NovelToon NovelToon

Jodoh CEO Muda Yang Cacat

1

Keluarga Johan Wilton, adalah keluarga terkaya no 5 di seluruh dunia,

Johan Wilton adalah kelahiran dari Liverpool,

20 tahun yang lalu Johan Wilton menikah dengan putri indonesia yaitu hannan Pertiwi

putri dari tuan Rasya Adi gunawan yang juga kaya raya di sumatra.

Hannan dan johan memiliki putra dan putri yang di beri nama Aditya putra pertama wilson, putri bungsunya bernama Rasya Dwi Wilton.

Orang-orang mengetahui, bahwa putra Johan dan Hanan saat ini memiliki kelainan pisik, yaitu, cacat permanen dan lumpuh total, akhir-akhir ini, putranya di kabarkan terkena kelainan kelamin yaitu impoten.

Sejak pertunangan Aditya, dengan pujaan hatinya di batalkan secara sepihak, Aditya menghilang, dan di kabarkan kecelakaan yang mengakibatkan Aditya lumpuh permanen.

Keluarga Wilton, termasuk Aditya sendiri tidak tahu apa alasan calon tunangannya nya itu kabur, saat beberapa hari lagi akan melangsung kan pertunangan.

Untung saja, gedung tempat pertunangan mereka belum di decoration, kalau semuanya itu terjadi, entah bagaimana malunya keluarga Wilton.

Akan tetapi tetap saja keluarga Wilton malu besar.

Saat ini keluarga Wilton akan mencarikan jodoh untuk putranya, jika putranya sudah menikah, Johan akan menyerahkan perusahaanya, pada Aditya.

Johan dan Hanna akan mencarikan jodoh terbaik buat anaknya yang tidak memandang fisik Aditya saat ini.

Saat ini Aditya berada di London, tak ada yang mengetahuinya kecuali keluarganya.

Aditya sedang duduk di ruang keluarga sambil nonton TV.

Tiba tiba ponselnya bergetar,

sejenak adit melihat layar ponselnya. Setelah beberapa saat, Aditya baru mengangkat telponnya.

"Papa! Ya pa ,halo." Jawab Aditya.

"Aditya, apa langkah kamu sekarang?" Ucap papanya di sebrang sana. Saat ini Johan duduk dampingi istrinya.

"Entah lah pa, Aditya nurut Papa sama Mama aja." ucapnya dengan malas.

Aditya sudah lelah, Aditya sudah tau maksud pembicaraan papanya itu.

Aditya tidak mau terlalu mengenali perempuan.

apa lagi sampai jatuh cinta, Aditya tidak ingin merasakan apa yang dia rasakan satu tahun yang lalu.

"Adit, Papa dan Mama akan menjodohkan mu dengan putrinya teman Papa, Papa dan Mama juga sudah bertemu putri teman Papa mu itu."

Ujar Johan.

"Iya nak, anaknya cantik, ramah dan sopan sekali, pasti kamu menyukainya." Mama Adit menyahut dari samping suaminya. Johan sengaja loud speaker ponselnya, agar istrinya Hannan juga bisa mendengarkan pembicaraan lewat ponsel.

"Iya terserah mama sama papa aja," ujar Aditya malas.

"Nanti Mama kirim photo nya.., " ucap Hanna berbinar.

"Ngk perlu ma," jawab Aditya memotong pembicaraan mamanya.

Johan dan Hanna tidak membahas tentang fisik Aditya saat itu. Tapi mereka yakin temannya itu juga sudah mengetahuinya.

Aku rasa mereka sudah tau, batin Hannan.

"Sudah dulu ma pa Aditya mau mandi gerah. Mau mandi."

Aditya menutup telponnya.

Johan menelpon sahabatnya Senjaya.

Senjaya juga termasuk orang kaya yang sukses dalam bisnisnya.

Kalau di banding dengan kekayaan keluarga Johan Wilton, perusahaan Sanjaya tidak ada apa apanya di bandingkan dengan perusahaannya.

"Halo jo ada apa, tumben telpon?" ucap Senjaya.

"Oh Sen, apa kabar sekarang!" Ujar Johan.

"Baik-baik saja jo. Kamu sendiri dimana sekarang?"

"Kalo sekarang kita masih satu kota sen," ucap Johan lagi.

"Oh benarkah?"

"Iyaa benar, bagaimana kalau nanti malam kita makan bersama Sen, ajak keluarga semuanya."

ucap Johan.

"Oh kebetulan, kami juga ngk ada acara, boleh boleh," jawab Senjaya sambil tersenyum.

"Nanti saya Sherlock ya?"

"Ok ok jo."

Johan menutup telponnya, lalu tersenyum sumringah menatap istrinya.

"Mam, nanti malam siap siap ya, kita makan malam sama keluarganya Calon mantu kita! sekalian kita menyampai kan maksud dan tujuan kita."

"Iyah, pa." Jawab Hannan berbinar menampakkan pancaran kegembiraanya di raut wajahnya yang tidak lagi muda, namun kecantikan wajahnya tetap terlihat menawan.

Hanna tampak berpikir sejenak lalu menoleh ke arah suaminya.

"Pa, apa ada yang perlu kita persiapkan?" Tanya Hannan.

"Kamu hanya mempersiapkan diri saja, agar selalu terlihat cantik."

"Ih, Papa!" Hanna mencubit lengan suaminya sambil menampik wajahnya yang cemberut.

"Apa aku sudah ngk cantik lagi yah?"

"Cantik dong, kalau ngk cantik mana mungkin aku jadikan istri." Ujar Johan membuat Hanna tersipu malu dengan pujian suaminya.

"Maksud Papa itu, biar Mama lebih cantik lagi." Johan menambahkan kalimatnya.

"Iya sayang. Baik la pa, nanti malam Jam berapa?" Tanya Hanna lagi.

"Jam tuju pokoknya kita sudah on the way, papa juga sudah boking tempat untuk kita makan malam." ujar Johan lagi.

"Ya pa. Mama ngk sabaran mau melihat anak kita menikah," Hannan begitu antusias bila menyangkut pernikahan anaknya itu.

"Sabar dong ma, jangan berlebihan gitu, ini baru mau mulai."

"Mama ngk berlebihan, pa. Hanya saja Mama sudah ngk sabar ingin segera menggendong cucu kita."

"Iya sayang amin, doain aja mereka cocok." Ucap Johan.

Sementara di London, Aditya tidur selonjoran, di tempat tidurnya yang king itu, matanya menatap langit langit kamarnya, seakan dia sedang berbicara dengan plafon kamarnya.

Sampai saat ini, saya ngk habis pikir, kenapa kamu tega meninggalkan acara pertunangan kita Lawdia! Kau mengatakan mencintai ku, dan tidak akan pernah meninggalkan aku!

Sampai sekarang pun kamu tidak ada kabar, lihat saja, kau akan menyesalinya nanti.

Aditya berkata dalam hatinya sambil mengeraskan rahangnya. Wajahnya yang tampan berubah warna.

Kamu kira aku akan memaafkan mu! Kau benar-benar keterlaluan.

Aditya menarik nafas panjangnya, lalu menghembuskan nya dengan kasar.

Sebenarnya Aditya sama sekali tidak menyukai perjodohan ini!

Saya benci dengan Wanita, aku benci Wanita ...! Aditya bangkit dari tidurnya, dan berteriak keras dari dalam kamarnya. Matanya menatap tajam seakan ingin membunuh seseorang.

Mama dan Papa selalu mendesak dirinya untuk menikah, agar bisa meneruskan perusahaan yang ada di Indonesia. Jadi Aditya menerima tawaran dari kedua orang tuanya, agar dia meninggalkan kota yang menyakitkan ini.

****

Di sisi lain, Johan dan Hannan sudah siap mau makan malem bersama sahabatnya.

Johan dan Hannan memarkirkan mobilnya di area parkir, di dalam resto itu sudah menunggu keluarga Senjaya, karena mereka berangkat duluan, takut terkena macet di perjalanan.

Johan dan Hannan, memasuki resto Bintang 5 itu.

Melihat kedatangan Johan dan Hannan, semua Karyawan yang ada di sana sedikit membungkukkan badannya, tanda hormat pada tamu yang paling sepesial di restoran ini.

Sesampai nya di tempat yang mana keluarga Senjaya sudah menunggunya, mereka saling berjabat tangan, Hannan cipika cipiki pada istri sahabat nya yang bernama Atika dan juga putrinya.

Hanna tersenyum menatap putri sahabat suaminya, Cantik juga ..., gumamnya dalam hati sambil menatap wajah wanita yang dia belum tau namanya itu.

"Kamu cantik sayang." Puji Hannan pada putri Senjaya.

"Terima kasih tante." Wanita yang bernama Arsya itu tersenyum malu-malu di puji seperti itu.

Iya, jelas saya cantik lah tante, tak ada yang menandingi kecantikan seorang Arsya! batin Arsya berkata dengan sombong, sambil menampilkan senyuman kecilnya mengarah ke tante Hannan.

"Iya Hanna ini putri sulung ku, namanya Arsya," Ucap Atika memperkenalkan putrinya.

"Nama saya Arsya, Tante."

"Nama yang cantik, secantik orangnya." ucap Hanna kemudian membelai rambut Arsya, lalu berjalan duduk tepat di samping suaminya, mereka duduk menghadap keluarga Senjaya. Hanna mengagumi kecantikan Arsya

Johan Wilton, mulai membuka percakapan dengan apa tujuan nya yang sebenarnya.

"Oh ya sen, Mungkin kalian semua sudah tau tujuan saya dan istri saya. Kami sengaja mengundang kalian untuk acara makan malam ini."

"Ya, kami akan mendengarkan apa yang ingin kalian bicarakan." ucap Senjaya.

"Kalian tentu sudah tau kalau kami mempunyai putra sulung, dan kalian juga memiliki putri sulung yang cantik."

Semuanya menatap memandang ke Arsya.

Arsya tampak kaget dan tersipu malu. Dia menduga-duga apa yang ingin mereka katakan.

"Tapi dimana putramu Aditya sekarang jo," tanya Senjaya terlihat penasaran.

"Putraku ada di London." Ujar Johan.

"Sebelumnya memang kami sudah berencana, kalau Aditya sudah menikah, kami mau menyerahkan perusahaan di sini pada Aditya. Tapi sebelum putraku menikah, kami harus mengurusnya sendiri. Karena memang persyaratan sebelumnya, Aditya harus menikah terlebih dahulu."

"Jika putri kalian bersedia menikah dengan putra ku, kami akan senang hati." Johan berkata dengan serius.

"Kalau saya sebetulnya setuju saja jo, bahkan sangat setuju, tapi ini semua tergantung Arsya." Senjaya menoleh ke arah putrinya.

"Aku juga seperti suamiku, yang sebetulnya juga menyetujui.Tapi ..., disini kita kembalikan lagi pada Arsya sendiri, bukan begitu pa? ujar Atika sambil tersenyum kecil menatap Johan dan Hanna, kemudian beralih melirik Arsya.

Arsya menundukkan wajahnya, dalam hatinya berpikir bahwa ini kesempatan bagus. Dia akan menjadi nyonya besar di keluarga Wilton. Mereka orang kaya, bahkan tidak ada tandingannya dengan kekayaan keluarga papanya.

"Bagaimana, nak? apakah kamu mau menjadi mantu kami?"

Arsya mengangkat kepalanya. Meskipun dia belum pernah melihat Aditya, tapi dia yakin bahwa putra mereka pasti tampan, dilihat dari kedua orang tuanya saja sudah cantik dan tampan, anaknya juga pasti tampan. Tanpa ragu Arsya mengangguk setuju.

Mereka ternganga melihat kearah Arsya, tidak menyangka dia akan setuju.

.

.

.

Maaf ya reader, author lagi merevisi novel ini, jadi jangan heran jika ada kata-kata yang tidak nyambung dan tidak kontras dengan bab lainnya. Jadi bijaklah dalam membaca ya. terimakasih

2.perjodohan

Johan dan Hanna tersenyum sumringah. Di tidak menyangka putrinya Senjaya akan dengan mudah menerima tawaran mereka.

"Kamu sudah yakin, nak? Tidak mau memikirkannya terlebih dahulu? Kami tidak ingin kau menyesalinya di kemudian hari. Menikah bukan hal yang main-main." Hanna berkata sambil menatap Arsya dengan serius.

Arsya yang tadi sudah meneliti pembicaraan mereka, kekayaan keluarga Aditya membuatnya tertarik menerima perjodohan ini, meski sebenarnya dia tidak menyukai perjodohan. Tapi mendengar kekayaan keluarga Aditya, Arsya merasa yakin bahwa keputusannya itu tidak salah.

Jika aku menikah dengan Aditya, hidupku akan bergelimang harta, aku bisa membeli apa pun yang ku mau dan menjadi nyonya orang kaya. Yang ku dengar tadi, kejayaan mereka melebihi kekayaan papa. Jiwa matre nya keluar seketika.

"Arsya, kok bengong sayang?" Ujar Senjaya mengangetkan lamunan Arsya.

"Iya Arsya, bagai mana?" tanya Hannan

"Oh ehh anu, i~iyaa aku mau tante." ucap Arsya gelagapan saat Hannan bertanya dan menatapnya dengan dalam.

"Kamu yakin sayang?" Ucap Atika. Dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekati putrinya itu. Atika berdiri di samping Arsya sambil memegang pundaknya putri nya.

"Iya ma, pa, tante, Arsya mau. Arya yakin dengan kalian, bahwa apa yang kalian rencanakan ini adalah yang terbaik buat Arsy." Arsya berucap sambil menurunkan matanya kebawah, melihat jemari tangannya.

"Arsya ...."

panggil mamanya dengan suara lembutnya.

"Pernikahan bukanlah hal yang main-main, seperti yang dikatakan Tante tadi. Apa kamu benar-benar yakin?"

Sambil memegang tangan mamanya yang sedang menegang pundaknya, Arsya mendongak menatap Atika dan berusaha meyakinkan keputusan kepada semua yang ada di situ.

"Iya, Ma. Arsya sudah yakin. Arsya yakin dengan keputusan Arsya."

"Jika itu keputusan mu, kami juga dengan senang hati menerimanya, dan kami akan segera merencanakan pernikahan kalian." Ucap Hanna sambil tersenyum senang menatap Arsya dan juga yang lainnya.

"Secepat itu Tante? Apa tidak ada pertunangan dahulu?" Ucap Arsya sedikit terkejut dengan apa yang di katakan calon mertunya itu.

"Kenapa? Kamu keberatan? Kami rasa tidak perlu tunangan, menikah secepat itu lebih baik, iya kan, pa." Hanna melirik suaminya.

"Iya, benar. Lebih cepat lebih baik, kami juga akan segera kembli ke luar negeri setelah kalian menikah." Ucap johan.

"Baiklah Tante, om, Arsya tidak keberatan." Jawab Arsya dengan tegas.

"Baiklah kalo begitu, kita sudah sepakat." Mereka pun berjabat tangan tanda mereka sudah menerima keputusan Arsya.

"Kalua begitu, besok kami akan berkunjung ke rumah kalian, untuk melamar putrimu untuk putra kami."

"Secepat itukah jo?" Kata Senjaya. Dia merasa ini terlalu mendadak.

"Sudah aku katakan, kami akan segera kembali ke Liverpool Sen." Ujar Johan lagi.

"Maksudku, jangan besok. Kalau lusa bagaimana? Kami juga perlu persiapan, apa lagi menyambut calon besan." Senjaya berkata sambil terkekeh.

Yang lainnya juga tampak terkekek.

"Baik, baik. Kalau begitu kami menerima keputusan kalin." Ucap Johan.

"Oh ya tante, saat lamaran nanti Aditya akan hadir juga kan?" tanya Arsya tiba-tiba membuat Hanna dan Johan melihatnya.

Hanna tersenyum sambil menatap Arsya.

"Tidak nak, Aditya tidak bisa datang, dia akan datang saat pernikahan kalian nanti, apakah kamu keberatan nak?" Tanya Hanna.

"T~tidak tante, hanya, Arsya penasaran seperti apa calon suami ku itu." Ujar Arsya tersenyum simpul malu-malu.

"Baiklah kalo kamu mau melihat Aditya."

Hanna berkata sambil mengeluarkan ponselnya dan mencari poto Aditya di dalam sana.

"Ini poto Aditya, tante rasa Aditya cocok denganmu." Hanna menyodorkan ponselnya ke tangan Arsya.

"Wah ..., tampan sekali!" Ucap Arsya tanpa sadar. Dia terpana melihat ketampanan Aditya, di Poto itu Aditya sedang tersenyum sambil berdiri melihat kesamping. Tubuhnya juga begitu seksi dan perkasa. Tinggi dan gagah. Siapa yang tidak mau dengannya? Tentu saja Arsya semakin yakin dengan keputusan itu.

"Secrol aja ke bawah, masih ada Poto lainnya." Ujar Hanna.

Arsya melihat Poto Aditya yang lainnya seperti yang Hanna katakn. Aditya benar-benar tampan, ketampanan wajahnya terlihat jelas tanpa editan.

Arsya terlihat benar-benar mengaguminya.

"Bagaimana? Anak tante tampan bukan? kamu pasti menyukainya." Hanna tersenyum kecil melihat ekspresi wajah Arsya yang sedang melihat Poto putranya.

Arsya tersenyum menahan malu.

"Iya tante, seperti yang saya duga, anak Tante pasti tampan, di lihat dari Tante dan om juga sangat cantik dan tampan, tentu saja anaknya juga tampan, bukankah begitu?" Kini Arsya juga membuat Hanna tersipu malu mendengar pujian Arsya.

"Tentu saja, sama seperti kamu, kedua orang tua mu tampan dan cantik, anaknya juga cantik." Mereka tergelak mendengar candaan Hanna dan Arsya.

Lagi asyik berbincang-bincang, tiba tiba ponsel Antika bergetar. Istri Senjaya menatap benda pipi yang ada di sampingnya itu.

"Siapa ma, kok di plototin saja ponselnya?" Tanya Senjaya.

"Arsyi pa." jawab Atika.

"Barangkali dia sudah pulang? angkat saja Ma." Ujar Senjaya.

"Iya pa, baiklah." Atika pamit mau kebelakang dan menjawab telpon dari Arsy, dia menjauhi meja mereka.

Hanna dan Johan tampak bingung mendengar nama 'ARSYI'

"Arsyi, dia siapa Sen? kok nama nya hampir sama dengan Arsya?" Ujar Johan tampak penasaran.

"Iyaa dia putri bungsuku jo, beda 2 tahun sama Arsya."

"Oh ya, tapi waktu kamu dan istri mu kerumah, bukannya Arsya berumur dua tahun?"

"Iya betul jo, waktu itu istriku sedang hamil dua bulan.' jelas Senjaya.

"Oh ..." Johan tampak menganggukkan kepalanya beberapa kali, tanda dia mengerti ucapan Senjaya

"Makanya aku bingung dengan nama yang hampir sama, setahuku putrimu tidak kembar." Johan terkekeh di sambut dengan kekehan Senjaya juga.

"Kenapa ngk di ajak sekalian?" ujar Hanna.

"Dia baru saja tiba, dia ada kegiatan kampus yang mengharuskannya pergi keluar kota. Kmungkinan dia baru saja sampai." ujar Senjaya menjelaskan.

"Oh ya-ya." ujar Johan menganggukkan kepalanya tanda sudah mengerti.

Selesai mengangkat telponnya, Atika kembali kemeja tempat mereka makan.

"Apa yang di katakan Arsyi, Ma?" tanya Senjaya.

"Dia sudah di rumah pa. Baru saja sampai. Melihat kita tidak ada di rumah, dia cemas katanya, maknya langsung telpon." Jelas Atika.

Merekapun kembali berbincang-bincang seputaran rencana lamaran putra dan putri mereka. Setelah itu mereka pamit dan bersamaan untuk pulang ke rumah masing-masing.

Keluarga Johan Wilton sudah sampai di kediamannya, begitu pula dengan keluarga Senjaya.

Arsya turun dari mobil di susul mama dan papanya,

"Ma pa, Arsya sudah tidak sabar ingin menikah dengan Aditya. Aku akan menjadi nyonya Aditya, aku akan bahagia, Ma. Arsya bisa membeli semua yang Arsya mau." Arsya terlihat sangat senang membayngkan dia akan menjadi nyonya di kekuarga Wilton, senyumnya pun mengembang di sudut bibir kecilnya.

Senjaya tidak terlalu suka mendengar kata-kata Arsya barusan, anaknya ini seperti ingin memanfaatkan keluarga Johan.

"Arsya, kau jangan main-main dengan pernikahan, menikah itu adalah sakral."

"Pa, apa aku terlihat main-main? Aku serius! Apa lagi Aditya juga tampan, dia adalah ukuran Arsya, pa." Arsya tersenyum membayangkan ketampanan Aditya.

Senjaya menghela napas panjang, lalu berjalan meninggalkan Arsya dan juga istrinya. Dia terlihat malas mendengar celotehan putrinya itu.

Sementara Atika menatap Arsya dengan serius."Arsya, Mama ikut senang jika kamu senang, semoga segala persiapan sampai hari H nanti berjalan lancar, yah?" Ucap Atika yang kini jug terlihat senang. Dia senang dan bangga melihat putrinya akan menikah dengan keluarga yang terpandang dan di segini di kota ini.

"Iya, Ma. Arsya senang banget, tidak menyangka mereka akan menjodohkan putranya dengan ku. Ma, aku bisa keliling dunia kapanpun aku mau!" Ucap Arsya seperti ayam yang baru saja di potong lehernya, Arsya terlihat kelepek klepek kesenangan.

Atika menggeleng kan kepala melihat kelakuan putrinya itu.

"Ma, Arsya ke kamar dulu ya mau istirahat." ujar Arsya, lalu dia pun pergi meninggalkan Atika yang masih berdiri terpaku melihat tingkah anak sulungnya itu.

Atika pergi ke kamar menyusul suaminya.

"Pa, gimana ini, sepertinya Arsya tidak tau tentang berita tahun lalu menyangkut putranya Johan!" ujar Atika setengah bergetar.

"Biarkan dia tau sendiri ma." ucap Senjaya santai sambil melepas kancing kemejanya.

Atika tampak berpikir lalu tiba-tiba mengingat Arsyi yang baru saja tiba dari luar kota.

"Pa, kita melupakan Arsyi! Dia kan sudah pulang! Aku benar-benar lupa."

"Ya sudah, kamu temui sana, Papa mau ganti pakaian dulu."

Atika keluar kamar dan berjalan ke arah kamar Arsyi. Saat Akita membuka pintu kamar, Arsyi menoleh dan melihat mamanya tersenyum ke arahnya.

"Arsyi! Belum tidur sayang?" Atika menghampiri putrinya yang sedang duduk di meja kaca riasnya.

"Belom, Ma. Arsyi baru saja cuci muka."

"Mama dan Papa kangen kamu sayang." Atika menghampiri Arsyi dan langsung memeluknya.

"Arsyi juga kangen Papa dan Mama. Papa mana, Ma? Tanya Arsyi sambil melihat ke arah pintu, berharap papanya menyusul Mamanya.

"Papa lagi ganti baju."

"Oh, ya. Emang Papa dan Mama dari mana? Kok cantik begini?" Arsyi terlihat menyelidik.

"Biasalah, habis dinner." Ucap Atika tersenyum kecil.

"Hem," Arsyi hanya menjawab kata Atika dengan sebutan 'hem' saja. Dia kembli merawat wajahnya dengan skincare khusus malam.

"Jam berapa kamu datang nak?" tanya Senjaya yang tiba-tiba muncul dari samping.

Arsyi menoleh dan langsung bangkit menekuk Senjaya.

"Waktu telpon mama, Arsyi baru saja keluar bandara." Ucap Arsyi.

"Maafkan Papa, yah? Papa tidak bisa jemput kamu di bandara." Ujar Senjaya merasa bersalah.

"Ngk usah gitu, pa. Arsyi tau kesibukan Papa." Merek terlihat sedikit ngobrol kemudian Senjaya berkata lagi:

"Ya sudah kamu istirahat ya nak,

mama dan papa juga mau istirahat." Ujar Senjaya dan Atika.

"Iya ma,pa, selamat malam." Ucap Arsyi.

"Pa, Mama sempat mikir tentang perjodohan Arsya? Bagaimana saat pernikahan mereka nanti? Mama takut terjadi hal yang tidak kita inginkan. Mama takut Arsya tidak menerimanya jika dia tau Aditya itu cacat." Ucap Atika dengan cemas.

"Mama tenang saja, Arsya tidak bisa membatalkan keputusannya secara sepihak, Arsya sendiri mengakui dan menerima perjodohan pernikahan ini di depan kedua orang tuanya Aditya."

"Jadi menurut papa ....?"

"Ya biarkan saja, sampai Arsya tau sendiri,

itu kan pilihan Arsya sendiri." ucap Senjaya memotong kalimat istrinya.

"Pa, kalu kita tidak memberi tahu Arsya, bukankah kita terlihat seperti sedang menipunya?"

Senjaya menatap wajah istrinya dengan mengernyitkan dahinya. Dia terlihat tak suka dengan ucapan Atika yang mengatakan 'menipunya'

"Kita tidak menipunya! Kita sudah memberi peringatan kepada Arsya untuk memikirkannya terlebih dahulu, tapi Arsya dengan gegabah menerima keputusan itu. Ini bukan salah kita! Kita juga tidak mungkin memberi tahu Arsya di depan mereka tadi, kan?"

Atika tampak meremas jemarinya.

"Papa juga sudah memikirkan nasib kita kedepannya, jika Johan dan keluarganya di permalukan dengan pertanyaan konyol kita tentang putranya Aditya yang beredar itu, kita pasti akan hancur, aku tidak ingin itu terjadi. Kau juga tidak ingin kita miskin dan hidup sengsara, kan? Perusahaan kita yang belum apa-apa di bandingkan dengan perusahaan mereka, dalam sekejap mereka bisa menghancurkannya!" Ucap Senjaya membuat Atika merinding.

Atika merinding sambil mendengarkan ucapan serius suaminya.

"Pa, Mama ngk mau jadi gembel, pokoknya apapun yang terjadi, Arsya tidak boleh membatalkan nya! Bebar kata papa, ini sudah adalah pilihan Arsya sendir." ujar Atika memantapkan hatinya meskipun masih ada kecemasan di dalam hatinya.

"Ya sudah la ma, ayo kita tidur, tidak usah terlalu di pikirkan, bukankah jodoh sudah ada yang mengatur?" ujar Senjaya lagi.

"Iya pa." ujar Atika sambil berjalan ketempat tidur. Atika merasa menghabiskan malam yang panjang dengan pikirannya. Sementara Senjaya sudah sejak tadi tidur sambil ngorok.

BACA 👇

.

.

.

Karya ini sedang di revisi. Jadi para pembaca jangan kaget dengan ceritnya yang kurng nyambung. Bijaklah dalam berkomentar. Terimakasih atas pengertiannya.

3. lamaran 1

Arsyi baru saja bangun dari tidurnya. Dia merenggangkan otot-otot kakunya.

"Ahh .., aku kesiangan!" Matanya melebar menatap jam dinding yang tergntung di kamarnya.

Arsyi kemudian langsung bngkit dan beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju bathroom untuk melakukan ritual paginya.

Tok tok tok ....

"Non Arsyi!" Panggil bibi Ana dari luar sambil sedikit berteriak agar pemilik kamar mendengar suaranya.

"Iya, Bi! Sebentar!" Arsyi juga berteriak menyahuti panggilan bibi Ana. Kemudian membuka pintu.

Ceklek ....

"Non, tuan dan nyoya sudah menunggu untuk sarapan?" Ujar bibi Ana.

"Iya Bibi, sebentar lagi Arsyi akan turun." Jawab Arsyi dengan sopan.

Bibi Ana mengngguk lalu menutup pintu kamar lagi sebelum meninggalkan kamar Arsyi.

Hari ini Arsyi mau di rumah saja, tidak ada rencana untuk bepergian. Dia capek dan mau istirahat. Arsyi mengenakan pakaian santai yang biasa ia kenakan di rumah.

Arsyi berbeda dengan kakaknya 'Arsya'. Arsya selalu berpenampilan glamor, sementara Arsyi berpenampilan biasa saja. Arsyi tidak suka dengan pakaian yang terlalu **** dan menurutnya norak.

Kakaknya Arsya selalu gonta ganti aksesori mewah, hampir setiap minggu Arsya berbelanja barang-barang branded dan mewah. Dia suka belanja dan menghabiskan uang hanya untuk membeli barang-barang yang kurang penting.

Kalu Arsya ingin memiliki sesuatu, apa pun caranya dia harus mendapatkannya, itulah kehidupan Arsya.

Sementara Arsyi, paling juga jam tangan, rantai kecil yg melingkar dilehernya, itupun jarang di kenakan nya. Arsyi anak yang tida banyak tuntutan, ia sangat menghargai uang.

Arsyi keluar kamarnya, menuruni tangga. Belum juga Arsyi sampai di lantai dasar, ia terpaku melihat rumahnya di hiasi dengan berbagai bunga, seperti akan ada acara.

"Ada apa ini!" Gumamnya bertanya pada dirinya sendiri sambil berjalan ke ruang makan.

"Arsyi, sayang, ayo duduklah." Pinta mamanya.

"Ma, itu ada apa? Kok rumah seperti taman bunga aja?" Tanyanya sambil menunjuk ke luar.

"Ayo kita sarapan dulu, Papa dan kakakmu sudah menunggu dari tadi. Nanti kita bicarakan, yah?" Ujar mamanya.

Belum juga Arsyi duduk sudah mendapatkan kata-kata yang kurang enak di dengar dari kakaknya.

"Lama banget sih kamu, dandan gitu aja setahun." Gerutu Arsya dengan wajah yang tidak suka.

"Arsya." Senjaya menatap Arsya dan membuatnya langsung menunduk menghindari tatapan tajam papanya.

"Sudah sudah, ayo kita sarapan." Ujar Atika mencairkan suasana yang sempat menegang. Sementara Arsyi diam saja, ia sudah biasa di perlakukan kakaknya begitu, bahkan lebih dari itu.

Yah, kakaknya Arsya memang begitu, mereka sering tidak akur, walaupun Arsya adalah kakak kandungnya, tatap saja Arsyi yang banyak mengalah.

Tak ada pembicaraan di meja makan saat mereka menyantap sarapan.

Selesai sarapan, Senjaya langsung pamit pergi ke kantor.

Sementara Atika, Arsyi dan Arsya masih di meja makan.

"Arsyi, kakak mu akan segera menikah, malam ini keluarga dari calon suami kakak mu akan melamar Arsya." Atika mulai bicara saat suaminya sudah benar-benar meninggalkan rumah.

Arsyi terperangah, matanya melebar menatap mamanya kemudian beralih menatap Arsyi.

"Benarkah?" Arsyi terkejut bercampur senang mendengar kabar ini.

Mamanya mengangguk dan Arsya terlihat tersenyum kecil sambil mengangkat bahunya.

Arsyi mengernyitkan keningnya melihat ekspresi wajah kakaknya yang tersenyum seperti .... Yang jelas Arsyi tidak dapat menebaknya. Arsyi bangkit dari tempat duduknya dan memeluk Arsya dengan erat.

"Kakak, selamat ya! Aku benar-benar ngk tau, aku turut senang kak. Tapi ...." Arsyi tampak berpikir sebentar.

"Tapi dengan siapa kak? Dengan Dion?" Arsyi berusaha menebak. Karena, yang Arsyi tau kakaknya itu lagi dekat dengan pria yang bernama Dion. Kakaknya itu sering gonta ganti pasangan, terakhir yang Arsyi tau dengan Dion.

"Bukan lah!" Jawab Arsya.

"Lalu ....?" Arsyi tampak sangat penasaran.

"Dengan Aditya, putranya Johan Wilton," ujar Mamanya mendahuli Arsya.

"Wow kakak! Bukankah itu salah satu anak pengusaha kaya itu?" Arsyi berbicara dengan berbinar, seperti dia sudah memenangkan lotre dengan hadiah yang sangat besar.

"Iya, kamu betul sekali, kakak sangat beruntung bukan? Dengan begitu kakak akan menjadi nyonya Aditya, dan bisa membeli apa pun yang kakak mau." Ucap Arsya sambil tersenyum sumringah.

"Arsyi ikut senang kak." Ucap Arsyi ikut bahagia melihat pancaran sinar mata kakaknya itu.

"Arsya, Arsyi. Mama mau keluar sebentar. Dan kamu Arsya, siang nanti fitting baju, nanti di jemput calon mertuamu." Ujar Atika membuat Arsya semakin senang.

Arsyi dan Arsya hendak beranjak dari meja makan, namun bibi Ana memangil Arsyi.

"Non Arsyi, di depan ada tamu mencari non." Ucap bibi Ana.

"Siapa yah, Bi? Perasaan Arsyi ngk ada janji tuh."

"Bibi juga ngk tau non." ucap bibi Ana.

"Orangnya bagaimana Bi?" tanya Arsya, ikut penasaran. Arsya kepo!

"Orangnya tinggi, rambut cepak, cakep pokonya non!" Ujar bibi menjelaskan.

"Ya sudah, Bi. Arsyi temuin dulu." Arsyi beranjak dan pergi ke luar.

Siapa ya? Sambil berjalan Arsyi mengingat-ingat pria yang di bicarakan bibi Ana barusan. Dia juga penasaran. Melihat pria yang berdiri membelakanginya, Arsyi sudah tau siapa pria tersebut.

"Kak Rehan!" Arsyi terkejut dan membulatkan matanya.

Rehan berbalik badan setelah mendengar suara Arsyi.

Arsyi mengembangkan senyumnya, dia pun terlihat senang dengan kedatangan Rehan.

"Iya Princessa, aku datang." Ujar Rehan sambil tersenyum kecil menatap Arsyi yang masih berdiri mematung menatapnya.

"Kakak bagaimana bisa tau rumah Arsyi?"

"Sekarang zaman canggih, aku bisa menemukan mu dimana pun kamu berada." Ungkapnya membuat Arsyi terkekeh geli.

"Aku serius! Padahal aku ngk kasih alamat rumah ku prasaan?" Arsyi menatap Rehan dengan serius.

"Hem. Bukanya di suruh duduk atau masuk gitu, di buatkan minum kek, malah mengintrogasi kakak seperti itu." Rehan mencibir Arsyi sambil menaikkan kedua alisnya ke atas.

He-he-he ....

"Iya, juga ya. Ayo masuk?" Arsyi tampak malu sambil tersenyum simpul mengajak Rehan untuk masuk.

"Kakak mau minum apa?" ujar Arsyi setelah mempersilahkan Rehan duduk.

"Apa aja, asal kamu ikhlas kaka pasti mau." Ujar Rehan.

"Ya sudah, tunggu sebentar." Arsyi beranjak dan pergi masuk kedapur.

"Non mau apa? biar bibi saja yang buat?" ujar bibi Ana.

"Biar Arsyi saja, Bi. Bibi bantu Arsyi siapkan cemilan saja, yah?"

"Baik, Non." ucap bibi Ana segera menyiapkan piring kecil dan juga toples kaca yang berisi maka kecil di dalamnya.

"Sepertinya ini tamu spesial yah, Non?" Selidik bibi Ana sambil tersenyum memotong kue cake dan meletakkannya di atas piring kecil yang sudah dia siapkan.

Arsyi tersenyum kecil menanggapi ucapan bibi Ana.

Bibi Ana senyum-senyum, melihat non Arsyi kesayangan nya itu, membuatkan minum untuk tamunya.

Bibi Ana sangat menyayangi non Arsyi, ia menganggap Arsyi seperti anak kandungnya sendiri. Anaknya baik, tau tata krama pada orang tua. Arsyi tidak pernah memaksa, tidak pernah berkata kasar pada siapa pun. Berbeda dengan Arsya, bibi Ana kurang begitu suka melihat kesombongan dan keangkuhan Arsya. Walaupun begitu, bibi Ana masih bersikap baik terhadap Arsya.

"Itu minumnya biar bibi saja yang bawa sekalian, Non?" Ujar bibi Ana.

"Biar Arsyi saja, Bi." Ujar Arsyi tidak ingin merepotkan bibi Ana meskipun ini memang tugasnya bibi Ana.

Arsyi membawa nampan itu keluar, dan meletakkannya di atas meja.

"Di minum, kak tehnya." Ucap Arsyi.

Rahel tersenyum menatap Arsyi.

"Terimakasih, kakak begitu merepotkan mu, yah?" Ujar Rehan menambahkan percakapan mereka.

"Enggak kok, aku tidak merasa di repotkan."

Rehan yang dari tadi merasa penasaran dengan dekorasi di rumah Arsyi. Dalam hatinya bertanya-tanya dan tampak ada kekecewaan di wajahnya.

"Ehh, ngomong-ngomong ada apa di rumahmu? Sepertinya ada acara lamaran? Jangan bilang kalo kamu mau lamaran?" Selidik Rehan.

Arsyi tersenyum lebar, apa lagi menangkap wajah kecewa dari Rehan. Meski Rehan tidak mengungkapkan perasaannya, namun insting seseorang tidak pernah salah.

"Yah, malam ini ada lamaran." Jawab Arsyi, dia sengaja belum menjelaskan siapa yang akan lamaran, dia ingin melihat ekspresi wajah Rehan. Dan benar saja, wajah Rehan langsung berubah. Arsyi juga sebenarnya menyukai Rehan, Rehan tidak hanya tampan, dia juga terlihat begitu baik saat mereka bertemu di luar kota waktu itu.

"Aku terlambat." Ucap Rehan tersenyum sumbang, kedua tangannya menyilang di perutnya yang datar. Dia berusaha menenangkan perasaannya yang sebenarnya kecewa.

Arsyi mengernyitkan keningnya.

"Terlambat kenapa?" Arsyi tersenyum kecil menatap wajah Rehan yang tertunduk.

Regan menghela nafas beratnya, dia berusaha menutupi kekecewaannya.

"Yah terlambat, ternyata orang yang kutemui sudah mau married." Rehan melirik Arsyi kemudian mengalihkan pandangannya menatap decoration yang menghiasi rumah Arsyi.

Arsyi ngakak. Sementara Rehan menatap Arsyi dengan aneh.

"Yang mau lamaran itu Arsya, bukan aku?"

Apa? Rehan langsung mengangkat kepalanya menatap Arsyi dengan serius.

"Arsya? siapa dia? Kembaran mu?" tanya Rahel mengeryitkan dahinya. Dia tidak tau kau Arsyi itu kembar.

"Kakak ku. Dia bukan kembaran ku. Aku dan kakakku itu beda dua tahun, hanya nama saya yang hampir sama, tahun kelahiran kami beda." Ujar Arsyi menjelaskan, dan itu membuat Rehan merasa lega. Arsyi pun menangkap raut senang di wajah Rehan.

"Ah, syukurlah." Rehan tampak mengelus dada bidangnya seakan berkata dengan dirinya sendiri.

Sementara Arsyi tampak mengernyit.

"Apanya yang bersyukur kak?"

Rehan tampak menyentuh kepala lalu berkata malu-malu: "yah bersyukur kalau bukan kamu yang di lamar." Ucap Rehan membuat Arsyi ngakak.

Hahaha ....

"Emang kakak berharap aku ngk di lamar-lamar gitu?"

"Ya enggak lah, maksudnya di lalamarnya nunggu kakak gitu." Rehan menatap Arsyi dengan dalam, sementara Arsyi tersipu malu di tatap Rehan seperti itu.

"Hem, diminum teh nya kak?" Ucap Arsyi menutupi kemudian. Dia berusaha menutupi kecanggungannya.

"Iya, sampai lupa kalau sudah di buat kan teh." Rehan tersenyum sambil mengambil cangkir teh dan menyesapnya.

"Gimana kak, apa rasanya pas?"

Rehan menganggukkan kepalanya.

"Pas dan manis, di tambah kamu yang manis, tambah manis." Ucap Rehan membuat wajah Arsyi memerah.

Arsyi dan Rahel tertawa.

"Kakak bisa aja bercandanya," ucap Arsyi.

Kemudian mereka terdiam beberapa saat.

"Hem, sebenarnya kakak ingin mengajak kamu pergi. Tapi sepertinya kamu sibuk."

"Arsyi emang ngk akan kemana-mana, Arsyi sebetulnya mau istirahat. Tapi sepertinya Arsyi juga ngk akan bisa istirahat," ucap Arsyi sambil melihat di sekeliling ruangan yang belum selesai di decor.

"Tapi kalo Arsyi capek dan mau istirahat ngk usah, kakak pulang saja. Kakak juga mau siap-siap, ntar malam kakak mau ke luar kota lagi."

"Ngk apa-apa, aku juga ngk bisa istirahat, seklian aku mau membeli sesuatu buat kakak ku."

"Ayo, kalo mau pergi?" Ajak Rehan.

"Iya, sebentar aku ganti baju dulu." Arsyi bangkit dan berjalan menuju lantai atas.

Arsyi menganti bajunya, dia mengenakan celana katun panjang, di padukan dengan baju atasan warna pink soft, tidak lupa Arsyi memakai jam tangan kesayangan nya, yang waktu itu di belikan papanya saat Arsyi ulang tahun ke 16. tak lupa Arsyi mengenakan high heels yang tidak terlalu tinggi, Arsyi tidak suka sepatu yang terlalu menjulang.

Saat ini Arsyi berumur 21 tahun, kakaknya Arsya 23 tahun, Arsyi memiliki tubuh yang sintal, bokong yang besar, pinggang yang kecil, bentuk tubuhnya hampir sama dengan Arsya, mereka memiliki kulit yang putih. Arsyi memiliki wajah yang imut tanpa polesan make up yang norak. Arsyi hanya menggunakan skincare buat perawatan kulit wajahnya. Kalau Arsya tentu saja bermake-up yang norak, sulam alis dan bibir, berbagai macam yang aneh-aneh gitu dia coba. Termasuk tanam benang dia lakukan.

.

.

.

❤️❤️❤️

Maaf, author lagi merevisi karya, jadi jangan kaget kalau episode lainya masih berantakan, dan tidak nyambung dengan bab lainnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!