Eva Wulandari, seorang gadis berusia 18 tahun yang selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Semenjak kedua orangtuanya meninggal karena musibah kecelakaan, gadis itu harus bisa mencari uang sendiri. Walaupun dulunya dia adalah anak kesayangan orangtuanya (anak manja).
Dia tinggal disebuah kos-kosan dekat dengan tempatnya bekerja. Kos-kosan yang berukuran 3×3 mampu dia sulap sedemikian rupa agar sama seperti kamar mewahnya dulu.
Kenapa dia tinggal di kosan?
Apakah dia anak tunggal?
Jawabannya...
Sebenarnya dia mempunyai saudara dari ibu dan ayahnya. Hanya saja mereka semua tidak perduli terhadap dirinya. Mereka hadir saat pembagian warisan orangtuanya saja.
Dan juga, Eva bukanlah anak satu-satunya, dia memiliki seorang kakak perempuan yang tinggal diluar negeri bersama suaminya.
Kakaknya jarang mengunjungi dia, karena biaya transportasi antar negara yang cukup besar. Sesekali mereka berkomunikasi lewat video call.
Pemilik rumah hanya menyewakan dua kamar untuk putri. Jadi penghuni kosan tidak banyak, hanya ada Eva dan temannya, Ayu.
Walaupun penghuninya bisa dibilang sedikit, namun selalu ada saja yang membuatnya kesal. Salah satunya ya anak si pemilik kosan.
Seorang pemuda bernama Arya. Pemuda 20 tahun yang masih mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Pintar, keren, tampan dan juga resek. Itulah gambaran yang selalu terlintas di benaknya Eva. Tapi Eva sama sekali tidak menyukainya, tidak seperti teman satu kosannya itu, Ayu.
Ayu sangat menyukai Arya, bahkan dia sampai berani mengambil foto Arya bertelanjang dada secara diam-diam.
___
Hari ini cuaca cukup cerah, matahari tidak lagi bersembunyi di balik awan kelabu. Dan cucian bekas-pakai sudah menumpuk. Eva memutuskan untuk mencuci baju-bajunya.
Saat menjemur di balkon, Eva membawa keranjang berisi baju yang sudah dia cuci sebelumnya.
Eva tidak memperhatikan sekitar, karena matanya yang begitu silau. Saat hendak kembali, dibelakangnya ada Arya yang tengah menjemur baju juga.
Sepertinya dia baru selesai mandi, handuknya masih terlilit menutupi auratnya. Sementara dadanya, dia biarkan terpapar begitu saja.
Lalu tiba-tiba angin berhembus sangat kencang, handuk yang terlilit itu kini terbang namun masih bisa Arya raih perginya.
Tapi sayangnya, Eva merasa ternodai karena tidak sengaja melihat barang berharga milik Arya.
Arya buru-buru menutupinya, dan Eva dengan langkah cepat kembali kebawah untuk masuk ke kamarnya.
"Astaghfirullahhaladzim... Astaghfirullahhaladzim... berdosa sekali mata ini. Untung saja aku buru-buru pergi. Lagian kenapa orang itu bisa-bisanya keluar tidak pakai baju," gerutunya.
Eva memeluk kedua kakinya, menenggelamkan wajahnya diatas kedua lututnya.
"Ayo lupakan, jangan sampai teringat terus."
Semakin dirinya mencoba untuk melupakan, semakin kuat saja kilas balik kejadian tadi ada di benaknya lagi.
"Arrgghh... sial sekali aku hari ini. Dia tahu tidak ya aku tadi lihat anunya dia," gumam Eva.
Setelah berlama-lama memikirkan kejadian itu, Eva merasa perutnya keroncongan. Sarapan tadi hanya mengisi perutnya dengan sepotong roti sisa kemarin.
Eva meraih jaket berwarna biru langit kesukaannya yang tergantung di pintu. Dia pun mengendap-endap saat langkahnya berhasil keluar dari kamar.
Dia berharap, untuk saat ini dia tidak bertemu dengan Arya. Entah kenapa, dia merasa malu sendiri. Padahal yang seharusnya malu itu ya Arya.
Eva mencoba membuka pintu gerbang dengan pelan-pelan. Supaya pemilik rumah atau siapa pun tidak mendengar nya.
"Yes! Berhasil," serunya dengan suara rendah.
"Berhasil apanya?" Seseorang mengagetkannya dari belakang.
Eva masih mematung pada posisinya, dia tidak berani menengok kearah sumber suara, karena dia tahu siapa orang yang ada dibelakangnya.
"Sekalian nitip beli ketoprak ya," bisik Arya di dekat telinga Eva. Arya pun kembali ke dalam rumah.
Sepertinya Arya tidak tahu kalau Eva sudah melihatnya, dia tampak biasa saja.
"Terus kenapa aku seperti ini? Kenapa harus aku yang merasa menpunyai salah pada dia. Padahal yang punya aib juga biasa aja!" Eva pun segera pergi menemui pedagang langganannya.
Eva kembali dengan membawa dua kantong plastik. Satu miliknya dan satu lagi pesanan milik Arya. Dengan percaya dirinya gadis itu melenggang menghampiri Arya yang tengah duduk di teras sambil memainkan gitar.
"Ini pesanan kamu Ar!" Eva menaruh makanan milik Arya di atas meja. Lalu dia pun hendak pergi meninggalkan Arya tanpa permisi.
Baru saja Eva melangkahkan kakinya, Arya sudah menyuruhnya untuk berhenti.
"Ada apa lagi? Apa da yang salah?"
"Soal kejadian tadi, aku minta maaf ya," ujar Arya.
Eva terkejut dengan perkataan Arya. Ternyata pemuda itu menyadarinya. Dan entah kenapa kilas balik kejadian itu terlintas kembali dibenaknya.
Kemudian Arya menaruh gitarnya di atas meja, sejajar dengan makanannya. Dia pun beranjak berdiri, menghampiri Eva yang masih berdiri mematung di tempatnya tanpa sepatah kata pun.
Semakin dekat Arya menghampiri Eva, semakin berdebar pula detak jantungnya.
Eva mengerutkan keningnya, hingga kedua alisnya hampir menyatu.
"Mau apa kamu? Jangan mendekat, atau aku akan memukulmu," ancamnya. Gadis itu mengangkat tangannya yang sudah mengepal.
"Eva... kamu sudah tahu kan bentuk tubuhku tanpa baju?"
"Jadi aku juga mau tahu bentuk tubuhmu tanpa busana," bisiknya.
Eva terkejut mendengar perkataan Arya yang kotor itu, dia pun menginjak kaki pemuda yang berdiri di hadapannya.
Kemudian Eva pergi tanpa permisi meninggalkan Arya yang masih berteriak memanggil namanya.
Eva sama sekali tidak menghiraukannya. Dia masuk ke dalam kamar dengan sedikit membanting pintu kamarnya.
Tidak boleh keras-keras, nanti pasti akan di suruh ganti rugi oleh pemilik kosan, pikirnya.
Kesal, menyesall dan marah semua bercampur aduk.
"Dasar buaya tidak ada ekor, berani-beraninya bicara seperti itu. Kalau saja bicaranya diluar kosan, sudah aku tendang tuh muka," gerutunya.
"Itu orang kenapa selalu membuat aku kesal, sudah aku baik-baikin malah ngelunjak. Lain kali kalau dia menyuruhku membelikan sesuatu aku tidak akan mau!"
Eva meraih ponselnya yang ada di atas meja belajar. Untuk menghilangkan rasa kesalnya, dia lebih suka membuka aplikasi sosial media.
Melihat berita ke-uwuan muda-mudi yang kasmaran. Walaupun belum pernah pacaran, setidaknya dia bisa merasakan, hehe....
Tiba-tiba Eva mendapat pesan dari orang yang tidak dia kenal.
"Hai...." Sebelum menanggapi pesan itu, Eva melihat profilnya.
Dari namanya sih sudah jelas dia itu seorang laki-laki. Tidak ada gambar tentang dirinya, hanya saja ada beberapa foto tentang alam. Sepertinya orang ini pecinta alam, pikir Eva.
Karena tidak ada teman ngobrol, akhirnya Eva membalas pesan singkat itu.
"Hai juga," balasnya.
Seperti kebanyakan orang, umumnya dia menanyakan perihal dirinya tinggal dimana. Eva pun menjawab, namun tidak sebenarnya.
Teman yang dia temui hanyalah fiksi, tidak ada di dunia nyatanya. Dan untuk perihal dimana dirinya tinggal, mungkin sebaiknya dia tidak harus jujur memberi tahu mengetahui itu.
Berjam-jam mereka berbincang lewat pesan. Eva merasa lelah dan mengakhirinya.
"Huh... akhirnya aku bisa menenangkan hatiku. Kalau saja aku ke ingat lagi tentang hal itu, aku yang akan merasa kesal sendiri. Pinginnya marah-marah terus. Untung ada kamu Yuda, rasa kesal ku bisa mereda. Lumayan ada temen buat ghibah, hehe...."
*Selamat membaca ya teman-teman... kalau suka dengan ceritanya, silahkan di bantu subscribe nya(masukan ke rak), biar aku makin semangat nulisnya...
Terima kasih ❤️❤️❤️
Ada apa dengan hari Senin? Kenapa malas sekali bangun, mengingat harus pergi bekerja Eva pun terpaksa menyingkirkan selimut yang memeluknya.
Tidak ada yang salah dengan harinya, hanya saja bagi Eva mengawali hari senin itu sangat melelahkan.
Tapi profesional kerja harus dong, mengingat dia juga butuh uang untuk membayar kosan dan biaya hidupnya.
"Huuh...." Eva mengambil napas dalam-dalam.
"Andai saja ada pangeran berkuda putih, datang ke sini untuk melamarku, aku pasti langsung nerima dia," batinnya.
Karena kamar mandi hanya ada satu, Eva pun bergegas berjalan menuju kamar mandi. Kalau kesiangan nanti rebutan pakai sama Ayu.
Tidak lupa membawa handuk dan sabun yang dia taruh di dalam gayung, hehe...
Namun saat keluar kamar, dia sudah dibuat terpukau dengan kehadiran Arya yang tengah melatih otot-ototnya.
Namun pemuda itu tidak menyadari kehadiran Eva. Sedikit berlari menuju kamar mandi, itulah yang selalu gadis itu lakukan.
Eva pikir dia berhasil sampai di kamar mandi dengan aman. Saat pintu di tutup, dia dikejutkan dengan hewan kecil berwarna coklat mirip kurma, dan akhirnya dia pun berteriak sambil berlari keluar.
Arya yang berada tidak jauh dari situ, langsung menghampiri Eva yang tampak gemetaran dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Ada apa?" tanya Arya khawatir.
Eva tidak menjawab, dia hanya menunjuk ke dalam kamar mandi.
"Kamu tenang dulu, aku coba liat ke dalam ya...."
Arya berhasil menyapu seluruh sudut kamar mandi, namun tidak di temukan apapun yang membahayakan. Oh iya, hanya ada kecoa mati di lantai.
Arya kembali menemui Eva yang tengah duduk di kursi, dengan membawa senyuman yang mencurigakan.
"Eva, kamu takut kecoa?" tanya Arya lirih.
Gadis itu dengan polosnya mengangguk.
Arya tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban gadis yang selalu terlihat kuat itu. Dia tidak menyangka bahwa seorang gadis dihadapannya takut dengan kecoa mati.
Awal nya, Eva pikir Arya benar-benar peduli terhadap dirinya. Karena pemuda itu bertanya dengan nada suara yang rendah.
Tapi reaksi yang di berikan Arya malah membuatnya dongkol.
Karena kesal, Eva menginjak lagi kaki Arya yang kekar. Mungkin bagi pemuda itu, diinjak oleh Eva rasanya cuma seperti di gigit semut.
Kenyataannya malah kaki gadis itu yang kesakitan.
"Aku tidakk mimpi kan? Itu kaki atau batu sih? Bisa-bisanya kakiku yang kesakitan," gumamnya seraya menutup pintu.
Sampai Eva selesai mandi pun, pemuda itu masih saja sibuk dengan kegiatannya.
Menyadari Eva tengah memperhatikan dirinya, Arya pun menoleh sekilas dan melemparkan senyumannya.
Eva sampai di buat merinding. Dia pun mempercepat langkahnya agar cepat sampai ke dalam kamar.
"Kenapa senyumnya manis banget sih? Melelehkan jadinya," ujarnya, sambil menyentuh dadanya yang terasa semakin berdebar.
Baru saja selesai ganti baju, pintu kamarnya di ketuk dengan kerasnya. Untuk Eva sih tidak aneh karena itu pastilah Ayu, dia pasti tengah melihat Arya yang tengah berolahraga.
"Ada apa," tanya Eva setelah membuka pintu.
"Eva kamu liat itu kan? Sexy banget, jadi pengen peluk orangnya sambil di elus-elus perut kotaknya," pekik Ayu menahan suaranya.
"Hey Arya," panggil Eva.
"Ayu pengen peluk kamu katanya," sambungnya.
Dan tidak di duga, pemuda itu menghampiri mereka. Terlihat jelas Ayu sangat gugup. Dia pun berlari kembali ke kamarnya. Dan Eva tertegun saat menyadari bahwa Arya tengah memeluknya.
Keringat yang membasahi tubuh Arya, dapat dia rasakan pula.
"Gimana udah cukup belum? Atau kamu mau lebih dari sekedar pelukan? Rileksasi di pagi hari katanya bagus loh," bisik Arya.
Setiap perkataan yang terlontar dari mulut Arya, selalu mengandung arti yang membuat Eva merinding.
Eva mencoba paksa melepaskan pelukan Arya yang masih tertaut.
"Lepasin Ar, kamu belum mandi. Keringat kamu bikin aku bau," ujar Eva.
Namun dengan sengaja nya, Arya mempererat pelukannya. Bahkan kepalanya dia biarkan bertumpu pada pundak Eva.
"Arya lepasin! Nanti orang-orang liat," bentaknya.
"Aku capek. Aku pengen tidur disini sama kamu."
Karena kesabarannya sudah melebihi batas, gadis itu memukul kepala Arya dengan botol minum kosong yang dia raih dari atas meja.
"Kurang kenceng," ujar Arya.
"Arya tolonglah... jangan gini, nanti aku yang kena omel ibu kamu," rengeknya.
"Nanti dikiranya kita ngelakuin hal yang aneh-aneh," sambungnya.
"Ya udah ayo kita lakuin yang aneh-aneh dulu. Nanti aku tanggung jawab kok."
Di pukul kepalanya, di dorong badannya dan di bujuk baik-baik supaya Arya mau melepaskan pelukannya tidak ngaruh juga. Hanya ada satu cara ampuh agar laki-laki luluh.
Arya mengerutkan dahinya saat menyadari gadis di pelukannya tengah menangis.
"Kamu kenapa nangis? Aku bahkan belum melakukan apa pun."
Gadis itu tidak menjawab, bahkan tangisannya kini semakin kencang, sampai sesenggukan.
Perlahan Arya melepaskan pelukannya, sementara Eva masih tertunduk dengan air mata yang berderai.
"Udah jangan nangis dong Ev, udah aku lepasin loh... Ya udah sebagai tanda maaf aku, gimana kalau nanti aku anterin kamu ke tempat kerja," bujuknya.
"Sekalian beliin aku sarapan ya," pinta Eva sambil menghapus air matanya.
Arya tercengang dengan sikap Eva yang cepat sekali berubah, hanya dengan di imingi naik motor sampai ke tempat kerja gadis itu langsung luluh.
"Ya udah. Cepet siap-siap! Sepuluh menit lagi aku tunggu di depan, kalau telat aku tinggalin," ujarnya.
Arya pun pergi dari kamar Eva. Tanpa menunggu lama, gadis itu bergegas mengganti pakaian dan tidak lupa sedikit polesan bedak di wajahnya, liptint berwarna merah muda tidak dia lewatkan.
Suara notifikasi dari salah satu sosial media miliknya, mampu membuat Eva yang tengah menguncir rambut menoleh sekilas.
"Selamat pagi Eva," sapa Yuda.
Setelah selesai mengikat rambut, gadis itu berlari ke luar untuk menunggu Arya. Sambil menunggu pemuda itu, Eva membalas pesan dari Yuda.
Dan tidak tahu kenapa, Eva merasakan sesuatu yang beda, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ada sedikit rasa senang saat membalas pesan dari teman onlinenya itu.
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri," tanya Arya.
"Jangan kepo deh Ar. Udah mau berangkat? kan belum sepuluh menit."
"Aku mau berangkat sekarang, kalau kamu gak mau ya udah aku tinggal." Arya pergi setelah menaruh satu helm di atas meja. Namun di ikuti oleh Eva.
Selama di perjalanan, Arya memperhatikan gadis yang tengah duduk di belakangnya lewat kaca spion motor. Gadis itu sibuk dengan ponsel di tangannya.
Kesal, Arya pun menambah kecepatan lajunya.
Karena Eva sangat takut dengan kecepatan tinggi, dia meminta Arya untuk mengurangi kecepatannya.
"Arya, pelan-pelan," teriaknya.
Arya menyunggingkan sudut bibirnya keatas, setelah Eva melingkarkan kedua tangannya di pinggang Arya.
Dan perasaan senang pun hadir pada hatinya, entah karena berhasil mengerjai Eva atau karena hatinya sudah tertaut pada gadis itu.
Eva sampai di tempat kerja berkat Arya yang telah mengantarkan dirinya. Beberapa temannya yang sudah sampai terlebih dulu, terkejut melihat Eva diantar oleh seorang laki-laki muda dan tampan. Mereka tidak hentinya memandangi gerak langkah Eva yang perlahan mendekati salah satu diantaranya.
Gadis itu keheranan, melihat teman-temannya yang diam membisu sambil menatapnya kagum.
"Selamat pagi," sapa nya. Berharap mereka sadar dan melanjutkan pekerjaannya yang mereka biarkan sejak beberapa menit yang lalu.
"Ada apa? Ada yang aneh ya?" Eva mulai memperhatikan penampilannya. Pandangannya kembali kepada teman-temannya.
"Eva, yang tadi itu siapa," tanya salah satunya.
"Yang nganterin aku?" Mereka pun mengangguk.
"Dia anak ibu kos, kebetulan lagi searah jalannya dan lagi kebetulan aja," ujarnya.
Namun teman-temannya malah menyipitkan matanya, menatap dirinya penuh curiga, membuat gadis itu gelagapan.
"Be-beneran kok dia cuma anak ibu kos. Kita gak ada hubungan apa-apa," jelasnya.
Salah satu temannya menghampirinya, dan berkata seolah menggoda Eva yang merasa terpojokkan.
"Kita gak ada yang bilang kalian ada hubungan loh Ev, kenapa tiba-tiba kamu bilang kalian gak ada hubungan. Itu udah membuktikan kalo sebenernya kalian ada apa-apanya," ujar temannya, dan yang lain pun mulai berdehem menahan tawa mereka.
"Udah jam tujuh, ayo bekerja," ujar Eva mengingatkan semuanya.
Di saat toko sepi, Wulan teman Eva yang sedikit pendiam dan pemalu itu mendekati dirinya.
"Eva, nama cowok yang nganterin kamu itu siapa," bisiknya. Eva mengerutkan kedua alisnya sampai menyatu, dia tidak menyangka Wulan tertarik pada Arya.
"Arya," jawabnya singkat. Terlihat dari raut wajah Wulan, dia tampak tersipu, pipinya merona.
"Kamu naksir sama dia Lan," tanya Eva.
Lalu dengan cepat, Wulan menepisnya.
"Ngga kok Ev, aku cuma mau tau namanya aja."
"Kalo suka pun ngga papa kali, nanti aku kasih tau sama orangnya. Siapa tau jodoh kan," celetuk Eva.
Wulan menggaruk belakang telinganya, walau tidak terasa gatal. Eva bisa memahami, bagaimana dengan perasaan Wulan saat ini. Suka namun malu mengakui, tapi tingkahnya tidak bisa di sembunyikan.
Waktu istirahat tiba, semua karyawan toko bergantian untuk makan siang dan menunaikan kewajiban. Karena giliran Eva istirahat masih ada waktu, dia pun merogoh ponselnya dari dalam tas.
Ada beberapa pemberitahuan, salah satunya dari akun sosial media miliknya. Saat di buka, garis senyum di bibir gadis itu tersungging.
Eva merasa senang saat yang mengirimi pesan itu adalah Yuda. Teman laki-lakinya di dunia maya, yang belum lama ini dia kenal sebelumnya. Namun perhatiannya selalu membuat Eva tersanjung.
Entah seperti apa Yuda itu, Eva belum tahu wujud yang sesungguhnya. Yang Eva sadari sejak ber-chating ria dengannya, dia merasa nyaman.
Selama tidak ada yang dirugikan olehnya, Eva akan jalani saja, pikirnya.
"Eva, kamu lagi istirahat ya? Jangan lupa gunakan waktumu sebaik mungkin, jangan telat makan dan ninggalin kewajiban," pesannya.
Selama ini, Eva memang jarang sekali ada yang memperhatikan, terlebih lagi dari seorang laki-laki. Jangankan punya pacar, kadang ada yang mendekati saja dia selalu hindari. Itu sebabnya, dia menjomlo.
Eva sudah mengetikan pesan, namun belum sempat dia kirim waktu istirahatnya sudah habis. Terpaksa pesan itu gagal terkirim.
Eva kembali pada tugasnya, menjaga toko. Namun, teman-temannya memberi isyarat padanya.
Rupanya ada manager toko, yang rutin setiap hari Senin mengontrol setiap perkembangan tokonya. Dan bukan rahasia lagi, manager itu menyukai Eva. Teman-temannya sudah paham betul. Tapi sayangnya, sedikit pun gadis itu tidak tertarik padanya.
Evan, nama pemuda itu. Muda dan tampan, pekerja keras, dan sudah mapan pula.
"Udah solat Va," tanya Evan.
"Udah pak," jawab Eva singkat. Dia pun menyibukkan diri dengan merapikan beberapa barang yang sedikit berantakan.
"Eva kamu udah makan belum," tanyanya lagi. Eva merasa risih dengan perhatiannya itu, sementara teman-temannya malah melihatnya sambil menahan tawanya.
"Aku udah makan pak."
"Toko lagi tidak sibuk-sibuk banget, kamu mau kan temenin aku makan sebentar. Aku gak biasa makan sendirian," ujarnya.
"Bapak bisa ajak Wulan, dia belum istirahat. Jadi sekalian aja temenin bapak."
"Tapi aku maunya kamu, Va."
Sebenarnya apa sih yang dicari? Di hadapannya kini sudah ada laki-laki tampan dan mapan, sesuai kriterianya. Tapi, kenapa hatinya tidak bisa terbuka untuk Evan yang sungguh-sungguh menyukainya.
Begitulah cinta, jika bukan pemiliknya, seberapa sempurna pun yang hadir dia tidak akan bertaut.
Eva tidak bisa menolak ajakan dari Evan. Dia pun dengan berat hati menemani atasannya itu.
"Eva, aku mau serius sama kamu. Kamu yakin gak mau pikirin baik-baik niat baikku," tanya Evan. Gadis itu mulai galau, karena dia sudah ingin menikah tapi yang datang kenapa bukan yang dia inginkan.
"Pak, aku hargai niat baik bapak. Tapi aku juga gak mau memaksakan perasaanku, aku ingin menikah dengan orang yang mencintaiku dan yang aku cintai. Dan masalahnya, aku belum bisa cinta sama bapak."
"Cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu Va. Kasih aku kesempatan buat bikin kamu nyaman," ujarnya meyakinkan.
"Biar aku pikirkan dulu, aku gak mau terburu-buru, dan bapak juga jangan fokus ke aku, bapak masih muda, tampan dan juga sudah mapan. Aku yakin kalau di luar sana, masih banyak yang berharap sama bapak."
Eva sudah berusaha menolaknya secara halus, tapi tetap saja lelaki yang kini ada di sampingnya tidak mau menyerah. Sebenarnya Eva merasa risih, karena terlalu di harapkan. Dia masih ingin bebas menjalani kehidupannya sebagai remaja, tidak ingin terburu-buru menikah.
Walaupun, saat rasa lelah menghampirinya dia selalu berkata ingin segera menikah. Tapi, itu hanya kata yang terucap saat dia kesal saja. Sesungguhnya, dia tidak benar-benar ingin melakukannya.
"Sepertinya bapak sudah selesai, aku pamit dulu ya. Gak enak sama yang lain," ujarnya berlalu meninggalkan Evan sendiri.
Sementara itu, Evan masih duduk dengan posisi yang sama, memandangi kepergian Eva yang mulai samar tertutup pintu.
"Eva, lama banget kamu di sana," bisik Ita sambil menyenggol tangannya.
"Ya kalau makan sambil banyak ngomong sih jelas pasti lama. Coba kaya kita, makan terburu-buru pasti cepet," ujarnya ketus.
"Emang kamu beneran gak ada perasaan sama dia? Padahal umur dia sama kamu kan gak jauh bedanya. Kalau aku jadi kamu, udah aku ajak nikah," ujar Ita.
"Ya udah sana kamu ajak nikah, aku ikhlasin buat kamu."
"Tapi dia maunya kamu, bukan aku," jawab ita sedih.
Sore pun tiba, waktu pulang tinggal beberapa menit lagi. Eva bersiap-siap untuk pulang. Eva duduk di depan toko hendak memesan ojek online, namun seseorang sudah mengajaknya pulang.
"Eva kamu mau pulang? Aku anterin kamu ya."
"Pak Evan," ujarnya terkejut. Padahal tadi siang setelah makan, Eva lihat Evan sudah pulang, tapi kenapa orang ini ada di hadapannya lagi, batinnya.
"Kalau di luar pekerjaan jangan panggil bapak ya, panggil Evan aja. Umur kita juga tidak beda jauh."
"Jadi pulang," tanya Evan membuyarkan lamunannya.
"Jadi pak, Eh Evan," ujarnya canggung.
"Tapi aku tidak enak kalau manggil nama, aku panggil bapak lagi aja ya," pinta Eva.
"Nggak boleh," ujar Evan tegas.
Eva hanya pasrah saja, dia tidak ingin memperdebatkan perihal memanggil nama.
Evan kemudian mengantar Eva sampai di depan kosan. Arya yang melihat merasa kesal di buatnya.
Baru saja memutar kunci, Arya sudah menyindirnya.
"Enak ya, pulang pergi di anter sama cowok," ujarnya ketus.
Mendengar perkataan Arya, Eva hanya berdecih. Dia tidak menanggapinya, dia lelah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!