The dearcurt sword
note: saya ingin memberitahu jikalau novel ini belum selesai. Sebelum saya merevisi dan merombak cerita ini, anda bisa ke karya terbaru saya Mirah Bengis Hatma. Saya tunggu kehadirannya! :D
Suasana ini begitu nyaman untuk tidur siang dengan secangkir kopi yang menemani tapi sayang aku jauh dari rumah, kupikir taman ini sangat bagus begitu juga pemandangannya yang indah. Kuharap hal ini tidak akan berakhir cepat.
Namun mungkin aku terlalu cepat bicara, semilir angin menghembuskan sebuah daun dan bunga di sampingku bergoyang mengikuti irama dari angin. Awalnya aku berpikir... Apa angin musiknya ? Ah, aku hanya bicara omong kosong.
Melupakan suasana damai ini, aku menatap beberapa orang yang ada di depanku..
Aku bertanya, "Kalian mau apa ?"
Aku bertanya pada mereka, mereka hanya menyeringai tidak jelas membuatku merasa kalau kalian itu mau balas dendam atau apa sih ?
Menghembuskan nafasku sambil menikmati udara segar namun kalian menganggu aku, apa kalian sangat antusias untuk mati huh ? Tapi ya lupakan saja soal itu, semangat kalian akan habis juga.
Beberapa orang seperti mereka sering aku temui dan badannya kekar berotot, kalian bukannya keren atau bagaimana tapi kelihatan seperti beruang. Kukira akan menakutkan ternyata hanya untuk pertunjukan sirkus saja tampaknya.
"Bisakah kita cepat akhiri ini ?"
"Jangan sombong dulu, kau bocah tak tahu malu!"
"Hoamm.. Cepat~"
Aku menguap ? Ah, mungkin mengantuk atau apa peduliku itu hanyalah bosan...
Tangan mereka terangkat ke atas, aku hanya menatap bola api yang ada di atas telapak tangan mereka itu begitu kecil... Namun kupikir sebaiknya aku memberikan kalian pelajaran, kalian itu belum tahu yang namanya dari kekuatan.
Bola api itu hanya sihir tingkat satu, sedangkan kalian tidak bisa memodifikasi sihir itu atau menggabungkan antara sihir hitam dan putih, kalian terlalu rendah untukku. Bisakah cepat pergi saja ?
Seakan orang yang melempar bola mereka melempar bola api itu padaku, kurasa sebaiknya menggunakan jurus andalanku. Walau nantinya kalian akan mati, apa peduliku ?
"Crywirs..."
"Apa ini ?!"
"Heh! Terima saja apa yang akan kalian alami selama 30 detik, aku menyambut kalian di neraka dunia tau.."
Badan mereka di selimuti cairan menjijikan berwarna merah pekat, kelihatan sekali kalau benda itu mulai menggerogoti tubuh beruang itu. Namun jangan khawatir... Kalian akan tetap hidup tapi akan tahu rasanya di makan cacing ?
Tak lama mereka berteriak begitu kencang, namun kalian begitu berisik...
Bagaimana jika ada seseorang datang lalu kesenangan kita akan berakhir begitu saja.. Ah, aku tak ingin seperti itu makanya, sebaiknya kalian diam saja dan tetap membuat tontonan yang menarik untuk hiburanku.
"Kedap.."
Mengeluarkan sihir kedap suara, sihir ini bisa membuat suara apapun menghilang tidak bisa terdengar apapun selain orang itu sendiri dan mereka hanya terlihat berteriak dengan mulut yang berbusa, kalian terlihat senang.
"Cukup!"
"Uhh ? Siapa... Sih ?"
Aku menoleh ke belakang karena suara yang begitu keras masuk ke pendengaranku rasanya begitu keras, apa dia tak bisa mengecilkan volumenya ?
"Oh tuan putri, anda sedang ngapain di sini ?"
"Seperti biasanya kau suka menyiksa orang, kau bisakah melepaskan mereka saja ?"
"Enggak, aku gak pengen... Dari pada itu, tuan putri, apa kamu mau jadi istriku ?"
"Lupakan itu, aku akan memikirkannya nanti dan lepaskan mereka dulu... Aku ingin bicara denganmu.."
"Baiklah.. Baiklah..."
Melepaskan crywirs, crywirs adalah jurus atau teknik dari sihir air namun aku memodifikasinya menjadi lebih berguna dan bisa membuat tubuh korban yang terkena sihir ini hancur, tetapi nantinya akan beregenerasi dan terus seperti itu sampai mereka meminta ampunan dariku.
Tak lama para beruang ini terkapar di rerumputan dengan mulut yang penuh busa, kelihatan menjijikan sekali dan kalian juga membawa pedang ternyata...
"Oh putri Sylvia, apa anda paham kalau saya ingin kita segera menikah ?"
"Lupakan itu bagaimana kalau kita punya anak saja dari pada menikah ?"
"Tidak, aku sangat tak ingin.."
"Huhu.."
Dia memperlihatkan wajah sedihnya dan begitu berkaca-kaca di hadapanku, kau pikir aku akan terperdaya oleh ekspresi kamu...
"Adzli, aku gak mau menelan darahmu dan kenapa aku harus memakan jarimu ?"
"Itu hal kecil, aku hanya akan kehilangan jari kelingkingku saja.."
"Aku tak ingin,... Kalau hanya menelan darahmu aku kuat kalau jarimu, aku takkan sanggup..."
"Kenapa upacara pernikahan ini kayak tumbal, aku kelihatan kayak orang jahat apa."
"Iya,.. Oh kenapa kamu gak bunuh orang yang memberikan adat seperti ini ?"
"Itu ide bagus tapi aku gak mau."
Tuan putri ini datang padaku mendekap memeluk badanku begitu lembut, aku mencium rambutnya begitu wangi dan parfum apa yang dia pakai ? Kenapa rasanya begitu ingin membuatku semakin ingin dia lebih dekat denganku.
Tangannya tidak bisa diam saat di peluk seperti ini, kelihatan sekali kalau dia rindu...
Kalau kamu rindu sekalipun jangan seperti ini juga, aku hanya pergi dua tahun saja sudah begini dan kenapa kau meraba punggungku ?!
"Ada apa ?"
"Aku ingin kita segera berkeluarga dan bukannya paduka udah siap buat memiliki aku ?"
"Kerajaanku baru berdiri, kamu kenapa terburu-buru..."
"...Hump!"
"Eh ?"
Dia cemberut begitu imut dengan menggembungkan pipinya yang tembem itu dan memerah pula, kamu kelihatan langsing tapi pipimu tembem hanya itu yang aku pertanyakan dari dulu semenjak sylvia bersamaku.
"Kamu gak peka!" bentaknya.
Menghembuskan nafas aku tak paham maksud darinya, namun aku sekarang menoleh pada para beruang dan kupikir saatnya kalian pergi... Cari masalah denganku, jika kalian berada di kerajaanku sudah aku eksekusi mati saja.
Mengeluarkan sihir pengapungan, aku bersamaan mengeluarkan sihir angin tingkat 199 biar mereka terlempar jauh ke atas langit dan jangan lupa bernafas karena kalian mungkin akan selamat, kurasa hanya beberapa persen kalian takkan selamat.
Namun bukan karena jatuh dari ketinggian atau apa, kalian kalau mau hidup jangan terkena serangan jantung yah...
"Hus!"
"Kamu keterlaluan..."
"Tak apa biar mereka bisa melihat langit lebih dekat."
"Dasar psikopat!"
Melihat ke langit yang begitu memanjakan mata pemandangan yang ada begitu indah, aku merasa kalau hidupku saat ini lebih baik daripada yang sebelumnya dan aku punya istri cantik di dunia ini.
Jika duniaku sebelumnya aku hanyalah seorang sosiopat yang tidak bisa melakukan apapun, kini sekarang seorang raja ? Ah, aku sangat puas dengan apa yang terjadi padaku.
Jika mungkin kalau saja aku tidak menemukan kakek tua itu maka aku takkan mendapatkan hal ini, kalau dia kelihatan mungkin aku akan berterima-kasih padanya sebesar-besarnya kepadanya.
"Adzli, kita punya anak saja.."
"Enggak, nikah dulu..."
"Enggak, punya anak..."
"Enggak."
Aku menghembuskan nafas di depan gadis ini, dia masih begitu cantik saat aku menemukannya di pinggir sungai dan begitu juga seterusnya.. Kuharap kecantikannya takkan pudar.
Tapi lupakan dulu, kurasa sebaiknya aku mencari cara agar pernikahan kami tidak memakai upacara begituan dan entah kenapa aku juga jijik...
The dearcurt sword
Sekarang peperangan sudah tidak terjadi dan dunia damai, walau ada beberapa orang yang masih saja menginginkan kekuasaan tapi aku tidak ingin. Jadi sebaiknya mereka menghilang saja kalau bisa.
"Lupakan itu, bagaimana kalau kita pergi ke tempat lain dan mengenang masa lalu kita yang indah..."
"Iya,... Kamu kelihatan suka sekali soal cerita kita, kamu mengatakan mau di buat buku ?"
"Ah, kurasa impianku ketinggian dan Kutu Buku di dunia ini sedikit.."
Sylvia tersenyum kecil, "Orang dari dunia lain memang menarik yah!"
Dia tertawa kecil di depanku dengan wajah merona merah seperti buah apel, ingin sekali aku menggigitnya tapi aku tahan dan aku mulai mengenang masa laluku.
Namun lupakan soal masa laluku, sekarang sylvia makin cemberut di hadapanku dengan tingkah laku kekanak-kanakan yang biasanya. Kenapa kamu jadi seperti ini sih ? Aku agak tak suka...
Berjalan di sekitar kerajaan Scrawter ini begitu indah dan pemandangan yang ada memanjakan mata, hanya saja kenapa orang-orang di negara ini pada bodoh semuanya dan kurasa yang waras hanya ada beberapa saja.
"Sylvia, apa kita bisa masuk ke dalam kerajaan dan aku ingin bicara pada ayah kamu."
"Eh ?! Mau apa, dia benci kamu."
"Aku mau bicara soal mengubah upacara pernikahan yang bisa di katakan gila ini."
"Terserah padamu kalau mau seperti itu," kataku dengan malas.
Helaan nafasnya keluar dengan uap yang keluar kelihatan dengan mataku juga, entah hari ini begitu dingin karena apa tetapi yang pasti aku dan Sylvia sama sekali tidak kedinginan. Mungkin hanya perasaanku atau penglihatan yang aku miliki terlalu hebat tampaknya.
Setelah beberapa langkah berjalan aku melihat seseorang raja sedang duduk di kursi yang berada di depan taman itu sendiri, tapi saat ingin aku menghampirinya serasa kalau dia mungkin akan langsung mengusirku seperti sebelumnya.
Apa yang harus aku lakukan sekarang, dia itu bukan merestui hubungan kami melainkan terpaksa karena anaknya cinta padaku...
"Tuh kamu juga bingung, sudahlah kita pergi saja ke kerajaan kamu."
"Baiklah dan tempatku masih belum baik loh."
"Aku tahu itu," kata Sylvia sembari mengulurkan tangannya.
Dia memberikan tangannya padaku dengan senyuman yang tipis itu walau tidak memakai lipstik atau sesuatu dia kelihatan cantik selama ini, namun aku memikirkan kalau saja ada alat makeup di sini.
Memegang tangannya dia tak lama mengucapkan mantra untuk teleport ke kerajaanku,.. Beberapa saat kemudian ada partikel cahaya menyelimuti seluruh badan kami dan menyilaukan mataku.
Membuka mata setelah berpindah tempat aku melihat ke depanku ada gerbang dari ibu kota kerajaanku, ada beberapa penjaga mereka datang dengan lesu sekali. Walau kalian temanku juga jangan lesu, kalian anggap aku ini raja apaan sih ?
"Yo Adzli, sudah selesai kencannya ?"
"Iya tentu saja, aku sudah selesai kok..."
"Begitu yah... Dan putri Sylvia makin cantik saja belakangan ini, apa paduka memperlakukan anda dengan baik ?"
Seperti biasanya Sylvia menunduk malu, "Tentu saja,... Dia bisa di andalkan saat di butuhkan dan masih sama seperti dulu."
Sylvia menjawab dengan menunduk malu, dia bahkan merona merah dan mungkin dalam pikirannya sedang memikirkan soal diriku, apa aku yang kepedean ?
Menghembuskan nafasku sambil berjalan menikmati udara segar, aku melihat gerbang di buka dan banyak orang di dalam... Yah walaupun tidak ramai tetap saja ini hanyalah negara yang baru berdiri.
Jangan terlalu berharap banyak karena nanti juga belum pasti akan terus berdiri atau tidak, namun yang paling pasti adalah aku akan tetap berusaha berjuang mempertahankan negara ini apapun yang terjadi.
"Paduka, selamat siang... Apa anda mau mampir dulu minum ?"
Suara seseorang dari belakangku, aku mendengarnya seperti lelaki berumur 40 tahun-an...
Karena ada yang memanggilku aku menoleh padanya, dia sedang duduk di depan toko minuman atau cafe. Aku pernah ke sini mereka juga menyediakan kopi yang enak dan unik sekali, mungkin nanti aku akan mampir.
Namun karena ingin ke kerajaan aku akan menolak ajakannya saja, namun sekarang yang aku pikirkan adalah Sylvia kemana dan kenapa dia tidak menyusulku ?
"Tidak,... Terima-kasih atas tawaranmu tapi aku mau ke istana."
"Baiklah semoga anda bahagia selalu, jangan memaksakan diri yah.."
Berjalan pergi seraya berkata, "Tentu, kalau begitu aku permisi.."
Aku pergi meninggalkan orang itu sambil melihat ke belakang kalau Sylvia sedang membeli sesuatu di kios pinggir jalan, kukira tidak ikut denganku dan dia tampaknya membeli makanan.
Berjalan di jalanan yang agak ramai ini banyak yang menyapaku, aku juga menyapa mereka balik dan semua orang di negara ini berasal dari tempat yang kumuh maupun tidak punya tempat tinggal. Aku mengajak mereka tinggal di negara ini mereka sangat menginginkannya.
Aku saat itu hanya berpikir kalau untuk apa kalau punya kerajaan tapi tidak punya rakyat, itu sama sekali tidak berguna.
Saat berjalan aku melihat guild yang aku bangun dua minggu yang lalu sudah siap, mereka yang sedang membersihkan bangunan itu adalah pengurusnya dan mungkin aku akan bertanya satu hal.
"Hey! Kalian bisakah bicara denganku sebentar ?"
"Ya paduka, ada masalah apa ?"
"Jika bisa jangan menerima misi seperti menculik seseorang, mencari, atau sebagainya."
"Kenapa anda tidak memperbolehkan hal itu ? Bukankah misi tersebut memiliki hadiah dengan nominal yang tinggi ?"
"Tidak, kalian tetap jangan menerima hal semacam itu aku sangat tidak ingin..."
"Baik jika itu perintah anda maka tidak tentu saya melanggarnya."
"Kerjakan tugasmu dengan baik!" Kataku memberikan semangat.
Aku menepuk pundaknya lalu pergi meninggalkannya, dia memberikan hormat padaku setelah aku pergi dan aku berpikir kenapa kamu tidak melakukan hal itu di depanku ?
"Adzli tunggu!" teriak seseorang di belakang dan aku tahu siapa yang memanggil aku.
Mendengar orang yang memanggil namaku atau mungkin lebih tepatnya berteriak namaku, aku menoleh ke belakang dan ternyata dia yang berteriak namaku. Kenapa kamu teriak begitu kencang tak malu apa.
"Kau lama sekali," kataku mengeluh.
Sylvia datang padaku dia berlari dengan terengah-engah karena mengejarku, kenapa dia membeli benda itu lagi ?
"Kenapa kamu membeli kerang itu lagi ?"
"Ini sangat enak loh."
"Terserah lah tapi jangan paksa aku makan."
Kenapa dia menyukai makanan itu, harusnya di buang atau apaan tapi orang Scrawter kebanyakan tidak pilih-pilih soal makanan.
Namun lupakan soal itu, aku memegang tangannya dan menggenggamnya dengan erat. Kupikir ini terlalu memalukan jika melakukan ini di depan umum, tapi setidaknya hanya pegangan tangan.
Melihat kerajaanku yang damai ini membuatku tenang dan begitu lega karena tujuanku selama ini tercapai, aku hanya membutuhkan waktu membuat negara sekitar 3 tahun saja.
Namun ini berkat bantuan dari pedang atau senjataku itu, aku pikir untuk melihatnya...
"Dearcurt datanglah.."
Aku memanggil pedangku yang haus darah ini, dia datang dengan partikel merah bercahaya dan aku memegangnya begitu erat mengingat perjuangannya.
Benar,.. Jika bukan karena pedang itu kurasa aku sudah mati dan dearcurt, aku sangat menghargai pedangku ini...
The dearcurt sword
Melambaikan tanganku pada rekan kerjaku, mereka membalasnya dan aku segera pergi setelah pamitan dengan mereka semua. Langkah kakiku begitu pelan karena lelah setelah bekerja seharian, aku merasa kalau bekerja di super market itu lumayan capek.
Di sepanjang jalan rasanya begitu nyaman ketika angin menghembuskan rambutku, aku berpikir untuk memanjangkannya tetapi aku urungkan niatku tersebut karena terlalu berlebihan. Karena aku bukan perempuan.
Mereka mengatakan kalau rambut mereka sama seperti nyawa, namun mungkin itu hanya omongan belaka...
"Kupikir sebaiknya aku cepat pulang saja ke rumah dan makan malam, sendiri di rumah baguslah," gumamku.
Sambil menatap ke bawahku melihat ke jalanan berharap mungkin ada uang receh atau apa saja yang bisa aku ambil, aku hanya berpikir bahwa bisa menemukan uang berjumlah besar.
Tapi ya orang itu harus bekerja jika ingin punya uang, aku juga berpikir seperti itu...
"Nak kakek lapar... Berikan kakek uang, " pinta seorang kakek tua di pinggir jalan.
Aku berpikir kalau orang seperti ini tidak pantas untuk begini dan harusnya juga di urus seseorang.
"Kek bagaimana kalau kakek ikut denganku, kalau hanya makan di warung itu takkan kenyang."
"Terserah padamu..."
"Bisa berdiri ?"
"Maaf..."
Memberikan tanganku dia meraihnya lalu berdiri dengan bantuanku, aku merasa kalau melihat kakek tua ini teringat seseorang yang aku anggap ayah tapi dia hanya orang yang mengurusku bukan ayahku.
Menghembuskan nafas kami berjalan menuju rumahku, rumahku ini biasa saja sama seperti rumah pada umumnya tidak ada yang spesial darinya. Aku sama sekali tidak ada niatan untuk membeli rumah yang super besar dan mewah.
Malah sebaliknya aku membenci kemewahan, mereka orang kaya kebanyakan sombong dan menganggap rendah orang sepertiku. Aku merasa kalau setinggi-tingginya mereka, mereka nantinya juga akan jatuh.
Uang itu hanya sebuah benda, mereka takkan beranak atau berganda...
"Oh Kek sudah sampai, ayo masuk., " ajakku pada kakek itu.
Dia mengangguk dan masuk melewati pintu bersamaku...
Sesampainya di rumahku aku melihat sofa meminta kakek itu duduk dulu di sana, dia mengangguk dengan di sertai senyuman. Kupikir sebaiknya cepat membawakannya makanan, mungkin akan aku bawakan lebih banyak.
Pergi ke dapur aku mengambil piring dan membuka penutup penanak nasi, uapnya panas...
"Kamu tinggal sendirian ?"
"Ah, iya Kek..."
"Begitu yah, apa kamu gak kesepian ?"
"Umm.. Biasa saja kok."
Mengambil beberapa makanan untuk pendamping nasi, aku hanya punya ini saat ini karena belum masak soalnya dan masih hangat ternyata.
"Maaf kek hanya ini yang aku punya.."
"Tak apa kok."
Aku menyimpannya di atas meja makan, memintanya untuk duduk dia mengangguk dan menurut...
Melihat teko kosong kupikir saatnya mengisi lagi dan apa aku buat teh hangat saja ? Ah, aku kehabisan gula sebelumnya dan sebaiknya jangan karena mungkin kakek itu tidak suka manis.
Dia melahap makanan dengan lahap, aku melihatnya begitu senang tapi ya aku belum ganti baju. Apa meninggalkannya sendirian di sini tak apa ? Entah kenapa aku berpikir kalau mungkin dia akan mencuri, karena kita tak tahu taktik apa yang akan di gunakan para pencuri.
Menghembuskan nafas aku berpikir mana mungkin dia melakukannya dan toh rumahku juga tidak ada benda berharga, aku tidak menyimpan emas atau apapun di rumahku.
Mungkin meninggalkannya sendirian di sini tak apa dan kuharap dia tak ketakutan...
"Kek aku mau ke kamar dulu ganti baju, kalau masih kurang kakek tambah saja dan minumnya ada di teko di depan penanak nasi, yang itu sudah kosong," Kataku sembari pergi.
Berjalan pergi menuju kamar, tak tahu apa dia mendengarkanku atau tidak.
Beberapa langkah setelah aku meninggalkan dapur, melihat ada TV yang mati dan kupikir takkan aku servis...
Itu rusak beberapa hari yang lalu, aku bahkan tidak ada niatan untuk memperbaikinya dan tidak ada gunanya juga karena aku jarang menonton televisi.
"Kuharap aku bisa ke dunia lain saja," Kataku dalam hati.
Sambil membuka pintu kamar dan masuk ke dalam, aku berpikir seperti itu karena belakangan ini rasanya dunia ini tambah hancur saja.
Sambil menganti bajuku aku masih teringat kejadian penyerangan kemarin yang mengakibatkan pemimpin negara terbunuh, sekarang akhirnya kedua belah pihak menginginkan pertempuran. Aku merasa kalau dunia ini terlalu banyak masalah.
Andai saja aku bisa ke dunia lain dan mendirikan negaraku di sana...
"Aku takkan membuat rakyatku menderita selama aku menjabat sebagai raja," kataku dalam hati.
Tapi ya aku hanya berkhayal besar saja mana mungkin aku bisa ke dunia lain, kukira akan ada sesuatu yang terjadi ? Ah, itu hanya perasaanku karena memikirkan hal ini.
Setelah selesai mengganti baju aku merasa kalau keringat sudah ada di dahiku, kurasa akan mandi dulu tapi mungkin lebih baik melihat keadaan kakek tua tadi yang ada di dapur.
Meregangkan tanganku aku merasa lega akhirnya dan menoleh ke pintu ada orang tua itu...
"Kek ada apa, apa susah selesai makannya ?"
"Udah kok Nak, sekarang kakek mau kembali pulang."
"Baik.. Aku antar sampai ke pintu dan apa kakek tahu jalan ke rumah ?"
"Tahu kok terima-kasih atas kebaikanmu."
"Tentu kek jangan terlalu di pikirkan," kataku sambil tersenyum.
Aku menghampirinya beberapa langkah setelahnya dia di hadapanku, kakek ini memegang tanganku memberikan sesuatu yaitu sebuah koin dan kelihatan kuno sekali tampaknya. Namun aku menerimanya dengan senang hati.
Menghantar ke pintu rumah, kakek ini sempat melihat kamarku tadi...
"Kamu tinggal sendirian, apa tidak takut ?"
"Eh ? Apa yang aku takutkan, memang tidak ada hantu atau apa tapi ya hantu itu tidak pantas untuk di takuti soalnya manusia lebih kejam mau membunuh sesama karena harta."
"Kamu bijak sekali."
"Ahaha tidak kok hanya saja itu yang sedang saya pikirkan."
Kakek tertunduk, "Soal harta dan uang yah..."
Kakek itu kelihatan melamuni sesuatu membuatku heran, diumur seperti ini dia harusnya tidak keluar kemana-mana dan hanya menikmati sisa hidup saja.
"Apa kakek sama sekali tidak punya keluarga ?"
"Kakek hanya punya satu cucu saja dan sekarang dia sakit, biasanya dia yang bekerja untuk makan."
"Sakit apa ?"
"Angker."
"Hah ?"
Angker ? Penyakit apa itu ? Aku baru pertama kali mendengarnya dan kedengarannya sedikit seram entah kenapa, apa kakeknya salah bicara sekarang aku mencoba memikirkannya. Ah! Yang bener mungkin kangker, Kek kenapa kamu tidak memasang huruf 'k' dalam perkataanmu.
"Kangker mungkin Kek."
"Ah iya itu, maaf Nak... Kakek udah tua jadi sering lupa," kata kakek dengan senyum masam.
Udah tua sering lupa, kedengarannya seperti pantun tapi ya aku memikirkan kalau kangker itu lumayan besar biaya pengobatannya dan mungkin saat ini sedang di rawat di rumah sakit. Apa mungkin aku berikan saja ?
Tapi ini biaya hidupku selama satu bulan ini dan kalau soal makan mungkin saja terpenuhi kalau kerja lembur, harusnya seperti itu saja. Tak apa mending aku berikan saja...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!