Terdengar tawa di kantin kampus yang membuat suasana menjadi ramai, empat sekawan gadis mahasiswa semester tiga yang telah menyelesaikan kuliah jam pertamanya. Mereka sedang menikmati makanan yang ada di depannya.
"Meera mau dong batagornya." Riri yang langsung main comot dan melahapnya.
"Kebiasaan Kamu Ri." Ameera menepuk pundak Riri yang masih melahap batagor miliknya.
Sedangkan Aqila dan Annisa hanya tertawa melihat tingkah kedua sahabatnya itu.
"Kalian itu bikin ramai ya, nggak sadar apa kita jadi pusat perhatian suatu kantin ini." Aqila mulai sewot sedang Annisa yang baru mengenal mereka satu bulan ini hanya tersenyum sendiri.
Annisa merupakan mahasiswa pindahan yang baru masuk di kelas mereka saat semester 3 ini, karena Mereka semua merasa mempunyai satu pemikiran akhirnya Ameera, Aqila dan Riri mengajak Annisa untuk bergabung bersama mereka.
Mereka bertiga sebelum kedatangan Annisa memang sudah selalu bersama dan bersahabat sejak mereka lahir karena persahabatan orang tua Mereka.
"Iya nih kebiasaan Riri suka makan makanan ku, kenapa sih."
"Kalai kamu yang pesan enak tau Meera."
"Apaan, pesan juga sama itu punya Aqila nggak kamu makan."
"Ha ha ha.. judes Dia."
"Apa Kamu bilang, hehhh..." Aqila sudah siap aja sendok.
"Udah, malu dilihatin. Habiskan kita masuk kelas lagi." Annisa memang lemah lembut orangnya tapi sebenarnya juga asik kalau diajak mengobrol. Siapa sangka Dia mempunyai kemampuan IQ di atas mereka bertiga dibalik penampilannya yang sederhana dan lemah lembut.
"Iya Annisa yang cantik. Itu jadi cewek itu yang lembut kaya Anisa bukan main samber aja makan orang." Ameera masih nyindir Riri.
"Iyee.... he he he.. makasih ya. Lagian Mami Kamu lemah lembut itu kayak Annisa kamu nggak Meera." Riri mulai lagi.
Ameera nggak tahu menuruni sikap siapa tapi sepertinya Aunty nya Rima yang tak lain adalah Mamanya Aqila. Karena merasa di rumah selalu dijahili sama Abangnya Ammar, Ameera sewaktu masih SMA memang sering bermain ke rumah Aqila.
"Ini gara - gara kumpul sama Itu." Ameera memberi isyarat kepada Aqila.
"Apa Kak, kan kamu sendiri yang suka main ke rumah katanya di rumah sering dijahilin sama Bang Ammar." Aqila sewot.
"Ayo masuk kelas." Annisa sudah menghabiskan minumnya dan segera berdiri.
"Oke, lets goo." Riri semangat banget.
Mereka berempat berjalan menuju ke ruang kelas sambil bergandengan dan tak lupa selalu ramai sepanjang jalan.
"Meera, kamu bawa mobil nggak."
Riri
"Nggak."
"Terus tadi di antar supir."
"Nggak, tadi di antar sama Bang Ammar."
"Apaaaa... Bang Ammar udah lama nggak ketemu." Riri semakin bertingkah ketika disebut nama Ammar.
"Apaan sih Kamu, Dia sibuk skripsi dan mau lanjut S2 ke luar negeri."
Annisa dan Aqila hanya menjadi pendengar setia mereka berdua dan berjalan mengikuti dari belakang.
"Apaaaa... Bang Ammar mau ke luar negeri. Nanti aku nggak pernah ketemu dong. Nanti kamu dijemput sama Bang Ammar, aku bisa ketemu dong."
"Nggak tau.."
"Meera please... mau ketemu Bang Ammar."
"Apaan duduk sana."
Riri menuju kursinya sambil cemberut. Mereka sudah masuk di dalam kelas dan mengambil tempat duduk masing-masing.
Tak lama kemudian datang Dosen Mereka yang siap mengampu mata kuliah Algoritma dan Pemrograman yang menjadi pusat kepusingan Mereka.
Ameera, Aqila dan Riri memutuskan mengambil kuliah jurusan Teknik Informatika seperti Mama Mereka dan ingin bercita-cita menjadi seorang Programmer, apalagi Papa Aqila mempunyai perusahaan yang bergerak di bidang itu yaitu Azzam yang tak lain Om dari Ameera.
Mereka berempat dengan serius mendengarkan penjelasan dari Dosen yang sedang berada di depan. Kepala Riri rasanya mau pecah mendengarkan penjelasannya dia tidak konsentrasi karena ucapan dari Ameera jika Ammar akan ke luar negeri.
Annisa sangat aktif di dalam kelas selalu bertanya jika tidak memahami apa yang dijelaskan oleh dosennya. Ameera melihat sosok Annisa seperti melihat sosok Maminya yang cerdas dan pintar serta lemah lembut serta solehah.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Ammar baru saja keluar dari ruangan Dosen setelah bimbingan skripsinya, Dia memilih jurusan Manajemen Bisnis karena mengidolakan sosok Papinya yang pebisnis luar biasa dan nantinya akan meneruskan perusahaan milik Ibrahim Al Malik.
Ammar dan Ameera memilih kampus yang berbeda, jika Ameera pemilik kampus yang menjadi almamater milik Maminya dulu berbeda dengan Ammar yang memilih kampus yang bonafit dengan jurusan Manajemen Bisnisnya.
Ammar berjalan menuju ke parkiran dan akan menjemput Ameera karena mereka akan ke rumah Neneknya menyusul Papi dan Maminya yang sudah di sana karena Om Fajar sedang mengadakan syukuran aqiqah kelahiran anak yang kedua.
"Bang Ammar." Panggil Rendi sahabatnya yang tak lain adalah anak dari Rudi dan Hana sahabat dari Papi dan Maminya.
Dia mengambil jurusan kuliah yang sama dengan Ammar tapi dia baru masuk semester 3.
"Rendi."
"Mau kemana Bang."
"Mau jemput Ameera, kamu nggak ada kuliah."
"Sudah selesai Bang, ya udah hati - hati Bang salam buat Om dan Tante."
"Oke, aku duluan ya Ren."
"Oke Bang."
Ammar melajukan mobilnya menuju ke kampus Ameera. Di dalam mobil dia menghubungi Adiknya untuk bersiap dan menunggunya di depan kampus.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
"Kak Meera pulang sama siapa." tanya Aqila.
" Dijemput sama Bang Ammar kita mau ke rumah Nenek, Om Fajar lagi syukuran kelahiran anak yang kedua."
Riri mendengar Amira dijemput oleh Ammar dia langsung senang dan excited.
"Aku mau ketemu Bang Ammar dong, kan udah lama kita nggak kumpul ya." Riri sudah bergelayut di tangan Ameera.
"Apa sih."
"Iya mau minta es krim sama Bang Ammar." Aqila masih seperti anak kecil karena dulu dia suka dibelikan es krim sama Ammar. Tapi sekarang sudah pasti es krimnya berupa uang jajan.
"Kalian ya kalau ada maunya aja baik. Ayo ke depan Bang Ammar sudah mau sampai ini bisa di ceramah nanti aku kalau dia nunggu lama."
"Aku langsung ke parkiran aja ya."
"Nggak boleh, ayo Annisa ikut." Ameera menarik tangan Annisa.
"Aku sudah ditunggu sama Mama Ku."
"Bentar aja, yuk aku kenalin sama Abang Aku."
"Tapi Meera."
"Udah ayo ikut, nanti ke parkiran sama aku." Aqila menarik Annisa.
Sesampainya di depan kampus pas tepat mobil Ammar datang. Mereka berempat mendekatinya dan Ammar membuka jendela mobilnya.
"Ayo Meera, Abang sudah ditelepon sama Papi."
"Bang Ammar." Riri mulai kecentilan.
"Halo Riri."
"Lama nggak kumpul kita Bang."
"Nanti ya Abang masih sibuk sama skripsi." Ammar biasa aja menanggapi Riri membuatnya manyun.
"Bang es krim." gantian Aqila yang mendekat.
"Kamu itu nih.." Ammar membuka dompetnya dan membeli 1 lembar berwarna merah.
"Makasih Abang."
"Bang kenalin temen aku, Annisa ini Abang Aku Ammar."
Ammar memandang gadis itu tak berkedip dan Annisa tersenyum kepadanya sambil menelangkupkan tangannya di depan dada.
"Cantikkk..." batin Ammar
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Author Come Back ya 😁😁😁😁...
Sekarang ada Bang Ammar yang siap membuat kalian semua bahagia ☺☺☺☺
Ammar memandang gadis itu tak berkedip dan Annisa tersenyum kepadanya sambil menelangkupkan tangannya di depan dada.
"Cantikkk..." batin Ammar.
"Abang..!!" Ameera menepuk pundak Ammar yang melamun memandang Annisa sedangkan yang dipandang menjadi malu dan bersembunyi di belakang tubuh Aqila.
"Eh.. Iya. Ayo kita ke rumah Nenek sekarang." Ammar mencoba tetap tampil cool dan segera menghadap ke depan.
"Iya. Aku duluan ya girls.. Bye.. Assalamualaikum." Ameera memutar dan membuka pintu mobil sebelah.
" Waalaikumsalam."
"Bye.. Bang Ammar.." teriak Riri sambil kegirangan melambaikan tangan kepada Ammar.
"Bye Bang Ammar, bye Kak Meera hati - hati."
"Oke, bye..." teriak Ameera di dalam mobil.
"Duluan ya. Assalamualaikum." Ammar menutup jendela mobilnya dan sebelumnya tersenyum kepada Annisa yang dibalas dengan anggukan olehnya.
"Waalaikumsalam." jawab Annisa.
" Waalaikumsalam. Uhhh... lihat Bang Ammar makin cool aja." Riri masih tersenyum-senyum sendiri di pinggir jalan, Aqila pelan-pelan menarik tangan Annisa untuk menjauh dari Riri dan meninggalkannya.
"Iya kan Girls.." Riri celingukan mencari kedua sahabatnya yang meninggalkan Mereka.
"Qila,, Nisa.. Awas ya.."
Riri berlari berlari mengejar mereka yang tertawa.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
"Bang.."
"Hmmm.."
"Annisa cantik ya Bang."
"Hmmmm.. kayaknya lebih sopan Dia daripada Kamu." Ammar masih fokus menyetir tanpa melihat kearah adiknya yang duduk di sebelahnya.
"Kenapa bandingin sama Aku."
"Iya kelihatan lebih anggun Dia lah, sopan menjaga dirinya nggak mau salaman sama lawan jenis enggak kayak kamu.." Ammar menyentil jidat Ameera.
"Ciee.. Abang memuji nisa ya. Bang Ammar tertarik sama Dia."
ledek Ameera.
"Meera.. pikiran kamu itu loh masih bocah. Menilai seseorang sudah dibilang tertarik."
"Hmmmm...ngaku aja, Aku lihat ya tatapan Bang Ammar sama Annisa tuh beda. Dalammm... rasanya." Ameera duduk menyamping dengan meletakkan tangannya di dada.
"Dasar anak ABG."
"Meera bukan ABG Bang, udah mahasiswa semester 3."
"Itu masih bocah.."
"Hufft... Abang sendiri belum pernah punya pacar. Meera banyak yang deketin."
"Di deketin doang kok seneng banget Dek. Perempuan itu ya yang jual mahal jangan asal mau dibawa sama laki-laki kesana-kemari. Lihat Mami beliau benar-benar menjaga hanya untuk Papi seorang." Ammar selalu menghargai wanita seperti apa yang dinasehati oleh Syakila.
"Hufft... Abang sama Mami kalau udah ceramah pusing kepala Meera." Ameera meletakkan tangannya di jidat.
"Kamu itu perempuan harusnya bisa mencontoh Mami, halus, sopan, menjaga pandangannya. Dan nggak suka itu kalau ngomong teriak. Suara perempuan itu aurat apalagi ngomong sama lawan jenis dengan manja- manja."
"Iyee... Bang Ustad."
"Kamu itu anak Mami atau Aunty sih, nggak ada sifat Mami dalam jadi kamu sama sekali."
"Udah Bang, pusing dengar."
"Abang nggak akan berhenti sebelum kamu berubah."
"Iya.. Meera berubah Bang. Berubah... " Ameera malah meledek Abangnya dengan mempraktekkan superhero.
"Cewek aneh."
Ammar sengaja menginjak pedal rem dengan cepat begitu sampai di depan rumah Neneknya hingga membuat Ameera terperosok ke depan.
"Aduhh... Abannnnggg...." teriak Ameera sambil mengusap jidatnya dan Ammar hanya tertawa meninggalkan adiknya yang masih ada di dalam mobil.
"Abang, Adik mana." Syakila menghampiri putranya yang baru saja datang.
" Assalamualaikum Mi, itu di dalam, hihihihi.." Ammar meraih tangan Maminya dan menciumnya.
" Waalaikumsalam, Kenapa kamu ketawa."
"He he he.. lihat itu Mi."
Ammar menunjuk ke arah Ameera yang baru keluar dari mobil dengan muka manyun.
"Hikss...hiks... Mami. Abang jahat.." Ameera langsung memeluk Maminya dan merengek.
"Hmmmm.. kenapa putri Mami ini."
"Abang Mi.."
" Datang itu Assalamualaikum dulu." Ammar menyentil telinga adiknya.
"Huaa... Abang sakit."
"Abang masuk sana sama Papi."
"Oke Mi." Ammar tertawa puas bisa mengerjai adiknya yang cengeng.
"Kenapa Sayang."
"Ini Mi lihat, kepentok dalam mobil." jidat Ameera agak lebam sedikit karena kepentok tadi saat Ammar mengerem dengan sengaja.
"Cuma dikit kok, bisa kepentok kenapa."
Syakila mengusap kepala putrinya yang sangat manja kepadanya.
"Abang Mi, sengaja ngeremnya."
"Udah ayo masuk, nggak papa anak Mami dan kuat."
Mereka masuk ke dalam untuk bergabung dengan keluarga mereka yang lainnya.
Ammar sudah duduk di sebelah Papinya bersama Nenek dan Kakeknya dan juga ada Om Fajar dan juga istrinya beserta kedua anaknya.
"Anak gadis Papi kenapa, manyun gitu." Ibra melihat Ameera yang masih cemberut.
"Akting aja Pi." celetuk Ammar.
"Abannnnggg... jahat Pi. Masa kepala Adik di pentokin mobil Pi."
"Kenapa Ammar." tanya Neneknya.
"Nggak papa Nek, bercanda aja."
"Jangan begitu Ammar, lebam itu kepala Adik Kamu." Kakeknya mengingatkan Ammar, emang Ameera ini dari kecil selalu disayang oleh kakeknya, katanya duplikat Maminya.
"Iya Kek, maaf. Ammar bercanda doang."
"Kek, Abang jahat.." Ameera langsung mengeluarkan akting terbaiknya dengan duduk disebelah kakeknya dan memeluk tangannya.
"Cucu Kakek, udah nggak usah cemburu gitu. Nanti cantiknya hilang enggak kayak Mami Kamu lagi."
"Emang nggak kayak Mami Kek, beda jauhhhhh..." kata Ammar sambil memajukan bibirnya.
"Itu Kek, Abang jahat."
"Sudah ada Kakek, Abang nggak berani."
"Weeekk.." Ameera mengejek Abangnya dengan menjulurkan lidahnya.
Ibra dan Syakila hanya tersenyum melihat tingkah kedua buah hatinya yang masih seperti anak kecil pada usia mereka sudah dewasa.
Acara Aqiqah, anak Om Fajar akan di mulai setelah salat Dhuhur mereka semua bersiap dan melaksanakan salat Dhuhur terlebih dahulu secara berjamaah.
🌷🌷🌷🌷🌷
~.Ammar PoV.~
Annisa gadis itu cantik, sopan dan sangat menjaga dirinya dari lawan jenis. Aku baru pertama kali ini bertemu dengan gadis seperti itu, Aku seperti melihat sosok Mami yang ada di dalam dirinya.
Aku memang sangat mengagumi sosok Mami, Beliau seorang perempuan yang hebat bisa selalu menjaga auratnya dan juga kepercayaan Papi kepada dirinya.
Aku terinspirasi oleh Mami untuk mencari sosok pendamping hidup yang seperti dirinya, tapi selama ini aku belum pernah menjumpai wanita yang seperti itu.
Kata Papi sebuah hubungan akan berlangsung lama jika laki-laki yang lebih mencintainya terlebih dahulu. Dan ada sosok wanita yang sanggup membuatnya untuk tidak berpaling ke yang lainnya, seperti Mami.
Papi bercerita bagaimana dia mendapatkan Mami, Dia sosok Wanita yang tidak mau disentuh oleh lelaki yang bukan muhrimnya. Bahkan untum sekedar memandangnya, Dia malu.
Sebenarnya benar apa kata Ameera, Annisa cantik dan Aku mengakuinya tapi masih dalam hati. Aku nggak mau dicap sebagai laki-laki yang mudah jatuh cinta begitu melihat wanita.
Aku hanya butuh waktu untuk memantaskan diri ini dan memantapkan hati ini, jika memang jodoh tak kemana. Aku fokus dengan pendidikan ku terlebih dahulu dan membahagiakan kedua orang tua.
Papi menghendaki Aku lanjut S2 di luar negeri seperti Papi dahulu, Aku memang sangat senang dengan ilmu bisnis sosok Papi lah yang menginspirasi ku. Dia pebisnis hebat begitu pula dengan Almarhum Opa yang sudah meninggalkan kita dua tahun yang lalu, Kini Oma ikut dengan Kami.
#########
Gimana dengan Annisa ya 😉😉😉😊😊😊😊..
Makasih atas sambutannya dari semua pembaca..
Matur nuwun luar biasa 😊😊😊😊😊
~.Annisa PoV.~
"Kenapa Dia memandang Ku seperti itu, ahhh... Nisa sadar.. ". Sampai ku tepuk pipi Ku sendiri.
"Dia memang terlihat berbeda dengan yang lain laki - laki yang menghargai wanita. Dia juga kelihatan sangat menyayangi Ameera, sosok Abang yang baik."
"Tapi Riri kayaknya suka sama Dia, ya mungkin karena Mereka sudah saling kenal lama, sedangkan Aku baru juga ketemu tadi, itupun di kenalkan sama Ameera."
"Sudahlah Nisa fokus kuliah cepat lulus, fokus..fokus...fokus..."
Malam itu ku pandang langit-langit kamar ku sambil mengingat tadi siang, bertemu dengan Abangnya Meera. Sosok laki - laki yang sopan, cool, dan misterius tapi penyayang.
Pertemuan yang tak di sengaja gara - gara di tarik sama Adiknya, Ameera sahabat Ku yang baru saja Kita kenalan satu bulan yang lalu.
Aku terpaksa pindah kampus karena mengikuti kedua orang tua Ku yang ingin kembali ke kota asal Mereka setelah Kakak Ku menikah dan berumah tangga sendiri. Aku anak bungsu jadi masih ikut Papa dan Mama Ku yang seorang Dokter yang ingin menghabiskan masa tua Merek di kota asalnya.
Mama dan Papa Ku keduanya Dokter, dulu bertugas di kota Ku sekarang. Tetapi saat setelah Mereka menikah di pindah tugaskan sampai Aku besar dan Kakak Ku sudah menikah dan bertugas di kota Kami yang lama meneruskan profesi Mama dan Papa.
Aku nggak mau jadi Dokter, Aku lebih tertarik menjadi seorang Programmer lebih seru, lebih menantang dan juga bisa lebih mandiri.
Awalnya Mama melarang tetapi Papa memberi kepercayaan kepada Ku untuk bisa mengembangkan diri. Itu sudah Aku buktikan sejak SMK dan sudah beberapa kali Aku ikut kejuaraan.
Di sini Aku bertemu Ketiga sahabat Ku, yang ternyata Mereka bersahabat semenjak kecil karena orang tua Mereka adalah sahabat karib.
Aku terkesima dengan persahabatan mereka yang terlihat solid, Memang mereka suka ramai tapi itu yang membuat persahabatan kita menjadi lebih berwarna.
Mereka sangat menyenangkan walaupun kadang juga terasa menyebalkan karena Mereka mengcopy tugas Ku, tapi nggak papa seenggaknya mereka juga sudah berusaha.
Ameera, Aqila dan Riri kalian sahabat Ku selamanya. Makasih ya saat aku datang di kota ini tak punya teman satu pun kalian datang merangkul ku untuk bersama.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
"Mami.. tau nggak , Abang suka sama Cewek." bisik Ameera kepada Maminya saat Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga.
Syakila membulatkan matanya, saat Ameera berbisik kepadanya. Baru kali ini Dia mendengar Ammar mendekati seorang perempuan.
"Siapa Dek."
Ammar yang duduk bersama Papinya langsung menatap adiknya, yang sedang memeluk tubuh Maminya.
"Apaan Kamu."
Ammar memang galak kalau sama Ameera persis seperti Papinya ketika waktu masih remaja dengan Aunty nya. Itu dia lakukan untuk melindungi adiknya biarkan teman cowok yang mendekati Ameera berpikir ulang Dia memiliki Abang yang sangar.
"Kepoo... Ya Mi. "
"Sssttt... Rahasia kita ya Mi." Ameera memberi kode kepada Maminya untuk diam.
"Oke.. Tapi cerita sama Mami." Mereka berdua berbisik hingga membuat Papinya pun juga ikut penasaran.
"Ada apa Mi."
Tanya Ibra kepada Syakila.
"Mi.. ssstttt..."
Ameera memberi kode kepada Maminya untuk Diam tidak bercerita kepada Papinya padahal selama ini Syakila selalu jujur kepada suaminya.
"Mi.. Ada apa."
Syakila jadi bingung diminta jujur sama suaminya tetapi putrinya memintanya untuk diam.
"Adik kamu ngapain, sampai Mami nggak berani bicara sama Papi. Jangan jadi kompor ya." Ammar tidak tinggal diam melihat Maminya tersudut.
"Apaan sih Bang, mau tau aja."
"Mami, ada apa hmm... biasanya kan bicara sama Papi."
Ibra merangkul istrinya di depan kedua anaknya agar istrinya mau bicara.
"Ini Pi, kata Meera. Abang lagi suka sama cewek." terang Syakila membuat Ameera bersiap untuk lari ke kamar sebelum tertangkap oleh Abangnya.
Ammar mendengar itu langsung mendekat ke Ameera yang mau kabur dan menggenggam pergelangan tangannya.
"Abang.. sakit.. Hiks.s...hiks... Mami.."
"Helehhh.. mulai akting."
"Abang lepaskan." pinta Maminya.
"Tapi Mi, ini anak sudah kelewatan."
"Abang lepaskan sakit tangan Adiknya." pinta Papi dan Ammar langsung melepaskannya.
"Meera duduk sini."
Ibra menepuk sofa sebelahnya. Ameera mendekat sambil meledek Abangnya dan memegang tangannya yang terasa sakit di cengkeram oleh Abangnya.
Mereka berdua jika sedang bercanda pasti Ibra akan melerainya, dan kalau sudah Papinya yang bertindak mereka berdua tak berkutik.
"Sekarang siapa yang mau cerita, kayaknya anak-anak Papi sudah mulai jatuh cinta ini."
Syakila dan Ibra selalu memposisikan sebagai orang tua yang siap menjadi tempat curhatan kedua anaknya.
"Abang itu Pi, yang lagi kasmaran."
"Bohong Pi, sama siapa coba."
sangkal Ammar.
"Sama teman Aku Pi, Dia cantik Pi. Katanya Abang katanya dia Anggun, sopan selalu menjaga dirinya dari lawan jenis."
Ameera mulai berceloteh membuat Ammar semakin geram mau mencubit Adiknya.
"Ohh ya Dik, siapa namanya. Pernah ke sini nggak." Ibra jadi penasaran Ada sosok wanita yang bisa meluluhkan hati keras putranya. Sedangkan Syakila mendekati Ammar dan mengusap tangannya.
"Namanya Annisa Pi. Belum pernah Pi. Dia sahabat Aku, baru satu bulan ini pindah ke kota ini ikut Mama dan Papanya seorang Dokter."
Ibra dengan tersenyum mendengarkan cerita putrinya.
"Terus gimana Dik, Mereka bisa kenal."
"Nggak ada terusannya Pi, sudah begitu saja. Ammar tadi cuma dikenalin sama Meera waktu jemput adik ke kampus."
"Tapi Abang, mandang Dia Dalammmmmm.. iya kan." Ameera berlaga bisa membaca pikiran Ammar.
"Nggak ada Pi.."
"Sudah Ammar diam aja ya. Biarkan Meera bicara." Syakila mengusap - usap lengan putranya.
"Iya Mi." Ammar memeluk Maminya.
"Itu lihat Pi. Abang jadi merah mukanya." Ibra melihat wajah putranya sambil tersenyum.
"Nggak ya Mi."
"Nggak Sayang, sudah Dik istirahat masuk kamar. Besok kuliah kan."
Pinta Syakila.
"Iya Mi, masuk dulu ya Pi."
Ameera mencium tangan Papinya.
"Iya, Sayang istirahat."
"Mi, night.." Ameera mencium tangan Maminya dan cipika-cipiki.
"Iya Sayang, jangan lupa sikat gigi dulu. Jangan main HP langsung tidur."
"Iya Mi."
"Pasti main HP Mi." ledek Ammar.
"Abang itu yang suka, tidur malam.. wekk.." Ameera menjulurkan lidahnya meledek sang Abang sambil berlalu ke kamar.
"Kan ngerjain skripsi nggak nonton drama Korea kaya kamu."
"Alasannnn..."
"Itu Mi, Adik suka teriak - teriak."
"Sudah, emang gitu Adik Kamu. Kamu juga ledekin."
"Seru Mi.. he he he.."
"Ammar, Papi boleh tanya sesuatu."
"Iya Pi."
"Skripsi mu sampai mana, siapkan untuk ambil S2 di luar negeri."
"Siap Pi, ini tinggal Bab Akhir aja Pi. Siap sidang."
"Bagus, pesan Papi jangan permainkan hati wanita. Kalau Kamu memang belum siap untuk menikahinya mending jangan mendekatinya terlebih dahulu."
"Iya Pi, Ammar mau seperti Papi saat mendapatkan Mami."
"Tapi perempuan seperti Mami mu ini hanya ada satu di dunia ini."
Ibra memeluk istrinya.
"Pasti masih ada tersisa satu untuk Ammar Pi." Ucap Ammar penuh percaya diri.
"Ha ha ha.. Kamu memang benar-benar anak Papi."
"Duplikat Papi itu."
Syakila tersenyum melihat Ammar semakin ke sini semakin mirip dengan suaminya begitu pula untuk urusan perempuan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!