Malam itu, dalam suasana hening dan gelapnya malam, membuat Zayn memiliki kesempatan untuk mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi melintasi jalan raya yang terlihat sepi dan senggang akan kendaraan. Namun, mobil yang melaju itu tiba-tiba berhenti mendadak saat pedal remnya diinjak sangat kuat. Zayn berdecak, menatap seorang wanita yang berdiri di tengah jalan tepat di depan mobilnya dengan kedua tangan yang merentang lebar. Wanita itu memakai dress selutut berwarna putih yang terlihat begitu lusuh, pun rambut panjangnya yang tergerai berantakan.
"Shiit." umpat Zayn kesal, jika dirinya terlambat menginjak rem mobilnya, mungkin wanita yang masih berdiri di depan mobilnya dengan mata yang terpejam itu sudah tewas karena ia tabrak.
Perlahan kelopak mata wanita itu terbuka, menyipitkan matanya saat sorot lampu milik mobil yang dicegatnya membiasi wajahnya.
"Tolong aku." Wanita tersebut berdiri di sisi mobil Zayn menggedor-gedor kaca mobil pria itu.
"Ah, penipuan berkedok apa lagi ini." ketusnya seraya memutar kedua bola matanya.
"Tolong.. Aku.. Tolong.." Wanita itu masih belum menyerah, ia terus menggedor-gedor kaca mobil Zayn, berharap pria itu mau menolongnya.
Zayn mendengus, ia hendak keluar dari dalam mobil, namun niatnya itu terurungkan tatkala ia melihat dua orang pria dengan tubuh tegap yang memakai setelan berwarna hitam menghampiri mobilnya.
"Bisa ku pastikan wanita ini kelompok preman-preman itu." gumam Zayn, ia hendak melajukan kembali mobilnya namun wanita itu semakin menggedor kaca mobil Zayn keras, bersamaan dengan air matanya yang membasahi wajahnya, pun mulutnya yang masih berucap permintaan tolong.
"Tolong aku. Ku mohon."
"Ayo ikut denganku." ucap salah satu pria menarik paksa tubuh wanita itu hingga membuat Zayn tak tega, "Apa mereka preman yang ingin merusak wanita itu?" gumamnya, Zayn langsung menurunkan kaca mobilnya bahkan ia langsung keluar dari dalam mobil itu dan menanyakan apa yang sedang terjadi.
"Ada apa ini?" tanya Zayn mengangkat salah satu alisnya.
"Tolong aku." ucap wanita tersebut dengan wajah yang semakin memelas, ia terlihat begitu ketakutan.
"Maaf tuan. Dia pasien rumah sakit jiwa, kami baru saja menemukannya karena dia kabur dari rumah sakit." ucap pria yang tengah mencekal wanita tersebut.
"Oh." Zayn menganggukan-anggukan kepalanya, mempercayai perkataan pria itu. Karena ia juga menganggap jika wanita yang telah mencegatnya tadi adalah orang gila, hal itu ia buktikan dengan tampang dan model pakaian wanita itu yang bak orang gila.
"Baiklah, sebaiknya kalian menjaga pasien kalian dengan baik, agar dia tidak kabur lagi, dia bisa saja mencelakai orang lain karena berdiri di tengah jalan." ujar Zayn, kemudian ia masuk kembali ke dalam mobil.
"Tidak, mereka berbohong. Aku tidak gila." ucap wanita tersebut merontah-rontah, berusaha melepas cekalan tubuhnya.
"Diamlah wanita bodoh." pinta pria yang tengah mencengkram kedua tangan wanita itu lalu ia membiusnya saat mobil Zayn sudah pergi dari sana.
"Ayo bawa dia. Hampir saja kita di pecat oleh Nyonya, gara-gara wanita gila ini." seru pria yang tengah membekap wanita itu lalu ia langsung menggedongnya dan membawa masuk ke dalam mobil yang berada di seberang jalan.
***
"Kau sudah sampai." ucap Rey mendaratkan tubuhnya di single sofa yang berada di ruang tamu rumah mertuanya, sudah hampir satu bulan mereka berada di Bandung karena Tasya sedang menggandung anak kedua mereka.
"Iya kak. Maaf jika alu sedikit terlambat." ucap Zayn ikut mendaratkan tubuhnya di sofa.
"Lihatlah foto-foto itu." Meletakan beberapa lembar foto wanita di atas meja tepat di hadapan Zayn.
Kening Zayn berkerut dalam, memandangi wajah wanita yang ada di lembaran-lembaran foto itu, "Siapa ini kak?" tanyanya menolehkan kepalanya ke arah Rey.
"Calon istrimu, anak tuan Adnan. Dia wanita yang baik, dia juga sedang menempuh pendidikan di universitas negri di kota ini, kurasa dia akan cocok denganmu." Mendengar ucapan Rey, langsung membuat Zayn meletakan kembali foto-foto tersebut dengan kasar di atas meja, ia tidak suka jika Rey ataupun papanya mencampuri urusan percintaannya. "Apa-apaan ini kak? Aku tidak suka dijodoh-jodohkan seperti kakak." serunya.
"Mau sampai kapan kau seperti ini? Sekarang usiamu sudah 27 tahun tapi kau sama sekali belum memiliki kekasih! Kau harus segera menikah Zayn."
"Harus berapa kali lagi aku mengatakan pada kakak? Aku tidak suka dijodoh-jadohkan kak. Aku akan menikah dengan pilihanku sendiri." Zayn berucap dengan sangat ketus dan kesal.
"Kau masih mencari Avra? Mau sampai kapan Zayn? Sampai kau menua? Sudah tiga tahun berlalu dan kau masih nekad untuk mencarinya? Apa kau masih tidak percaya dengan anak buahku yang mencarinya, mereka sudah mengatakan kalau wanitamu itu sudah menikah, bahkan mungkin sekarang dia sudah memilki anak."
"Hentikan ucapan kakak. Aku tidak akan mempercayai semua itu sebelum aku memastikannya sendiri."
"Huh, terserah kau saja. Kakak hanya ingin kau segera menikah, kau tahu sendirikan papa sudah semakin tua dan sakit-sakitan. Papa ingin melihatmu menikah sebelum--."
"Aku tahu itu. Aku akan tetap berusaha menemukan wanitaku." tukasnya beranjak berdiri. Wajahnya benar-benar sudah terlihat kesal.
"Jika tidak ada lagi yang ingin kakak bicarakan, aku mau pamit pulang." ujarnya berlalu pergi dari sana.
Rey bergeming, memijat kepalanya yang terasa pening, ia merasa pusing dengan sikap Zayn yang begitu keras kepala. Yang masih memiliki tekad untuk mencari wanita yang keberadaannya bak ditelan bumi.
"Eh, kenapa Zayn pulang. Padahal aku baru saja membawakannya minuman." ucap Tasya masuk ke ruang tamu, pandangannya mengarah ke arah Zayn yang baru saja masuk ke dalam mobilnya.
"Sini biar aku saja yang meminumnya" pinta Rey beranjak dari duduknya, lalu menghampiri istrinya itu.
"Kau mau meminumnya? Apa kau sudah menyukai jus jeruk sekarang?" tanya Tasya menatap Rey lekat. Sejak kehamilan keduanya, bukan dirinya yang mengidam dan mual-mual melainkan Rey, dan selama masa ngidamnya Rey sama sekali tidak menyukai jus jeruk atau apapun yang berurusan dengan jeruk.
"Aku suka." jawab Rey lalu meraih gelas berisi jus tersebut dan meneguk habis isi di dalamnya. Ia tidak ingin membuat Tasya kecewa karena telah membuat jus jeruk namun tidak ada yang meminumnya.
Tasya menggeleng kepalanya melihat tingkah suaminya itu. Tak berselang lama, Rey merasakan tenggorokannya yang begitu penuh dan beberapa saat kemudian ia berlari menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur untuk memuntahkan semua isi perutnya.
"Sayang." Tasya mengusap lembut punggung belakang suaminya, sungguh ia tidak tega melihat keadaan Rey seperti ini tapi mau bagaimana lagi itu sudah takdir yang harus dialaminya, menggantinya untuk merasakan ngidam yang sama sekali tidak enak.
***
Di tempat yang berbeda, Zayn tampak duduk termenung di dekat danau, tempat yang selalu ia kunjungi jika sedang memiliki masalah, tempat di mana dirinya bertemu gadis cantik dan juga menggemaskan di 18 tahun lalu. Gadis yang terlihat linglung karena berpisah dengan kedua orang tuanya.
"Avra, kau di mana? Bukankah kau sudah berjanji untuk bertemu denganku di tempat ini setelah kita dewasa. Lihatlah, aku sudah dewasa. Aku bahkan sudah siap menikahimu." gumamnya merebahkan tubuhnya di atas tanah, melipat kedua tangannya di kepalanya, dan menatap bintang-bintang yang bertebaran di langit.
Sungguh Zayn sangat merindukan gadis kecil yang di temuinya itu, gadis kecil yang mengajaknya untuk menikah jika sudah tumbuh dewasa. Sudah hampir 18 tahun mereka berpisah, dan sudah selama itu juga Zayn mencari keberadaan wanita itu.
"Aagghhhhtt." Zayn berteriak dengan sekencang-kencangnya, ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kini ayahnya sudah mulai mencarikannya jodoh, sekeras apapun dirinya menolak pasti ayahnya itu akan terus memaksanya bahkan sekarang ayahnya sudah melibatkan Rey dalam masalah ini. Sungguh Zayn merasa pasrah namun tekadnya untuk mencari Avra masih begitu besar.
Zayn sangat mencintai wanita itu, ia sangat merindukannya tapi kemana dia? Info terakhir yang di dapatnya dari Bi Sumi, gadis kecil itu pergi keluar negri saat perusahaan ayahnya mengalami kebangkuratan pun beberapa informasi yang di dapat Zayn dari tim pencari yang di utus oleh Rey di beberapa tahun belakangan ini, jika Avra sudah menikah.
"Aku tidak akan mempercayai informasi itu jika aku tidak memastikannya sendiri." gumamnya beranjak duduk. Zayn mengusap kasar wajahnya, pikirannya begitu kacau. Ada ketakutan dalam diri pria itu, ia takut jika wanita yang dicarinya selama 17 tahun terakhir ini benar-benar sudah menikah.
"Tidak, itu tidak akan terjadi. Dia pasti menepati janjinya." ucapnya penuh keyakinan.
Sudah hampir pukul 11 malam, Zayn baru pergi meninggalkan tempat itu. Ia masuk ke dalam mobil dan langsung melajukan mobilnya.
"Kenapa aku terus memikirkan wanita gila tadi?" ketusnya memukul setir mobil, entah apa yang terjadi dengan pikirannya hingga raut wajah sendu wanita yang meminta tolong padanya tadi masih terngiang-ngiang di pikirannya.
.
.
.
.
Bersambung... 🤗
Di sepanjang jalan, Zayn tampak melamun pikirannya begitu kalut. Permintaan ayahnya untuk segera menikah membuat Zayn benar-benar bingung, ia belum menemukan wanitanya dan entah di mana dia saat ini. Dan sekarang muncul masalah baru lagi jika dirinya akan dijodohkan dengan jodoh pilihan ayahnya.
"Kenapa zaman sekarang masih harus jodoh menjodohkan?" dengusnya seraya memijat-mijat kepalanya dengan tangan kanannya.
Beberapa menit kemudian, Zayn memasuki sebuah halaman rumah yang tampak megah, rumah dengan nuansa klasik, rumah yang menyaksikan perjalanan hidupnya sejak kecil.
"Tuan Zayn. Tuan Vino sudah menunggu anda di dalam." ucap pak Ali, menatap Zayn yang baru saja keluar dari dalam mobil.
"Baik pak." jawab Zayn lalu dengan langkah panjang ia masuk ke dalam rumah.
"Duduklah nak." ujar Papa Vino yang hanya di jawab dengan anggukan oleh Zayn.
"Rey sudah menelpon---."
"Pa, usiaku masih 27 tahun. Bukan kah itu masih terbilang mudah? Biarkan aku menentukan pilihanku sendiri. Aku sudah memiliki pilihan sendiri Pa." tukas Zayn memelaskan wajahnya, ia tidak ingin dijodohkan, ia juga memiliki wajah yang tampan, hanya karena ia tidak memiliki kekasih bukan berarti dirinya tidak laku bukan.
"Mau sampai kapan nak? Kenapa kau masih mencari wanita itu?"
"Karena aku mencintainya, dia cinta pertamaku. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah melupakannya."
"Huh." Helaan napas berat tampak ditarik masuk lalu di hembuskan dengan kasar oleh Papa Vino, "Terserah kau saja, tapi besok kau menemani papa untuk menemui tuan Devgan dan anaknya."
"Jangan bilang papa mau menjodohkanku dengan putri tuan Dev." ucapnya penuh selidik. Diamnya Papa Vino, membuat Zayn menarik kesimpulan jika Papanya itu akan menjodohkannya dengan anak kerabat kerjanya.
"Aku tidak akan menemui mereka." Zayn bangun dari duduknya, membahas soal perjodohan benar-benar membuat kepalanya terasa ingin pecah.
"Sekali ini saja. Papa sudah terlanjur membuat janji."
"Papa tidak akan membahas tentang perjodohan. Papa serahkan semua keputusan padamu tapi setidaknya temui mereka." ujar Papa Vino.
Zayn menghembuskan napasnya dengan kasar ke udara, "Huh, baiklah. Aku akan ikut bersama papa untuk menemui mereka, tapi papa harus janji tidak akan membahas soal perjodohan."
"Iya nak."
"Baiklah. Zayn kembali ke kamar dulu." ujarnya, melangkahkan kakinya menuju kamarnya, semoga papanya tidak membahas masalah perjodohan lagi, jujur Zayn sudah sangat bosan dengan satu kata itu.
***
Pagi setelahnya, Papa Vino yang tengah sarapan di meja makan, dikejutkan dengan kedatangan anak kecil berusia 3 tahun.
"Kakek." panggil anak tersebut hingga membuat pandangan Papa Vino tertujuh ke asal suara.
"Hay, jagoan kakek. Kau datang bersama siapa?" tanyanya, bangun dari duduknya lalu menggendong cucunya itu.
"Belsama papa." jawab Ken singkat.
"Di mana papamu?"
"Selamat pagi Pa." sapa Rey masuk ke ruang makan.
"Zayn mana Pa?" tanya Rey menarik kursi meja makan lalu mendaratkan tubuhnya di kursi itu.
"Papa tidak tahu, sepertinya dia masih tidur." Pap Vino memindahkan Ken di kursi sebelum kemudian ia ikut mendudukan tubuhnya di kursi tepat di samping cucunya.
"Dasar anak itu." cetus Rey.
"Bagaimana hasilnya Pa. Apa Zayn mau dijodohkan dengan anak tuan Dev?"
"Tidak."
"Kenapa?" Dahi Rey tampak menyernyit, menatap papanya lekat.
"Zayn menolak keras, Papa tidak bisa membujuknya lagi." Papa Vino menghela napas, sebelum kemudian ia melanjutkan ucapannya, "Dia masih ingin mencari wanitanya. Dia juga tidak ingin dijodohkan."
"Tapi bagaimana dengan tuan Dev? Bukankah Tuan Dev sangat menginginkan perjodohan ini?"
"Iya, papa tahu itu. Tapi mau bagaimana lagi, Papa tidak bisa membujuk adikmu yang sangat keras kepala itu."
"Huh."
"Papa sudah menyerahkan semuanya kepada Zayn, nanti malam kami akan menemui tuan Dev dan anaknya. Semoga saat melihat anak tuan Dev, Zayn mau menerima perjodohan ini."
"Paman Ayn." ucap Ken melihat Zayn yang hendak masuk ke ruang makan. Wajah pria itu tampak terlihat dingin saat menyadari keberadaan Rey di sana.
"Kau mau kemana?" tanya Papa Vino, menatap tubuh Zayn dari ujung kaki hingga ujung rambut, tumben sekali anak bungsunya itu terlihat rapi seperti ini di pagi hari.
"Aku mau ke rumah temanku."
"Oh baiklah, sarapanlah dulu."
"Tidak perlu Pa. Zayn sudah tidak berselera makan." ucapnya, melirik Rey singkat lalu menoleh ke arah Ken yang ternyata sudah berdiri di hadapannya.
"Paman Ayn mau pelgi?" tanyanya mendongakan kepalanya.
"Iya Ken sayang."
"Yahh, padahal Ken mau main dengan paman." wajah Ken langsung berunha lesu, tujuan anak itu datang ke rumah kakeknya karena ia ingin bermain dengan pamannya, ternyata pamannya itu malah mau pergi.
"Ken." Zayn meraih tubuh Ken ke dalam gendongannya. "Kita tidak bisa main sekarang ya. Paman banyak urusan."
"Yaah. Baikyah, tapi paman janji ya besok main ke lumah Ken. Ken ada mainan balu."
"Iya, paman janji." ucapnya.
"Yeayy. terima kasih paman." teriak anak kecil itu kegirangan lalu ia mengecup pipi Zayn singkat.
Zayn menurunkan tubuh Ken, lalu ia berpamitan pada papanya untuk pergi dari sana.
Sepeninggalan Zayn. Rey langsung ikut berpamitan kepada papanya juga.
"Aku ikut pamit ya Pa." ucapnya.
"Daddy, apa kita mau pulang?" tanya Ken berdiri di samping kursi yang di duduki papanya.
"Kau tidak mau sarapan dulu?" tanya Papa Vino.
"Tidak Pa."
"Baiklah, hati-hati di jalan." Papa Vino bangun dari duduknya.
"Kakek, Ken pamit pulang dulu ya. Kakek jangan sedih, nanti Ken datang lagi kok." ucapan anak kecul itu membuat Papa Vino tertawa lalu ia menggendong cucunya itu, dan mencium wajahnya.
"Kakek tidak sedih kok. Oh iya, salam untuk mamimu ya nak."
"Siap." jawab Ken tersenyum.
"Baiklah, ayo Rey. Papa antar kalian ke depan."
***
Zayn menepikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah yang didominasi cat berwarna putih. Di depan rumah itu tampak berjejeran beberapa mobil mobil.
"Mereka sudah berkumpul?" gumam Zayn melepas seatbeltnya.
"Zayn kau sudah datang." sapa Laura, pemilik rumah itu. Wanita itu berjalan menuju tempat Zayn berada.
"Iya Ra, apa Andre sudah datang?"
"Sudah, ayo masuk Ay." ucapnya menggandeng lengan sahabatnya itu.
"Hay, Zayn. Lama tidak bertemu." sapa Deni memeluk Zayn singkat seraya menepuk punggung belakang pria itu.
"Siapa itu Den?" tanya Zayn menoleh ke arah wanita yang berdiri di samping Deni, wanita itu tampak tertunduk malu.
"Oh iya. Kenalin istri aku, Avra." ucap Deni meraih wanita tersebut lalu melingkarkan tangannya di pinggang istrinya itu.
"Avra?" Dahi Zayn tampak berkerut dalam, pikirannya mulai menerka-nerka. Pun jantungnya yang terasa berdegup kencang.
"Iya. Ada apa?" tanya Deni kemudian.
"Eh, ti-tidak."
"Zayn, kau sudah datang. Ayo duduklah di sini." ujar Andre, menepuk sofa yang masih terlihat lapang.
Zayn mengangguk. Ia berpamitan pada Deni dan istrinya untuk menemui Andre.
Kaki Zayn melangkah menuju sofa kemudian mendudukan tubuhnya di sana tepat di samping sahabatnya. Pandangan Zayn masih tertuju kepada Avra, Apa wanita itu adalah Avra yang dicarinya selama ini? Apa wanita itu adalah Avra, wanita yang dicintainya? Apa benar kata anak buah Rey jika Avra sudah menikah? pertanyaan-pertanyaan itu bergemuruh dipikiran Zayn, hingga membuatnya tidak fokus.
"Oh iya Zayn. Apa kau sudah memiliki kekasih?" tanya Andre namun Zayn tidak menanggapi pertanyaan pria itu, ia sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Zayn." Andre menepuk pelan bahu sahabatnya itu hingga membuat Zayn membuyarkan lamunannya.
"Eh, a-ada apa?" tanyanya menoleh.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Ti-tidak ada."
"Oh baiklah. Apa kau sudah berkenalan dengan istrinya Deni?"
"Su-sudah. Apa kau mengenal wanita itu? Kenapa dia bisa menikah dengan Deni, bukankah dulu Deni berpacaran dengan Vivian?" pertanyaan Zayn yang berunut membuat Andre mengerutkan dahinya.
"Kenapa kau terlihat penasaran sekali?" tanyanya.
"Eh." Zayn mengusap wajahnya, biasanya ia tidak pernah menanyakan hubungan orang ataupun sahabatnya hingga sedetail ini.
"Aku tidak cukup tahu soal itu. Hanya saja Deni ditinggal nikah oleh Vivian, dan entah bagaimana Deni menemukan wanita itu dan langsung menikahinya."
"Benarkah? Apa Deni mencintai wanita itu?"
"Tentu saja, wanita itu sudah menjadi istrinya. Mana mungkin dia tidak mencintainya." ucap Andre memukul bahu Zayn seraya tertawa menganggap pertanyaan Zayn begitu konyol.
"Ada apa dengan dirimu? Sungguh kau sangat berbeda sekali."
Zayn berdehem, lalu ia memperbaiki posisi duduknya, "Eum, tidak. Aku hanya tidak ingin jika wanita itu menjadi pelampiasan Deni karena ditinggal Vivian."
"Tentu saja tidak, jangan berpikiran yang aneh-aneh. Deni tidak mungkin melakukan hal itu." ucapan Andre membuat Zayn terdiam. Kenapa dirinya jadi memikirkan hubungan Deni? Apa karena ia kasihan dengan wanita itu? Atau karena ia berpikir jika wanita itu adalah Avra, wanita yang dicintainya? Ah, entahlah melihat semua ini membuat mood Zayn kembali berantakan. Ia berpikir dengan pergi bertemu sahabat-sahabatnya akan membuat pikirannya sedikit tenang, namun apa yang terjadi sekarang, ia dikejutkan dengan sosok wanita yang bernama Avra. Apa hanya nama mereka yang sama? Atau justru wanita itu adalah Avra yang ditemuinya 18 tahun yang lalu?
.
.
.
.
.
.
Bersambung..🤗
Sepanjang acara reuni yang digelar di rumah Laura, Zayn hanya duduk terdiam. Pikiran pria itu masih menerka-nerka, mencoba mencerna apa yang terjadi, apalagi setelah melihat keromantisan Deni dan istrinya semakin membuat pria itu tak betah berlama-lama di sana.
"Re, aku pamit pulang dulu." ucap Zayn kepada Andre yang duduk di sebelahnya
"Pulang? Kenapa cepat sekali?" tanya Laura, menoleh ke arah Zayn, wajah wanita itu tampak terlihat bingung.
"Iya Ra, ini sudah sore. Aku ada urusan lain."
"Kau bisa menundanya. Kita baru bertemu setelah sekian lama." timpal Deni, pria itu duduk di sofa yang berada di hadapan Zayn.
"Iya Zayn. Kenapa cepat sekali?"
"Aku ada urusan penting dan tidak bisa di tunda. Aku pamit pulang dulu ya, nanti kita bertemu lagi." ucap Zayn beranjak berdiri.
"Ah baiklah, aku akan mengantarmu ke depan." Laura hendak bangun dari duduknya namun Zayn mencegah wanita itu.
"Tidak perlu. Kau tetaplah di sini."
"Hm, baiklah."
"Aku pulang deluan ya." ucap Zayn menoleh singkat ke arah Avra, sebelum kemudian ia berlalu dari sana.
"Ada apa dengan Zayn? Kenapa dia tampak berbeda sekali hari ini." Wajah Deni terlihat bingung melihat sikap Zayn.
"Entahlah, aku juga tidak tahu." timpal Andre.
"Bagaimana apa kita jadi barbeqiuan?"
"Tentu saja. Sebentar lagi Hamid dan lainnya akan datang."
"Oh, baiklah. Aku akan menyiapkan bahan-bahannya."
"Av, kau bantulah Laura menyiapkan bahan barbeqiunya." ucap Deni menoleh ke arah istrinya yang duduk di sampingnya.
"Iya." Avra tersenyum ke arah Laura. Lalu wanita itu merima ajakan Laura dan ikut bersamanya ke dapur.
***
Mobil yang dikemudikan Zayn melaju dengan kecepatan tinggi hingga memecah keheningan jalan tol, entah kemana ia akan pergi.
Pikiran Zayn benar-benar gusar, pria itu meraih ponselnya lalu ia menelpon seseorang untuk mencari tahu tentang Avra, istri dari sahabatnya itu.
"Baiklah, kami akan menyelidikinya."
"Secepatnya. Aku mau nanti malam kalian sudah memberikanku informasi detailnya." ucap Zayn.
"Baik tuan, kami akan mengusakahannya." Zayn memutusakan sambungan telponnya kemudian melempar ponselnya ke sembarang arah. Pria itu menepikan mobilnya di pinggir jalan.
"Aghhttt." teriaknya mengusap kasar wajahnya. Wajah wanita tadi kembali terngian-ngiang di kepalanya. Mungkinkah wanita tadi adalah Avra? Apa wanita yang dicintainya sudah menjadi milik orang lain?
"Tidak, itu tidak mungkin. Wanita tadi pasti bukan Avra yang kumaksud. Mungkin nama mereka saja yang sama." gumamnya penuh keyakinan.
Hembusan napas keluar dengan kasar melalui mulut Zayn, pria itu tidak akan memikirkan wanita tadi lagi sebelum ia menemukan kebenarannya.
"Semoga dia bukan Avra yang ku cari selama ini." lirihnya kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
*
Sudah hampir pukul 7 malam, Zayn baru kembali di rumah.
"Kenapa kau baru kembali? 15 menit lagi kita akan pergi ke resto X untuk menemui tuan Dev dan anaknya." tutur papa Vino yang tengah berdiri di samping sofa yang berada di ruang tamu. Pria paru baya itu sudah terlihat rapi dengan setelan jas berwarna hitam.
Zayn memutar kedua bola matanya, kenapa papanya masih mengingat pertemuan dengan tuan Dev? Padahal ia sudah berdoa berkali-kali agar papanya itu kehilang ingatannya sehari saja.
"Aku mau mandi dulu." ucap Zayn acuh tak acuh.
"Cepatlah Zayn, papa tidak ingin membuat tuan Dev menunggu kita."
"Tergantung Pa." jawab Zayn mengeraskan suaranya sebelum kemudian ia masuk ke dalam kamarnya.
"Huh, dasar anak itu." cetus papa Vino kembali mendudukan tubuhnya di sofa.
Beberapa saat kemudian, Zayn keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi namun tidak seformal pakaian papanya.
"Mau berangkat sekarang?" tanyanya.
"Tentu saja, kita sudah terlambat 30 menit." ujar papa Vino melangkah keluar rumah.
***
Setibanya di restoran X, Papa Vino langsung berjalan masuk ke dalam sana, di ikuti oleh Zayn yang berjalan bermalas-malasan.
"Zayn, cepatlah. Kita sudah membuat Tuan Dev menunggu." Seru Papa Vino, menoleh ke arah Zayn yang berjarak 3 meter darinya.
"Iya Pa." Zayn memutar kedua bola matanya, rasanya ia ingin lari dari sana, namun tidak mungkin ia lakukan.
"Selamat malam Tuan Dev, Maaf telah membuatmu menunggu." Papa Vino tersenyum seraya mengulurkan tangannya.
"Tuan Vino, selamat malam." ucap Tuan Dev berdiri dari duduknya. Lalu ia menjabat tangan rekan kerjanya tersebut yang tidak la lagi akan menjadi besannya.
"Zayn." panggil Pap Vino menoleh ke arah Zayn yang hanya berdiri mematung dan sedang menatap wanita cantik yang berdiri di samping Tuan Dev.
"Eh, i-iya pa." Zayn mengalihkan pandangannya, lalu ia ikut menjabat tangan Tuan Dev yang sedari tadi menggantung di udara.
"Kau sangat tampan sekali." puji Tuan Dev kepada Zayn, sebelum kemudian ia mempersilahkan Papa Vino dan Zayn untuk duduk di kursi yang ada di depannya.
"Ehm." Anak tuan Dev berdehem, ia terlihat begitu canggung, pipinya terlihat merona merah saat Zayn terus-terusan memandanginya dengan tatapan yang tak terbaca.
"Astaga, papa sampai lupa mengenalkan kalian." ucap Tuan Dev. "Nak, Zayn. Ini anak sulung Om, Clara." ucapnya memperkenalkan anak gadisnya itu dengan bangga kepada Zayn, kepada pria yang akan menjadi calon suami anaknya.
"Aku sudah mengenalnya tuan." ucap Zayn tersenyum masam.
"Kalian sudah saling mengenal?" tanya Papa Vino menatap Zayn dan anak tuan Dev bergantian.
"Iya Pa, dia teman kampusku."
"Wah, bagus sekali. Ini akan mempermudah perjodohan kalian." Tuan Dev tersenyum menatap Zayn yang hanya memperlihatkan ekspresi dinginnya, hingga membuat Clara menarik kesimpulan jika Zayn tidak menyukai perjodohan ini.
"Daddy." Clara mengusap lengan papanya seraya menggeleng kepalanya pelan, ia tidak ingin papanya ceroboh dan terburu-buru dalam mengambil tindakan.
"Ada apa?" Tuan Dev mengerutkan dahinya merasa bingung.
"Jangan sekarang." ucap Clara berbisik. Tuan Dev semakin merasa bingung, merasa aneh dengan sikap Clara, bukan kah dia yang menginginkan perjodohan ini? Bukankah dia yang merengek ingin di jodohkan dengan Zayn? Lantas kenapa dia jadi berubah.
"Daddy, sebaiknya kita makan malam dulu. Om Vino dan Zayn pasti sudah lapar." ucap Clara mengalihkan topik pembicaraan, ia terlihat salah tingkah. Sungguh tatapan Zayn padanya membuat wanita itu merasa terganggu, namun ada secarik kebahagiaan karena Zayn mau menatapnya seperti ini, walaupun ia tidak bisa mengartikan tatapan tersebut.
"Baiklah. Tuan Vino, silahkan memesan makanan yang tuan Vino inginkan." ujar Tuan Dev menyodorkan buku menu pada rekan kerjanya.
"Terima kasih tuan Dev." Papa Vino tersenyum lalu ia meraih buku menu tersebut dan mulai membuka lembar demi lembar untuk melihat makanan yang sekiranya cocok di lidahnya. Namun tidak dengan Zayn, pria itu menghembuskan napas sesaat sebelum kemudian ia beranjak berdiri.
"Clara, apa kita bisa berbicara berdua sebentar saja?" tanyanya menatap Clara yang tengah menatapnya dengan tatapan kebingungan.
"Kalian bisa berbicara di sini saja." ujar Tuan Dev.
"Tuan Dev, biarkan mereka berbicara berdua." Papa Vino ikut menimpali, ia tahu betul bagaimana sikap anaknya, mungkin saja Zayn ingin melakukan pedekatan terlebih dahulu pada Clara sebelum mengambil keputusan atas perjodohan mereka.
"Baiklah."
"Clara, apa kau bisa?" tanya Zayn kembali saat Clara masih bergeming di tempatnya.
"Eh, i-iya boleh." Clara beranjak berdiri seraya merapikan roknya yang terlihat sedikit tersingkap hingga menampakkan paha putihnya.
Zayn mengangguk lalu ia berjalan meninggalkan tempat itu, diikuti oleh Clara yang jantungnya berdetak takaruan.
"Kita mau kemana?" tanya Clara, saat merasa mereka sudah sedikit jauh dengan keberadaan restaurant milik papanya.
Zayn bergeming, ia terus berjalan menuju gang kecil yang terlihat sangat gelap.
"Zayn, kau membawaku kemana? Disini sangat gelap sekali." Clara mengedarkan pandangannya kesekelilingnya, seraya memeluk lengan Zayn erat. Di sana terlihat sangat gelap dan seram.
Hembusan napas tampak keluar dari mulut Zayn dengan kasar, sebelum kemudian ia memutar tubuhnya dan menatap Clara dengan tatapan dingin, sedingin es kutub utara hingga membuat Clara membeku karena tatapan itu.
"Za-Zayn." Clara melangkah mundur, ia dibuat ketakutan dengan tatapan Zayn saat ini.
"Sudah berapa kali aku mengatakan padamu jika aku tidak memiliki perasaan apapun padamu. Kenapa kau masih berusaha untuk mendekatiku? Kau bahkan melibatkan ayahmu." serunya menautkan kedua alisnya.
"Kau salah paham. A-aku tidak melibatkan daddyku, aku bahkan tidak tahu jika aku akan dijodohkan denganmu." Clara menunduk, tidak memiliki keberanian untuk menatap Zayn yang mulai dilingkupi amarah.
"Benarkah? Kau pikir aku akan percaya?" Tersenyum masam.
"A-aku berani bersumpah."
"Bersumpah? Bahkan berbicara saja kau sudah terlihat gugup seperti ini." ketusnya seraya mencengkram lengan Clara. Cengkraman tangan yang membuat Clara memekik kesakitan, bahkan air mata wanita itu sampai berjatuhan dari kedua pelupuk matanya, "Zayn, a-aku mencintaimu. Aku sungguh mencintaimu." ucapnya menatap Zayn sendu.
"Tapi aku tidak. Aku tidak mencintaimu!, Bukankah aku sudah pernah mengatakan hal ini saat kita lulus kuliah? Aku pikir kau sudah melupakanku. Tapi kau malah semakin menjadi."
"Zayn. Kau cinta pertamaku, aku sangat mencintaimu. Sudah 3 tahun berlalu, aku sudah berusaha untuk melupakanmu, bahkan aku rela melanjutkan studyku ke luar negri agar aku bisa melupakanmu. Tapi cara itu tidak membuatku berhasil melupakanmu, aku malah semakin jatuh cinta padamu." ucapnya mengusap kasar air matanya.
Zayn mendesah frustasi, ia merasa kasihan dengan wanita yang saat ini ada di hadapannya. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa, hatinya sudah menjadi milik orang lain. Dan akan tetap seperti itu sampai kapanpun.
"Clara, kau wanita cantik dan sangat pintar. Banyak pria di luar sana yang menyukaimu, kau bahkan bisa mendapatkan yang lebih baik dariku."
"Tapi aku hanya mencintaimu!" serunya kesal, kenapa pria yang ada di hadapanya saat ini tidak bisa mengerti? Apa yang kurang dengan dirinya, hingga membuat Zayn tidak bisa jatuh cinta padanya.
"Aku tidak ingin berbicara lebih banyak lagi, karena kau sudah tahu apa yang akan ku katakan. Sebaiknya lupakan saja aku, dan batalkan perjodohan ini." ujar Zayn berlalu pergi dari sana meninggalkan Clara yang semakin menangis.
"Zaynn, aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu." Teriaknya sebelum tubuh Zayn hilang dari pandangannya.
Clara mengusap kasar wajahnya sebelum kemudian wanita itu tertawa bak orang yang kehilangan akal, "Aku akan terus mengejarmu sampai kau benar-benar menjadi milikku!" ucapnya menggepalkan kedua tangannya seraya tersenyum sarkatis.
.
.
.
.
.
Bersambung...
Hay Readerss, aahhh senang bisa nulis lagi.
Terima kasih ya masih sempat baca novel ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!