Jam delapan malam, tepatnya di hari Jum'at. Terlihat seorang anak kecil sedang bermain pesawat mainan di ruang tamu.
Sambil memperagakan suara dengan mulutnya, dia pun mengayunkan pesawat mainannya kekiri dan kekanan.
Sang ayah dan ibunya, hanya tertawa melihat sang anak yang sedang bermainnya itu.
"O ya Pak, bagaimana rencana liburan kita besok?" tanya Rebecca pada Barry Kennedy suaminya.
"Jadi dong Bu." jawab Barry sambil mengelus rambut istrinya.
"Terus untuk mobilnya pak?" tanya lagi Rebecca padanya.
"Pokoknya Kakak gak usah khawatir." jawab Virza yang baru saja datang dan duduk di sebelah Barry.
"Semua sudah di atur Bu, jadi Ibu tenang saja." jawab Barry. Seraya mengambil kopi dan meminumnya.
"Pokoknya Kakak terima bersih aja. Kakak tinggal masak yang enak saja buat persiapan besok, gimana?" ucap Virza yang memang adik kandung dari Rebecca.
"Oke, besok akan aku masakan yang terbaik untuk kalian." tandas Rebecca.
"Asiiiikkkk, jadi besok kita jadi liburan." tanya anak kecil yang bernama Leon kennedy, sambil berjingkrak kegirangan di depan orang tua dan Omnya.
Virza hanya menggelengkan kepalanya melihat keponakan berjingkrak kegirangan.
"Sini Leon," ucap Virza sambil mendudukkan keponakan tersayang di pangkuannya.
"Nanti di pantai, kita di sana maen lempar cakram ya." ajak Virza pada Leon.
"I ya, Om. Leon sudah tak sabar lagi." jawabnya sambil meloncat loncat di atas sofa.
"Dasar anak kecil." ucap Virza sambil menggelengkan kepalanya.
"Ya sudah, ayo kita istirahat dulu. Biar besok kita bangun lebih segar." ajak Rebecca pada Leon.
Keluarga kecil itu pun memutuskan, untuk menyegerakan istirahat. Karena memang besok mereka akan segera pergi berlibur.
Di kamar Leon, Rebecca terlihat sedang membacakan sebuah dongeng pengantar tidur yang biasa di lakukanya sebelum Leon tidur.
"Sudah tidur Bu?" tanya Barry yang baru saja masuk ke dalam kamar Leon.
"Sudah pak, baru saja." jawab Rebecca sambil melipat buku dongengnya.
Barry pun terlihat meninggikan selimut kepada Leon, agar dia tidak merasa kedinginan. Mereka terlihat mengecup kening Leon secara bergantian.
"Ya sudah, ayo Bu." ajak Barry pada istrinya.
"I ya, Pak." jawabnya sambil mengikuti Barry dari belakang meninggalkan kamar Leon.
Di lain kamar, terlihat Virza masih asik bermain game online PUBG di hapenya dengan mengunakan head set super basa menutup telinga.
Sementara Leon yang sudah tertidur, terlihat keringat memenuhi wajahnya. Sesekali wajahnya terlihat mengerutkan dahi sambil menggelengkan kepalanya.
"Tidakkakkk, Ayah, Ibu, Paman." ucap Leon dengan mata masih terpejam.
Sementara Virza yang baru saja mengalami kekalahan dalam bermain game onlinenya, seketika melempar headset yang menutupi telinganya.
"Ah, sial. Kenapa aku bisa kalah lagi." Virza mengumpat merutuki kekalahannya.
Virza pun yang merasa haus, memutuskan keluar kamar untuk sekedar mengambil air dingin di dalam lemari kulkasnya.
Setelah selesai dengan minumnya, Virza sempat terdiam memandang pintu kamar Leon.
Suara siapa tuh malam malam gini, kaya suaranya Leon?, kenapa dia ya?
Virza pun yang tak sengaja mendengar Leon berteriak kecil, memutuskan agar dirinya segera menghampirinya untuk sekedar menempelkan telinganya pada pintu kamar Leon.
I ya benar, itu suara Leon. Kenapa dia?, apa dia mimpi buruk?
Virza pun langsung masuk ke dalam kamar Leon untuk melihat keadaan keponakannya.
"Leon, kamu kenapa sayang?" tanya Virza. Seraya menepuk nepuk pipi Leon berharap Leon akan segera bangun.
Dan Leon pun sontak kaget, dan terbangun dari mimpi buruknya. Setelah mendapati sang Paman berada di sampingnya, Leon pun langsung memeluk Virza sambil menangis histeris.
"Sudah, jagoan Om kenapa menangis?" tanya Virza sambil mengusap ngusap punggung Leon.
Setelah tangisannya tak begitu histeris lagi, Leon pun melepas pelukan Om nya.
"Coba ceritakan pada Om mimpinya." tanya Virza sambil mengusap air mata Leon dengan punggung tangannya.
"Paman, tadi Aku bermimpi. Aku berdiri di sebuah lapangan basket," ucapnya sambil sesenggukan.
"Terus?" tanya lagi Virza yang ingin sekali mengetahui mimpi yang mengganggu tidur keponakannya itu.
"Ketika Aku selesai berlatih Taekwondo di lapangan basket itu, aku tak sengaja melihat mobil warna silver yang di kendarai satu keluarga itu, mengalami kecelakaan karena di hantam oleh sebuah mobil besar, dari arah samping sebuah persimpangan hingga mobil itu terguling guling berakhir dengan posisi mobilnya terbalik. Karena saking penasarannya, aku pun berlari mendekati mobil tersebut." ucap Leon yang tiba tiba menghentikan ucapannya.
"Ini, minum dulu air putihnya." ucap Virza sambil menyodorkan segelas air putih pada Leon.
Virza pun mengambil gelas kosongnya dan menyimpan di meja belajar yang jaraknya tak jauh dari tempat tidur Leon.
"Sini di pangkuan Om." Virza pun kini duduk sambil memangku keponakannya dan memeluknya.
"Om, Om." panggil Leon sambil menepuk tangan Virza yg kini memeluknya.
"I ya, ada apa. Ayo lanjutin ceritanya, Om pengen denger sampai selesai." pinta Virza padanya.
"Om tahu tidak?, ketika aku benar benar dekat sekali dengan mobil yang yang mengalami kecelakaan itu....aku....aku melihat." ucapnya terhenti kembali.
"Kenapa jagoan Om?, kok berhenti." tanya Virza yang masih mengusap kepala keponakannya itu.
Leon pun mendongakkan kepalanya memandang wajah Virza dengan sendu. Virza pun kini merasa ada yang aneh dengan mimpi keponakannya tersebut.
Leon mencoba meneruskan kata katanya yang sempat terhentinya itu.
"Om, aku melihat ternyata korban yang mengalami kecelakaan itu adalah kita semua."
DEG...
Spontan Virza kaget setelah mendengar kisah mimpi buruk keponakan tercintanya, sebisa mungkin dia mencoba terlihat tenang di depan Leon. Semua itu di lakukan agar Leon tidak menjadi ketakutan lagi.
" Ya sudah, itu kan cuma mimpi, sini tidur lagi!, biar Om temani tidurnya." ajak Virza sambil membenarkan posisi tidur Leon.
Leon pun mencoba memejamkan matanya kembali sambil memeluk guling di sebelahnya. Sementara Virza yang berada di sebelah Leon terlihat melipat kedua tangannya untuk bantalan kepalanya sambil melihat langit langit kamar Leon.
Buset, serem bener mimpinya. Halahhh itukan cuma mimpi, ngapain gue mesti takut. Lah, ngapain juga aku mikirin, mending tidur lah.
Virza mengusap ngusap punggung Leon, dan menyanyikan sebuah lagu nina bobo sebagai pengantar tidurnya.
Virza pun terlihat mengambil guling dan memeluknya, rasa lelah di mata akibat bermain game Online, membuat dirinya gampang sekali tertidur dan menyusul Leon ke alam mimpi.
Ke esokan harinya, tibalah saat keluarga kecil Barry akan melakukan perjalanan liburannya ke pantai.
Semua terlihat telah siap membawa segala sesuatu yang akan di butuhkanya di sana.
Sementara Virza yang baru saja datang dengan mobil Avanza berwarna silver milik temannya itu, langsung meminta sedikit waktu kepada Barry untuk mencuci mobilnya yang baru di pinjamnya tersebut.
"Oke, aku akan membuat mobil ini terlihat kinclong dalam 30 menit." ucapnya sambil menyemprotkan air dengan slang di tangannya.
"Baiklah, aku akan menunggu sebentar kalau begitu." jawab Barry. Seraya berpindah ke pojok rumahnya sambil menghisap sebatang rokok.
Sementara, di dalam rumah Leon masih terlihat membantu ibunya yang telah menyiapkan makanan.
"Ayo Bu." ajak Leon sambil membawa rantang yang berisi makanan dan membawanya keluar.
Barry yang telah selesai dengan ritual penghilang kecut di mulut, langsung membuang puntung rokoknya ke dalam bak sampah.
"Apa kalian sudah siap?" tanya Barry pada Rebecca dan Leon.
"Pastinya dong." jawab Leon sambil mengangkat jempol tangannya pada Barry.
Setelah semua siap, Virza langsung menggulung slang bekas dirinya mencuci mobilnya.
"Ayo, masuk semua ke dalam mobil." ajak Virza kepada mereka.
Barry duduk di kursi depan sebelah Virza yang menjadi driver, sedangkan Leon duduk di belakang bersama dengan Ibunya.
Perjalanan terasa sangat menyenangkan, di tambah music bernuansakan country, menambah hidup suasana perjalanan mereka.
Tetapi tidak bagi Leon, ketika dia hendak memasuki mobilnya, dia masih terlihat terdiam.
Dia mengingat ngingat kembali akan mimpinya yang terjadi semalam.
Leon pun bangun dari pelukan ibunya, dia memperhatikan jalanan yang ia lewati dengan mobilnya.
"Kamu kenapa sayang?" tanya Rebecca yang sekaligus membuyarkan lamunan Leon.
"Tidak apa apa Bu." jawab Leon sambil menggelengkan kepalanya tetapi masih memperhatikan jalanan yang ia lewatinya itu.
"Mungkin Leon merasa suntuk saja sayang." ucap Barry pada Rebecca.
Leon kembali memperhatikan lapangan basket yang kini ia lewatinya, sejenak ia mengingat kembali mimpinya.
Kenapa ini seperti de Javu. apa mungkin mimpi buruk semalam akan menjadi kenyataan?
Leon pun tersadar, dan langsung memalingkan pandangannya pada Virza yang asik mengemudi sambil menikmati musik countrynya.
Dia palingkan lagi pandangannya pada Barry sang ayah yang kebetulan tertidur lelap di depannya.
Leon pun memperhatikan ibunya yang duduk sambil memeluk barang bawaannya.
Kenapa semua ini bisa sama?, tidak, tidak mungkin.
Seketika Leon mendengar suara klakson dari sebuah mobil besar, yang kira kira berada di persimpangan yang akan di lewatinya.
Di persimpangan memang kebetulan lampu menunjukkan lampu hijau, tanda yang menunjukkan pada pengendara untuk terus melanjutkan kendaraanya.
"Ommm... berhenti!!!" teriak Leon sambil mencoba menggapai bahu Virza.
Ckittttt.....jegerrrr
Tapi sayang, takdir Tuhan memang tak ada yang bisa menghentikannya.
Mobil yang di kendarai keluarga Barry tepat tertabrak mobil kontainer dengan kecepatan yang lumayan kencang, hingga membuat mobil yang di tumpangi keluarga Barry terpental terbolak balik dengan berakhir posisinya terjungkal.
Keadaan di jalanan ketika itu, memang benar benar sepi, masih sedikit kendaraan yang berlalu lalang saat itu.
Seorang mandor proyek berdarah Jawa Suriname, terlihat berlari menuju tempat kejadian peristiwa.
sang mandor terlihat mencoba menolong korban kecelakaan yang terjepit Jok dan Body mobil. Dirasa sulit, ia pun segera menghubungi ambulance dan pihak kepolisian setempat.
Tak sengaja pandangannya melihat seorang pemuda di lapangan basket, ia pun berlari untuk meminta bantuan.
"Maaf, aku butuh pertolongan anda tuan." Pinta Yosep pada pemuda yang berkostum Taekwondo tersebut.
Tanpa berpikir panjang, sang mandor proyek itu pun menarik tangan si pemuda untuk segera menuju tempat kejadian kecelakaan tanpa menunggu lagi jawaban dari si pemuda tersebut.
Di tempat kejadian, sambil menunggu bantuan datang. Mereka bahu membahu mencoba mengeluarkan si korban.
"Ayah..." ucap Leon lirih dengan kepala yang berlumuran darah.
"Anak itu masih hidup tuan." ucap Yosep pada pemuda tersebut.
"I ya, benar. Ayo cepat kita selamatkan dia." jawabnya.
Setelah berhasil mengeluarkan Leon, akhirnya bantuan pun datang menghampiri.
Pihak keamanan memerintah Yosep dan Johan agar segera menyingkir.
Melihat keadaan Leon yang kritis, akhirnya ambulance pun mendahulukan melarikan Leon agar mendapatkan pertolongan penyelamatan.
Johan si pemuda Taekwondo pergi menemani Leon dengan ambulance. Sedangkan Yosep terlihat masih menunggu pihak penyelamat mengeluarkan korban kecelakaan lainnya.
Setelah berhasil di keluarkan, pihak kepala penyelamatan mencari Yosep yang kebetulan saksi mata dari kejadian tersebut.
"Apakah anda keluarga korban?" tanya kepala penyelamat pada Yosep.
"Bukan Pak, saya hanya kebetulan lewat tempat sini saja."
"Maaf Pak, dengan berat hati, saya ingin memberitahukan bahwa, Ibu dan Bapak ini telah tewas, sedangkan satu pemuda lagi di perkirakan masih mempunyai harapan untuk di selamatkan."
"Tolong dia pak, saya mohon." pinta Yosep pada kepala penyelamat tersebut.
"I ya, Pak. Kami akan berusaha semaksimal mungkin." jawab kepala penyelamat tersebut.
Tak berselang lama Ambulance yang mengantar Leon telah kembali membawa satu mobil Ambulance lagi.
"Tolong bawa si korban secepatnya!" titah kepala penyelamat tersebut pada petugas Ambulance.
"Siap Pak." jawabnya sambil berlari langsung mengusung Virza dan membawanya masuk ke dalam ambulance.
Sedang Barry dan Rebecca yang sudah tak bernyawa, petugas memerintahkan agar segera jenazahnya di urus dan di makamkan dengan layak.
Dengan motor Vixon warna merahnya, Yosep menyusul ke rumah sakit, tempat di mana Leon dan Virza di tangani.
Sementara, di lain tempat Johan yang masih berkostum Taekwondo, terlihat sedang duduk di depan ruang UGD menunggu kabar dari sang Dokter yang menangani Leon.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Yosep terus berdoa kepada tuhan, dia berharap agar anak laki laki yang di perkirakan usianya baru 5 tahun itu bisa selamat.
Tuhan, tak banyak pintaku padamu. Tolonglah anak kecil yang tak berdosa itu, selamatkanlah nyawa anak itu ya tuhan.
Yosep pun telah sampai di area parkiran rumah sakit, dia berlari tergopoh-gopoh menuju receptionis.
"Maaf, korban kecelakaan, anak kecil laki laki kurang lebih berumur 5 tahun, di ruangan mana ya Sus?"
"Atas nama siapa ya Pak?" tanya Suster tersebut.
Sejenak Yosep menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia terus berperang melawan pikirannya.
"Untuk nama saya belum tahu Sus, tapi yang jelas dia masih kecil, dan dia di bawa kesini oleh pihak penyelamat dan ambulance, belum lama ini." ucap lagi Yosep memperjelas ciri ciri yang ia cari.
"Oh, kalau yang tadi pagi itu. Sekarang pasien ada di ruang UGD Pak, Bapak bisa lurus saja, nanti bapak langsung belok kekiri saja Pak." jawab Suster sambil menunjuk ke arah kemana saja Yosep menuju UGD
"Terima kasih Sus," ucap Yosep. Seraya berlari sesuai dengan arah yang telah di tunjukan sang suster padanya.
Setelah mengikuti arah yang telah di jelaskan Suster, tibalah Yosep di sebuah lorong, yang sebentar lagi akan mendekati ruang UGD.
Dengan nafas tersengal sengal, Yosep mencari keberadaan Johan si pemuda yang berkostum Taekwondo yang ia temui tadi pagi.
"Pak, pak Yosep." panggil seseorang sambil melambai lambaikan tanganya kepada Yosep.
Yosep pun bergegas menghampiri Johan yang telah memanggilnya dari kejauhan.
"Bagaimana dengan keadaan anak itu?, apa sudah ada informasi dari dokter?" tanya Yosep dengan wajah cemas.
"Sabar Pak, sampai saat ini. Dokter hanya mengintruksikan untuk tetap sabar menunggu." jawab Johan pada Yosep.
Semoga saja tuhan menyelamatkan nyawa anak kecil itu.
" O ya Pak, Bagaimana dengan keadaan keluarga korban lainnya?" tanya Johan yang ingin mengetahui keadaan si korban.
"Kedua orang tua anak kecil ini tewas di tempat, sedangkan yang satunya lagi, di perkirakan masih mempunyai harapan untuk di selamatkan." jawab Yosep pada Johan.
"Terus, di ruangan mana sekarang orang itu?" tanya lagi Johan padanya.
"Petugas menghubungiku, katanya di rumah sakit ini. akan tetapi aku sendiri belum tahu, karena ketika aku kesini. Aku selalu terfokus pada anak kecil ini." jawabnya sambil menunjuk ruang UGD dengan meliriknya.
"Baiklah, aku akan cari satu korban lainnya. Kebetulan rumah sakitnya sama." ucap Johan sambil berlalu menuju ruang receptionis untuk menanyakan keberadaan ruang Virza.
Kebetulan sekali, petugas kepolisian dan pihak penyelamat sedang berada di ruang receptionis.
"Maaf Sus, saya mau bertanya tentang korban kecelakaan tadi pagi yang di bawa kesini." ucap Johan mengawali percakapannya.
"Maaf, apa Bapak masih ada ikatan keluarga dengan si korban?" tanya petugas kepolisian pada Johan.
"Bukan Pak, saya hanya kebetulan membantu korban saja ketika kecelakaan terjadi." jawab Johan.
Kemudian Petugas kepolisian menunjukan identitas berupa KTP Virza kepada Johan.
"Apaa, Virza!!!" Johan tersentak ketika baru mengetahui, bahwa si korban adalah teman seperjuangannya ketika di SMA.
"Bapak kenal dengan korban?" tanya lagi petugas kepolisian itu.
"I ya, Pak. Saya kenal, dia sahabat saya ketika SMA." jawabnya petugas.
"Kalau begitu, saya titip Korban pada anda. Karena saya harus mengurus pelaku penabrakan dengan cepat." pinta petugas tersebut pada Johan.
"Baik Pak, dengan senang hati." jawab Johan sambil berjabat tangan dengan sang petugas.
Para petugas pun berlalu pergi meninggalkan Johan yang masih berdiri menatap kepergianya.
Johan yang telah mengetahui keberadaan Virza, segera menuju ruang Dokter untuk menanyakan informasi keadaanya.
Di ruangan Dokter, Virza berbincang tentang seberapa parah luka yang di derita sahabat terbaiknya.
"Jadi Dok, apakah teman saya bisa di sembuhkan?" tanya Johan pada sang Dokter.
"Bisa Pak, tapi korban akan mengalami kelumpuhan, akibat benturan keras di kakinya." jawab sang Dokter.
Johan tak menyangka akan nasib sahabat terbaiknya akan seperti ini.
"Baik Dok, kalau ada perkembangan apa pun tolong hubungi saya." pinta Johan pada Dokter.
" I ya, Pak. Nanti akan saya hubungi anda." jawab Sang Dokter.
Johan pun berlalu pergi keluar meninggalkan ruangan sang Dokter.
Lima hari berlalu, hari dimana keluarga Barry Kennedy mengalami kecelakaan naas yang merenggut nyawa istri dan dirinya.
Hari itu pula, Leon telah tersadar dari komanya.
Leon sadar dengan keadaan perban telah melilit di kepalanya.
"Aku dimana." ucap Leon sambil mengedarkan pandangannya ke segala arah.
Suster yang Baru saja mengetahui Leon telah sadar dari komanya, segera menghubungi Dokter untuk segera mengecek keadaanya.
Dokter yang baru saja datang dengan 2 orang perawatnya. Segera menyiapkan beberapa alat untuk memudahkan sang Dokter yang akan mengecek keadaan Leon.
Setelah selesai dengan pemeriksaanya, Dokter itu segera melepas stetoskop dan mengusap bahu Leon.
"Anak tampan, Masih sakit sekali kepalanya?" tanya Dokter pada Leon.
Alih alih menjawab pertanyaan sang Dokter, Leon malah balik bertanya kepada Dokter.
"Pak Dokter, Ayah dan Ibu saya dimana?, Om saya dimana?" tanya Leon dengan tak sabarnya sambil menarik-narik jas putih yang di gunakan sang Dokter.
Sejenak sang Dokter terdiam, dia terlihat berperang melawan pikirannya. Dia berpikir keras bagaimana caranya ia menyampaikan pada anak kecil yang usianya baru 5 tahun itu.
*Jikalau aku jelaskan padanya, apakah anak ini akan mengerti, dengan keadaan orang tuanya yang telah tiada. Oh tidak, aku tak ingin membuat anak ini trauma berat.
Tuhan, apa yang harus aku lakukan*?
"Anak tampan, siapa namamu?" Dokter mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Namaku Leon, Leon Scott Kennedy." jawabnya dengan lugas.
"Baiklah Leon, Pak Dokter harus memeriksa keadaan Om kamu sekarang. Jadi Leon tampan jangan bersedih!, ini Pak Dokter kasih SilverQueen." ucap Dokter sambil mengeluarkan coklat dari saku jasnya dan memberikannya pada Leon.
"Terima kasih Pak Dokter, coklatnya." ucap Leon sambil tersenyum.
Dokter pun berlalu meninggalkan ruangan Leon, dan menuju ruangan Virza di rawat.
Sepanjang perjalanan sang Dokter merutuki kebohongan yang telah ia lakukan pada Leon.
Semoga Tuhan mengampuni hambamu ini yang telah berbuat bohong demi kebaikan.
Di ruangan Virza, Dokter baru saja masuk untuk mengecek perkembangan keadaan Virza.
"Selamat siang." sapa sang Dokter pada Virza.
Virza yang sedari tadi melamun, kini telah buyar setelah mendengar sapaan sang Dokter.
"Siang juga Dok, bagaimana keadaan keponakan saya Dok?" tanya Virza.
"Dia telah sadar, dan belum lama saya telah sedikit mengobrol dengannya." jawab Dokter.
"Syukurlah, kalau begitu Dok." ucap Virza.
"Tapi maafkan saya, saya belum bisa menjawab jujur, ketika Leon bertanya tentang keadaan orang tuanya." ucap Dokter sedikit kecewa.
"Tidak apa apa Dok, saya mengerti. Seandainya saya jadi anda pun, saya pasti akan mengambil hal sama seperti anda." ucap Virza.
Setelah mengecek keadaan Virza, Dokter pun berlalu pergi meninggalkan Virza sendiri.
"Maafkan aku Leon, Om sungguh tak berdaya." ucap Virza sambil menangis.
Sementara di lain ruangan, Leon meminta kepada perawat agar ia di pertemukan dengan OM nya yang bernama Virza.
Leon mengancam akan mengamuk, apabila keinginanya tak di penuhi kepada perawat yang menjaganya. Dan akhirnya perawat mendapat persetujuan dari Dokter, untuk mempertemukan mereka berdua.
Leon berjalan perlahan di temani perawat di sampingnya, dengan Coklat SilverQueen di tangan kanannya, Leon tersenyum. Tak sabar rasanya ingin membagi coklat yang besar dan panjang itu kepada Om dan kedua orang tuanya.
"Ini ruangan tempat dimana Om Virza di rawat." ucap Perawat memberi tahukan kepada Leon.
Setelah mengetahuinya, Leon yang merasa kangen dan tak sabaran, langsung masuk tanpa mengetuk pintu lagi terlebih dahulu.
"Om, Om Virza." panggil Leon yang baru saja masuk kedalam kamar Virza.
"Eh, keponakan Om sudah sembuh sayang?" tanya Virza sambil membuka kedua tangannya agar di peluk Leon.
Leon langsung naik ke atas ranjang kasurnya, dan memeluk Virza.
"Om, Om. Leon kangen ayah dan Ibu, Dimana mereka?" tanya Leon
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!