran!" Nino mengambil rambut Tifanny dan memainkannya sedikit.
"Jangan sentuh aku!" Tifanny menjauhkan kepalanya.
"Tidak usah sok jual mahal!" Nino tersenyum meledek.
"Ayo El! Tidak usah di ladeni!" Tifanny menarik tangan Elora untuk menjauh dari Nino, Alden dan juga Kai.
"Apa yang kau katakan tadi serius?" Tanya Alden kepada Nino saat mereka mendudukan dirinya di kursi yang ada di kantin.
"Tentu saja aku serius," Nino menjawab dengan penuh penekanan.
"Kau jangan berkhayal! Dia saja seperti tidak tertarik denganmu!" Kai tertawa meledek.
"Aku benar-benar serius. Semalam dia memintaku untuk tidur dengannya! Sepertinya ada yang menaruh sesuatu pada gelasnya semalam," Nino menjelaskan.
"Kalian harus lebih berhati-hati! Bisa jadi itu pekerjaan teman kita dan kita yang jadi sasarannya," Nino mengingatkan.
Alden dan Kai tampak kaget mendengar ucapan Nino.
"Kau tidak menyentuhnya kan?" Alden bertanya setengah berteriak, sehingga semua yang ada di sana menoleh kepada mereka.
"Tentu saja tidak. Kau pikir aku pria sejahat itu?" Nino merasa tidak terima dengan tuduhan Alden.
"Dia mengingatkanku kepada seseorang," Kai tampak berfikir.
"Pasti mengingatkan pada teman SMA kita yang bernama Alula kan?" Alden menimpali. Alula adalah teman SMA Nino, Alden dan Kai yang sering mereka bully.
"Ya, setiap kali melihatnya aku selalu teringat gadis aneh itu!" Kai meneguk air mineral yang ada di mejanya.
"Kai, kau sepertinya merindukan gadis anehmu itu!" Alden tertawa.
"Tentu saja tidak. Ada apa dengan kalian?" Kai tampak gugup.
Nino kembali menoleh kepada meja Tifanny yang ada di belakangnya.
"Kau tidak usah memperhatikannya. Dia terlihat tidak menyukaimu!" Kai mengingatkan.
"Tidak ada yang tidak menyukaiku!" Nino berkata dengan percaya diri.
"No, kau tidak usah berhalusinasi! Dia Tifanny! Selama sekelas dengannya, aku tidak pernah melihat dia mempunyai hubungan khusus dengan pria manapun," Alden menampik.
"Ya, kurasa Alden benar," Kai menyetujui.
"Aku hanya perlu mendekatinya sedikit. Nanti dia pasti akan tergila gila padaku. Kalian ingin bertaruh denganku?" Nino menantang sahabat-sahabatnya.
"Baiklah, ayo kita bertaruh!" Alden terlihat bersemangat.
"No, jangan di ladeni! Aku kira kau akan kalah," Kai mengingatkan.
"Jangan panggil aku Nino jika aku tidak bisa membuatnya jatuh cinta padaku!" Nino menaikan sudut bibirnya ke atas.
"Jika kau bisa menjadikan Tifanny kekasihmu, aku akan memberikan mobilku!" Alden menyimpan kunci mobil ke atas meja.
"Kai, kau tidak ikut bertaruh?" Alden menoleh kepada Kai.
"Baiklah, aku ikut. Jika kau berhasil, aku akan memberikan apartemenku yang ada di kawasan Beverly Hills," Kai melempar kunci apartemen miliknya
"Dan bagaimana jika kau kalah?" Kai melirik kepada Nino.
"Jika aku kalah, aku akan menanggung uang saku kalian selama setahun!"
"Yang lain saja. Aku tidak tertarik," Alden dan Kai menolak.
"Aku tahu. Jika kau kalah, kau harus berlari di atas jembatan Brooklyn dengan memakai celana pendek bergambar Dora dan selama kau berlari kau harus berteriak jika kau seorang pecundang!" Alden memberikan ide.
Kai yang mendengar langsung tertawa dengan kencang.
"Tidak, jangan itu! Kalau kau kalah, kau harus mengerjakan skripsiku dan Alden. Bagaimana?" Kai memberikan penawaran.
"Kau gila?" Nino Berteriak kepada sahabatnya.
"Jika kau menolak berarti kau tidak yakin kau akan menang," Alden tersenyum meledek.
"Ya, kau sudah menyerah terlebih dulu!" Kai membenarkan.
"Baiklah, aku terima tawaran kalian. Jika aku kalah, aku akan mengerjakan skripsi kalian!" Nino akhirnya menyetujui.
"Baiklah, kita lihat! Tenggang waktu taruhan kita hanya sampai akhir semester ini," ucap Alden.
"Aku setuju," jawab Nino dan Kai.
Sementara itu Tifanny sesekali melirik ke meja Nino, Alden dan Kai.
"Aku harus meminta penjelasan padanya mengenai kejadian semalam," batin Tifanny. Ia sangat khawatir ada yang terjadi antara dirinya dan Nino saat malam tadi.
Dear para readers : Harap tinggalkan jejak kehadiran kalian berupa like, coment atau vote untuk mendukung author. Terima kasih 🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!