POV Naina Alexandra
Namaku Naina Alexandra, aku punya cita-cita menjadi seorang dokter bedah, itu sebabnya sejak dini aku selalu giat belajar. Otakku sangat cerdas, wajahku sangat cantik, maklum saja ibuku adalah seorang bule dan ayahku adalah orang asli dari Negara ini. Perpaduan antara gen bule dan asia membuat wajahku cantik bak bidadari.
Banyak para pria mendambakan diriku, bahkan sejak aku SMP sampai sekarang umurku 18 tahun yang hampir lulus SMA, pesonaku begitu memabukkan. Para pria rela antri dibelakangku untuk mendapat giliran berkencan denganku. Memang terdengar bahwa aku begitu play girl. Ets, itu tidak benar. ,meskipun banyak laki-laki yang mendambakan aku, tapi entahlah kenapa hatiku tertutup untuk mereka. Sampai suatu saat aku menyadari alasan kenapa aku tidak bisa membuka hatiku untuk pria lain karena hatiku sudah terkunci pada satu pria. Pria yang sudah memberikan aku kesempatan untuk hidup bahagia sampai sekarang. Pria yang acuh, dingin, berkuasa, serta ditakuti oleh banyak orang, bahkan aku sendiri takut menatap mata elangnya. Tapi entah bagaimanakah, jantungku selalu ingin berdebar kencang saat menatapnya langsung seakan aku ingin memilikinya seutuhnya.
Bagi orang lain dia menakutkan tapi bagiku dia adalah penyelamatku yang berhasil membuat aku begitu mencintainya bahkan sampai rela menjadi kekasih bayangannya. Dia datang padaku bak pangeran berkuda putih saat nyawaku tengah terancam serta membuat diriku berubah seperti sekarang. Ya, aku memanggilnya “Om Jonas”, sampai suatu hari aku tak menyangka bisa memanggilnya dengan nama “Mas Jonas”.
Flashback On
8 tahun yang lalu
Saat itu aku baru berusia 10 tahun, aku baru kelas 4 SD. Sejak kecil setelah pulang sekolah aku selalu membantu ayah ibuku di restoran. Ya, orangtuaku adalah pemilik salah satu restoran ternama di kota Palu, hidup kami bahagia sampai suatu saat bencana datang menghampiri.
Tante Angel, adik ibuku datang dari luar negeri bersama suaminya. Dia baru menikah. Karena mereka pengangguran, ibu dan ayahku mengajak mereka bekerja di restoran kami. Dan tentunya mereka juga tinggal di rumah kami yang bisa di bilang lumayan besar. Tante Angel dan Om Ricko awalnya memang baik sehingga kami nyaman hidup bersama mereka.
Satu bulan setelah kami hidup bersama tiba-tiba datang berita duka. Saat aku disekolah aku dijemput oleh tante Angel yang mengabarkan bahwa kedua orangtuaku kecelakaan dan meninggal ditempat. Sungguh hatiku hancur. Diusia yang masih 10 tahun aku harus menjadi yatim piatu. Tante Angel dan Om Ricko menguatkan aku, mereka mengatakan masih ada mereka dan mereka berjanji akan menjadi orangtua pengganti untukku, tapi ternyata itu hanyalah ucapan manis belaka. Beberapa minggu setelah orangtuaku meninggal, mereka mengambil alih restoran dan menyiksaku. Semua pembantu mereka pecat dan menyuruhku mengerjakan tugas pembantu. Di usiaku yang masih terbilang kecil, aku di suruh bersih-bersih dan memasak bak pembantu, jika aku tidak menurut maka mereka akan membuangku, tentu saja aku takut karena belum siap hidup sendiri, karena alasan itu aku rela menuruti perintah mereka.
Aku tersiksa karena mereka memperlakukan aku bagai binatang, aku tidak pernah diberi uang jajan lagi, aku selalu jarang tidur karena selalu di suruh-suruh, mereka bahkan tak segan-segan memukulku jika pekerjaan ku tidak sesuai harapan mereka. Oh Tuhan jika ada orang yang berhasil membawaku keluar dari lubang penderitaan ini, aku rela jadi budaknya. Itulah doa ku sepanjang waktu berharap doaku dikabulkan oleh Tuhan.
Beberapa bulan berlalu, aku sudah terbiasa diperlakukan seperti binatang. Hari itu aku pulang sekolah seperti biasa, hari itu aku sangat lelah karena disekolah tadi aku mengikuti ulangan kenaikan kelas. Di perjalanan pulang ke rumah, saat aku berjalan kaki, tiba-tiba ada sebuah mobil hitam berhenti di depanku, keluar dua orang pria kekar memakai jaket hitam dengan kacamata hitamnya dari mobil itu. mereka tiba-tiba langsung membekap mulutku sehingga aku tidak sadarkan diri. Setelah itu aku tidak tau lagi apa yang terjadi selanjutnya.
Flashback Off
Pagi itu setelah bermimpi hal yang sama berulang-ulang aku terbangun dari tidurku. Sungguh aku tersiksa selama 8 tahun ini karena tidak bisa melupakan kejadian mengerikan tersebut. Kejadian yang membawaku kepada sebuah keajaiban yang akhirnya membuatku menetap di Jakarta seperti sekarang.
POV Author
Hari ini adalah hari minggu, Naina yang tidak sekolah karena hari libur memutuskan untuk pergi ke Mall untuk membeli buku. Dia sudah janjian dengan dua sahabatnya yaitu Tiara dan Dewi.
Sebelum berangkat menaiki mobilnya, seperti biasa Naina akan mengabari Jonas terlebih dahulu.
Drutt… drutt… drutt…
Deringan telepon genggam Jonas yang nyaring membangunkan Jonas dari tidur nyenyaknya diatas ranjang. Diraihnya telepon genggam itu dengan matanya yang masih belum sepenuhnya terbuka.
“Hallo?” ucap Jonas dengan suara serak.
“Om Jonas baru bangun ya? udah jam 10 loh,”
“Ada apa?”
“Om hari ini aku mau beli buku di Mall sebentar sekalian jalan-jalan sama teman aku Tiara dan Dewi,”
“Selamat bersenang-senang…”
Sambungan telepon langsung dimatikan sepihak.
“Padahal aku masih mau ngomong, eh sudah dimatikan, kapan sih Om bisa melihat kalau aku sangat menyukai Om?” gerutu Naina saat teleponnya dimatikan sepihak oleh Jonas, Naina memang sudah terbiasa dengan nada bicara Jonas yang dingin, datar dan cuek, tapi sampai sekarang Naina masih mencari cara untuk masuk ke dalam hati Jonas. Orang yang membuat dia semakin hari semakin jatuh cinta.
Melihat jam sudah menunjukan pukul 10 pagi, Jonas langsung bangun dan menuju kamar mandi, di pasangkannya terlebih dahulu boxernya yang berserakan dilantai. Saat memasang boxer, dilihatnya sebuah liptik dilantai.
“Cewek panggilan itu, sebelum pulang harusnya dia periksa dulu semua barangnya, apa dia gak sadar lipstiknya tertinggal, menyebalkan,” gerutu Jonas.
Ya, sekarang Jonas tengah berada disalah satu kamar hotel miliknya.
Setelah keluar dari kamar mandi, Jonas memasang pakaiannya. Setelah itu Jonas bergegas keluar dari kamarnya menuju restoran hotel dilantai tiga untuk sarapan.
Setelah pergulatan memuakkan tadi malam, pagi ini Jonas mamasang muka marahnya. Di restoran hotel semua pegawai menunduk kepada CEO mereka serta memberikan pelayanan yang terbaik.
Sebelum menyantap makanannya, Jonas menelepon Dimas asisten pribadinya.
“Hallo Bos?” Ucap Dimas dari seberang telepon.
“Aku dihotel sekarang, cepat kemari!” perintah Jonas.
“Siap Bos.” Jawab Dimas.
Setelah telepon ditutup, Jonas selanjutnya menyantap makanan yang sudah dihidangkan diatas meja oleh para pelayan restoran itu.
Meskipun hari ini hari minggu, Dimas secepat mungkin datang kehotel sesuai perintah bosnya. Dimas sama seperti yang lainnya, dia juga sangat takut kepada Jonas, karena jika Jonas marah, Jonas bisa menghancurkan orang itu semudah membalikan telapak tangannya. 15 menit kemudian, Dimas sudah sampai dihotel dan langsung bergegas kelantai tiga hotel. Saat Dimas melangkahkan kakinya di restoran, Dimas langsung bisa melihat sang bos yang baru saja menyelesaikan sarapannya di jam yang sudah terbilang bukan pagi lagi.
“Ada perintah apa Bos untuk saya?” tanya Dimas ketika sudah datang dan berdiri tegak dihadapan Jonas.
“Pelacur yang kamu bawa untukku tadi malam, kamu dapat dari mana?” bentak Jonas.
“Sesuai dengan perintah Bos saya selalu memilih wanita terbaik untuk melayani Bos, dia salah satu primadona di Club Malam Red, salah satu club malam terkenal,” jawab Dimas dengan gugup.
“Terbaik kamu katakan, baru lima menit aku menyentuhnya, dia sudah membuatku tidak berselera, nanti malam bawa wanita baru lagi untukku! awas saja kalau ini kembali terulang,” tegas Jonas.
“Baik bos,” jawab Dimas.
Setelah mendapat komplen dan perintah dari Jonas, Dimas turun kebawah menuju mobilnya sambil menggerutu. Setelah masuk mobilnya amarah Dimas masih ada.
“Kayanya yang bermasalah bukan di cewek-cewek yang aku bawa deh tapi di Bos, sudah sering banget kaya gini, alasannya selalu sama, habis lima menit menyentuhnya sudah gak bersera lagi katanya, baru 10 menit sudah bosan katanya, emang cewek kaya gimana sih yang bisa bikin Bos bersera dan puas, lemah syahwat kali ya si Bos, capek banget sering cari cewek seperti yang Bos minta, gak heran kalau Bos sudah dua kali cerai, jangan-jangan dua istrinya dulu juga bikin dia gak berselera kali ya?” gerutu Dimas didalam mobil.
Meskipun Dimas kadang jengkel karena selalu disuruh mencari wanita pemuas ***** bosnya, tapi Dimas selalu menjalankan perintah itu mengingat statusnya yang hanya asisten sekaligus sekretaris pribadi Jonas. Dimas juga tiap hari selalu siap di omeli bosnya jika pekerjaan terlambat terselesaikan. Itu sebabnya Dimas selalu mewanti-wanti karyawan agar bekerja dengan benar dan tepat waktu agar jika ada kesalahan, dia tidak di omeli.
Setelah memarkirkan mobilnya, Naina bergegas mendatangi kedua temannya yang sudah menunggu di pintu Mall.
“Maaf guys gue telah dikit,” kata Naina.
“Its oke,” ucap Dewi.
“No problem, let’s go guys shoping-shoping hari ini,” ajak Tiara sambil senyum kegirangan.
“Kita kan cuma beli buku, lagian gue gak punya uang buat shoping, gue hari ini cuma mau jalan-jalan aja,” ucap Naina
“Gak punya uang? waktu itu kan kita liat isi dompet lo, ada Black Card disitu, tinggal gesek aja kartu itu, apapun yang lo mau pasti kebeli kok,” kata Tiara.
“Itu bukan punya gue, itu punya Om gue, gue cuma dipinjemin, gue kan sudah bilang berkali-kali kalau gue cuma numpang hidup sama gue,” kata Naina.
“Kalau dipinjemin ya gunain dong, masa habis beli buku cuma jalan muter-muter doing tanpa beli sesuatu, bikin kaki sakit aja,” gerutu Dewi.
“Kalau kalian mau shoping boleh aja gue temenin, kan duit kalian juga, tapi gue tetap gak mau shoping,” kata Naina.
“Oke-oke kalo gitu, asalkan lo gak papa cuma nemenin kita, kita sih gak masalah,” kata Dewi.
“Iya gue gak papa kok, santai aja, yu kita masuk!” Naina langsung menggandeng tangan dua temannya, dengan Naina diposisi tengah.
“Come on…” kata Tiara.
Di toko buku Mall, sambil milih-milih buku mereka bercakap-cakap.
“Tahun ini lo jadi masuk ke fakultas kedokteran Nai?” tanya Dewi.
“Iya, gue lagi berjuang buat mendapatkan beasiswa itu di Universitas Indonesia,” jawab Naina.
“Kalo lo jadi dokter bedah, emang lo gak bosan setiap saat hidup liat isi perut manusia ya? ngeri banget gue ngebayangin nya, harusnya lo nikmatin hidup dong liat yang indah-indah, bukan liat yang kaya gitu,” celetuk Tiara.
“Itu pekerjaan keren Tiara, gajinya juga gede, lagian… meskipun jadi dokter bedah, gak tiap saat kali liat isi perut, emang gue bodoh apa gak liat yang indah-indah,” kata Naina.
“Hahaha… bener banget, oh ya… kalo ngomong yang indah-indah, cie… yang kemaren habis ditembak oleh ketua osis,” goda Dewi.
“Apaan sih, gue kan udah bilang berkali-kali, gue gak tertarik buat pacaran, gue juga gak punya rasa sama dia,” kata Naina.
“Emang cowok kaya gimana sih yang lo mau, dari SMP sampai hampir lulus SMA sekarang kita belum pernah liat lo pacaran, semua cowok-cowok lo tolak, mana gak bagi-bagi lagi sama kita-kita,” ucap Tiara.
“Lo mau? ambil aja si ketua osis, hahaha...” tawa Naina.
“Si Tiara mah mau, si ketua osis nya yang gak mau,” ejek Dewi.
“Nasib gue kali, umur udah 18 gak ada yang suka, gara-gara punya teman-teman jomblo sejati, gue jadinya ikutan jomblo,” Tiara menghela nafas malas.
“Apaan sih Ra, jadi nyalihin kami,” sela Naina.
“Gue jomblo ada alasannya ya, bukannya gue udah bilang kalo gue udah di jodohin sama orangtua gue sama anak sahabat mereka, dan gue gak bisa nolak karena hari pernikahan gue pun sudah ditentukan, 4 tahun lagi gue bakalan jadi istri, habis kuliah gue nikah, makanya gue jomblo sampai saatnya tiba,” Dewi membela status kejombloannya.
“Emang lo suka sama calon lo?” tanya Tiara.
“Tampangnya lumayan lah, dia juga udah kerja, 10 tahun lebih tua dari gue, gue udah liat fotonya, tapi belum pernah ketemu langsung, gue percaya orangtua gue sudah memilih yang terbaik untuk gue,” jawab Dewi dengan santai dan bangga.
“Kalo lo nikah dan kita masih jomblo, pas lo ijab qabul jangan lupa doain kita supaya cepat nyusul ya, itu waktu mustajab dikabulkannya doa loh?” pesan Tiara dengan nada bercanda.
“Siap.” Ucap Dewi sambil mengacungkan jempolnya.
Setelah memilih beberapa buku, mereka lalu menuju kasir untuk membayar buku tersebut. Selanjutnya mereka jalan-jalan mengelilingi Mall. Mereka mampir-mampir ke toko pakaian, tas, sepatu, aksesoris dan toko-toko lain seperti perhiasan. Setelah lelah shoping mereka akhirnya duduk nongkrong di Cafe Mall. Mereka bertiga meminum jus mangga kesukaan mereka.
***
Jonas Tirta Alvino adalah seorang Presiden Direktur dari Winner Grup. Perusahaan itu bergerak di berbagai industri-industri besar. Selain di Indonesia, perusahaan itu juga sudah mendunia. Dengan statusnya sebagai konglomerat kaya, Jonas selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Ia memiliki karakter yang tegas. Aura kepemimpinannya sudah tidak diragukan lagi, sehingga sangat di segani oleh rekan-rekan bisnisnya.
Sikapnya berbeda sekali dengan kedua orangtuannya yaitu Tuan Bagas dan Nyonya Ivana. Dulu saat Bagas masih memimpin perusahaan, Bagas di kenal sebagai CEO yang baik hati namun saat dia pensiun karena sudah tua, para rekan bisnis dan karyawan begitu kaget karena pengganti tuan Bagas begitu berbanding terbalik dengan tuan Bagas.
Setelah pulang dari hotel, Jonas akhirnya memutuskan pulang ke kediaman orangtuanya. Jonas memang memiliki apartemen mewah sendiri, tapi ia tidak bisa tinggal di sana karena kedua orangtuanya tidak mengizinkan Jonas. Orangtuanya berdalih jika Jonas sudah punya istri, baru Jonas boleh keluar dari rumah itu. Jonas yang notabennya tidak ingin durhaka kepada kedua orangtuanya hanya menurut saja selama permintaan kedua orangtuanya tidak merugikan dia.
Keluar dari mobil mewahnya Jonas disambut hangat oleh para pelayan di rumahnya.
“Pak Rusli, Mami sama Papi mana?” tanya Jonas.
“Sedang dimeja makan tuan muda, mereka sedang makan siang,” jawab kepala pelayan itu dengan sopan.
Jonas menuju meja makan.
“Jonas, kamu pulang juga akhirnya,” ucap Papinya ketika melihat Jonas datang.
“Kirain diculik, baru saja kami mau melaporkanmu ke polisi sebagai orang hilang, seminggu ini kenapa gak pulang? kemana saja?” hardik Mami.
“Aku banyak kerjaan Pi, Mi, jadi gak sempat pulang, aku capek jadi mau langsung ke kamar,” jawab Jonas dengan santai.
“Kalau capek kenapa ke meja makan?” tanya Maminya lagi.
“Buat nunjukin muka aku ke Mami Papi, biar kalian tau aku sudah pulang, aku ke atas dulu Mi, Pi,” Jonas langsung nyelonong pergi.
Jonas menuju kamarnya yang ada di lantai dua sementara Mami dan Papinya masih ada di meja makan.
“Liat muka Jonas Mami bete banget Pi, sampai kapan dia mau melajang, umurnya itu udah 38,”
“Anak kita duda Mi, bukan bujangan lagi, dua kali nikah malah sudah,”
“Dan jangan lupa, sudah dua kali cerai juga, wanita seperti apa sih yang dicari anak itu sebenarnya?”
“Entahlah Mi, perasaan kita selama ini tidak pernah menuntut ke dia harus punya menantu seperti apa, tapi kok selalu gagal dalam pernikahannya, mana dia anak kita satu-satunya lagi,”
“Apa anak kita…”
“Huss, anak kita masih normal Mi, Mami dengar sendiri kan dari Dimas kalo anak kita sering jajan diluar,”
“Terus gimana dong Pi,? kita udah kakek nenek Pi, kalau dia tidak punya anak, siapa yang meneruskan perusahaan, dan yang lebih parahnya lagi, kalau dia sering tidur sama wanita, kok bisa wanita yang ia tiduri itu gak ada satupun yang hamil, apa sih yang ada dikepala anak kita itu? kesal Mami jadinya,”
“Mana Papi tau isi kepala anak kita Mi, Papi juga gak bisa maksa dia nikah, kalau kita maksa dia nikah media bakal heboh lagi karena anak kita cerai lagi untuk ketiga kalinya,”
“Benar juga sih Pi, Papi ingatkan perceraian pertamanya. Wanita ular itu sampai menyewa 12 pengacara untuk menuntut banyak harta gono gini dari anak kita sampai berita perceraian dulu heboh,”
“Itu masih kurang heboh Mi, perceraian keduanya mirip kaya di sinetron-sinetron, si artis mantan istrinya dulu sok bunuh diri segala gara-gara tidak terima diceraikan, sampai-sampai media tanah air heboh lagi,”
“Untung saat itu media bisa diredam ya Pi? Mami tidak bisa membayangkan drama seperti apa lagi kalau dia menikah untuk ketiga kalinya dan bercerai lagi untuk ketiga kalinya,”
“Papi membayangkannya juga ngeri Mi, bisa-bisa Papi cepat mati gara-gara jantungan nanti,”
“Udah lah Pi, mending kita pasrah aja lagi, berdoa aja supaya anak kita bisa tobat, salah kita juga sih Pi, dulu waktu muda kita sibuk kerja dan jarang memperhatikan dia, saat kita sudah tua, akhirnya kita menikmati hasil didikan kita,”
“Iya Mi, semoga dia cepat tobat.”
Di kamarnya Jonas berbaring diatas kasur King Sizenya. Kamar Jonas yang terlihat mewah tampak membosankan karena hanya bercat putih polos tanpa tambahan warna lain sedikitpun.
Drutt... drutt...
Telepon genggam Jonas berbunyi lagi. Di lihatnya dilayar, ternyata Naina yang menelepon. Jonas pun mengangkat panggilan itu.
“Hallo,” ucap Jonas.
“Om aku udah pulang, Om ada dimana sekarang?”
“Di rumah Mami Papi,”
“Kapan ke apartemen lagi? udah satu bulan Om gak pulang,”
“Belum Tau,”
“Aku sendirian Om, aku juga kangen sama om,”
“Disanakan banyak pembantu,”
“Ya udah deh, jangan lupa makan dan istirahat ya Om, semangat om,“
“Hmm,”
Jonas seperti biasa memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
Ya, Naina selama 8 tahun ini tinggal bersama Jonas di apartemen mewahnya. Meskipun Jonas pencinta wanita tapi dia tidak pernah sedikitpun melirik Naina, baginya Naina hanyalah seorang anak kecil malang yang memerlukan perlindungannya. Meskipun mereka tinggal bersama tapi Jonas jarang pulang sehingga Naina sering tinggal bersama pembantu saja di sana.
Selama ini kedua orangtua Jonas tidak tau kalau Jonas menampung seorang gadis kecil di apartemennya. Melihat banyak pembantu yang bekerja di apartemen itu, kedua orangtuanya hanya mengira bahwa Naina salah satu dari pembantu disana.
Di kamarnya, Naina sedang bersedih, ia sangat merindukan sosok Jonas, untuk melepas kerinduannya, ia hanya bisa bisa menatap foto Jonas yang begitu banyak di Handphone nya. Ia menatap Foto Jonas sambil berbaring terlentang di kasurnya.
“Om, apa yang harus aku lakukan? semakin hari perasaanku semakin besar ke Om, aku sangat cemburu melihat Om menggandeng tangan perempuan silih berganti, aku kurang apa di mata Om sampai Om gak pernah sadar bahwa aku suka sama Om, aku ingin menjadi salah satu dari wanita yang Om ajak tidur tiap malam. Aku tau pikiranku ini bodoh, tapi selama ini aku hanya bergantung pada Om, Om membantu aku tanpa meminta imbalan, jadi jangan salahkan aku jika aku menyukai Om,”
Naina sangat merindukan sosok Jonas sampai-sampai ia tenggelam didalam tidurnya sambil merindukan Jonas.
Waktu sudah berganti menjadi malam. Sekitar jam 8 malam, Jonas turun kebawah ingin pergi lagi, saat melewati kedua orangtuanya di ruang tamu Jonas langsung mendapat seribu pertanyaan.
“Mau kemana kamu malam-malam begini?” tanya Mami.
“Senang-senang Mi, besok aku kan kerja jadi isi energi dulu,” jawab Jonas dengan santai.
“Wanita mana lagi yang kamu tiduri malam ini?” tanya Mami lagi dengan sinis.
“Entahlah Mi, Dimas bilang udah nyiapinnya buat aku,” jawab Jonas lagi.
“Papi udah gak bisa lagi menasehati kamu terhadap hobi gilamu itu, setidaknya kamu manfaatkan hobi gilamu itu untuk dapat anak,” ucap Papi dengan pasrah.
“Aku gak mau Pi punya anak dari wanita ******,” jawab Jonas.
“Makanya kamu tiduri wanita baik-baik biar punya anak, atau cari perempuan yang kamu cintai?” saran Mami.
“Aku gak percaya cinta Mi, cinta itu cuma bikin sakit hati, udahlah Mi, salah Mami Papi sendiri punya anak cuma satu, kalau aku gak bisa kasih cucu ke Mami Papi, adopsi aja sana anak kecil,” dengan acuh Jonas mengucapkannya.
“Bicara sama kamu tidak pernah benar ya, sana pergi!” Mami nya sudah muak.
“Iya, ini aku juga mau pergi, aku gak janji lo pulang ke sini, mungkin satu minggu lagi baru pulang,” ucap Jonas.
“Apa?” Mami dan Papi sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Mendengar ocehan Mami Papinya, Jonas langsung meninggalkan mereka dan melajukan mobilnya di sebuah Club Malam.
***
Naina yang sedari tadi tidur harus terbangun karena bunyi Handphone nya. Ternyata yang menelepon adalah Dewi.
“Hallo Naina, gawat Nai gawat,” ucap Dewi dari seberang telepon dengan wajah paniknya.
“Apaan sih Dew, gue ngantuk nih?”
“Tiara tadi bilang ke gue dia mau ke Club Malam Sky, Dirga lagi mabuk-mabukan katanya disana gara-gara habis lo tolak semalam,”
“Kok bisa?” tanya Naina kaget.
“Lo tau kan Tiara suka banget sama Dirga, gue takut terjadi apa-apa sama dia, gimana kalau Tiara diapa-apain disana, kita susul dia kesana ya?”
“Ya udah, gue siap-siap dulu, lo jemput gue ya di apartemen!”
“Sip, bye.”
Setelah Dewi menutup teleponnya, Naina langsung mandi sebentar dan ganti baju. Naina mengikat rambut panjangnya ke atas dan menggunakan celana levis panjang, baju yang ia gunakan adalah baju lengan panjang dengan bahu terbuka sehingga menampakan leher putih mulusnya. Tak lupa dia pakai kalung emas berliontin love. Di balik liontin itu ada foto Jonas tapi Jonas tidak tau.
Setelah berdandan apa adanya tidak berapa lama kemudian Dewi datang. Dewi yang sudah dipersilahkan masuk oleh pembantu membuat Naina kaget.
“Lo pakai baju apa Dew?” tanya Naina kaget.
“Kita kan mau ke Club, ya pakai baju seksilah, tapi kok Lo pakai baju gitu?”
“Gue gak suka baju seksi, lagian cuma suami gue yang boleh liat tubuh gue, terserah lo mau pakai baju apa, tapi gue gak janji ya bantuin lo kalau ada Om-om genit menggoda lo,”
“Tega banget sih dengan temen sendiri,”
“Salah sendiri mengundang ***** cowok,”
“Ya udah deh gue bisa jaga diri sendiri, ngomong-ngomong lo udah izin belum sama Om lo?”
“Tadi gue telepon gak diangkat-angkat, makanya gue WA aja,”
“Ya udah, ayo kita berangkat,”
Dengan menggunakan mobil Dewi, mereka berdua pergi ke Club Malam.
Di salah satu kursi VIP Club, Jonas meneguk wine nya sambil memeluk dua wanita disisi kanan dan kirinya tapi dia merasa bosan. Sungguh Jonas tidak mudah terangsang dengan belaian wanita, itulah yang membuatnya muak. Dia belum menemukan wanita yang mampu membuat darahnya mendidih panas.
Di dekat kursinya, Jonas memperhatikan seorang laki-laki yang masih muda minum banyak alkohol sambil di temani wanita di sampingnya, secara tidak sengaja Jonas mendengar ucapan mereka.
“Come on Dirga, jangan minum lagi!” kata Tiara.
“Gue kurang apa sih Ra? gue belum pernah di tolak mentah-mentah sama cewek, hati gue sakit,” jawab Dirga dengan mimik sedih, dia setengah mabuk.
“Gue ngerti, tapi cinta gak bisa dipaksakan, jadi jangan menyiksa diri sendiri dong Ga!”
“Gue sayang banget sama dia sejak masuk SMA, lo ngomong dong sama dia Ra, dia kan sahabat lo, siapa tau dia mau dengerin lo,” pinta Dirga.
“Gue gak bisa maksa dia nerima lo,” jawab Tiara dengan menyesal.
Sungguh Jonas semakin muak dengan situasi ini, dia mendengar ada satu lagi laki-laki korban cinta. Apa sih bagusnya cinta sehingga kadang banyak orang menyiksa diri karena gagal dalam bercinta?.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!