Seperti apa jika perempuan yang biasa saja, sederhana, dan tidak begitu cantik. Menyukai laki-laki yang tampan, kaya, sombong, dan agak manja. Tentu mustahil bukan?Namun berbeda dengan Silvi. Dia begitu menyukai laki-laki tersebut. Entah dia kesambet setan apa, sampai bisa kagum pada Fery. Ya, laki-laki itu bernama Fery Nugroho. Dia begitu sangat dikagumi oleh perempuan. Karena gantengnya saja, namun tidak sifat sombongnya.
Fery memiliki keluarga yang sangat disegani oleh semua orang. Ayahnya bernama Agung Nugroho, seorang pengusaha besar. Ayahnya juga sangat dermawan kepada siapapun, dan suka menolong orang yang membutuhkan. Sedangkan ibunya bernama Nurul Arumia, ibunya adalah seorang guru yang mengajar di SMA. Fery tidak punya saudara ia anak satu-satunya dari keluarga tersebut. Karena itu Fery selalu dimanja sejak kecil. Akhirnya saat Fery besar ia menjadi laki-laki yang manja. Entah sampai kapan ia bisa menjadi laki-laki yang dewasa. Dirumah besar keluarga Nugroho memiliki lima pelayan. Dua pelayan mengurus dapur, dua pelayan mengurus rumah, dan satu pelayan mengurus Fery yang begitu manja.
"Tuan sudah pagi ayo bangun sarapan." Ucap Pelayannya yang sedang berusaha membangunkan Fery.
"Apaan sih ganggu gua tidur aja."
"Ini udah siang tuan muda nanti telat kuliahnya."
"Bodo amat urusin aja tuh urusan lo."
Seperti itulah ucapan Fery setiap pagi yang sulit sekali dibangunkan oleh pembantu-pembantu itu. Saat ia telat kuliah yang disalahkan juga pembantu itu. Sungguh kasian nasib pembantu itu serba salah.
Fery berangkat kuliah selalu diantar sopir, karena dia terlalu malas untuk nyetir. Entah kenapa hidupnya penuh kemalasan. Tapi ia tidak pernah malas melakukan hoby nya, Fery suka fotografi jadi setiap kuliah ia selalu bawa kamera.
"Bro tiap hari Lo bawa kamera ngapain?." tanya sahabat Fery yang bernama Kiki tersebut.
"Hoby gua aja lah." balas Fery.
"Lu kan orangnya pemalas."
"Semalasnya gua, gua nggak sampai nglupain hoby lah, nggak kayak lo pada, hoby nongkrong mulu."
"Ck, sok tau."
"Gini-gini gua bisa beli kamera, lah elu nongkrong mulu mana bisa beli kayak gua."
"Iya-iya sombong amat."
"Boda amat." Ucap Fery santai.
Kiki adalah temannya Fery sejak mulai awal masuk kuliah. Hanya Kiki sajalah yang bisa bertahan dengan sikap Fery. Dulu teman Fery banyak banget tapi lama-lama hilang satu persatu, karena tidak ada yang kuat dengan sikap Fery, yang sombong itu.
Tiap hari Fery datang ke tempat kuliah, selalu dipandang teman perempuannya. Namun teman-teman perempuannya tersebut, tidak ada yang mau mendekati Fery. Karna ia terlalu sombong walaupun ia tidak cuek.
"Fer Ayuk ke kantin." Ajak Kiki, sehabis pulang sekolah Kiki terkadang mengajak Fery ke kantin. Namun Fery menolak ia lebih suka memainkan hobynya tersebut.
"Nggak lah males banget nongkrong di kantin." Sahut Fery.
"Lu kalau di ajak sering nggak mau nya ayolah." Ucap Kiki yang sedang memohon agar Fery mau di ajak ke kantin.
"Gua males ke kantin buat apa makan di kantin, makan di restoran aja enak." Balas Fery yang sedikit menyinggung."
Tapi walaupun Fery seperti itu, Kiki mengerti bahwa sahabat nya itu selalu sibuk dengan hobynya. Dan Kiki juga tidak terlalu terbawa perasaan, karena dia tau seperti apa sahabatnya itu jika tidak mau di ajak. Fery berkata seperti itu karna ia tidak mau jika Kiki terus memaksanya.
...****************...
Saat Fery sedang memotret pemandangan di halaman gedung kuliahnya, tidak sengaja Fery melihat Silvi.
"Eh itu kan Panda hitam."
Seperti itulah panggilan Fery kepada Silvi. Setiap hari jika Fery tidak sibuk. Ia meluangkan waktu untuk mengejek Silvi ataupun menyuruh Silvi ini itu. Namun Silvi tetap saja sabar menghadapi teman sekaligus musuhnya itu.
Silvi adalah anak dari keluarga sederhana ia tinggal di rumah nenek yang lumayan jauh dari kampus. Ia tinggal bersama ibu dan adik perempuannya. Nenek Silvi sudah meninggal beberapa bulan yang lalu. Sedangkan ayahnya meninggal saat ia masih kecil. Walaupun mereka tinggal bertiga namun hidup silvi dan keluarganya sangat harmonis. Ibu Silvi hanya bekerja sebagai serabutan. Namun ibunya tetap gigih mencari uang untuk pendidikan anaknya. dan tidak mudah putus asa. Karena ibunya Silvi percaya bahwa suatu saat pasti Silvi bisa menjadi anak yang sukses dan bisa membimbing adiknya.Waktu pulang kuliah Silvi selalu pergi ke perpustakaan. Meluangkan waktu untuk membaca buku. Saat libur kuliah Silvi juga membantu ibunya kerja serabutan. Adiknya terkadang juga ikut membantu.
Fery selalu memanggil Silvi Panda Hitam karena Bola mata Silvi yang hitam bundar, Pipi yang tembem, Warna kulit sawo matang, serta badan yang tidak terlalu kurus juga tidak terlalu gemuk. Di hati Fery ada rasa senang jika mengejek dan menyuruh Silvi sesuka hati. Dia merasa seperti penguasa.
"Heh Panda hitam sini" Panggil Fery.
"Ada apa?"
" Pasti dia ini mau nyuruh aku ini itu ya udah gak papalah yang penting aku bisa Deket sama dia" Batin Silvi merasa senang.
"Beliin Es teh gua haus"
"Punya tangan punya kaki kan, beli aja sendiri." Sahut Silvi.
"Panda Hitam beliin dong, lu nggak kasian sama gua udah haus kek gini, dasar nggak punya hati." Ucap Fery sedikit nylekit.
"Ye, mana uangnya?" Tanya Silvi, ia tidak marah jika dikatain kayak gitu sama Fery, karena ia tau betul sifat Fery seperti apa.
"Nih beliin dua satunya buat lo."
Akhirnya Silvi berangkat beli minuman juga, walaupun ia disuruh-suruh seperti itu. Namun hatinya tetap aja ada rasa senang. Namanya juga orang suka.
Selesai beli Silvi langsung menuju kursi yang diduduki Fery. dan ia langsung menyodorkan minumannya.
"Nih minumnya."
"Makasih panda hitam yang sangat jelek."
"Apaan sih, udah dibeliin malah kayak gitu."
"Yaudah napa gua becanda."
"Becanda kok tiap hari."
"Biarin."
Akhirnya mereka berdua duduk di Kursi taman kampusnya. Dan menikmati pemandangan yang begitu indah. Angin bertiup semilir. Cuaca agak mendung tidak terlalu panas. Suara anak-anak kampus yang bergemuruh. Fery menikmati pemandangan ditaman itu. Namun Silvi bukannya menikmati pemandangan, malah ia melihat wajah Fery tanpa berkedip.
"Kenapa aku bisa suka sama kamu sih...kamu sering ngejek dan nyuruh-nyuruh aku....tapi aku tetep suka sama kamu....tapi aku juga sadar kita jauh berbeda... seperti kamu di langit, aku jauh di bumi level kita berbeda jauh." Batin Silvi.
Namun Silvi seketika sadar dalam lamunannya.
"Woy panda hitam, lu ngapain liatin gua kayak gitu."
"Nggak papa kebetulan aja."
"Kebetulan gimana, orang dari tadi liatnya."
"Dibilangin kebetulan."
"Eh panda gua nggak bakalan suka sama lu, level kita beda jauh."
"Siapa juga yang suka sama lu ih gr." Sahut Silvi. Ia berkata seperti itu agar Fery tidak tahu kalau ia menyukainya.
"Gua deketin lu cuma mau nyuruh-nyuruh lu, kan lu pelayan gua tiap hari."
Sontak, Silvi langsung diam tanpa bersuara apapun. Ia merasa bahwa walaupun ia tiap hari dekat dengannya, Feri juga tidak mungkin suka sama dia. Sedangkan Silvi dia tidak cantik, berpakaian natural.
Tiap hari Silvi menyadarkan dirinya sendiri bahwa ia tidak pantas untuk Fery.
Hati selalu luluh. Dengan melakukan perintah begitu patuh. Setiap perintah lelaki yang tidak peduli padanya. Namun ia sangat peduli. Dikala ia merasa begitu hancur. Namun saat didekati oleh Fery. Hatinya menjadi luntur. Seperti merasa ia ingin sekali melayaninya. Sungguh perasaan yang sangat mendalam. Ingin ia katakan namun mulut itu terbungkam. Cintanya hanyalah terhalang dengan perbedaan. Entah sampai kapan Silvi akan menyukai pria idamannya. Ia hanya berharap semoga keajaiban datang padanya.
Langit mendung mulai tebal. Tanda hujan akan segera turun. Namun mereka berdua tidak segera beranjak pergi dari taman.
"Udah mendung banget, aku pulang dulu." Ucap Silvi panik.
"Kenapa pulang?" Tanya Fery.
"Liat tuh udah mau hujan." Sahut Silvi.
"Disini aja dulu hujan-hujanan."
"Nggak mau nanti basah."
"Kena air hujan doang takut banget , lemah lo." Ucap Fery meremehkan.
"Serah lah gua pulang dulu."
"Jangan sekali melangkah pergi, liat aja kalo lo pergi." Ancam Fery.
Akhirnya Silvi tetap berada ditaman itu. Ia takut dengan ancaman Fery. Takutnya nanti ia di malu-maluin Fery di kampus.
"Nah gitu nurut, budak baik."
"Apaan sih." Ucap Silvi sedikit kesal.
Hujan pun turun. Mereka berdua masih duduk di kursi taman, sembari hujan- hujanan.
"Kenapa kamu nggak mau pulang?" Tanya Silvi.
"Males aja, gua di rumah selalu males."
"Kenapa lo dirumah males?"
"Gimana nggak males, tiap hari diurus pelayan yang nggak berguna itu." Ucap Fery sedikit marah.
"Kan enak diurus pelayan, kalau butuh apa apa ada yang ngambilin, ngerjain sesuatu ada yang bantuin."
"Itu pikiran lo doang panda dudul, kalau buat gua jika ada pelayan malah buat gua jadi males."
"Berarti dari dulu kamu males gara-gara ada pelayan?"
"Iya." Jawab Fery memelas.
Silvi berpikir bahwa sifatnya yang berlagak sombong, manja, dan pemalas itu mungkin nggak semua ada di diri Fery. Ya, karena setiap orang juga ada sisi baiknya.
Hari sudah mulai sore dan hujan mulai reda, mereka berdua memutuskan untuk pulang.
"Yuk pulang." ajak Silvi.
"Ya ayo."
"Kamu naik apa?"
"Naik mobil jemput sopir lah, nggak kayak lo naik montor mulu."
"Aku punyanya cuma montor."
"Makanya uang di tabung buat beli mobil, jangan buat nyewa buku mulu."
"Sok tau." Ucap Silvi sedikit melas.
Sesampai dirumah Silvi langsung mandi. Semua badannya basah kuyup. Untung bukunya nggak basah, karena tas Silvi terbuat dari bahan anti air. Ia segera mandi takut nanti ibunya lihat. Dan Silvi dimarahin karena hujan hujanan. Karena ia memiliki penyakit alergi air hujan, jadi setiap hujan-hujanan ia langsung badannya terasa gatal. Sehabis mandi Silvi sudah merasakan pusing dikepala, dan badannya mulai panas.
"mulai nggak enak nih, gara-gara di ajak Fery hujan-hujan tadi, kalau nggak diancam sama dia untuk tetep hujan-hujanan, nggak bakal alergi aku kumat." Batin Silvi.
Setelah merasakan tubuhnya mulai tidak enak dan merasa gatal diseluruh tubuhnya. Ia membuat teh hangat dan membuat ramuan tradisional untuk menghilangkan gatal. Untung saja ibunya belum pulang kerja. Setelah selesai membuat Ramuan tradisional ia langsung meminumnya dan di campur teh hangat. Agar ramuan tersebut, tidak terasa terlalu pahit diminum. Lalu ia tidur agar tubuhnya pulih dan besok bisa tetap masuk kuliah.
...****************...
Dirumah, Kevin langsung mandi dan membaringkan tubuhnya di kasur. Lalu memerintahkan pelayannya untuk membuatkan teh hangat.
"Bi tolong buatin gua teh hangat" Perintah Fery.
"Baik tuan muda."
Pelayannya membuatkan teh dan langsung diantar kekamar Fery.
"Ini tuan tehnya." Ucap pelayannya sembari meletakkan teh di meja.
Namun pelayannya itu salah membuatkan teh. Seharusnya sedikit gula. Tapi pelayannya lupa ternyata tuannya tidak terlalu suka manis. Akhirnya teh itu dibuang Fery kelantai, sampai gelas teh tersebut pecah.
"Teh apaan ini manis banget, becus buat nggak sih."
"Ma...maaf..tu...tuan...saya....lupa." Jawab pelayan itu begitu takut.
"Lu dipekerjakan di sini tuh yang bener, lu juga dibayar masak apa-apa lupa." Ucap Fery dengan begitu marahnya.
"Lain kali saya tidak akan mengulanginya tuan."
Pecahan gelas teh sampai terdengar di telinga ibu Fery yang sedang membaca novel. Akhirnya ibunya mendatangi kamar Fery.
"Ada apa ribut-ribut?" Ucap Bu Nurul.
"Tadi saya lupa memberikan teh kepada tuan terlalu banyak gula." Jawab Pelayan itu.
"Kan Fery tidak suka manis kenapa kamu kasih yang terlalu banyak gula?" Ucap Bu Nurul lembut.
"Saya lupa nyonya lain kali saya tidak akan mengulanginya."
"Ma pecat aja pelayan yang nggak becus ini " Sahut Fery yang begitu marah.
"Jangan dipecat nanti yang ngurusin kamu dan bantu kamu setiap hari siapa, kamu kan masih kewalahan untuk ngurusi sendiri."
"Biarin, Fery udah nggak kuat dari dulu ma. Diurus pelayan itu."
"Ya udah biar mama ganti aja dia ngurus rumah, nggak usah ngurus kamu. Dia jangan di pecat kasihan."
"Serah mama pokoknya cari lain aja pembantu yang lebih telaten."
" Iya Fer besok mama carikan." Ucap mama nya. dengan begitu sabar.
Akhirnya Fery buat minuman sendiri dari dapur. lalu ia tidur untuk menambah tenaga bangun esok hari.
...****************...
Rasa cinta tumbuh dengan sendiri. Namun untuk berpaling dengan cinta sangatlah susah. Sekali mempunyai rasa. Selalu menumbuhkan cinta. Ingin rasanya pergi dari jeratan cinta. Namun sangat sulit untuk lepas. Walaupun seseorang tidak menjeratnya. Namun cinta lah yang menjerat untuk lebih dekat dan lebih dalam. Sama yang dirasakan Silvi. Ia tidak ingin di jerat dengan rasa sukanya dengan Fery namun cintanya yang begitu dalam membuat ia patuh dan luluh dengannya.
Perlakuan seseorang memang bisa mempengaruhi hidup. Apalagi perlakuan yang diberikan sejak kecil. Maka waktu ia sudah besar ia akan seperti itu. Karena didikannya sejak kecil. Namun semua itu bisa dirubah jika ada seseorang yang merubah hidupnya menjadi lebih baik. Seperti cinta, akan merubah seseorang menjadi lebih baik maupun sebaliknya. Jika ia sudah terjerat dalam cinta ia akan melakukan apa saja demi dia. Seperti Fery ia sudah menjadi anak malas dan manja karena ia di manja sejak kecil, dan dengan pelayan yang lalai ia menjadi pemalas. Namun jika semua itu dirubah dengan penuh cinta, penuh usaha dan kasih sayang. Itu pasti akan berubah dengan begitu mudah. Dan di kehidupan Fery akan ada seseorang yang akan merubahnya menjadi lebih baik.
Jadi jangan pernah terlalu terpuruk dalam keadaan yang itu itu saja. Berusaha lakukan dengan cinta dan kasih sayang, mungkin keadaan yang terlalu terpuruk akan berubah. Ajaklah teman, saudara, pacar, atau pun keluarga untuk meng support perubahan itu. Karena memang jika perubahan sudah ada di diri sendiri, maka akan terlihat berbeda di mata orang lain.
Pagi yang begitu cerah. Suara burung yang berkicau begitu merdu. Embun pagi yang masih menumpuk pada rumput liar. Matahari terasa hangat ditubuh. Menumbuhkan semangat yang begitu mendalam. Silvi bangun dari ranjang tidurnya ia mulai melakukan ritual pagi. Mandi pagi, berdandan begitu natural, rambut yang di kuncir seperti ekor kuda, dan ia tidak lupa senyum pepsoden nya. Pagi ini badan Silvi lumayan membaik, rasa gatal di tubuhnya juga mulai reda. Sebelum berangkat kuliah ia mengantarkan adiknya sekolah. Ibu Silvi tidak bisa mengantar adiknya karena setiap habis subuh ibunya langsung berangkat kerja. Setelah mengantar adiknya ia langsung berangkat ke kampus. Lalu ia menuju ruang kelasnya yang berada di lantai dua. Silvi dan Fery berbeda jurusan. Silvi mengambil jurusan Desain sedangkan Fery mengambil jurusan Fotografi. Untung mereka tidak satu kelas. Jadi Silvi aman tidak disuruh ini itu.
Berbeda dengan Fery sebelum ia masuk ke kelas ia memfoto pemandangan yang sekiranya berbeda dengan kemarin. Jam kuliah pun selesai Fery dan Kiki sahabatnya itu segera beranjak keluar kelas.
"Ki ikut aku foto in perpus yuk." Ajak Fery.
"Ah kekantin dulu, gua laper."
"Halah bentar doang."
"Ya udah cepet tapi."
"Iye."
Sesampainya di perpus Fery langsung memfoto bagian sudut-sudut perpus. Rak perpus dan seluruh ruangan perpus. Ia melakukan ini karena nanti saat ia udah lulus atau perpus ada perubahan ia bisa punya foto kenangan antara before dan after nya. Kiki menunggu Fery sambil duduk dan hanya lihat-lihat buku. Saat itu juga Silvi sedang berada di perpus karena setiap jam belajarnya selesai ia mampir ke perpus untuk baca buku mengenai tentang desain. Pas waktu Silvi mencari cari buku di rak buku. Tiba-tiba Fery menabrak Silvi. Karena dari tadi Fery hanya melihat kamera, tanpa melihat jalan sehingga ia menabrak orang yang didepannya.
"Kalau jalan hati hati dong." Teriak Silvi kesal.
"Kenapa, lo mau nyalahin gua." Jawab Fery.
"Kenapa kamu ada disini?" Tanya Silvi.
"Serah gua lah mau dimana aja apa urusan lo."
"Tanggung jawab, tadi kamu habis nabrak aku, buku dirak pada jatuh semua tuh."
"Tata aja sendiri bukunya, toh yang megang lo. Tangan gua gatel." Jawab Fery Santai.
"Heh slalu nyebelin sih kamu."
"Biarin."
Lalu Fery dan Kiki langsung ninggalin perpus.
"Cabut yuk ki."
"Lu nggak mau bantu dia."
"Bodo amat biarin tangan gua gatel bantu dia."
"Sungguh kejamnya dirimu, pas butuh aja dateng, pas aku lagi kayak gini malah masa bodo namanya juga teman." Batin Selvi kesal. Namun ia tetep sabar menghadapi Fery.
Setelah selesai membereskan buku yang jatuh Silvi tiba-tiba menerima telefon dari orang yang tidak dikenal.
"Halo saya Silvi, ini dengan siapa ya?" Tanya Silvi.
"Halo Silvi ini saya Devi." Devi adalah tetangga dekat Silvi.
"Iya ada apa Dev?."
"Ibu kamu di datangi rentenir mau nagih hutang, tolongin ibu kamu mau dipukul tuh."
"Yaampun iya aku segera pulang."
"Cobaan apa lagi ini Ya Allah." Batin Silvi.
Silvi segera menancap gas montornya dan langsung ngebut menuju rumahnya. Fery yang melihat Silvi begitu buru-buru ia penasaran ada apa dengan Pelayannya itu.
"Ki itu panda hitam kenapa buru-buru?" Tanya Fery pengen tau.
"Nggak tau gua." Jawab Kiki.
"Gua kok penasaran ya?"
"Coba lo susulan deh ada apa dengan dia."
"Ogah buat apa ngurusin dia." Sahut Fery.
"Jangan gitu lah, lo tadi udah berbuat nggak baik di perpus sama dia."
"Biarin gua juga sering kek gitu sama dia."
"Tapi dia kan juga punya perasaan Fer siapa tau dia buru-buru lagi ada masalah, coba lo susul siapa tau beneran." Ucap Kiki menyadarkannya.
"Yadah iya." Jawab Fery terpaksa.
"Nah gitu, yadah gua pulang dulu." Balas Kiki sambil berpamitan dengan Fery.
Akhirnya Fery membuntuti Silvi dari belakang sampai tiba dirumah Silvi.
Silvi langsung lari menghampiri ibunya, dan ia sampai memohon agar rumahnya tidak disita. Karena rumah itu adalah harta satu-satunya peninggalan neneknya.
"Kalian harus cepat membayar hutang-hutang almarhum nenek kamu." Bentak rentenir itu.
"Iya pak akan kami bayar tapi nggak sekarang." Ucap ibunya Silvi sambil menangis.
"Kalian Udah berbulan bulan tidak bayar hutang semenjak nenek kalian meninggal udah lama."
"Iya saya tau pak tapi kasih kami kesempatan, kami juga bukan orang kaya, jika kami orang kaya kami langsung bisa bayar, sedangkan kami hanya rakyat miskin biasa, tolong mengerti keluarga kami pak." Ucap Silvi memohon
"Okee saya beri waktu satu bulan untuk lunasin hutang, jika melebihi waktu tersebut terpaksa rumah ini kami sita." Ucap rentenir itu dengan tegas. Lalu rentenir tersebut langsung pergi meninggalkan rumah Silvi.
Ibu, adik dan Silvi menangis tersedu di depan rumah.
"Bu ternyata nenek ninggalin hutang?" Tanya Silvi sambil merangkul ibu dan adiknya.
"Iya nak maaf ya ibu nggak cerita sama kamu, karena takut kamu jadi kepikiran." Jawab ibunya
"Seharusnya ibu cerita sama Silvi, biar Silvi bisa bantu ibu cari uang tambahan."
"Ibu takut mengganggu kuliah kamu nak."
"Bu walaupun Silvi kuliah tapi Silvi bisa cari kerja sampingan, Silvi kasian sama ibu yang setiap hari banting tulang untuk mencari makan kita bertiga, untuk biaya kuliah aku, biaya sekolah adek, dan ditambah lagi nglunasin hutang."
"Ibu minta maaf pada kalian ini memang salah ibu."
"Udah ibu nggak boleh kayak gitu, nggak boleh nangis, aku akan bantu ibu, berapa hutangnya Bu?"
"Sepuluh juta nak."
Seketika Selvi kaget hutang sebanyak itu, ia akan mendapatkan uang dari mana. Walaupun kerja tapi nggak mungkin satu bulan bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Namun Silvi tidak patah semangat ia harus berusaha semampunya.
Tanpa mereka sadari di balik pohon ada Fery yang merekam kejadian yang ada di rumah Silvi beberapa menit yang lalu.
"Yaampun kasian banget panda hitam, dia tiap hari aku ejek aku suruh-suruh namun dia tetap tegar. Dibalik semua wajahnya yang selalu tersenyum saat didepan ku ternyata dibaliknya ia begitu menderita." Batin Fery prihatin.
"Untung aja Kiki nyuruh aku ngikutin dia. Apa rekaman ini aku kasih ke papa, mungkin papa bisa bantu, papa kan kalau lihat orang kesusahan selalu nolong, semoga aja papa bisa bantu." Ucap Fery, lalu ia langsung menuju ke kampus. Karena tadi saat mengejar Silvi ia memakai montor temennya di kampus.
Didalam kamarnya Silvi bingung ia mau mencari kerja apa. Yang bisa mendapatkan sepuluh juta satu bulannya. Silvi selalu memohon dan berdo'a agar ia cepat mendapatkan kerja dan segala masalah nya segera terselesaikan.
...****************...
Di dalam kehidupan setiap manusia. Pasti ada berbagai masalah dan berbagai rintangan yang selalu hadir dalam hidup. Jangan pernah mengeluh apapun masalah dan rintangan yang sedang dihadapi. Pasti, semua masalah bisa terselesaikan. Asalkan kita berusaha dan selalu berdo'a. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!