NovelToon NovelToon

Bersandarlah Padaku

Waktu yang Pilu

Nara masih bersama dengan laptop berwarna biru yang berada di depan matanya. Ia masih terlalu asyik memainkan setiap tombol huruf di laptopnya. Nara memang suka menulis, akhir-akhir ini ia sedang disibukkan dengan berbagai macam diksi dan alur cerita yang sudah bermain-main di dalam imajinasinya. Yah, Nara memang seorang penulis, namanya sudah melejit di berbagai surat kabar, ia juga sering mengikuti berbagai macam perlombaan. Baginya menulis adalah hidupnya, menulis adalah caranya untuk mengekspresikan dirinya, dan dengan menulis ia juga dapat menghidupkan mimpinya yang mungkin telah redup di dunia nyata.

Nara adalah salah satu gadis yang tidak beruntung dalam percintaan. Padahal Nara gadis yang baik dan tidak pernah menyakiti hati siapa pun. Tetapi takdir memaksanya untuk menelan kegagalan tidak cukup sekali, melainkan berkali-kali. Kegagalan demi kegagalan tidak membuat Nara menyerah, ia berusaha kuat dengan sisa-sisa serpihan hati yang berhamburan. Ia berusaha tersenyum dengan sisa-sisa hati yang patah. Dan kekuatannya itu kian hari kian merapuh seiring bertambahnya usia yang sudah menginjak 24 tahun.

***

"Kamu mau menunggu yang gimana lagi si Nara, bukannya calon yang dipilihkan kakak sepupumu itu sudah bagus?" ocehan Ibu kembali terdengar mana kala melihat Nara yang menarik nafas ketika menerima undangan dari sahabatnya yang akan menikah.

"Nara nggak mau Bu." Jawab Nara sembari meletakkan undangan tersebut di atas meja.

"Kamu selalu begitu kalau ditanya, selalu saja menghindar Nara-Nara, dikasih yang kaya nggak mau, dikasih yang ganteng juga nggak mau, maunya kok yang ganteng, kaya, dan sholeh, ya mana ketemu Nara, malaikat lah yang begituan, sempurna." Saut Ibu dengan nada ketus.

Di dalam kamar Nara hanya menutup telinganya dengan kedua tangannya, seolah-olah ia tidak ingin mendengar sepatah kata pun dari ibunya.

"Bahkan aku sendiri pun nggak tahu kapan waktu itu akan tiba, tapi aku yakin pemuda itu pasti akan datang." Batin Nara sembari menatap kaca riasnya. Sesekali ia membatin miris melihat tingkah sepupunya yang menjodohkannya dengan duda beranak tiga hanya dengan alasan dia seorang pejabat. Sesekali juga ia mengusap air yang menetes di pipinya menahan rasa takut karena memikirkan mengapa jodohnya tidak kunjung datang.

"cklek.." Pintu kamar pun terbuka, secangkir susu panas sudah mendarat di atas meja belajar.

"Omongan Ibu jangan diambil hati Ra, Ibu cuma ingin yang terbaik untuk anak Ibu."

"Tapi nggak harus menikah dengan duda itu kan Bu?"

"Nggak Nara, Ibu juga nggak rela jika anak sulung Ibu dan Ayah menikah dengan duda, tapi yang kami inginkan adalah kamu segera menemukan pasangan, sudah itu saja. jangan terlalu menutup diri Nara, nggak baik." Jelas Ibu yang sudah duduk di sudut tempat tidur.

"Nara hanya butuh doa dari Ibu dan Ayah, sudah itu saja, semoga pemuda yang tepat di hati dan yang Sholeh itu segera datang untuk menjemput Nara Bu."

"Aamiin." Jawab Ibu sembari meninggalkan Nara.

Nara menatap setiap penghargaan yang ia peroleh dari lomba-lomba menulis, ia menatap semua foto-foto sewaktu ia mengikuti kegiatan rohis, dan kegiatan islami lainnya. seketika ia menarik bingkai-bingkai itu hingga jatuh ke lantai.

"Semua ini percuma, sekian banyaknya Ikhwan kenapa nggak ada yang tertarik padaku, kenapa Risa begitu cepat menemukan orang yang tepat di hatinya, sepaham, se visi dan se misi dengannya, mengapa aku..." Belum sempat ia melanjutkan teriakannya Nara sudah terjatuh di atas tempat tidurnya dan merebahkan dirinya sembari meluapkan Isak tangisnya, seketika suasana menjadi hening.

***

Assalamualaikum, teman-teman, selamat membaca karya dari Suri Kharimah Asdi ya. Jangan lupa juga tinggalkan jejak cintanya. Dengan cara berikan like, komen, dan vote. hihihi

terima kasih teman-teman.

Pertemuan dengan Dika

"Mengapa harus aku, aku nggak ahli dalam dunia model, apalagi harus bergaya lenggak-lenggok, muka aku nggak pantas jadi model di galeri kamu Kak Dika." Nara merengek.

"Sekarang aku butuh kamu, aku butuh model dengan gaya busana yang tertutup seperti kamu, aku tunggu kamu di rumah Nisa perias pengantin ya, alamatnya nanti aku kirim lewat pesan WhatsApp."

"Tapi Kak Dika, kok pakai acara perias pengantin segala?"

Tut..Tut..tut.

"Hallo, Kak Dika? kok di matiin sih, Ya Allah, ide macam apa lagi yang ditawarkan Kak Dika untukku, aku memang ingin menikah, tapi nggak gini caranya." Nara menggerutu sembari meletakkan ponselnya di atas tempat tidurnya.

***

Dia adalah Pradika Umbara, Seorang penyiar radio yang akhir-akhir ini sedang sibuk dengan kamera yang baru saja ia beli. Dia pemuda yang memiliki daya humor yang tinggi. Setiap saat selalu ada ocehannya yang membuat Nara tertawa.

Siang ini Nara sudah berada di jalan Halat di depan gang yang tertera di pesan yang Dika kirimkan.

"Sudah sampai Mbak, sudah sesuai dengan titik tujuan." Pengemudi ojek online itu pun mematikan mesin sepeda motornya.

"Oh iya. Ini uangnya Bang, terima kasih ya."

Nara berusaha untuk masuk ke dalam, masih melangkah untuk membuka gerbang, senyum Dika sudah terpancar di depan pintu.

"Akhirnya model kita datang juga." goda Dika pada Nara.

"Apaan sih Kak, aku malu, ini untuk yang pertama dan yang terakhir ya." Dika pun hanya menggelengkan kepalanya pertanda menolak kesepakatan tersebut.

"Sudah hampir selesai dimake up, tinggal beberapa polesan saja sudah oke, beruntung kamu punya wajah yang nurut, nggak pakek ribet." oceh Nisa si perias pengantin itu.

Kali ini Nara sedang mereka jadikan sebagai model promosi usaha Nisa sebagai perias pengantin. Wajah Nara dipoles sedemikian rupa sesuai dengan ciri khas make up di Nisa perias pengantin.

"Aduh Dika, kamu nggak salah pilih model, teman kamu ini pas banget, tinggal nunggu pengantin prianya aja nih." Goda Nisa.

"Kalau gitu, aku saja yang kamu jadikan pengantin prianya, bisa kamu rubah aku menjadi ganteng seperti pemeran Al debaran, Nis?" Balas Dika.

Nisa pun hanya tertawa lepas, kemudian pergi meninggalkan mereka berdua di ruang ganti.

"Jangan melihatku seperti itu kak, aku malu, lihatlah bulu mataku ini, rasanya aku susah untuk melihat."

"Tapi kamu cantik, cantik banget." Ucap Dika sembari memandangi setiap sudut wajah Nara. wajahnya yang imut, serta bibirnya yang mungil membuat Dika sekali menelan air liurnya.

"Kak Dika, kok ngeliatin terus... Nara malu." rengek Nara sembari memukul manja pundak Dika.

"Iya, iya, maaf, tapi kamu beneran cantik Nara, boleh ya kali ini kasih aku kesempatan untuk mengabadikan senyummu, biar aku simpan nanti di dalam hatiku." Goda Dika, Nara pun hanya melirik dengan sudut mata yang tajam, sembari menyengirkan bibirnya.

***

"Senyum sekali lagi, oke, sekali lagi, perlihatkan gigi nya. oke mantap manis sekali, gaya sekali lagi, oke selesai." teriak Dika dengan penuh antusias.

"Masya Allah, Nara, Nisa bersyukur sekali bisa bertemu sama kamu, gaya kamu bagus banget, semoga aja make up natural dan baju pengantin syar'i ini bisa banyak yang minat karena lihat foto kamu." Ucap Nisa senang melihat hasil foto yang memuaskan.

"Aamiin, ya Allah, semoga berkah ya Mbak, sekarang Nara mau ganti baju dulu boleh Mbak?panas banget soalnya."

"Oh, boleh-boleh banget, sini biar aku bantu."

***

Dika sudah menunggu di ruang tamu, dengan membawa tas ransel berisi kamera dan beberapa lensa lainnya. Nara pun berjalan menghampiri Dika, sembari tersenyum karena merasa lucu melihat Dika memakai jaket berwarna merah muda atau pink.

"Aku antar ya?" Ucap Dika.Nara pun menggelengkan kepala, pertanda menolak.

"Kenapa? di luar hujan, kalau kamu naik ojek online pasti kamu kehujanan, kalau naik taksi online yakin kamu berani, kamu lebih percaya sama aku atau sama supir taksi." Jelas Dika.Nara pun dengan terpaksa menerima tawaran Dika dikarenakan terpaksa.

Di dalam mobil, Nara hanya terdiam, sembari menikmati gemercik air yang melukis bintik-bintik di kaca jendela mobil. Ini bukan kali pertama Nara naik mobil milik Dika, tapi ini sudah yang kesekian kalinya sejak pertemanan meraka terjalin 1 tahun yang lalu.

"Kak, kenapa diam aja, Nara takut Kakak kesambet loh." Ucap Nara. Namun Dika hanya terdiam menahan sesuatu yang mulai membuatnya tidak nyaman. Desiran nafsu di kala hujan tiba, serta bayangan wajah cantik Nara ketika di foto.

"Astagfirullah, nyebut Dika, nyebut.". teriak Dika mendadak, membuat lamunan Nara pun buyar.

"Kak Dika kenapa?"

Kutukan

Hari Minggu yang menyenangkan bagi Nara, Yumna, Husna, dan Zahra. Bagi mereka hari Minggu adalah hari kebebasan untuk beraktifitas tanpa harus memikirkan urusan pekerjaan yang sudah menyita waktu mereka. Biasanya waktu libur selalu dimanfaat mereka untuk mengikuti kajian mingguan yang diadakan setiap minggunya oleh pengurus masjid yang bekerja sama dengan berbagai komunitas di antaranya komunitas Ukhuwah Hijrah.

Agenda hari ini di mulai dari membagikan sarapan gratis kepada jamaah masjid sebelum mereka pulang ke rumah setelah selesai mendengarkan kuliah subuh. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan siang harinya yakni tausiah dari beberapa ustadz ternama.

"Bisa kamu bagikan bubur ini, Nara?" Tanya Husna pada Nara yang sedang melamun di sudut dinding. suara Husna sontak saja membuyarkan lamunan akibat rasa kantuk yang dialami Nara. Maklum saja kemarin seusai melakukan pemotretan dengan Dika, Nara langsung di antar Dika ke Masjid Al-Fallah Medan Timur, tempat acara ini dilaksanakan, jadi wajar saja akibatnya Nara tidak sempat untuk memejamkan matanya sejenak.

"Ke sana? ah nggak ah, banyak laki-laki di sana, aku malu, lagian aku ngantuk, mau memejamkan mataku sejenak sebelum akhirnya kita bersih-bersih untuk pesiapan sholat dhuha. " Jelas Nara.

"Tapi Nara, ini perintah dari Kaffa. Katanya bubur untuk jamaah laki-laki kurang, masih banyak jamaah laki-laki yang belum kebagian." Jelas Husna.

"Suruh saja Kaffa ke sini, dia ambil sendiri, atau panggil saja anggota yang lain kak Husna."

"Ah sudah ah, coba saja kalau diriku ini belum dipinang orang, sudah pasti aku akan sigap mengantarkan bubur ini ke Kaffa, kapan lagi coba ada cowok yang minta perempuan itu yang mengantar bubur ini ke dia biar bisa ketemu. hemm" Jelas Husna sembari matanya melirik ke arah Nara yang sengaja telinganya di tutup dengan tumpukan mukenah.

Husna pun pergi berlalu meninggalkan Nara yang sedang pura-pura tertidur di sudut dinding. Namun belum sempat mata terpejam Nara kembali dikejutkan dengan kedatangan Yumna dan Zahra, kemudian di susul Husna yang baru saja mengantar bubur untuk Kaffa.

"Nara, bangun, udah ah jangan pura-pura tidur gitu, nggak baik loh pagi-pagi udah nggak semangat gitu." Ucap Zahra.

"Habis ngapain emangnya kamu sama Dika Ra, kok lesu gitu wajah." Celetuk Yumna dengan polosnya.

"Astagfirullah, dasar Yumna mesum, kok jahat banget sih nuduhnya." Ujar Nara.

"Becanda Ra, lagian aku yakin kok Dika itu lelaki yang baik-baik."

"Sudahlah Yumna, berhenti godain Nara dengan Dika sahabat fotografernya itu, sekarang aku bawa info terbaru ini. Masya Allah banget ketua kita itu, sayangnya aku udah dipinang, karisma dan kesholehannya itu terpancar dari matanya saat ia menerima bubur dariku." Jelas Husna

"Siapa? Kak Kaffa?" Tanya Nara.

"Iya Ra, Kak Kaffa itu tipe suami idaman betullah, kamu yakin nggak kepincut sama dia Ra?Aku, Yumna, Zahra yang sudah punya calon pasangan aja masih sering khilaf kalau ketemu dia, nggak bisa jaga pandangan." Jelas Husna.

"Iya Ra, sampai kapan kamu mau menyendiri terus, kamu habiskan waktumu sama si Dika temen kamu itu, atau jangan-jangan kamu sama Dika..?" Belum sempat Yumna berbicara Nara sudah menyambarnya.

"Hussstt, Aku dan Dika itu hanya sahabatan. Aku pun nggak tahu kenapa aku jadi seperti ini, rasanya pengharapanku mengenai pasangan hidup sudah pupus seiring dengan bertambahnya usia. Berulang kali aku gagal dalam menjalin hubungan, bahkan aku sudah pernah gagal ta'aruf padahal kami sudah saling serius, belum lagi membahas lukanya hatiku karena tipuan mereka para ikhwan sholeh yang pada akhirnya hanya memberikan pengharapan tanpa ada kejelasan. Orang-orang seperti Kak Kaffa memang aku kagumi, tetapi aku yakin dia juga tipe yang sama seperti yang aku jelaskan di atas, dia akan pergi ketika kita meletakkan perasaan padanya. huppsss. entahlah, rasanya aku sudah mulai menikmati kesendirianku ini, mungkin aku sedang kena kutukan." Jelas Nara.

"Ha... kutukan?" suara mereka menyaut dengan kompak.

" Iya, kutukan dari doa-doa buruk yang diucapkan oleh wanita-wanita yang disakiti dan di abaikan perasaannya oleh Ayahku dulu, soalnya Ibuku bilang Ayahku dulu banyak yang mengagumi, tapi Ayahku hanya memberikan pengharapan palsu."

"Astagfirullah, dalam islam nggak ada itu yang namanya kutukan." Jelas Husna.

"Tapi doa-doa orang yang terzalimi akan dikabulkan bukan?" Sahut Nara kembali.

Husna pun hanya terdiam, dan Nara kembali memasang wajah sendunya.

"Aku baik-baik saja, aku bahagia jika kalian bahagia, doakan aku saja semoga yang dinanti akan datang." Jelas Nara sembari memeluk ketiga sahabatnya itu.

"Atau kamu mau aku jodohkan dengan pamannya calon suami aku, dia duda, kaya lagi, anaknya cuma satu masih imut, akan seru rasanya jika kamu nanti akan jadi bibiku Ra." celetuk Yumna dengan polosnya. Sontak saja sahabat-sahabat yang lain menyaut dengan kompak.

"Yumna......, duda lagi, duda lagi.," Sahut mereka sambil memepuk dahi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!