Seorang gadis berusia 18 tahun tengah turun dari bandara, sekarang ia telah tiba ditempat kelahirannya, setelah sepuluh tahun ia tinggalkan ke Amerika.
Ia berjalan dengan gaya swag dan badnya, lengkap dengan topi dan masker yang sepenuhnya menutupi wajah cantiknya. Ia mendorong kopernya dengan wajah datarnya.
"Hmmm dateng juga gw kesini." Gumamnya setelah keluar dari bandara.
Ia menaiki sebuah taxi yang sudah ia pesan secara online tadi.
"Kemana Nona?" Tanya sang Driver.
"Jalan." Ucapnya dingin, sang driver hanya mengangguk melajukan mobilnya membelah ibu kota. Driver taxi itu sama sekali tidak tahu kemana arah yang akan penumpang dibelakangnya ini akan pergi.
"Jalan Kamboja 101." Ucapnya menyebutkan sebuah alamat yang ia tuju, sang driver yang mengerti membelokkan mobilnya menuju jalan Kamboja.
Beberapa menit, sampailah gadis itu didepan sebuah mansion yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, cukup untuk ditempati dirinya dan beberapa asisten yang ada didalam nya.
Ia memencet bel.
Seorang art membukakan pintu mansion yang memang selalu ditutup. Ia terkejut ada seorang gadis berdiri dihadapannya.
"Nona, cari siapa?" Tanya art yang belum mengetahui siapa gadis yang ada didepannya. Gadis itu membuka maskernya, menunjukkan wajahnya pada sang art.
"No..nona." Kaget art yang diketahui bernama Bi Inem. Bi Inem langsung memeluknya dengan erat sambil menangis, melupakan kerinduannya pada nona muda keluarga Aurora.
"Udah Bi, Queena baru dateng udah dibanjiri aja." Ucap Queena melepas pelukannya perlahan.
"Non Queen, masuk masuk, bibi siapin minum." Ucap Bi Inem mengajak Queen masuk.
Alqueena Aurora, itulah namanya, namun ia kerap disapa dengan nama Queen.
"Bibi kenapa mengenaliku?" Tanya Queen datar pada Bibi, Bi Inem menghembuskan nafasnya.
"Mana mungkin Bibi lupa Non, kan Bibi yang nemenin Non sebelum Non pergi sama tuan besar, juga Bibi tahu kalau ini Non ya karna wajah Non Queen yang nggak pernah berubah selalu dingin." Ucap Bi Inem menyebutkan kenapa dia mengenali Queen setelah sepuluh tahun tidak berjumpa.
"Kenapa mansionnya pindah?" Tanya Queen yang memang tidak familiar dengan mansion saat ini.
"Iya Non, setelah kejadian waktu itu, tuan besar mengosongkan mansion utama, tidak ada yang boleh kesana, mansion utama masih dijaga dengan ketat." Ujar Bibi memberitahukan.
"Apa gw harus kesana? tapi apa gw sanggup..." Batinnya mulai mengingat potongan kejadian yang membuatnya pilu.
"Kamar Queen dimana?" Tanya Queen memutuskan untuk beristirahat dan tidak mengingat kejadian itu.
"Di atas Non, biar Bibi anter." Ucap Bibi mengantarkan Queen kedalam kamar barunya, dengan interior yang serba dark. Bi Inem tahu jika sekarang Queena sedang lelah setelah perjalanan panjangnya.
Saat masuk, Queen takjub, Kakeknya tidak melupakan detail kamarnya sama sekali, ini kamar yang sama persis dengan kamarnya saat masih di Amerika.
"Bibi tinggal ya Non, nanti kalau perlu sesuatu panggil Bibi saja." Ucap Bi Inem menutup kamar Queena.
"Sungguh Grandpa, tidak berubah." Gumamnya merebahkan tubuhnya ditempat tidur, ia langsung mengeluarkan handphone nya dari saku celananya, menghubungi sang kakek.
Ia mengabari bahwa dirinya sudah sampai dimansion yang sudah disiapkan untuknya.
"Gw harus mulai dari sekarang." Gumamnya.
"Hmm, gw harus pindahin semuanya kesini." Ucapnya kembali mengetikkan pesan untuk seseorang. Setelah itu ia melemparkan handphone nya kesembarang arah dan langsung tidur, karena lelah setelah kurang lebih dua puluh jam perjalanan.
Sore harinya, Queen baru saja terbangun dari tidurnya. Ia melihat jam dinding, waktu menunjukkan tepat jam lima sore.
"Lama banget gw tidur." Gumam Queen langsung berdiri menuju ke kamar mandi.
"Non, Bibi udah siapin makan malam buat Non." Ucap Bi Inem yang sudah melihat Queen turun ke ruang makan.
"Makasih, Bi." Ucap Queen memakan makanannya, makanan sederhana buatan Bi Inem yang rasanya persis seperti masakan orang yang sangat dicintainya.
Rasanya ia ingin meneteskan air matanya merasakan masakan itu, namun ia tahan dan terus melahap makanan itu dengan lahap, hingga tidak tersisa sebutir nasi pun, makanan itu sedikit mengobati kerinduannya.
"Bi, Queen mau keluar." Ucap Queen setelah menyelesaikan kegiatan makannya.
"Kemana Non? Bibi temenin?" Tawar Bi Inem.
"Ngga Bi." Ucap Queen langsung menuju garasi mobil, disana ada tiga mobil yabg sudah disiapkan kakeknya untuk dirinya, Queen menaiki salah satu mobilnya, berwarna hitam, warna kesukaannya.
Ia melajukan mobilnya membelah ibu kota, membelokkan setirnya ke sebuah pusat perbelanjaan, disepanjang perjalanannya di dalam mall, Queen terus dipandang setiap orang yang ada disana.
Bukan hanya karena kecantikannya, tetapi juga karena gayanya yang dark, memakai celana panjang berwarna hitam, hodie berwarna hitam juga sepatu hitam, lengkap dengan aura kepemimpinan yang dia keluarkan.
Ia memasuki sebuah toko.
"Ada yang bisa dibantu Nona?" Tanya penjaga toko menghampiri Queen dengan ramah.
"Ambilkan seragam sekolah." Ucap Queen menyebutkan keperluannya dengan wajah datarnya.
"Buset cantik tapi kek triplek." Batin penjaga toko berlalu pergi mengambilkan keperluan Queen, sedangkan Queen duduk disofa yang sudah tersedia disana.
Tak selang beberapa menit, penjaga toko kembali menunjukkan seragam yang dia pilihkan untuk Queen, Queen hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Baik, saya bungkuskan, silahkan ditunggu." Ucap penjaga toko, langsung menuju ke kasir untuk menghitung total belanjaan Queen.
"Nona totalnya 30 juta."
Queen tidak menjawab ia mengeluarkan satu kartu dari sakunya dan memberikannya pada sang kasir. Kasir menerimanya dengan senyum mengembang, pasalnya kartu yang dikeluarkan Queen adalah black card, hanya orang orang yang mampu saja hang bisa memilikinya.
"Terima kasih, Nona." Ucapnya memberikan kembali kartu itu berserta belanjaan Queen, Queen tidak menjawab sama sekali, dia langsung meninggalkan toko juga mall dengan mobilnya, kembali membelah ibu kota.
Entah mengapa, dirinya malah menuju sebuah mansion, mansion utama keluarga Aurora yang sudah ditinggalkan kosong selama sepuluh tahun terkahir. Namun masih ada beberapa penjaga yang diperintahkan untuk menjaga mansion itu. Tidak ada yang boleh masuk kesana kecuali orang orang yang tersisa dari keluarga Aurora.
"Kenapa gw kesini." Gumamnya.
Queen tidak keluar dari mobilnya, ia memandang mansion itu dengan lekat, teringat kembali kenangannya dengan orang orang yang dia sayang.
Tak terasa bulir demi bulir air matanya menetes membasahi pipinya yang mulus.
"Tunggu Queen membalaskan semuanya." Tekatnya menghapus air matanya, lalu melajukan mobilnya kembali.
Sampai dimansion.
Queen langsung masuk kedalam kamarnya, membuka kembali handphone nya, mengetikkan pesan kepada seseorang untuk segera melaksanakan perintahnya.
Ia memberikan waktu satu kali dua puluh empat jam untuk menyelesaikan semuanya.
"Kita mulai semuanya besok." Ujar Queen menutup handphone nya, menuju kearah balkon, menikmati angin malam yang lolos menerpanya. Seakan tidak takut sakit akan melandanya.
Sebenarnya dia kembali ke negara kelahirannya ini adalah untuk memberikan pelajaran kepada orang orang yang sudah membuat keluarga Aurora hilang satu persatu.
Pagi hari, Queen turun dari lantai dua menuju ruang makan, Bi Inem sudah menyiapkan sarapan untuk Nona nya.
"Non, mau sekolah dimana?" Tanya Bi Inem yang melihat Queen dengan seragam sekolah yang sudah melekat di tubuhnya.
"Sekolah grandpa." Jawab Queen datar menyuapkan sedikit demi sedikit nasi kedalam mulutnya.
Sampai disekolah, ia langsung menuju ruang kepala sekolah, ia langsung masuk begitu saja dan duduk di kursi yang sudah ada disana.
"Murid baru." Ucap Queen menatap datar.
"Silahkan diisi formulirnya dulu." Ucap Kepala sekolah memberikan sebuah kertas. Queen langsung mengisinya dengan cepat.
Kepala sekolah membaca kertas itu, ia terkejut bahwa gadis dihadapannya adalah nona muda keluarga Aurora yang sudah lama disembunyikan oleh sang Kakek.
"Nona muda." Ucapnya gugup.
"Tutup identitas ku rapat rapat, jangan sampai ada yang mengetahui, jika kau melanggar maka kau sendiri yang akan merasakan akibatnya." Ucap Queen datar tetapi dengan menekan kata katanya.
"Ba..ik." Gugupnya menjawab, ia sangat takut dengan wajah datar juga gaya bicara Queen yang sungguh bisa membuat siapapun bergidik ngeri.
"Kelas?"
"12 B Nona, biar saya panggilkan wali kelas untuk mengantar." Ucap Kepala sekolah hendak menelpon wali kelas, kelas 12 B. Namun hal itu langsung dicegah oleh Queen, ia langsung berdiri meniggalkan ruang kepala sekolah, menuju kelasnya sendiri.
Setelah sedikit berkeliling Queen menemukan kelas bertuliskan 12 B. Ia langsung membuka pintunya lebar lebar, sehingga para penghuni kelas memandangnya dengan tatapan heran.
"Siapa tuh cantik bener."
"Murid batu kali."
"Calon gue itu."
"Body goals."
"Cantik sih, tapi cantikan gue."
"Murid baru." Ucap Queen datar pada wali kelas yang diketahui bernama Bu Nisa.
"Silahkan masuk, perkenalkan nama kamu." Ucap Bu Nisa menyuruh agar Queen masuk. Queen langsung saja masuk dan berdiri ditengah tengah.
"Alqueena." Ucap Queen datar ia hanya menyebutkan nama depannya saja, ia tidak ingin orang orang tahu jika dia adalah Nona muda keluarga Aurora.
"Alqueena saja? nggak ada marganya?" Tanya salah seorang siswa dari belakang.
"Privacy." Ucap Queen datar dengan tatapan tajamnya.
"Baiklah anak anak, ibu rasa sudah cukup, Queen nama ibu, Ibu Nisa wali kelas kamu, kamu boleh duduk sekarang, duduklah dibangku kosong." Ucap Ibu Nisa mempersilahkan Queen agar duduk dibangku kosong.
Kebetulan sekali, bangku kosong itu adalah spot kesukaan Queen, belakang dan pojok.
Ia langsung menghampiri bangku kosong itu dengan senang hati.
Namun disebelah bangku kosong itu adalah milik orang yang dibenci oleh Queen, ia menatapnya dengan sinis.
"Kita tunggu tanggal mainnya." Batin Queen tersenyum smrik.
Bu Nisa melanjutkan pelajaran, namun ditengah tengah ia menerangkan datang seorang siswa dengan gaya bad boy nya menendang pintu dengan kasar, hingga pintu itu terngaga lebar.
"Maap buk telat, tadi habis nolongin kucing beranak, gila buk, masa ya buk sekali ngelahirin langsung tujuh buk, apa nggak sakit itu anu kucingnya buk." Ujar pemuda itu yang mengundang gelak tawa seisi kelas, namun tidak dengan Queen, ia hanya menatap datar.
"Leon, kamu ada ada saja, ngapain kamu ngamatin kucing kurang kerjaan kamu, sekarang kamu masuk, ibu sudah lelah menghukummu." Ucap Bu Nisa pada Leon, ia tidak ingin berdebat apa lagi menghukum pemuda ini lagi.
Leon Abyasa Rycholas, pemuda tampan berusia 18 tahun, memiliki julukan bad boy sekolah, karena kelakuannya yang kurang kurang, hobi balapan juga hobi bertawuran dengan anak sekolah lain.
"Nah gitu dong buk, kalo gini kan yes!" Seru Leon langsung menuju bangkunya, namun saat ia akan duduk, ia melihat seorang gadis yang duduk disatu bangku dengannya.
"Lah siapa lu? anak baru yak?" Tanya Leon yang masih berdiri pada Queen. Bu Nisa yang mendengar langsung menegur Leon.
"Kamu Leon, kenalannya nanti, sekarang kamu duduk dan perhatikan pelajaran." Tegur Bu Nisa.
"Elah Bu, iya iya nih duduk." Ucap Leon langsung menarik kusinya dan duduk disebelah Queen yang terus menatap luar jendela.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!