Teng..teng..teng..
Bel sekolah telah berbunyi.tanda seluruh siswa sudah saatnya untuk pulang. May berjalan gontai meninggalkan kelasnya. Gilang yg berjalan dibelakang May pun berusaha menyusulnya. Tapi karena itu waktu pulang sekolah, yang artinya seluruh siswa dengan waktu yang bersamaan keluar meninggalkan kelas membuat Gilang susah mengejar May.
Gilang sengaja melewati jalan lain yang lebih cepat untuk menunggu May di depan gerbang sekolah. Usahanya pun tak sia-sia. Gilang melihat tubuh mungil May yang berjalan gontai menuju gerbang.
Dalam balutan seragam putih abu-abu yg ia tutupi dengan hoodie favoritnya, May berjalan tanpa melirik kanan dan kiri. Matanya seolah hanya fokus pada jalan didepannya. Tak perduli melihat temannya yang bergerombol ngobrol atau hanya sekedar jalan bersama menuju rumah masing-masing. May hanya sendiri menyusuri langkahnya.
"May...!!" Panggil Gilang
"Ehh.. Kenapa Lang? Kamu nunggu siapa?" jawab May
Gilang menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sambil cengar cengir Gilang menjawab May dengan menarik tangannya untuk sekedar mengajak pulang bersama.
May dan Gilang berjalan menyusuri jalan yg biasa mereka lewati saat berangkat dan pulang sekolah.
Diantara jalan lurus yg sedikit naik dan turun. Ditambah hembusan angin yg semilir menerpa seakan mengajak daun mahoni menari bahkan terlepas dari batangnya. Mereka berdua jalan sambil terus saling melempar cerita receh.
"Aku gak bisa bayangin kalo kita pacaran". Ucap Gilang seketika. Membuat May diam mematung.
Gilang tak sadar ucapannya membuat May kaget. Bahkan seperti mendapat sambaran atas ucapan Gilang.
"Emang kenapa kamu tiba-tiba bilang gitu?. Bukannya kamu suka Anis?" timpal May yang bingung menjawab pernyataan Gilang.
Gilang tersenyum getir mendengar ucapan sahabatnya. Gilang tau Anis sudah memiliki kekasih. Bahkan Gilang tak mau mengganggu hubungan mereka. May yang tak mengetahui itu menatap heran sahabatnya yg mendadak diam.
"Kamu kenapa? Aku ada salah ngomong ke kamu?". Menyesal May akan ucapannya
"Lupakan May. Anis sudah punya kekasih. Aku tak mau mengganggu hubungan orang". Timpal Gilang
May pun merasa bersalah dan meminta maaf untuk menenangkan sahabatnya.
🌹🌹🌹
Lama May diam. Hanya menunduk menyapu jalanan yang mereka lewati. Sesekali menghindar dari buah mahoni jahut yang menghalangi langkanya. Tenggelam dalam penyesalan atas penyataannya pada Gilang.
Tak berapa lama, mereka sampai di rumah May. Gilang mengulas senyumnya. Sambil berpamitan untuk melanjutkan langkah menuju rumahnya.
"Sudah May. Ga usah kamu fikirin yang tadi.aku ga papa kok. Santai aja". Ucap Gilang yg menenangkan sahabatnya yg merasa bersalah.
May hanya membalas dengan senyum dan mengangguk. Ia lanjutkan langkahnya menuju k kamarnya.
Diatas kursi kayu di sudut ruangan dalam kamarnya ia duduk dan terdiam. Bukan sekedar hanya melepas lelah usai sekolah. Tapi ia memikirkan Gilang sahabatnya. Sulit memang mengakui kalau dia hanya menganggap sahabat. Bagi May, Gilang adalah segalanya. Sahabat, kakak, bahkan dia adalah pelindung bagi May.
May merutuki kebodohannya. Kenapa dia sampai kelewatan mengartikan kebaikan Gilang. Susah untuk May mengendalikan perasaannya pada Gilang. Banyak cara May lakukan untuk melupakan perasaannya pada Gilang. Tapi nyatanya itu sia-sia. Gilang yang selalu bersikap dewasa dan baik pada May,membuat May susah melupakan perasaannya.
Matahari mulai condong k tepi barat. Cahayanya menyelinap masuk lewat jendela yg May buka lebar. May masih mematung di atas kursi kayu nya. Menikmati sengatan matahari yg akan bersembunyi di balik senja. Sampai saat dering telpon May bunyi menyadarkan lamunanya.
Drrrttttt....drrrrtttt....
Mana Gilang jelas terpampang di layarnya. Dengan senyum mengembang, May angkat panggilan telpon Gilang. "Hallo Lang.."
"May tar malem bisa temenin aku keluar ga..? Aku mau ke pasar malem nih. Tapi, aku gga mau tau, kamu harus mau twmenin aku". Cerocos Gilang tak memberi May kesempatan ngomong.
"Kamu apaan sih. Minta tolong kok maksa". May manyun. Padahal Gilabg juga gga bisa lihat yaa kalo May manyun.
"Gak mau tau pomoknya jam 7 aku jemput kamu yaa". Paksa Gilang
"Aku gak mau kalo cuma buat nemenin kamu ketemu cewek yaa. Kalo cuma butuh obat nyamuk, kamu beli aja k warung sono..!!" Jawab May ketus.
Tepat pukul 7 malam Gilang menjemput May. May bingung kenapa tiba-tiba Gilang memaksanya ikut ke padar malam. Tapi May enggan untuk bertanya lebih lanjut.
Suasana malam begitu cerah. May naik d boncengan motor matic Gilang. Bertanya-tanya dalam hati yang tak ada jawabannya. Sambil sesekali saling lempar obrolan receh untuk mencairkan suasana.
Tak mau terlalu kaku, Gilang sesekali merengkuh bahu May untuk tak terlalu jauh berjalan darinya. Tapi justru May kaget dengan perlakuan Gilang. Jantungnya berdegup kencang. Pipinya merona merah. May tak bisa mengendalikan perasaannya.
"Kita mau ngapain ke sini Lang?" pertanyaan yg sedari tadi ia tahan akhirnya terlontar begitu saja. Yang sebenarnya untuk menutupi rasa gugupnya.
"Ada bazar buku di sini. Aku pengen nyari buku yg bagus May. Kamu kan tau selera ku. Makanya aku ajak kamu kesini." Jawab Gilang tersenyum.
May balas tersenyum. "aku fikir kamu mau ajak aku naik kincir." balas May tetkekeh melihat Gilang yg kaget. Karena Gilang tau May suka sekali naik kincir.
"kamu mau naik kincir?" todong Gilang.
May diam. Bingung harus menjawab apa. Satu sisi dia mau banget naik kincir bareng Gilang. Satu sisi lain, dia malu mengiyakan ajakan Gilang.
Gilany yang tau betul kesukaan May, tanpa menunggu persetujuan dari si empunya badan langsung menarik May untuk mengantri tiket dan naik kincir. Sekali lagi May tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.
Tanpa mereka sadari, dibelakang mereka ada sepasang kekasih yg sedang ikut mengantri juga
Gilang yang sedang bercanda dengan May tak terlalu memperhatikan situasi sekitarnya. Sampai saat pandangan Gilang dan Anis bertemu. Gilang yang menyadari keberadaan Anis dengan kekasihnya langsung mengalihkan pandangannya. Berusaha menghindar dari situasi canggung untuk dirinya. Sementara May yang menyadari ada ketidak beresan, berusaha mengedar pandangannya. Menyapu setiap sudut di sekitar mereka. Hingga May menemukan sepasang kekasih yg juga tengah mengantri naik wahana yang sama. Sesaat May tanggap akan perasaan Gilang dan membisikkan sesuatu padanya. "Kalo kamu gga nyaman, kita pulang aja. Atau langsung ke bazar buku" Tawar May.
Gilang sadar May akan kecewa. Bagaimana pun dia yang memaksa May ikut. Dan Gilang tidak mau membuat sedih sahabatnya. Gilang menggeleng dan tersenyum. Seolah memberi tahu May bahwa dia baik-baik saja.
May tahu jelas apa yg sahabatnya rasakan. Tapi dia diam. Sambil May genggam tangan Gilang. Seolah memberi kekuatan pada sahabatnya. Yang sebenarnya juga ia terluka karena sahabatnya tak pernah sadar kalau selama ini May menyukainya.
Sampai akhirnya meraka naik dan ada di puncak, Gilang memeluk pundak May. Sekali lagi, May di buat salah tingkah dengan sikap manis Gilang. Mereka menikmati pemandangan kota sambil mengobrol ringan diatas wahana.
Tanpa sadar, May menyandrkan kepalanya di bahu Gilang. "Lang, biarin aku sebentar aja nyandar di pundak kamu yaa." lirih May dengan ucapannya.
Seperti biasa. Gilang mengangguk dan tersenyum. Membiarkan tubuh mungil itu bersandar nyaman di bahunya. Menikmati semilir angin yang menerpa di ketinggian. Sambil memandang kerlap kerlip lampu rumah penduduk tempat mereka tinggal.
Gilang tak mau larut dalam sedihnya. Ia tahu May akan ikut sedih saat melihatnya sedih. Yang ia tak tau adalah May sedih karena Gilang tak pernah menyadari perasaannya.
🌹🌹🌹
May diantar Gilang pulang. Rencana awal yang akan mengunjungi bazar buku lalu berbelok ke wahana kincir dan terjadi tragedi yang tidak Gilang inginkan. Dan berujung gagal mencari buku.
May duduk menyandar pada headboard tempat tidur. Ia membayangkan kembali kejadian tadi. Saat Gilang merangkul bahunya. Dan ia menyandar nyaman di bahu Gilang. Tanpa terasa semua yang ia bayangkan mengantarnya ke alam bawah sadarnya.
Berbanding terbalik dengan May. Gilang yang mengingat Anis bersama kekasihnya, mendadak murung dan terjaga. Padahal jam sudah menunjukan angka 11 malam. Gilang bisa saja mengacuhkan Anis saat itu. Tapi hatinya menolak. Hatinya sakit saat melihat mereka bersama.
Bulir bening memupuk di ujung mata indahnya. Bersaing ingin terjun bebas dari sudut matanya. Tapi Gilang bukan lelaki yang lemah. Ia sadar selama ini menyiksa perasaan sendiri. Dan bertekad keras untuk melupakan Anis.
Tepat jam 1 dini hari, Gilang baru bisa memejamkan matanya. Tubuh dan perasaannya terlalu lelah untuk tetap terjaga. Ia sudah tak peduli akan sesak di dadanya. Ia hanya ingin mengistirahatkan tubuhnya.
Seminggu berlalu. Gilang sedikit bisa melupakan Anis. Tentu dengan dukungan May di belakangnya. May yang selalu setia untuk support kegiatan move on sahabatnya mulai bisa tersenyum lega saat tahu Gilang bisa sedikit melupakan Anis.
Tapi.....
Seminggu berlalu...
Dua minggu berlalu...
Bayangan Anis kian pudar dari ingatan Gilang. May berhasil mengalihkan dunia Gilang ari Anis. Namun tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang selalu mengawasi mereka. Mengikuti setiap gerakan mereka dan membuntutinya.
Gilang tengah berjalan menuju kelas sebelah. Iya.. Kelas May tentunya. Tapi, di tengah perjalanan ia d cegat oleh Niken. Niken sengaja menabrakkan diri pada Gilang. Supaya dia bisa pura-pura jatuh dan Gilang menolongnya.
Sudah setahun ini Niken selalu memperhatikan Gilang. Dia sangat menyukai Gilang. Bahkan terlalu terobsesi padanya.
May menyadari Niken yang selalu berusaha merebut perharian Gilang. Bahkan berusaha menjauhkannya dari Gilang. Tapi May tak bodoh. Ia ikuti permainan Niken untuk mencari tau apa tindakannya.
Bruakkk..!!! Niken jatuh terpental setelah menabrak bahu Gilang.
Gilang yang kaget seketika mengulurkan tangannya membantu Niken berdiri. "maaf.. Aku tak sengaja."
"Kamu gimana sih. Kalo jalan hati-hati dong..!!" seru Niken ketus. Padahal iya ingin tertawa karena rencananya berhasil.
May yang melihat itu segera memanggil Gilang untuk cepat mendatanginya. May tau itu hanya akal-akalan dari seorang Niken.
Gilang bergegas menuju May. Baginya yang penting sudah mengucap maaf dan menolongnya bangkit. Itu suda cukup. Tapi tidak dengan Niken.
Niken yang di atas angin karena langkah awalnya berhasil pun tertawa senang. Tak ia hiraukan pertanyaan teman-temannya. Niken hanya sibuk membayangkan wajah manis Gilang saja.
May menunggu Gilang sampai dihadapannya. Dan ketika Gilang sampai, May langsung ngomel tak karuan.
"Kamu kenapa sih ceroboh banget. Mahluk menggeliat begitu bisa kamu tabrak. Pake minta maaf lagi. Kamu gak sadar apa kalo dia tuh lagi akting depan kamu..!!" May mendengus sambil mentoyor kepala Gilang.
"Apaan sih kamu. Lebay banget May. Emang siapa sih yg sengaja nabrak dia..? Lagian julukan kamu aneh banget. Emang dia ulet apa sampe menggeliat gitu." Gilang tak mau kalah.
"Kamu tuh polos apa bego sih Lang. Anak bego kelas sebelah ajja paham kalo dia itu suka sama kamu."
"Kamu apaan sih May. Biasa aja kali ahh. Kalo dia suka aku ya wajar. Aku kan ganteng maksimal May." Dengan santainya Gilang berucap.
May yang masih kesal memutar bola matanya dan mencebikkan bibirnya. Tentu Gilang menyambutnya dengan gelak tawa khasnya.
🌹🌹🌹
Pagi cerah menyongsong. Sinar matahari merangkak naik. Menelusup melewati celah gorden tipis yang belum sempat tersibak oleh sang empuhnya.
May menikmati paginya dengan secangkir teh yang bertengger di atas meja kayu di sudut kamarnya. Sambil menunggu kepulan asap teh melemah, ia telpon sahabatnya. Sengaja ia telpon pagi-pagi. Karena ingin mengganggunya.
Drrrttttt....
"Halooo..."
"Woy bangun woyyyyy....gak malu apa ama ayam tetangga. Udah pada bejemur noh..kamu masi molor aja wayah gini." Teriak May
Sontak teriakan May membangunkan Gilang dari tidur nyamannya. Gilang langsung gelagapan mendengar teriakan May. "apaan sih kamu May..??pagi-pagi udah teriakin kuping aku." Gilang manyun.
"Temenin lari pagi yuk. Lama banget aku gak joging nih. Ke taman deket sini aja Lang."
"Yaudah tunggu bentar dah. Ganti baju dulu aku."
May tersenyum lebar. Ajakannya di sambut baik oleh sahabatnya. Setidaknya dia merasa sahabatnya selalu memperlakukannya dengan sangat manis.
May dan Gilang jogging menuju ke taman dekat rumah mereka. Sambil mengobrol tak jelas dan tanpa ketinggalan banyolan receh keduanya selalu membuat mereka semakin terlihat dekat.
Sementara mereka terlikat sangat akrab, ada sepasang mata yang sedang memperhatikannya dengan tatapan tidak sukanya. Niken.. Ya.. Niken menatap mereka dengan sangat sinis. Ia tak suka jika May dekat dengan Gilang.
"Gue cabut dulu yaa. Ada yang harus gue beresin." Pamit Niken pada gank nya.
"Lo mau kemana Nik..??" Teriak Asri.
"Lo pada jalan duluan aja. Gak usah tungguin gue. Tar biar gue balik sendiri aja." Niken bergegas meninggalkan teman-temannya.
Niken berlari mengejar May dan Gilang. Seperti biasa, dia ingin mengganggu waktu dua sahabat itu. Sebisa mungkin agar Gilang tak bersama May.
Niken berjalan menuju Gilang dengan kaki yang pura-pura pincang untuk menarik perhatian Gilang.
"May.. Bukannya itu Niken yaa..? Kaki dia kenapa itu. Pincang gitu." tanya Gilang heran. Dan May hanya mengendikkan bahunya. Tanda ia tak tahu.
"Coba gue samperin dulu yaa." ijin Gilang.
May diam. Memutar bola matanya jengah. Ingin rasanya May melarang. Tapi itu bukan haknya. Akhirnya May hanya membiarkan Gilang pergi begitu saja menghampiri Niken.
"Lo kenapa nik..??" Tanya Gilang
"Kayanya kaki gue kekilir deh Lang. Lo bisa bantu gue balik gak..??" Niken memohon. Berusaha merayu Gilang.
Bersamaan dengan itu, May sampai dibelakang Gilang. "Kenapa Lang..?" May memastikan semua baik-baik saja.
"Ini loh may.. Niken kekilir. Minta aku anterin dia pulang. Boleh ggak..?" Pinta Gilang.
"Kan kaki gue sakit Lang. Kenapa lo mesti minta ijin k dia sih. Penting banget apa..!!" ketus Niken.
May hanya mencebik bibirnya. "Gak bisa gitu dong Nik. Kan gue jalan ke sini sama May. Masa gue mau ninggalin dia sih." Gilang mencoba meredam keadaan.
Ditengah perdebatan mereka bertiga, ternyata ada salah satu teman mereka yg mendadak menghampiri mereka.
May tersenyum melihat salah satu teman mereka datang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!