NovelToon NovelToon

My Ustadz My Husband

Part 1

Mekkah

Pria itu sedang memandangi layar ponselnya yang menampilkan profil seorang gadis bernama Asma Azzahra. Gadis berusia 17 tahun dengan mata cokelat yang indah, seolah akan menyihir siapa saja yg melihatnya.

"Cantik, seperti bunga ang baru mekar," gumam pria itu mengagumi gadis yang sebentar lagi akan menjadi miliknya.

"Tapi kudengar dia sedikit nakal, maksudku bukan nakal yang bagaimana, tapi tipe gadis yang sedikit bebas." pria itu menoleh pada asal suara itu yang tak lain adalah ayahnya. "Ayo! semua sudah menunggumu di bawah."

"Abi, aku merasa gugup," ucap pria itu sambil memasang peci hitamnya.

"Ayolah! ini hanya ijab kabul."

"Ini bukan 'hanya', Bi. Ini adalah awal dari kehidupanku yang sebenarnya, aku sedang membuka pintu dan akan segera memasukinya, kemudian tinggal disana untuk selamanya."

..........

"Bismillahirrahmanirrahim, Muhammad Yusuf Bilal" seru Abi Rahman selaku ayah dari mempelai sang wanita

"Saya nikahkan dan Kawinkan engkau dengan putri kandungku Asma Azzahra  dengan mas kawin berupa cincin emas dan perlengkapan alat sholat di bayar tunai!" tegas Abi Rahman sambil menyentak tangannya sedikit.

"Saya terima nikah dan kawinnya Asma Azzahra binti Kiai Haji Abdurrahman dengan mas kawin tersebut tunai!" sambut Bilal dengan lantangnya dan hanya dalam satu tarikan napas.

"Bagaimana para saksi?" tanya sang pada pada pada kedua para keluarga yang menyaksikan ijab Bilal.

"Sah?"

"Sah!"

Beberapa saksi yang terdiri dari keluarga kiai Abdurahman dan Bilal berkata serempak.

Kemudian doa bersama dipanjatkan.

Setelah selesai berdoa, Kiai Rahman menghubungi istrinya yang saat ini ada di Indonesia.

"Assalamualaikum, Abi. Bagaiamana ijab kabulnya?" terdengar suara wanita yang sangat lembut dari seberang telepon.

"Waalaikumsalam, Alhamdulillah lancar, Ummi. Sekarang Ummi bangunkan Asma ya, suruh dia Sholat malam, berdzikir, dan membaca Quran. Disini suaminya juga akan melakukan hal yg sama."

"Baik, Abi,"

"Tapi ingat, tetap rahasiakan ini dari gadis itu, atau dia akan kabur lagi."

"Baiklah, Abi. Biar Ummi bangunkan Asma sekarang. Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam salam."

.........

3 bulan kemduian...

Indonesia.

"Asma ... Asma! Bangun, Nak," Asma hanya menggeliat dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya mungilnya.

"Asma, sudah saatnya sholat subuh,"

"Iya ... iya...." Asma menggeliat malas dan bangkit dari ranjang nya walaupun masih dengan mata tertutup. Sementara Ummi nya hanya bisa menggelengkan kepala terutama saat melihat laptop Asma yg masih menyala dan menampilkan film india yg entah apa judul nya tapi Ummi nya merasa tak seharusnya Asma menonton film seperti itu.

"Astaghfirullah, apa yg gadis itu tonton," Ummi nya langsung menutup laptop itu dan membereskan tempat tidur Asma.

"Asma, cepatan! Kakak mu sudah nunggu itu, jangan sampai kamu kena marah lagi nanti." teriak sang ibu karena tak mendengar gemiricik air di kamar mandi.

Di kamar mandi, bukannya wudhu, Asma malah duduk di atas closet dan mencoba tidur kembali.  Namun teriakan Ummi nya itu membuatnya membuka mata lebar lebar dan ia segera menyiram wajahnya dengan air.

"Iya Ummi...Iya,"

..........

Pagi harinya, keluarga Asma sedang sarapan bersama sebelum memulai aktifitas nya masing masing, Kakak tertua Asma adalah Adil, ketua Yayasan Ar Rahman. Sementara dua kakak perempuan nya yg bernama Aqilah dan Aisyah menjadi salah satu guru di sana, dan kedua kakaknya itu sudah menikah, suami mereka yg bernama Aziz dan Farhan juga adalah guru di sana.

"Hari ini hari kedua ujian mu, sudah belajar? Ujian yg kemaren nilai mu sangat rendah," Adil bertanya dengan suara beratnya.

"Sudah" Asma menjawab sambil memasukan sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Kamu sudah pernah engga naik kelas, Asma. Kamu harus belajar lebih giat lagi supaya bisa lulus,"

"Hmm" Asma menjawab nya dengan gumaman, sudah sering ia mendengar nasehat itu dari Kakak sulung nya itu "Oh ya, hari ini Kakak mau jemput Abi kan? Asma boleh ikut ya?" pinta nya

" Ke Bandara? Ngapain? Ujian mu itu jam 2, Asma,"

Asma memberangut kesal dengan jawaban Kakak nya itu. Namun di antara semua keluarga nya. Adil lah satu satunya yg tidak berani Asma lawan, karena itu ia diam saja dan tak berani memaksa.

..........

Setelah sholat Dzuhur berjamaah Asma dan teman temannya mempersiapkan diri untuk melanjutkan ujian kelulusannya.

"Isti rajin banget ya belajar nya, engga heran dia juara satu terus tiap tahun."

Salah satu teman Asma sekaligus sepupunya yg bernama Lita bersuara, menatap gadis bernama Isti yg sangat serius belajar, selain pintar dan rajin, Isti sangat cantik dan sopan santun. Membuat semua teman teman nya iri padanya. Bahkan tak jarang keluarga Asma membandingkan Asma dengannya.

"Ya sih, engga kayak aku. Dua kali engga naik kelas," Asma berkata sambil tertawa.

Teman teman kelasnya sekarang adalah adik kelas nya dulu, namun Asma tidak pernah malu mengakui dia memang kurang pintar, baginya pintar itu tidak penting, yg penting adalah seberapa banyak dia mengerti dan menerapkan apa yg sudah dia mengerti dalam kehidupan sehari hari nya.

Asma juga bukanlah gadis anggun yg sopan santun, dia sering menggoda guru atau teman lelakinya, bukan menggoda dalam artian yg sebenarnya, tapi Asma merasa mereka semua terlalu memberi hormat yg berlebihan pada Asma. Memanggilnya dengan begitu sopan sambil menundukkan kepala.

Asma mengerti itu adalah sebuah bentuk penghormatan untuk keluarga Asma, tapi Asma tidak menyukai nya. Statusnya sebagai putri pemilik Yayasan itu membuat nya tidak memiliki banyak teman. Mereka selalu segan pada Asma, jangan kan berbicara dan bercanda, menatap Asma saja hampir tidak berani.

Teman Asma hanyalah sepupu sepupunya. Lita, Arini, dan Marwah.

Bel berbunyi tanda kelas segera di mulai,

santri laki laki duduk di tempat paling depan sementara perempuan di belakang tentu dengan jarak yg lumayan jauh sehingga tidak terjadi kontak fisik dengan mereka.

Seorang Ustadzah yg sedang hamil masuk dan membagikan lembar ujian setelah mengucapkan salam.

"Jangan lupa berdoa sebelum memulai ujian nya. Jangan terburu buru, dan koreksi sebelum di kumpulkan"

Suasana mulai hening, seluruh murid sedang berfokus pada ujiannya, memutar otak nya agar bisa menjawab pertanyaan yg berjumlah 25 itu.

Asma melirik Isti, tampak gadis itu begitu serius. Sementara Asma santai saja membaca soal itu, menggigit ujung pena nya sambil berfikir apa jawaban dari soal soal itu?

Dia belajar, tapi tidak banyak karena semalam waktu nya lebih banyak di habiskan menonton film  india.

..........

Menjelang petang, aktifitas belajar Asma hari ini sudah selesai. Santri santri yg berasal dari tetangga dan penghuni desanya juga sudah pulang ke rumahnya masing masing.

Asma segera berlari menghampiri kediaman orang tuanya, Asma yakin Abi nya pasti sudah sampai.

"Abi..." Asma berteriak layaknya gadis kecil saat melihat Abi nya yg berada di ruang tengah sedang berbincang dengan Adil dan juga Ummi nya. Seperti nya baru saja mereka kedatangan tamu karena di meja ada beberapa gelas teh, kopi dan beberapa cemilan.

"Berapa kali Ummi harus mengatakannya supaya kamu jangan berteriak, Asma? Dimana sopan santun mu?"

"Maaf Ummi, tadi Asma senang melihat Abi sudah pulang setelah 4 bulan di Mekkah" Asma berjalan dan kemudian mencium tangan Abi nya.

"Abi, oleh oleh buat Asma mana?"

"Apa engga bisa tanya kabar Abi dulu?" tanya sang Ummi yg tak habis fikir dengan kelakuan putri bungsu nya itu.

"Maaf" ucap Asma sambil tersenyum nakal "Abi apa kabar?" sekali lagi Asma berusaha bersikap lembut seperti keinginan orang tuanya. Sementara Abi nya hanya tertawa kecil dengan kelakuan Asma.

"Alhamdulillah, Abi baik, Sayang. Bagaimana dengan mu? Kata Adil kemarin nilai mu di bawah rata rata"

Asma melirik kakaknya itu sekilas kemudian menundukkan pandangan nya kembali saat Kakaknya itu menatap nya tajam.

"Iya Abi, Asma eh ujian nya sulit"

"Bukan ujiannya yg sulit, tapi laptop mu itu yg mempersulit. Kamu kebanyakan main, Asma" Adil menanggapi "Abi, sebaiknya ambil kembali laptop Asma. Dia menggunakan laptop nya hanya untuk senang senang, jika seperti ini terus, tahun ini mungkin dia engga akan lulus"

"Jangan..." Asma mengangkat wajahnya dan menatap wajah kakak nya itu dengan tatapan memelas "Asma janji akan memperbaiki nilai Asma"

"Baiklah, tapi kalau masih ada satu saja mata pelajaran yg nilai mu rendah, Abi akan sita laptop dan juga ponsel mu itu"

Asma menelan ludah mendengar ancaman Abi nya itu, namun ia terpaksa mengangguk setuju. Tanpa laptop, ponsel dan internet hidupnya pasti akan sangat membosankan fikir nya.

"Oleh oleh untuk mu masih ada di koper, sekarang masuk ke kamar mu, bersihkan diri dan kita sholat Maghrib bersama"

▪️▪️▪️

Tbc...

......Hai, kalian suka cerita ini?......

...Jangan lupa tap ❤️, kemudian tekan like, tinggalkan comments, dan aku sangat mengharapkan gift serta vote dari kalian ☺️....

...Jangan lupa juga follow SkySal supaya tidak ketinggalan Novel menarik lain nya....

...Aku tunggu jejak nya di setiap episode ya, thank you and I love you, all. 😘...

Part 2

Ujian berikutnya.

Asma dan teman temannya sudah duduk rapi di kelas menunggu sang guru. Yg mereka dengar, hari ini bukan Ustadzah Ranti yg akan mengawasi ujian mereka, Ustadzah Ranti yg juga adalah wali kelas mereka sedang cuti karena akan segera melahirkan.

Saat terdengar langkah kaki mendekati kelas, semua murid begitu antusias melihat siapa pengganti Ustadzah Ranti. Dan semua terkejut karena pengganti nya adalah seorang pria tampan dengan mata hitam, tubuhnya tinggi, kulit nya agak kecoklatan, begitu mempesona dengan pakaian koko nya yg serba putih. Namun Asma yg sibuk menulis sesuatu di tangannya tak tertarik dengan kedatangan sang guru.

"Assalamualaikum" sapa sang guru dengan suara beratnya.

" Waalaikumsalam, Ustadz" semua murid serempak menjawab begitu juga Asma meskipun ia tetap fokus pada tulisan tangannya tanpa sedikit pun tertarik pada guru baru nya.

"Hari ini ujian kalian adalah Hadits, bukan?"

"Benar, Ustadz" semua murid sekali lagi serempak menjawab, kecuali Asma.

Sang Ustadz memperhatikan Asma sekilas, kemudian ia berjalan mendatangi murid nya satu persatu untuk membagikan lembar ujiannya,

hingga sampai pada Asma.

"Apa tulisan ditangan mu itu adalah contekan?" terkejut dengan suara yg tiba tiba itu, Asma langsung meletakkan pena nya di meja dan mendongak. Dalam beberapa saat ia tertegun melihat gurunya yg sangat tampan dan berkharisma, apa lagi mata hitam nya itu seolah ingin menyesatkan Asma.

"Apa contekan, Zahra?" tanya sang guru sekali lagi dengan suara berat nya.

" Zahra?" Asma mengerutkan keningnya sambil mengucapkan kembali nama belakang nya "Nama saya Asma, Ustadz" jawabnya kemudian.

"Asma Azzahra, bukan?" Asma mengangguk "Tunjukan tanganmu!" Asma sedikit terkejut dengan nada bicara Ustadz baru nya itu, karena selama hidup, tidak pernah ada orang asing yg berbicara dengan nada tinggi dan tegas padanya, semua orang bahkan gurunya selalu berbicara dengan nada yg rendah. Asma pun menunjukan tangannya, dan itu bukan sebuah tulisan, ia menggambar bunga mawar di punggung tangannya.

"Asma tidak menyontek, Ustadz" serunya kesal. Sang Ustadz pun meninggalkan nya dan kembali ke depan tanpa sepatah kata pun.

"Silahkan mulai mengisi lembar soal itu, jangan lupa berdoa "

"Ustadz..." salah satu santri laki laki mengangkat tangannya dan ingin bertanya.

"Ada pertanyaan?"

"Ustadz, biasanya Ustadz baru selalu memperkenalkan diri terlebih dahulu" Ustadz itu mengambil spidol dan menuliskan namanya di papan.

Muhammad Yusuf  Bilal.

"Sekarang mulai ujian kalian" ia berkata tegas. Namun kali ini Asma malah mengangkat tangannya.

"Ada pertanyaan lain, Zahra?" Asma sedikit bingung kenapa Ustadz nya itu memanggilnya Zahra namun ia mencoba mengabaikan hal itu.

"Nama panggilan nya siapa, Ustadz?"

"Bilal"

"Hm baiklah, Ustadz Bilal usia nya berapa?" Bilal terdiam sesaat dan memandangi satu persatu muridnya. Semua nya tampak antusias ingin tahu tentang ny, ia pun duduk di sebuah kursi yg sudah di sediakan.

"30 tahun."

"Oh ya?" Asma bertanya seolah kecewa dengan jawaban sang Ustadz apa lagi dengan dahi yg mengkerut dan alis nya turun, tampak sangat kecewa.

"Kenapa? Apa ada yg salah?"

"Tidak, Ustadz. Tapi seandainya usia Ustadz Bilal 25 tahun, mungkin Abi bisa menjodohkan Ustadz dengan Asma" ucap Asma menahan senyum geli dengan candaan nya sendiri.

"Asma..." tegur Lita yg mendengar candaan Asma yg sudah sering dia lakukan pada Ustadz lain.  Sementara Asma terkikik dan mulai membaca soal soal yg tertera di lembar ujiannya itu.

Teman teman yg lain pun hanya bisa menahan senyum geli melihat ekspresi Bilal yg tercengang dengan mata melotot lebar, melihat Asma membuat seorang guru tercengang itu bukan hal baru bagi mereka.

"Silahkan mulai ujian nya, jika masih ada yg ingin berbicara, keluar dari kelas sekarang juga"

semua siswa pun langsung kembali fokus pada lembaran ujian mereka.

Bilal mengawasi setiap siswa nya dengan seksama, sesekali ia berjalan mengitari murid murid nya. Mereka semua begitu serius, terutama saat ia mendekat Isti, Bilal bisa langsung menebak Isti adalah gadis yg pintar.

Ujian berlangsung selama 1,5 jam. Dan Semua murid mulai mengumpulkan ujiannya di meja guru satu persatu di mulai dari murid laki laki.

Namun beda halnya dengan Asm yg masih terlihat mengisi ujiannya.

"Berapa lama lagi, Zahra? Ujian berikutnya setengah jam lagi"

"Hanya beberapa menit lagi, Ustadz" jawab Asma sambil tetap fokus pada ujiannya. Ia melakukan semua ini demi laptop dan ponselnya, ia tidak mau kalau sampai nilainya rendah lagi dan Abi nya akan menyita ponsel dan laptop nya.

"Baiklah, aku beri waktu 15 menit. Selesai atau tidak dalam 15 menit, kumpulkan itu!"

"Mengerti, Ustadz tampan" jawab Asma enteng dan sekali lagi membuat Bilal tercengang dengan tingkah gadis ini.

Bilal menyusun lembar ujian itu sambil sesekali melirik Asma yg nampak sangat serius menjalankan ujiannya, Bilal melirik arlojinya.

"5 menit lagi, Zahra"

"Kenapa Ustadz selalu memanggil Asma dengan Zahra?"

"Kenapa kamu memanggil ku Ustadz tampan?" Asma terkikik karena ustadz nya malah balik bertanya.

"Karena Ustadz memang tampan, kan?"

"Ya karena nama mu juga Zahra, kan?"

Asma melirik Bilal sekilas, dia merasakan sesuatu yg berbeda pada Bilal.

"Sudah selesai" seru Asma bangkit dari kursi nya kemudian berjalan ke depan dan meletakkan lembar ujian nya di meja.

"Terimakasih" ucap Asma diiringi senyum lebar dan melangkah keluar dari kelas. Namun seketika ia berbalik dan mengambil kembali kertas ujian nya yg sudah berada di tangan Bilal begitu saja, tentu membuat Bilal terkejut.

"Ada apa?" tanya Bilal

"Lupa, belum di kasih nama" Asma pun menuliskan nama nya disana "Semoga kali ini Asma dapat nilai tinggi" gumamnya dengan wajah ceria.

"Apa sikap mu memang selalu seperti itu?" Bilal bertanya serius, Asma terdiam dan menatap Bilal tak percaya. Selama ini, hanya keluarga nya lah yg selalu mempertanyakan tentang sikapnya. Orang lain tidak pernah berani menanyakan hal itu.

"Memang apa yg salah dengan sikap Asma?"

"Tidak sopan, terutama sama guru mu. Seharusnya kamu bisa bersikap lebih lembut dan juga serius. Kamu juga menggoda guru mu, itu sama sekali tidak mencontohkan seorang santri, apalagi kamu putri Kiai di sini. Kakak kakak mu juga seorang guru"

"Hmm itu..." Asma hanya bisa menggumam, ia tak menyangka guru baru nya itu bisa menceramahinya panjang lebar "Asma cuma bercanda, Ustadz. Supaya kelas tidak terlalu tegang, apa lagi saat ujian seperti ini, ya kan?" tanya Asma dengan senyum lebarnya "Ya sudah sekarang Asma harus belajar untuk ujian berikutnya. Asma cuma punya waktu kurang dari 10 menit. Assalamualaikum, Ustadz tampan" seru Asma sambil tertawa kecil dan berlari keluar kelas meninggalkan Bilal yg hanya bisa menggeleng tak mengerti dengan gadis itu.

Asma duduk di halaman depan kelasnya sambil menghafal kembali materi nya, ia tampak sangat serius. Ia memejamkan mata, sesekali membuka matanya dan mengintip kitab yg di pegang nya.

Bilal yg baru keluar dari kelas memperhatikan Asma sambil berjalan menuju ruang guru.

Hingga tiba tiba kupu kupu yg cantik terbang dan hinggap di sebuah bunga yg berada di halaman kelasnya, Asma menghentikan aktifitas belajar nya dan ia malah mengambil ponsel dari sakunya kemudian bergerak perlahan mendekati bunga itu dan memotret kupu kupu itu beberapa kali.

Hingga suara bel tanda kelas akan di mulai mengagetkan nya dan kupu kupu itu terbang jauh entah kemana. Asma mendesah kesal dan mencebikkan bibir nya.

Sementara Bilal yg sudah berada di ruang gurunya, memperhatikan Asma dari balik jendela dengan seksama. Ia tertawa saat Asma terlihat begitu kesal.

"Gadis itu, benar benar gila."

▪️▪️▪️

Tbc...

Part 3

"Gimana hari pertama kamu disini, Bilal?"

saat ini, Bilal dan Kiai Rahman sedang duduk berbincang di ruangannya sang Kiai.

"Lancar, Abi" jawab Bilal

"Sudah ketemu istri kamu?" Bilal mengangguk menahan senyum dan ia tampak merona. Menyadari hal itu, pria yg bertatus sebagai mertua nya itu tertawa geli.

"Kenapa wajahmu merona begitu? Apa kamu malu malu kucing seperti remeja?" Bilal pun ikut tertawa."Bagaimana dia? Apa dia menggoda mu? Biasanya dia selalu menggoda gurunya"

"Ya, tanpa terkecuali aku. Tapi bagaimana respon guru guru yg lain jika Zahra menggoda nya seperti itu?"

" Entahlah, Bilal. Semua orang tahu Asma itu ke kanak kanakan, aku yakin mereka tahu Asma hanya bercanda, tapi tak satupun guru nya menegur nya " Bilal terdiam dan mengingat ia telah menegur Asma. Itu artinya dia adalah orang pertama yg melakukan itu.

"Sebenarnya itu salah kami yg selalu memanjakan nya seperti anak anak"

"Ya, dia memang terlihat sangat ke kanak kanakan. Dan itu membuat ku takut"

"Takut kenapa?"

"Bagaimana respon nya saat tahu bahwa dia telah di nikahkan dengan ku, itu pun tanpa sepengetahuan nya, dan...dan menjadi istri kedua"

Sang Kiai terdiam, ia sebenarnya juga selalu memikirkan hal yg sama. Bahkan setahun yg lalu dia kabur hanya karena Abi dan Ummi nya membicarakan putra teman Kiai Rahman dan mengatakan mungkin dia akan cocok untuk Asma.

"Kita berdoa saja, Bilal. Abi yakin keputusan ini sudah tepat untuk putri Abi. Abi yakin kamu akan jadi suami yg baik untuk Asma, karena kamu sangat mencintainya"

"Semoga aku menjadi suami yg baik dan adil, Bi"

"Aamiin. Tapi kedua istri mu itu memiliki sifat yg bertolak belakang, Khadijah adalah wanita dewasa, anggun, sopan, pintar. Sementara Asma begitu ke kanak Kanakan, tengil, nakal, dan dia malas belajar"

"Tentu saja berbeda, Khadijah sudah 29 tahun sekarang, sementara Zahra bahkan belum genap 18 tahun. Seiring berjalannya waktu, Zahra juga akan seperti Khadijah"

Sang mertua menatap kagum pada menantunya ini, ia semakin yakin Bilal adalah pilihan terbaik untuk Asma. Walaupun perbedaan usia yg terpaut jauh, tapi disitulah nilai plusnya. Bilal dewasa, dan pasti bisa membimbing Asma.

"Baiklah,. Bi. Aku harus kembali ke Madrasah, masih harus mengoreksi hasil ujian"

"Iya, Nak. Oh ya malam ini makan malam bersama kami jika tugas mu sudah selesai"

"Insyaallah, Bi. Aku pergi dulu. Assalamualaikum"

"Waalaikum salam "

.

.

.

.

"Bilal engga datang?" Abi nya bertanya pada Adil yg baru saja tiba di ruang makan.

"Katanya akan menyusul nanti, Bi. Dia masih membantu Farhan dan Aziz mengoreksi ujian para siswa"

"Ketiga menantu kita benar benar rajin rupanya" seru Abi.

Adil pun bergabung dan ikut makan bersama Abi dan Ummi nya.

"Menurut Adil, sebaiknya Bilal tinggal di lingkungan keluarga kita, Bi. Supaya dia bisa lebih dekat dengan Asma" Adil mengusulkan karena jika ia tinggal di lingkungan sekolah bersama guru guru yg lain, pasti akan sedikit sulit mendekati Asma.

"Ide yg bagus nak, nanti kamu bicara ya sama Bilal, tapi di kamar mana dia akan tinggal?"

"Hanya ada dua kamar yg kosong, di samping kamar Asma dan kamar Aisyah. Menurut Bilal di samping kamar Aisyah jauh lebih baik, karena se tahu Asma, Bilal hanya guru disini, dia akan menanyakan banyak hal jika dia tinggal di samping kamar Asma dan dia pasti tidak akan mau"

"Iya, itu benar"

.

.

.

Sementara itu, Bilal Farhan dan Aziz sudah selesai mengerjakan tugas nya, mereka bersiap kembali ke istri nya masing masing, dan saat itu, Adil datang dan memberi tahu Bilal keputusan Abi nya untuk menempatkan Bilal di lingkungan keluarganya, awalnya Bilal tampak ragu, dan takut dengan spekulasi guru guru yg lain jika Bilal tinggal di lingkungan keluarga Kiai Abdurrahman, sementara mereka tidak tahu bahwa Bilal adalah menantu nya. Hanya anggota keluarga saja yg tahu, kecuali Asma tentu nya.

"Engga apa apa, Bilal. Lagi pula, hanya beberapa hari, karena setelah itu Abi akan mengumumkan bahwa kamu adalah menantu Abi dan suami Asma"

"Baiklah"

"Oh ya, Farhan dan Aziz pasti saat ini sedang makan malam bersama istri istri nya, sebaiknya kamu kerumah, Bi Ida sudah siapkan makanan untuk mu"

.

.

.

"Mas Bilal mau teh?" Bi Ida bertanya sambil menuangkan air minum untuk Bilal, saat ini dia sedang makan malam di dapur dan di layani Bibi Ida.

"Air putih saja. Makasih, Bi"

Bibi Ida tersenyum dan kini ia bersiap mencuci piring setelah menyiapkan air untuk Bilal. Hingga tiba tiba teriakan Asma mengangetkan wanita paruh baya itu.

"Bibi... Asma lapar" teriak nya sambil merapikan pashmina nya asal.

"Astaghfirullah. Neng Asma, Bibi bisa jantungan kalau terus di teriakin seperti itu" seru sang Bibi yg membuat Asma tertawa kecil.

Asma yg melihat Bilal dari belakang mengira ia adalah Adil, ia pun berjalan mendekati nya namun langkah nya terhenti seketika saat sadar ia bukan Kakaknya.

"Astaghfirullah..." gumamnya dan segera merapikan pashmina nya kembali, memastikan menutupi kepala dan dada nya.

"Ustadz... Kok... Disini?"

"Kenapa?"

"Engga apa apa...cuma.... biasanya.... Ustadz itu tinggal dan makan di lingkungan sekolah"

Bilal mengangguk anggukan kepala nya tanpa berniat menjawab Asma.

"Neng Asma katanya lapar, duduk gih. Biar Bibi siapkan makanan nya" Asma tampak berfikir dan kemudian menggeleng.

"Asma makan di kamar aja" tuturnya kemudian.

"Duduk, Zahra! Kasian Bi Ida kalau masih harus nganterin makanan ke kamar mu"

"Hah?" Asma terkejut dengan nada perintah dari guru baru nya itu. Ia kemudian menoleh pada Bibi Ida dan menatap nya seolah bertanya 'apa ini?'

Bibi Ida yg sudah tahu segalanya hanya tersenyum dan kembali menyuruh Asma duduk, kemudian menyiapkan makanan nya.

"Bi, Asma engga mau rendang, mau mie instan aja" Asma mendorong piringnya dari hadapannya.

"Neng, jangan makan mie terus, tadi malam sudah makan itu"

"Tapi Bibi kan tahu Asma engga suka daging"

"Tapi bisa makan, kan?" Bilal menyela dengan cepat.

"Bisa...Tapi..."

"Ya sudah, makan. Makanan itu harus di syukuri dan jangan pilih pilih. Di luar sana banyak orang yg ingin makan daging tapi engga bisa, engga mampu beli, dan lagi pula, kasian juga Bi Ida kalau masih harus capek capek masak lagi"

Asma melongo tak percaya dengan apa yg di dengarnya, satu satunya orang yg biasa menceramahi nya panjang lebar hanyalah Umi nya, Abi dan kakak nya saja tidak pernah.

"Iya, Tapi..." Bilal menatap nya tajam seolah memerintahkan agar Asma diam dan makan. Asma pun terpaksa mengikuti nya saja.

"Baca doa dulu!" perintah Bilal tegas.

"Bismillahirrahmanirrahim"

Saat Asma hendak menyuapkan satu sendok nasi dan rendang kedalam mulutnya, Bilal kembali bersuara.

"Itu cuma bismillah, Zahra. Kamu engga hafal doa sebelum makan?" Bilal bertanya tapi menurut Asma dia menuduh dan itu membuat Asma kesal hingga membuat dia cemberut.

"Hafal lah, Allohumma barik Lanaa fima Rozaq tanaa waqinaa adzaa bannar"

Asma langsung menyuapkan makanan nya tadi sambil menatap tajam pada Bilal, namun Bilal malah dengan santai menanggapi nya dan ia makan dalam diam.

"Udah kayak rumah sendiri aja nih Ustadz" batin Asma bertanya tanya. Ia masih menatap Bilal tajam.

"Kenapa liatin seperti itu?"

"Engga apa apa" jawab Asma kemudian menunduk dan fokus pada makanan nya.

▪️▪️▪️

Tbc...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!