“Sya, bangun, sudah azan subuh ini. Ayo bangunlah nanti terlambat sholat,” ucap Napik membangunkan Syarah.
“Hmm iya sebentar, Pik, kepalaku pusing sekali tadi baru tidur jam 2 pagi,” jawab Syarah.
Syarah yang sebenarnya masih malas bangun namun tetap memaksakan diri untuk segera beranjak mengambil wudu. Semalaman Syarah harus bergadang. Ini semua karena besok dia harus meninggalkan indekos yang sudah dia tempati selama kurang lebih 2 tahun.
Bukan waktu yang lama bagi seorang anak indekos menempati dalam waktu 2 tahun. Hal ini karena Syarah sudah tiga kali pindah indekos dengan berbagai alasan ke orang tuanya. Awal Syarah meminta pindah indekos, orang tuanya melarang dan menolak mentah-mentah rencana Syarah ini dengan alasan kalau dia sering pindah disamakan dengan kucing.
Karena kucing sering berpindah-pindah rumah. Kebanyakan kucing jarang sekali tinggal di sebuah rumah dalam waktu lama. Seribu satu cara dan bujuk rayu Syarah lakukan akhirnya mereka pun luluh.
Sebenarnya mereka hanya tidak tega bila Syarah pindah indekos. Pindah indekos akan membutuhkan banyak tenaga untuk pindahan. Sedangkan orang tua Syarah tidak dapat membantu karena memang jarak rumah orang tua Syarah dengan tempat Syarah menempuh pendidikan terbilang cukup jauh.
*****
Setelah semalaman berkutat dengan segala barang untuk dibawa pulang orang tua Syarah nanti dan menunaikan sholat subuh. Syarah mulai mengecek kembali apakah ada barang yang belum terkemas atau tidak. Setelah dirasa sudah siap angkut semua, Syarah melihat cahaya pagi matahari mulai masuk ke dalam kamar indekosnya ini.
Kamar ini dapat terbilang cukup luas baginya yang terbiasa hidup sederhana. Kamar yang menjadi saksi bisu segala perjuangan Syarah dalam menuntaskan ujiannya sebagai mahasiswa. Selain itu kamar ini menjadi tempat Syarah mengeluarkan keluh kesah, tangis dan tawa bahagia atas pencapaian yang diraihnya.
Tiada yang istimewa dari kamar berukuran tiga meter ini karena memang Syarah bukan orang yang pandai dalam menata ruang dan memilah barang. Namun menyimpan kenangan yang cukup dikenangnya dengan teman-temannya. Syarah membuka jendela yang membuat cahaya dan udara dingin pagi memasuki kamar. Menarik napas dan mengambil udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi rongga udara dengan udara bersih di pagi hari sebelum banyaknya pengendara memadati jalanan kota.
“Sya, kamu sudah membereskan semua barang-barangmu dan memastikan tidak ada yang tertinggal, bukan?” tanya Napik.
Napik adalah teman satu indekos Syarah dari awal mereka menjadi mahasiswa yang merantau di kota tempat mereka menempuh pendidikan kini hingga mendapat gelar. Mereka dekat karena berasal dari kota kelahiran yang sama dan satu SMA namun mereka tidak saling mengenal sebab Syarah berada di kelas IPA dan Napik kelas IPS. Saat mereka kuliah baru saling kenal dan bersahabat hingga mereka sama-sama akan menuntaskan kewajiban mereka disini. Napik yang selalu menolong Syarah, mendengar keluh kesah di setiap perjalanan hidup Syarah juga selalu mendukung setiap langkah yang ingin diambil.
“Sepertinya sudah aku kemas semua, Pik, kalau memang ada yang tertinggal pastinya kenangan,” jawab Syarah sambil tertawa.
“Baguslah kalau begitu, nanti kalau memang ada barang yang tertinggal segera kabari saja aku. Ini aku ada sesuatu untukmu, ini memang tidak seberapa namun aku ingin memberikannya sebagai hadiah atas kelulusanmu. Doaku semoga kamu sukses kedepannya, diberi nikmat sehat dan rezeki yang berkah. Tak lupa semoga didekatkan dengan jodohmu, kuharap dia segera menemuimu biar kamu tidak merana setiap waktu, kemana pun selalu sendiri,” ucap Napik sambil terkikik geli mengingat setiap Syarah pergi hampir selalu sendiri berbeda dengan Napik yang memiliki kekasih setia dan sangat menyayanginya.
“Amin, doa baik berbalik juga padamu. Iya sayang, semoga Tuhan segera mendekatkan jodohku, kalau terlalu lama disembunyikan takutnya lupa memberikannya padaku. Terima kasih atas hadiahnya. Ngomong-omong kapan jadwal sidangmu keluar, Pik?” tanya Syarah.
“Senin depan aku sidang, tapi dosen sidangnya kurasa baik jadi tidak perlu pusing-pusing sepertimu yang harus menghadapi dosen mengerikan,” jawab Napik dengan penuh percaya diri.
Saat Syarah ingin membuka hadiah dari Napik tapi Napik mencegah. Napik bilang hadiah ini baru boleh dibuka setelah Syarah mulai menempati tempat barunya nanti. Sedang asyik bercerita dengan Napik telepon Syarah berbunyi tanda panggilan masuk.
“Halo, Assalamualaikum, Dek, kamu sudah bangun belum? Ini ibuk sudah sampai Solo mau sarapan dulu, soalnya keponakan kamu sudah lapar, kamu beli sarapan dulu dengan Napik,” kata ibu Syarah.
“Waalaikumsalam, Buk, Syarah sudah bangun ini, iya tidak apa-apa kalau mau sarapan terlebih dahulu. Syarah akan beli sarapan dengan Napik jam enam nanti,” jawab Syarah.
Ibu Syarah mengabari bahwa beliau dan rombongan keluarganya sudah sampai di Solo yang artinya tidak lama lagi mereka sampai di tempat Syarah berada saat ini. Setelah mengabari keberadaan rombongan, Syarah bergegas mencari sarapan dengan Napik dengan menggunakan motor kesayangannya.
*****
“Assalamualaikum!” seru ibu Syarah.
“Waalaikumsalam, mari silahkan masuk, Bu. Syarah ada di kamarnya, sudah mulai make up, mari saya antar,” jawab Napik.
Sekitar pukul 9 pagi, keluarga Syarah telah sampai di indekos dengan selamat dan tepat waktu perkiraan. Mereka berangkat dari rumah pukul setengah 4 pagi menggunakan 2 mobil milik orang tua Syarah dan milik kakak ipar Syarah. Untungnya perjalanan mereka lancar dan tidak ada kendala, sehingga bisa tiba sesuai perkiraan karena wisuda akan dilaksanakan pukul satu siang.
“Dek, mbak tidurin Alena disini ya, kasihan sepertinya sedikit kelelahan karena perjalanan jauh,” ucap kakak perempuan Syarah yang sekaligus kakak satu-satunya.
Rayana, Syarah panggil dia mbak Raya, usianya kini 26 tahun dengan seorang anak yang masih bayi bernama, Alena. Syarah merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, selain kakak. Selain memiliki kakak, Syarah juga memiliki adik perempuan.
Rasyena Igna, saat ini dia berumur 13 tahun. Adik Syarah tidak dapat menghadiri wisuda Syarah hari ini karena adiknya sedang menempuh pendidikan di sebuah Pondok Pesantren besar di Jawa Timur.
“Selamat atas kelulusanmu ya, Dek, semoga ilmu yang kamu peroleh dapat berguna di masa depanmu dan bisa kamu terapkan sesuai cita-citamu dulu. Aku ada sesuatu buat kamu, sebenarnya ini ingin aku berikan saat ulang tahunmu, tapi lebih baik aku berikan saat ini semoga kamu suka ya, Dek,” ucap Raya dengan memeluk Syarah
“Terima kasih, Mbak Raya. Aku doakan semoga Alena segera mendapat adik ya,” jawab Syarah pada Mbak Raya yang malah melototinya.
“Dek, nanti kalau sudah jam 12 telepon bapak ya, bapak mau tidur dulu di mobil. Badan bapak pegal sekali sudah lama tidak melakukan perjalanan jauh,” kata ayah Syarah.
“Iya, Pak, nanti Syarah telepon. Ini ada teh hangat, Bapak bawa saja ke mobil,” jawab Syarah.
Beliau adalah ayah Syarah, Syarah memanggilnya bapak karena memang mereka adalah orang Jawa dan terbiasa memanggil Bapak. Bapak dan ibu Syarah bekerja sebagai abdi negara sampai sekarang. Agar dapat menghadiri wisuda pun orang tua Syarah harus izin ke kantor.
Kakak Syarah bekerja di sebuah perusahaan swasta yang memiliki cabang hampir di seluruh kota. Setelah menikah kakak Syarah mengikuti suami di kota asalnya jadilah kedua orang tua Syarah tinggal berdua saja di rumah. Terkadang orang tua Syarah meminta Syarah pulang tapi dia sering menolak dengan berbagai alasan, terutama jarak yang cukup jauh harus ditempuh.
*****
“Syarah Haura, lulus dengan predikat memuaskan. Lulus sebagai lulusan termuda di fakultas pada wisuda periode tahun ini.”
Syarah yang mendengar namanya disebutkan segera melangkahkan kaki menuju podium. Hal yang dinanti-nanti selama kurang dari empat tahun menempuh pendidikan. Pada akhirnya Syarah mendapat gelar sarjana atas restu orang tua Syarah serta dukungan yang tak pernah putus untuknya.
Syarah menitikkan air mata haru menyadari bahwa Syarah menjadi lulusan termuda dengan di usia 21 tahun, yang mana fakultasnya terkenal sulit untuk bisa lulus dalam waktu cepat namun sepertinya Tuhan menghendaki hal berbeda untuknya. Syukur tak henti terucap kepada Sang Kuasa.
Wisuda Syarah ini cukup meriah dihadiri teman-teman seangkatannya karena memang Syarah merupakan lulusan pertama di angkatannya. Dia sungguh terharu atas kepedulian mereka kepada Syarah dengan memberi sambutan meriah dan hadiah yang tak pernah dia perkirakan. Tak terasa air matanya mengalir, mengingat Syarah bukanlah anak yang memiliki nilai tinggi dan tak terkenal namun mereka seantusias itu menyambutnya.
Kebahagiaan ini apakah akan selalu menyertainya?
Nantikan kisah perawan tua dan duda yang akan menemani hari pembaca. Konflik dalam cerita tidak akan berat. Terima kasih, jangan lupa komen dan like sebagai bentuk dukungan pada karya pertama saya
“Dik, ibuk pulang dulu ya. Kamu masih ada uang di atm kan?” tanya ibu Syarah.
“Alhamdulillah masih ada, barang Syarah sudah dimasukkan semua, kan, Pak?” tanya Syarah pada ayahnya yang masih memasukkan koper berisi pakaiannya ke dalam mobil.
“Sudah, sebagian bapak taruh di mobil masmu. Kamu jadi pulang lusa? Bapak sudah belikan tiket kereta untuk kamu jadi tidak perlu khawatir tidak kebagian tiket,” jelas ayah Syarah.
“Iya, Pak, terima kasih sudah dipesankan tiket untukku. Bapak hati-hati bawa mobilnya, kalau mengantuk mampir ke warung kopi dulu sekalian istirahat. Nanti kalau sudah sampai rumah kabarin syarah ya, Pak, Buk,” ucap Syarah sambil memeluk ibunya seakan tak rela bila harus pulang.
“Makanya kamu segera pulang, ibu kok merasa kamu betah sekali disini. Ibu lihat kamu malah semakin kurus seperti tidak pernah makan saja. Sekarang kan sudah tenang tidak memikirkan revisi lagi jadi kurangi begadangmu, lihat matamu sudah berkantung dan hitam macam panda. Mumpung masih disini gunakan waktumu untuk berlibur dengan teman-teman sebelum kamu melanjutkan langkah kehidupanmu,” kata ibu Syarah memperingati.
“Iya, Bu, siap lah kalo masalah jalan-jalan sudah tidak perlu diingatkan. Nanti ditambah ya uang jajan Syarah,” ucap Syarah.
“Siap, Kanjeng Putri. Sudah kita pulang dulu takut hujan tidak bawa jas hujan,” ucap ayah Syarah ikut menimpali.
“Kan naik mobil, Bapak, jelas tidak bawa jas hujan,” ucap Syarah.
“Bapak ada-ada saja. Yasudah kami pulang dulu. Mbak Napik titip Syarah ya, kalau nakal dijewer saja,” pamit ibu Syarah sambil mengulurkan tangan pada Syarah dan Napik yang berdiri di samping Syarah.
“Dik, pulang dulu ya, Tante, Alena pulang, Te. Selamat liburan, Tante, Assalamualaikum," ucap kakak Syarah dengan suara seperti anak-anak mewakili Alena yang memang belum bisa bicara.
“Dik, pulang dulu ya, kapan-kapan mampir ke Semarang nanti liburan bareng Alena,” pamit Mas Aryo.
“Siap Pak Bos, nanti pasti kesana. Terima kasih sudah meluangkan waktu hadir di wisudaku di tengah jadwalmu yang padat. Hati-hati di jalan,” jawab Syarah pada mas Aryo, suami Raya.
Sore ini keluarga Syarah pulang ke rumah, karena besok hari jumat, ibu Syarah harus rapat ke Kantor Dinas jadilah setelah wisuda siang tadi mereka lanjut foto di studio dan langsung kembali menuju kos. Barang-barang Syarah yang cukup banyak harus dibagi ke mobil ayah Syarah dan mas Aryo. Keluarga kakak Syarah ikut pulang kerumah orang tua Syarah, kakak Syarah bilang sejak melahirkan sampai sekarang belum pernah pulang.
*****
Malam hari, Syarah dan Napik berencana pergi ke bukit yang cukup jauh dari tempat mereka tinggal untuk melihat pemandangan sekalian mereka ingin menyegarkan pikiran setelah berjuang melalui revisi yang cukup rumit.
“Nap, jangan lupa bawa jas hujan takutnya hujan. Kamu juga pakai jaket untuk mengantisipasi dingin di bukit. Nanti kita mampir dulu beli gorengan untuk cemilan,” ucap Syarah pada Napik.
“Siap, Bosku. Barang-barang sudah disiapkan belum?” tanya Napik.
“Tentu sudah dong. Pop mie 5 sama termos, untuk minumnya kita nanti beli teh hangat saja disana pasti banyak warung yang jual biar masih hangat juga. Ini aku juga bawa cemilan pasti setelah makan masih ingin ngemil kan?” tanya Syarah pada Napik yang memang suka mengemil setelah makan.
Napik hanya tersenyum sembari memanaskan motor Syarah yang akan mereka gunakan nanti. Nada dering telepon Syarah berbunyi segera dia ambil hp di dalam tas.
“Halo, Syah, jadi nggak? Aku sama Rizki sudah mau berangkat ke tempatmu,” ucap Alfi, teman Syarah.
“Iya, Fi, ini aku sama Napik juga sudah siap tinggal berangkat. Aku tunggu di depan lorong saja ya,” jawab Syarah.
“Oke,” jawab Alfi.
Malam ini Syarah sudah berencana akan menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabatnya, mereka adalah Alfi dan Rizki. Mereka berempat sudah sepakat untuk pergi sejak sebelum Syarah wisuda. Pertemanan mereka berlangsung sejak awal menjadi mahasiswa baru.
Mereka yang notabene berasal dari kota yang sama membuat hubungan mereka menjadi dekat di awal kuliah karena mencari teman di lingkungan baru bukan hal mudah. Alfi dan Rizki menempuh pendidikan di universitas yang sama berbeda dengan Syarah dan Napik.
*****
“Wah ternyata pemandangannya sebagus ini ya, pantas saja banyak orang rela jauh-jauh kesini hanya demi melihat pemandangan gemerlap kota dari atas bukit sini,” ucap Napik terkagum dengan pemangan.
“Untung kamu mau ikut, coba tadi kalo kamu tolak dan lebih memilih pergi sama pacarmu yang hitam manis itu. Pasti tidak akan bisa melihat pemandangan ini,” ucap Syarah menyindir Napik.
“Kita kesini mau lihat pemandangan atau hanya untuk melihat orang berpacaran,” ucap Alfi sambil merengut kesal.
Alfi memang baru saja putus dengan kekasihnya yang baru empat bulan ini, sontak saja berkunjung ke tempat yang dipenuhi pasangan kekasih membuat dia merasa kesal. Rizki justru terlihat sebaliknya, dia terlihat cukup bahagia diajak ke tempat seperti ini dan dia menata pop mie yang sudah kami bawa serta cemilan-cemilan.
“Halah sudah, sudah terbiasa jomblo juga lagaknya seperti selalu berpacaran saja. Kamu kan juga sering keluar bersama pacarmu. Bukan seperti aku yang jomblo 22 tahun,” ucap Rizki terdengar enteng.
“Tuh dengerin, Fi, kamu harusnya bersyukur ditunjukkan kalau perempuan itu tidak layak mendapatkan cintamu. Kalau dia memang benar mencintaimu pastinya dia tidak akan meninggalkanmu dan justru keluar diam-diam dengan laki-laki lain kan?” tanya Syarah yang dibalas diamnya dia.
“Coba kalau kemarin aku tidak mengajakmu ngopi. Kamu tidak akan melihat kenyataan dan masih sibuk dengan bahagiamu yang sebelah tangan saja,” ucap Napik juga ikut menimpali.
“Memang Alfi kalau sudah suka seseorang pasti akan buta,” tambah Rizki juga tak mau kalah.
Malam yang terasa dingin tak terasa dengan adanya percakapan hangat kami.
“Kamu enak sudah wisuda, aku sudah paling tua, masih sendiri, belum wisuda pula. Memang nasib nasib,” keluh Rizki.
“Kasian kamu, Riz, kalah sama yang paling muda disini,” jawab Napik.
“Makanya hidup jangan terlalu datar. Hidup kok cuma rebahan sama main game terus," ucap Alfi ikut menimpali.
“Tiap manusia punya jalan hidup masing-masing, Riz. Mungkin sekarang baru rezekiku, siapa tahu besok rezekimu. Yang penting tetap berusaha dan melakukan yang terbaik semampu kita,” kata Syarah memberi saran pada Rizki.
Percakapan mereka pun melayang tak tentu arah, apapun mereka bicarakan tentunya pembahasan yang ringan dan menghibur. Waktu terus berjalan, obrolan mereka terus berlanjut sembari ditemani dengan makanan dan cemilan yang mereka bawa. Namun pertikaian kembali terjadi pada duo jomblo ini.
“Riz, sana kamu pesan teh hangat. Malas sekali aku kesana banyak pasangan tebar keromantisan,” perintah Alfi pada Rizki.
“Tidak mau, yang mau minum kamu kok malah menyuruh aku. Punya kaki itu dipakai, jangan mulutmu saja yang kamu gunakan,” tolak Rizki.
“Betul sekali, Riz,” ucap Napik.
“Kalau begitu kamu saja, Nap, kan kamu yang biasa pesan. Sana nanti kubelikan jajan untukmu!" perintah Alfi berganti menyuruh Napik.
“Kenapa malah menyuruhku, beli saja sendiri. Kamu kan bukan bos,” tolak Napik.
“Sana, Riz, belikan untukku, kalau tidak pulang saja sendiri jangan naik motorku!” ancam Alfi pada Rizki.
“Huu dasar pengancam,” keluh Rizki yang akhirnya menuruti karena memang dia juga masih kasihan pada Alfi.
Syarah yang melihat perdebatan teman-temannya hanya tertawa tanpa ada niat menengahi karena ini sudah biasa terjadi setiap mereka berkumpul.
*****
“Buk, pesan teh hangat 4 di meja ujung ya. Terima kasih,” ucap Rizki pada ibu pemilik warung.
Naas saat Rizki akan berbalik ia tak sadar bahwa kakinya menyangkut diantara meja, jadilah saat ia berbalik ia jatuh tengkurap. Saat terjatuh, Rizki tak sengaja menyenggol orang di sampingnya yang ternyata sedang membawa nampan berisi kopi bekas pengunjung yang akan dicuci. Namun nampaknya masih ada sisa di cangkir jadilah tumpah ke badan Rizki.
Kejadian ini langsung menyita perhatian semua orang, tak pelak mengundang tawa dari pengunjung yang tak terkecuali Alfi dan Napik.
“Riz, kamu tidak apa-apa?” tanya Syarah yang langsung berlari melihat Rizki terjatuh dan membantu berdiri, sampai Syarah tak sadar bahwa dia belum memakai sandal.
“Sial banget kena bajuku, haduh jadi bau kopi ini. Apes kali aku,” keluh Rizki.
“Mas, Mas, gimana sih jadi pecah cangkirnya. Kalau jalan itu lihat-lihat, punya mata itu dipakai jangan hanya dipajang saja,” cibir si pelayan.
“Saya jatuh bukannya ditolongin sudah menumpahkan kopi di baju saya tidak minta maaf malah marah-marah," ucap Rizki membalas perkataan pelayan itu dengan nada marah.
Selama Syarah berteman dengan Rizki, belum pernah dia melihat aura kemarahan Rizki, Syarah cukup terkejut dan sedikit takut melihat kemarahannya.
“Sudah Riz, untung kopinya tidak panas dan banyak nanti pakai jaket saja,” ucap Syarah memberi saran.
“Makanya punya mata dipakai jangan fokus lihat perempuan-perempuan cantik disini. Lihat tuh pada lihatin kamu," ucap Alfi sambil terkikik melihat banyak pasang mata yang melihat.
“Sudah sudah kamu ini bukannya membantu malah menambah masalah. Mbak, maafkan teman saya, teman saya tidak sengaja menyenggol mbak jadi tolong diikhlaskan saja cangkir yang pecah," pinta Syarah pada pelayan melihat hanya satu cangkir saja yang pecah karena ketidaksengajaan Rizki.
“Betul Mbak, lagian juga cuma satu cangkir aja. Lebih kasihan teman saya, bajunya jadi ketumpahan kopi. Nanti kalau masuk angin memang mbaknya mau kerokin?” tanya Napik dengan nada konyolnya.
“Baiklah saya maafkan karena Mbak-mbak,” jawab pelayan terdengar setengah ikhlas.
Setelah berterima kasih mereka kembali ke tempat duduk semula.
“Sial, pop mieku ada jangkriknya. Haduh super sial hari ini,” keluh Rizki kembali terdengar.
Mereka bertiga yang mendengar ini ikut tertawa, sebenarnya mereka kasihan tapi ini terlampau sayang bila tidak tertawa hingga kami tak sanggup berkata-kata karena tertawa terbahak.
“Kalian memang definisi teman, kalau susah ditertawakan bukan dibantu huhh," ucap Rizki.
Tak lama mereka memutuskan untuk pulang karena malam semakin larut. Namun sepertinya hari ini belum cukup menyakitkan Rizki, disaat akan naik motor sandal jepitnya putus jadilah dia melepas sebelah sandalnya. Mereka yang sudah tak kuat tertawa sampai tertawa tanpa suara menikmati kemalangan nasib Rizki malam ini.
Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan jejak di komen dan berikan like sebagai bentuk dukungan pada karya pertama saya.
Syarah POV
Mentari kembali menyinari bumi, menghangatkan makhluk hidup dan membangunkan untuk segera memulai aktivitas. Hari ini, aku bangun cukup siang, sekitar jam 6 pagi setelah kulihat jam di samping kasur karena memang hari ini aku sedang mendapat tamu bulanan. Aku membuat susu cokelat favoritku untuk menghindari perutku yang sakit. Aku menikmati susu sambil membuka foto dalam galeri telepon mengenang masa kuliah awalku.
Namaku Syarah Haura, usiaku saat ini 21 tahun. Aku merupakan perempuan keturunan Jawa asli dengan kulit cokelat matang dengan tinggi badan 165 cm dan berat badanku kini 45 kg. Aku kehilangan 5 kg berat badanku saat aku harus disibukkan dengan penelitian dan skripsiku, ibuku yang selalu mengingatkanku untuk menjaga pola makan dan menjaga kesehatanku.
Bahkan seminggu sebelum sidang skripsi, aku harus masuk rumah sakit karena kelalaianku sendiri dengan mengabaikan makan, kupikir aku akan baik-baik saja ternyata aku harus tumbang. Dokter mengatakan bahwa aku mengalami tifus sehingga harus dirawat, aku sangat khawatir karena jadwal sidangku sudah keluar tepat seminggu di hari aku masuk rumah sakit. Aku khawatir tidak dapat menjalankan persidangan sesuai waktu, namun ternyata dalam waktu tiga hari aku bisa mengalahkan sakitku.
Kuputuskan untuk meninggalkan semua aktivitas beratku. Aku menggunakan waktu untuk istirahat total karena aku merasa bersalah dengan tubuhku yang kupaksa bekerja dan berpikir keras. Namun benar kata pepatah, usaha tidak akan menghianati hasil. Aku mendapat nilai memuaskan dalam sidangku, Tuhan menjawab doa orang tuaku dan doa yang selalu kupanjatkan dalam sholat malamku.
Mungkin aku terkesan cuek tentang penampilan. Aku merasa wajahku juga biasa saja dengan rambut lurus berwarna kecoklatan alami yang sering aku ikat kuda. Dibalik penampilanku yang terkesan cuek dan sedikit berantakan namun aku tetap berusaha dekat dengan Sang Kuasa.
Teman-temanku juga tidak banyak, aku menyadari bahwa aku tidak pandai bergaul namun bukan berarti aku tertutup pada orang lain. Dengan aku yang terlalu cuek dan fokus dalam mengejar mimpi-mimpiku membuat aku tidak memperdulikan dalam urusan pasangan. Bahkan hingga kini aku belum pernah menjalin hubungan, katakanlah jomblo garis keras.
Sebelum aku sidang, sebenarnya aku sudah melamar pekerjaan di sebuah perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang farm di Lampung. Sehari sebelum sidang aku mendapat email yang menginformasikan bahwa aku diterima di perusahaan itu dan aku bisa masuk bulan Juli. Kala itu aku rasa bebanku kembali lagi, aku sangat khawatir apabila sidangku tidak berhasil dan harus banyak revisi.
Sidang yang kujalani terasa berat, hingga aku tak sengaja mengatakan bahwa aku sudah diterima di perusahaan tersebut. Dosenku cukup terkejut, karena dilihat dari riwayat nilai dan prestasiku terkesan biasa saja, tidak ada yang istimewa dan informasi yang tak sengaja kuucapkan tadi membuat mereka memberiku nilai tambahan. Wisudaku dilangsungkan pada minggu kedua bulan Juni, bahagia tentu lekat denganku karena semua jerih payah orang tuaku dalam membiayaiku dan usahaku dapat terbayar tuntas dengan kelulusanku. Orang tuaku yang mendapat kabar aku mendapat pekerjaan bahkan sebelum resmi lulus dan juga mendapat nilai memuaskan tentu ucapan selamat mengalir untukku.
*****
Hari ini, Syarah harus pulang kerumah orang tuanya meninggalkan segala kenangan di kota yang Syarah tempati 4 tahun ini. Syarah pulang menaiki kereta berangkat pukul 6 sore diantar oleh empat serangkai. Dengan mereka, Syarah bisa terbuka dan berkeluh kesah tanpa terbatasi namun mereka belum bisa pulang karena memang belum menyelesaikan studi mereka.
Malam kemarinpun, mereka menghabiskan waktu bersama karena mungkin setelah ini mereka akan sulit untuk berkumpul bersama dan bersenang-senang.
“Jaga diri baik-baik, terima kasih banyak untuk kalian yang sudah menemani kehidupan perantauanku. Semoga kalian segera lulus dan menggapai mimpi kalian. Jangan lupa kontak aku, awas saja kalau nomerku kalian hapus atau blokir!” peringat Syarah pada mereka.
“Kamu juga, Sya, kalau sudah dapat yang pasti langsung diresmikan saja, kan sudah menuju mapan nih,” ucap Napik.
“Kalau nanti dompetku tipis bolehlah dibantu isi, kan udah mau jadi bos,” ucap Alfi yang dibalas jitakan di jidatnya oleh Syarah.
“Hati-hati, Lur, kalau susah jangan nyamperin. Sudah bosen dengar cerita keluahanmu itu, kalau kabar bahagia baru aku tanggapin,” ucap Rizki dengan wajah serius yang terasa dibuat-buat.
“Oke siap. Aku masuk dulu, kalian segera pulang saja sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Terima kasih sudah mengantarku,” pamit Syarah pada mereka.
Mereka pun melaju meninggalkan stasiun, Syarah segera beranjak memasuki stasiun.
*****
“Sya, ayo bangun, temenin ibuk ke Pasar. Anak perawan kok jam 6 belum bangun. Itu ayam di belakang rumah bisa putus pita suaranya kalau bangunin kamu,” ucap ibu Syarah menyambut pagi hari yang terang disinari mentari.
“Iya, Bu, namanya lagi ada tamu harus dimanfaatkan bangun siang," elak Syarah.
Setelah mencuci muka dan memakai jaket, Syarah mengambil motor untuk digunakan.
“Loh ngapain kamu naik motor, kan ibuk jadinya pergi sama bapak,” ucap ibu Syarah.
“Tadi Ibuk bilang mau ke Pasar denganku, kok malah sama bapak?” tanya Syarah sambil merengut kesal.
“Ibuk tadi sudah bilang, sepertinya kamu masih di kamar mandi. Sudah kamu bersih-bersih rumah saja. Ayo kita berangkat kalau kesiangan gak dapat yang ibuk pengen.” jawab ibu Syarah.
Syarah pun turun dan memasuki rumah. Syarah pikir lebih baik dia tadi tidak usah dibangunkan dan melanjutkan tidur namun sudah tak bisa karena matanya sudah segar. Mbak Raya dan keluarga sudah pulang sebelum Syarah sampai di rumah, katanya mas Aryo ada pekerjaan yang tidak dapat diwakilkan.
*****
Hari ini adalah hari ketiga Syarah tinggal di rumah. Keluarga Syarah berencana mengunjungi adiknya di Pondok Pesantren tempatnya menimba ilmu.
“Sya, sudah disiapkan semua barang-barang adekmu?” tanya ayah Syarah.
“Sudah Pak, sudah aku masukkan bagasi mobil juga. Jadi tinggal berangkat saja, rumah juga sudah aku cek terkunci semua,” ucap Syarah melapor pada Ayahnya.
“Baiklah, kita berangkat sekarang agar bisa disana lebih lama,” kata ayah Syarah.
Mereka berangkat pukul 5 pagi setelah semalam menyiapkan semua kebutuhan dan oleh-oleh untuk adiknya. Hari ini adalah tanggal merah jadi wali santri bisa mengunjungi putra-putrinya. Jadi disinilah Syarah berada sekarang bersama adik tersayangnya yang kini sudah tumbuh menjadi gadis muslimah yang cantik.
“Mbak, kemarin aku pengen sekali ikut hadir di wisudamu. Tapi bu Nyai tidak mengizinkanku, aku diminta bantu-bantu karena putranya datang dari Qairo. Malamnya juga ada pengajian dan aku sebagai penanggung jawab tidak bisa meninggalkan,” jelas adik Syarah dengan wajah sedih menjelaskan alasan tidak hadirnya dalam wisuda Syarah.
“Ibuk sudah cerita sama mbak, tidak apa-apa karena mbak juga tahu kalau Adek mbak yang paling cantik sedunia ini sibuk seperti pejabat,” ucap Syarah padanya yang dibalas cubitan di lengan.
Selain cantik, adik Syarah juga pandai dan berbakat jadilah dia banyak dikenal orang juga menjadi santri kesayangan Nyai yang dianggap seperti anak sendiri.
“Mbak tadi ibuk bilang kalau Mbak mau kerja di Lampung, itu benar, Mbak?” tanya Adik Syarah.
“Iya, bulan depan mbak sudah mulai kerja,” jawab Syarah.
“Yah ... pasti bakal lebih susah kalau mau ketemu sama Mbak,” keluh adik Syarah yang memang dia cukup dekat dengan Syarah.
“Mbak kan sudah besar jadi sudah punya tanggung jawab. Makanya kamu sekolah yang pinter biar seperti mbakmu setelah lulus langsung dapat pekerjaan,” kata ayah Syarah menasihati adik Syarah.
“Kamu jaga kesehatan ya Dek, nanti kalau kangen mbak kan bisa pinjam hp di pondok. Sekolah yang pinter, nanti kalo dapat juara mbak kasih hadiah," ucap Syarah.
“Iya sudah tau," ucap adik Syarah mulai merajuk.
Seharian mereka menjenguk adik Syarah, saat sore mereka memutuskan untuk pulang karena jarak ke rumah sekitar 5 jam. Setelah berpamitan yang dihiasi tangis adik Syarah yang sedih karena akan Syarah tinggal lagi. Akhirnya mereka pulang.
*****
“Nanti kalau sudah sampai kabarin bapak sama ibuk. Hati-hati di jalan," ucap ayah Syarah sambil memeluk Syarah.
“Ingat pesan ibuk, jangan lupa makan, istirahat jangan terlalu lelah,” kata ibu Syarah sambil memeluk dan mengusap kepala Syarah dengan sayang.
“Aku berangkat dulu ya, Pak, Buk. Jaga kesehatan, kalau ada apa-apa kabarin Syarah," ucap Syarah.
Setelah melambaikan tangan, Syarah meninggalkan mereka. Dalam hati, Syarah berdoa semoga kehidupannya berjalan baik tanpa ada hal buruk yang harus dilewati.
Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan jejak di komen dan berikan like sebagai bentuk dukungan pada karya pertama saya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!