"Pah ... Pah ...!" panggilku
"Hmmm," enteng sekali dia jawab hanya dengan deheman padahal dari tadi kupanggil dibelakang.
"Minta uang belanja!" kutodongkan tangan mengarah tepat dimukanya yang sedang khusuk dengan gawai.
"Ya kan baru kemarin 50 ribu. Masa udah habis aja boros amat sih@" jawabnya santai sambil kembali memainkan game sialan itu di HPnya.
"Kemarin ya kemarin, sekarang udah habis pah. Kamu gak tau sih bahan-bahan semua pada naik!" ujarku panjang kali lebar. Sebenarnya kalo tidak ingat dosa ingin sekali kugetok kepalanya pake pantat panci.
"Ya kamu belanjanya jangan yang lagi mahal. cari aja yang murah-murah kan banyak." masih dengan sikap santainya lalu meraih rokok di atas meja, bangun dari duduknya lalu pergi keteras.
Dianggapnya apa aku ini? hanya seonggok daging kah baginya? aku yang jelas-jelas berdiri di depan matanya, malah ditinggalkan begitu saja.
'Huh ... dasar pelit ...!' jerit batinku.
Aku tau jika sudah begitu, sekeras apapun aku meminta tidak akan diberi olehnya. Padahal kalo dihitung-hitung biaya kuota dan rokok dia saja dalam sehari lebih dari Rp. 30.000,- sedangkan aku diberinya uang Rp.50.000,- untuk 2 hari. Ya tuhan pusing kepalaku.
Kuberjalan kedapur untuk memeriksa sisa-sisa bahan masakan, barangkali ada yang bisa aku masak untuk sarapan anakku pagi ini.
Ternyata sisa beras yang kupunya hanya tinggal 1 gelas saja. Dikulkas ada 1 butir telur lagi.
Akhirnya kubuatlah bubur dengan ditambah telur didalamnya, dan kuiris bawang merah untuk dijadikan bawang goreng sebagai bahan pelengkapnya. Teringat masih ada sisa kerupuk mentah yang kugantung dirak piring. Ku goreng juga sebagai pelengkap.
Kuolah bahan-bahan itu, lalu memasak semuanya. Kuicip sedikit untuk memastikan rasanya pas. Setelah selesai kupanggil dua anakku.
"Arya ... Ani ... Sini sarapan dulu." Teriakku agak kencang memanggil mereka yang sedang asyik melihat kartun pagi itu.
Kusodorkan piring yang sudah berisi bubur berikut pelangkapnya. kecap, bawang goreng dan juga kerupuk sisa kemarin.
"Asiik makan bubur ...!" ucap sibungsu kegirangan.
Namun, entah mengapa hatiku teriris dibuatnya. Aku merasa kecewa pada diriku sendiri.
"Mana piring Papah Ma? kok gak disendokin sekalian?!" tiba-tiba si pelit datang meminta sarapan, padahal tadi ketika kuminta uang belanja ia malah melengos.
'Baiklah akan kubalas keacuhanmu tadi!' sambil menyeringai bak iblis.
Kusendok lagi sepiring bubur keatas piring berikut pelengkapnya. Namun, kutuang semua bawang goreng dan juga kerupuk diatas piringku, kuberi kecap lalu mulai menyantapnya.
"loh... loh kirain itu buat Papah. kok malah dimakan?"
"Siniin Mah, Papa lapar nih!" mencoba meraih piring berisi buburku.
"Enak aja main ambil, usaha sendiri kenapa sih! tuh ambil dipanci!" semprotku sambil menunjuk panci yang kusisakan sedikit lagi bubur didalamnya.
"Apaan ni mah, sedikit amat gak sampe satu centong, ini mah paling 3 suap. Mana bisa bikin kenyang." Protesnya lagi.
"Kamu ngasih sedikit uang tapi mintanya banyak. Sisaanya emang cuma segitu uang belanja yang kemarin! kalo mau kenyang, kasih uang belanjanya yang cukup." Tak kalah sengit kubalas umpatannya.
"Alah ujung-ujungnya duit lagi duit lagi kamu." sambil nyerocos dikeluarkanya dompet lusuhnya, lalu terlihat mencari-cari sesuatu.
'Yes, misi ku berhasil,' akhirnya mau ngeluarin duit juga dia. Tapi ... Kenapa harus pilih-pilih sih, lama lagi.
'Apa lagi nyari yang paling gede ya, kan dia mau makan enak?' dalam hati aku berteriak kegirangan.
"Nih ....!" seraya menyodorkan uang Rp. 20.000,-
"What ....!?" mataku melotot dan mulut membulat tak percaya dengan yang kulihat.
Kukibas-kibaskan uang itu berharap ada yang menempel lagi mungkin dibelakangnya. Namun hasilnya nihil, hanya selembar itu sajalah.
Bukannya aku tak bersyukur tapi bagaimana aku mengelola uang segitu dengan kebutuhan yang meroket sepert sekarang. Uang itu untuk makan 4 orang makan pagi, siang dan malam.
Suamiku bukan tak mampu. dia berkerja sebagai OBdisebuah kantor pembuatan reklame.
Pernah kucari tau gaji lewat temannya yang sengaja kucuri nonya dari ponsel suamiku. Ternyata gaji suamiku Rp. 3.500.000,- belum termasuk uang lemburan, belum lagi sering mendapat upah jika ada orang kantor yang menyuruhnya membeli sesuatu.
Suamiku itu tidak memiliki hutang setauku. Karna motor yang dipakainya sehari-haripun diberikan oleh kedua orangtuanya agar dia semangat bekerja.
Akupun tak pernah memegang uang gajinya. setiap hari kupegang paling banyak Rp. 50.000,- saja itupun kadang dipaksa harus cukup untuk 2 hari
🍂🍂🍂
Kulangkahkan kaki menuju tukang sayur didepan gang. Dalam perjalan aku berfikir keras hendak memasak apa hari ini.
Hanya ada sisa Rp.12000,- sisa membeli besar yang satu liternya Rp. 8000,- masih harus kusisakan untuk jajan kedua anakku masing-masing Rp. 2000,-
Berarti sisa uang hanya Rp. 8000,- untuk membeli lauk. Kalu aku masak apa???
Sampai ditukang sayur aku tercenung menatap sayur mayur didepan mata. Aku hendak membeli tempe tapi aku tak punya minyak dan juga bumbu karna semua bahan habis terpakai untuk membuat bahan bubur tadi.
Sedang asik melamun tiba-tiba bahuku ditepuk oleh seseorang.
"Mbak, kok malah bengong sih. Ayo dipilih sayurannya masih seger-seger loh ini," tegur Mang Korim, tukang sayur mengagetkanku dalam lamunan.
"Iya Mang sabar napa, ini juga lagi mikir." Protesku.
dijawan dengan ber "O"ria oleh Mang Korim.
Dan aku kembali tercenung didepan gerobak sayurnya. menghitung dan memilah sampai akhirnya aku melihat seplastik besar kerupuk tergantung diujung gerobak.
"Mang krupuknya berapaan nih?" tanyaku sambil menunjukkan kerupuk yang kumaksud.
"Oh itu murah sekarung cuma goceng aja," jawabnya dengan enteng. Hmmm ... sekarung maksudnya tentu bukan dalam arti yang sebenarnya ya hihihi.
Seketika senyumku mengembang, kutarik kerupuk itu dari ikatannya, segera kubayar lalu berlalu begitu saja.
"Nih Nang kerupuknya satu ya, sambil menyodorkan uang pecahan Rp. 5000,-"
Mang korim yang melihatku hanya membeli kerupuk pun hanya mampu terdiam dalam bingung.
"Biar kuberi makan kerupuk sama kecap aja lelaki pelit itu, emang dikiranya duit segitu banyak apah huh dasar pelittt ....!" pekikku sambil melangkah pulang.
Tak lupa mampir ke warung mpok Minah untuk membeli kecap sachet.
🌸🌸🌸
Sesampainya dirumah kulihat hanya kedua anakku yang masih asik menontin acara kartun kesayangannya.
Hari ini aku tak perlu repot karna hanya memasak nasi saja. 10 menit aku telah selesai mencuci lalu memasukkannya kedalam majicom.
"Udah mateng ya Mah, kok tumben cepet banget?" tanya suamiku keheranan ketika melihat ku keluar dari didapur tak lebih dari 10 menit saja selepas memasukinya.
"Udah kok, tinggal nungguin Nasi mateng aja," jawabku sesantai mungkin. Padahal hatiku jengkel sangat.
30 menitpun berlalu terdengar bunyi jetrekan dari majicom yang menandakan nasi yang tadi kumasak telah matang.
"Tuh nasinya udah matang, sana buruan sarapan. Katanya udah laparr bangettt?" ujarku yang sebenarnya bukan mengajak tapi mengejek.
Secepat kilat ia bangun dari duduknya dan meletakkan gawau di atas meja.
Dalam hati aku tersenyum geli membayangkan ekspresi kebingungannya. Kuhitung sampai 3 pasti dia akan memanggilku. 1 ... 2 ... 3 ....!
"Ma ... Ini lauknya mana sih kok g ada?" tanyanya berteriak sama seperti teriakan cacing-cacing yang ada diperutnya minta diberi makan.
Kuhela nafas sejenak untuk mengambil ancang-ancang membalas teriakannya. Biarlah dikira tarsan juga hehehe.
"Ada disitu, dilihat yang bener." Jawabku tak kalah kencang.
"Gak ada, kamu jangan macem-macem ya mah sama suami kualat kamu nanti!" teriaknya kembali, kali ini dengan ancaman.
Idih ... Suami yang kayak gimana dulu? kalo suami yang pelit kayak gini sih sekali-kali harus dikasih pelajaran biar tau rasa ....! Namun dalam hati tetap aku meminta ampun pada Allah.
'Ampuni hamba Ya Allah ...' batinku
"Masa sih! coba liat betul- betul tadi aku taro diatas meja kok!" teriakku masih sekencang mungkin padahal jarak ruang tamu ke dapur tidaklah lebih dari 10 langkah. Maklumlah rumah minimalis.
"Ga ada apa-apa, dimeja cuma ada kerupuk aja," jawabnya dengan nada yang mulai kesal.
"Lah itu dia lauknya pah, sama itu disitukan ada kecap sachetan ya itu pake kecap biar manteeppp!" jawabku sambil menahan tawa.
Lalu kulihat dia keluar dari dapur dengan menenteng kerupuk yang kumaksud.
"Yang bener aja kamu, masa aku disuruh makan sama kerupuk doang!" protesnya.
Meihatnya protes aku jadi semakin berang dibuatnya. Ku bangun perlahan dari duduk lalu menarik nafas sebentar untuk mengurangi kadar emosiku.
"Kamu pikir uang Rp. 20.000,- mu itu dapet apa pah heh...? sekarang aku tantang balik kamu. uang segitu mau kamu beliin apa?" jawabku menantang.
"Alah kamunya aja yang gak bisa atur, payah kamu tuh gak bisa diandalkan!" dilemparnya kerupuk itu kelantai. Lalu berjalan keluar rumah dengan tak lupa membawa handphone menyertainya. Mana mungkin dia lupa sama HPnya itu....!!!
next....
Mendengar jawabannya yang malah mengejekku. Membuatku semakin muak saja dibuatnya. Entah kenapa rasa hormatku sedikit demi sedikit berkurang akibat sikapnya yang sangat egois dan sangat pelit.
Untuk menghilangkan jenuh, Kumainkan gawai, Miris melihat gawai yang kupegang saat ini dengan yang Suami miliki, boleh dikatakan bagaikan majikan dan pembantu. Bagaimana tidak HPnya adalah keluaran terbaru dengan kamera 3, Sedang aku masih setia menggunakan HP hibahan darinya 3 tahun lalu dengan masih kamera 1, ramnya pun hanya 1GB, tapi tetap kusyukuri saja. Yang penting bisa buat memgerjakan tugas online anak-anak sekolah, Meski kadang suka blank akibat kepenuhan memori.
Kubuka Aplikasi berlogo hijau itu. Iseng kubuka-buka status teman yang muncul. Dan terbukalah status dari Mba Mia, Dengan deretan dagangan yang beruntun. Kuperhatikan semua isi statusnya ternyata dia menjualnya dengan harga yang lebih miring dari harga pasaran. Entah mengapa hati kecilku menuntunku untuk menghubunginya. Lantas kuketik sesuatu untuk memulai obrolan.
("Assalamualaikum Mba Mia..") sapaku.
("Walaikum salam Ren, Tumen nih chat Mba") balasnya.
("Iya mba, Aku liat dagangan Mba harganya lebih murah dari sebelah. Kalo boleh aku juga ingin jualin barang dagangan Mba boleh gak,")
("Oh boleh banget dong, Aku emang lagi cari resseler biar makin banyak jangkauan pembeli,"( Mba Mia
("Ehm .... aku tapi gak ada modal mba. Aku cuma bantu jualin boleh gak Mba, soal bagi hasil itu terserah Mba aja.") Aku
("Gimana ya? Soalnya aku pake sistem beli sih! Jadi kalo beli 3 harganya bisa lebih murah. Atau gak gimana kalo sistemnya kamu cari pembeli, nanti kalo ada yang beli Mba yang kirim barangnya, Pembelinya juga transfernya ke Mba. nah nanti keuntungan dari penjualan kamu lebihin sendiri dari harga yang Mba kasih. Nanti uang keuntunganmu bisa kamu ambil di Mba. juga ada bonus kalo kamu bisa jual banyak loh Ren. Gimana kamu minat gak?) tanya Mba Mia.
("Ehm ... gimana yah Mba, sejujurnya aku belum sepenuhnya Faham. Bagaimana kalo besok aku kerumah Mba untuk bicarain ini.") Tawarku.
("Oh... iya emang lebih bagus ngomong langsung biar enak, Ya udah Mba tunggu dirumah ya besok.") Jawabnya
Kuketik "Ok" tanda setuju lalu ku send. Tak sabar untuk segera bertemu besok dan membicarakan perihal bisnis ini. Mudah-mudahan aku bisa dapat penghasilan tambahan untukku dan Anak-anak. Jadi aku tak perlu mengemis minta uang belanja setiap hari sama sipelit itu huh....
Baru saja kuletakkan HP. Lalu hendak bangun dari kursi. Mas Heru si pelit yang tak lain adalah suamiku masuk kerumah dengan menenteng plastik hitam.
"Nih aku jawab tantangan kamu, liat tuh aku belanja tempe 1 papan sama kangkung 2 ikat total cuma 8 ribu aja kok. Kamu uang 20 ribu bilangnya gak dapet apa-apa. Dasar tukang tipu!" berangnya seraya memberikan kantong hitam itu dengan kasar ketanganku.
Kuterima kresek hitam itu lalu kelihat isi didalamnya. Aku jadi ingin ketawa saja saat itu juga. Melihatku yang tertawa, Membuatnya menjadi berang.
"Malah ketawa lagi, bukannya buruan masak ...! Kamu pikir ada yang lucu apa?" Terlihat wajahnya memerah menahan marah dan mungkin juga karena sangat lapar.
"Bagiku sih lucu, coba kamu pikir kalo gak ada minyak plus bumbu gimana ini masakan semua mau matang. Sedangkan semua bahan benar-benar kosong Pah!" Masih mencoba sepelan mungkin dan tetap sabar, bagimanapun dia seorang Suami yang harus aku Hormati.
"Minyak sama bumbu aja kamu gak ada ...! Ya ampun Rena, uang yang aku kasih selama ini untuk apa sih? Kenapa kamu bisanya minta uang terus sih bikin pusing aja. Gak betah dirumah aku jadinya. Mending sarapan diluar aja perutku dari tadi pasti sudah kenyang," lagi-lagi ia keluar rumah begitu saja. Kupejamkan mata sejenak lalu membukanya perlahan. Sungguh muak melihat orang seegois dia.
Biarlah Aku pusing dibuatnya, Setiap hari yang dirinbutin hanya perihal uang sajalah. Tak ada yang lain.
Nex...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!