Aku ingin bebas.
Aku ingin pergi dari semua ini.
Apa bahagia sesulit itu?
Kenapa mereka terus menyiksaku?
Kenapa mereka terus menjadikanku senjata?
Aku bukan pembunuh!
Aku bukan mafia!
Aku ingin kembali ke jalan yang benar.
Aku ingin pergi dari semua ini.
Di gelapnya malam, baku tembak sedang terjadi di sebuah kota. Seorang pemuda dengan lincahnya melompati atap rumah penduduk sembari menghindari tembakan. Namun langkahnya terhenti di sebuah rumah.
"Berhenti! Lebih baik serahkan dirimu atau kau akan mati! " Ucap seorang pemuda yang mengenakan kaos berwarna merah dan jaket coklat. Ia memiliki iris gold yang menawan. Tangannya menggenggam pistol erat yang ia arahkan tepat pada pemuda di hadapannya.
"Tak ada untungnya kau mengejar ku, Raile. Kau tak akan pernah berhasil menangkap ku" Ucap pemuda yang menggunakan jaket hitam dan kaos merah. Ia menatap tajam pada pemuda di hadapannya. Iris ruby nya tampak berkilau terkena cahaya bulan.
"Pasti! Aku pasti akan menangkap mu Revan!! Mafia busuk sepertimu lebih pantas mendekam di penjara!! " Ujar Raile pada pemuda yang di panggil Revan itu.
Iris gold dan iris ruby bertemu saling beradu tatapan. Namun seulas seringaian ditunjukkan oleh pemilik iris ruby itu.
"Coba saja jika bisa" Ia pun melompat dari atap ke bangunan di seberangnya. Sementara Raile terus menembak ke arah pemuda itu, namun tak ada satupun tembakannya yang mengenai sasaran.
"Sial!!! " Seru Raile geram. Lagi lagi pemuda itu berhasil melarikan diri.
Tiba tiba seorang pemuda ber manik biru datang dengan nafas yang tak beraturan. "Kau... Cepat sekali Raile... " Ucap pemuda yang mengenakan jaket berwarna biru topi miring ke kanan itu.
"Dia lolos lagi? " Tanyanya. Pertanyaan macam apa itu? Sudah jelas kan? Dia juga melihatnya. Jika tidak pemuda ber iris ruby itu sudah tertangkap dengan tangan yang di borgol.
"Dia terlalu cepat. Lalu apa katanya tadi? Tak ada gunanya menangkapnya? Apa dia meremehkan ku? Yang benar saja!! " Gerutu Raile. Pemuda ber iris biru langit itu pun mengusap pelan punggung Raile untuk menenangkannya.
"Sudahlah Raile... Lain kali kita pasti bisa menangkapnya! Setidaknya kita sudah berhasil menangkap satu orang untuk di interogasi" Riz menunjuk satu orang yang ada di belakangnya dengan kondisi tangan yang diborgol kebelakang.
Raile pun menghela nafas "baiklah... Walau aku sebenarnya tak rela dia lolos" Raile menggeram kesal mengingat target utamanya berhasil lolos.
Riz tertawa kecil. "Kau masih dendam dengannya Raile? Sudahlah lupakan saja.. "
"Bagaimana bisa aku melupakannya Riz?! Dia benar benar membuatku kesal! Tujuanku menjadi agen juga untuk membalaskan dendam ku padanya"
"Baiklah.. Untuk saat ini sebaiknya kita kembali ke markas. Jangan sampai ada orang yang tau identitas kita" Riz menarik lengan Raile. Dan pemuda ber manik gold itu hanya pasrah ditarik seperti anak kecil.
***
Sementara itu di suatu tempat yang menjadi markas mafia, terlihat seorang pria yang sedang memaki pemuda di hadapannya. Tatapan marah dan penuh kebencian terlihat jelas di manik jingganya.
"Dasar payah! Melakukan itu saja kau tak bisa!" Ia melemparkan sebuah gelas di mejanya yang langsung mengenai dahi pemuda itu dengan keras.
"Kenapa kau tidak menggunakan kekuatanmu bodoh?! Tujuanku melatih mu untuk mendapatkan anggota yang kuat agar bisa menguasai seluruh dunia! Bukan orang lemah sepertimu!! " Ujarnya kesal. Terlihat jelas amarahnya sudah mencapai puncak.
"Maaf. Tapi aku tak ingin melakukan ini" Ujar pemuda itu lirih. Pria tersebut justru memandangnya tajam.
"Apa kau bilang? Kau tak ingin melakukan ini?!"
DUK
"Akh! " Rintihnya lolos saat pria itu memukul perut sang pemuda dengan keras.
Pria itu langsung mencengkram kerah baju pemuda itu dan mendekatkan padanya. "Rupanya kau masih belum puas mendapatkan pelajaran ya? " Ucapnya dengan sinis. Seringaian kejam terbentuk di wajahnya memandang pemuda yang mencoba melepaskan diri itu.
Pria itu pun langsung menyeret nya ke suatu ruangan. "Akh! Lepaskan aku!! " Jerit pemuda itu tapi sama sekali tak di hiraukan oleh sang pria.
Pria itu pun memasukkannya ke suatu ruangan serba putih dengan berbagai peralatan medis di dalamnya. Terlihat seorang pria berpakaian seperti dokter di dalam memandangnya dengan tatapan yang sedikit dingin. Pria itu pun melepaskan cengkraman nya dengan kasar.
"Kembali lakukan percobaan itu. Pastikan anak ini sempurna. Aku tak ingin kekurangan pada nya. " Ujar pria itu dingin.
"Siap tuan" Jawab dokter itu sambil sedikit membungkuk menunjukkan rasa hormat.
Namun pemuda itu tampak terus mencoba untuk memberontak "lepaskan aku! Aku tak ingin jadi tikus percobaan mu! Aku ingin bebas! Lepaskan!!" Ujarnya sambil memberontak.
"Diamlah! Dan sampai kapanpun hal itu tak akan terjadi!! " Bentak pria tersebut.
"Tapi ak-" Kata katanya mendadak terhenti saat dia merasakan jarum suntik menembus kulit nya.
"Keterlaluan" Ucapnya lirih saat mendadak tubuhnya terasa lemas dan pandangannya mengabur. Ia dapat melihat pria itu tersenyum sinis padanya sebelum dirinya benar benar tenggelam dalam kegelapan.
Tak semua orang bisa dipercaya dengan mudah. Bahkan orang yang awalnya dikira baik pun bisa saja berhati iblis. Begitu juga sebaliknya tak semua penjahat benar benar jahat. Terkadang ada juga mereka yang melakukan kejahatan karena sebuah keterpaksaan.
Salah satunya seperti tokoh utama dalam cerita ini. Ia tak ingin melakukan semua itu tapi tetap saja ia terus di paksa melakukannya. Saat nyawa menjadi taruhannya, apa boleh buat?
Yang bisa dilakukannya sekarang hanyalah bertahan. Ia harus bisa bertahan setidaknya sampai tujuannya tercapai. Sampai dia bisa bersama saudaranya lagi.
Hanya saudara nya yang menjadi alasannya bertahan sampai sekarang. Walau sekejam apapun dunia yang dia hadapi sekarang, tujuan dan tekatnya yang kuat akan terus mendorongnya dan membantunya untuk terus maju.
Dan dari sinilah kisahnya dimulai. Berjuang bertahan hidup menghadapi siksaan dan dijadikan senjata demi mempertahankan satu tujuan dan impiannya selama ini.
Tapi di balik itu, ada beberapa orang yang masih peduli dan mulai menyusun rencana untuk membantunya.
Revan pov
Lagi lagi aku dijadikan sebagai kelinci percobaan oleh para mafia kejam itu. Apa mereka sungguh tak punya hati? Setega itu kah menjadikan manusia sebagai bahan percobaan?
Setiap kali aku gagal menjalankan misi dari mereka, aku selalu di siksa. Mereka menjadikanku sebagai senjata. Mereka melatihku hanya untuk berbuat kejahatan.
Ingin sekali aku menyerah dan pergi dari dunia ini. Tapi masih ada satu hal yang membuatku tetap bertahan sampai sekarang. Kakak ku. Satu satunya keluarga yang ku punya. Dia adalah anggota Shadow Agen. Sebuah organisasi agensi rahasia yang membantu kepolisian untuk memberantas tindak kriminal yang merajalela di Delaria city. Mereka bekerja di balik bayangan dan sangat sedikit orang yang mengetahuinya.
Sedangkan lawannya organisasi mafia yang menjadikanku sebagai senjata. Dark Devil. Organisasi kejam yang menculik anak anak untuk dijadikan bahan percobaan. Dan aku salah satunya.
Aku dijadikan kelinci percobaan sejak usia lima tahun. Saat itu aku dan keluargaku terlibat kecelakaan mobil dan kedua orang tuaku meninggal di lokasi. Kakakku dan aku selamat, tapi dia mengalami cidera parah di kepalanya dan kehilangan ingatannya.
Dia tak mengingat apapun bahkan keluarganya. Saat itu hatiku hancur. Aku benar benar sedih saat melihat kakakku terbaring koma di rumah sakit. Dan itu juga menjadi kali terakhirku melihat kakakku.
Saat itu kondisi rumah sakit benar benar sepi. Aku sedang duduk sendirian di depan ruang ICU. Secara tiba tiba ada seorang pria dengan iris mata jingga mendekatiku. Awalnya dia bersikap baik padaku dan dengan bodoh nya aku mengikutinya saat dia mengatakan akan mengantarku ke taman bermain.
Ya.. Saat itu aku masih berusia lima tahun, jadi aku masih tak begitu mengerti. Ditambah lagi aku yang terlalu sedih setelah kematian orang tuaku dan kakakku yang masih koma. Tentu saja aku membutuhkan seseorang yang menghiburku walau hanya sebentar.
Saat itu, bukannya aku di bawa ke taman bermain, tapi justru ke suatu tempat yang cukup mengerikan. Itu adalah markas Dark Devil. Markas dari organisasi mafia terbesar di Delaria city.
Orang itu adalah Avren. Ketua dari Dark Devil. Pria yang sama yang selalu menyiksa dan menjadikanku sebagai manusia percobaan. Orang yang tak punya belas kasih. Orang yang sungguh kejam.
Saat itu aku di tempatkan di suatu ruangan. Ada sekitar 16 anak di sana yang rata rata seumuran denganku. Mereka juga korban penculikan dari mafia busuk itu.
Kami dilatih untuk menjadi penjahat. Berbagai jenis latihan mulai dari latihan fisik seperti berbagai macam beladiri, juga latihan dengan senjata. Kami juga diajarkan ilmu hacker dan trik trik dalam tindak kejahatan. Namun di samping itu, kami juga diberi pendidikan yang.. Bisa dibilang melebihi rata rata anak seusia kami.
Awalnya mereka merawat kami dengan baik, sampai suatu hari Avren membuat eksperimen percobaan pada manusia. Dan kamilah yang menjadi kelinci percobaan nya.
Kami diuji dengan berbagai obat obatan atau apapun yang dimasukkan pada tubuh kami. Beragam siksaan yang diberikan untuk menguji apa kami sanggup atau tidak.
Banyak anak anak yang telah meninggal karena tak sanggup menerima siksaan maupun percobaan yang dilakukan pada tubuh mereka. Hingga hanya tersisa dua orang yang selamat. Yaitu aku dan sahabatku Rei.
Ya, hanya kami yang selamat. Tapi Rei berhasil melarikan diri saat menjalankan misi. Namun berbeda denganku yang kembali tertangkap. Setidaknya Rei bisa mendapatkan kebebasan dan kebahagiaan.
Untuk mencegah hal itu terulang lagi, para mafia itu memberikan semacam kalung yang bisa mengalirkan listrik setiap kali aku membantah. Kalung itulah yang membuatku tak bisa kabur dan berbuat apa apa. Walau karena percobaan itu aku jadi memiliki semacam kekuatan, tapi tetap saja tegangan listrik yg di salurkan tidaklah kecil dan bisa membunuh orang biasa. Ya, aku masih selamat karena aku sudah terbiasa dan juga hasil dari percobaan itu. Tapi bagaimanapun tetap saja sakit.
Aku tetaplah manusia yang bisa merasakan sakit. Setidaknya mereka tak mencuci pikiranku agar terus menurut pada mereka. Jika tidak, sudah dipastikan aku akan menjadi boneka atau robot yang menuruti semua perintah tuannya tanpa membantah sedikitpun.
Bagaimanapun aku masih ingin merasakan kembali rasanya kebebasan dan kebahagiaan. Maka dari itu aku harus kuat dan terus berjuang untuk bebas dan membalas mereka semua.
Normal Pov
Revan terlihat mengerjap ngerjapkan mata nya menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam penglihatannya. Ia memandang ke sekitarnya. Suatu ruangan serba putih yang hanya ada satu tempat tidur di dalamnya. Kaki dan tangannya di rantai untuk mencegahnya melarikan diri. Tak ada jendela di ruangan itu. Hanya ada ventilasi kecil yang cukup tinggi di dinding. Ventilasi itu juga cukup kecil hingga hanya udara yang bisa masuk. Namun jumlahnya yang cukup banyak membuat ruangan itu tetap sejuk.
Revan menghela nafas. Lagi lagi di tempat ini. Jika begitu tak ada celah untuknya melarikan diri. Ia tau jika ada penjagaan ketat di luar sana yang membuatnya semakin sulit untuk kabur. Andai saja dia bisa menembus dinding pasti sudah ia lakukan untuk pergi dari tempat menyebalkan ini.
Revan mencoba untuk bangkit saat secara tiba-tiba rasa nyeri menjalar di dadanya. Ia pun mencoba memeriksanya dan ada perban yang membalut dadanya. Apa yang telah mereka lakukan padanya kali ini? Revan terlihat kesal, tapi apa daya? Dia tak akan bisa melakukan apapun.
Tapi semua itu tak membuatnya putus asa. "Aku pasti akan bebas dari sini. Akan kulakukan apapun untuk bisa keluar dari tempat ini! " Tekat Revan.
***
Sementara di tempat lain...
Terdengar suara ketukan pintu dari luar "masuk" Ujar seorang pemuda dari dalam. Setelah itu pintu terbuka dan terlihat seorang pemuda mengenakan pakaian biru putih masuk ke ruangan itu dengan wajah cerianya.
"Hai Raile!! " Sapa pemuda itu. Yap, siapa lagi kalo bukan Riz? Pemuda hyperactive yang menebar senyum kemanapun ia pergi. "Kau belum pulang? " Lanjutnya.
"Belum. Aku ingin menenangkan diri dulu. Aku masih kesal dengan Revan. Lagi lagi gagal menangkapnya. Sialan!! " Ujarnya kesal.
Riz terlihat mendekati Raile dan langsung merangkulnya "ahaha.. Nanti kau pasti bisa menangkapnya kok... Semangat ya!! Ayo senyum dong.. Muka itu jangan ditekuk.. " Ucap Riz sambil menarik bibir Raile agar tersenyum. Tapi justru di dorong oleh pemuda ber manik gold itu.
"Apaan sih?!" Protes Raile.
"Jadi orang itu harus ceria biar hidup semakin indah.. Aku tau kau kesal, tapi jangan terlalu larut dalam kekesalan mu. Gak baik loh.."
"Aku tau. Hanya.. Entahlah. Aku benar benar ingin menangkap nya. Ia telah melakukan banyak pembunuhan dan tindak kejahatan lain. Ini tak bisa dibiarkan Riz!! Jika terus dibiarkan maka mafia seperti mereka akan semakin merajalela!! "
Ada benarnya juga. Tapi tetap saja tak baik jika terlalu serius memikirkan itu. Sekali kali memang perlu ceria agar dunia tidak suram. Seperti masa lalu author gaje ini.
"Jadi, bagaimana dengan orang tadi? Apa sudah di interogasi?" Tanya Raile.
"Yap. Ken dan agen Kaito sedang mengintrogasi nya. Semoga dengan itu bisa mendapat banyak informasi tentang Dark Devil."
" Baguslah." Ucap Raile singkat dan mengambil jaketnya yang tergeletak di atas meja.
"Kau mau kemana? " Tanya Riz.
"Pulang. Ini sudah terlalu larut. Kakek pasti khawatir" Ucap Raile.
"Oya kakek! Haduh.. Pasti dia akan marah... Cepat Raile!! " Ucap Riz panik dan langsung menarik tangan Raile.
Riz dan Raile adalah saudara sepupu. Orang tua Riz tinggal di luar kota dan sangat jarang mengunjunginya karena sibuk dengan pekerjaan. Makanya mereka mengantarkan Riz untuk tinggal bersama Raile. Sedangkan orang tua Raile meninggal dalam kecelakaan. Raile pernah mengalami kecelakaan saat hendak berangkat sekolah dulu hingga dia kehilangan ingatannya. Saat itu orang tuanya meninggal di tempat dan hanya dia serta adik laki lakinya yang selamat. Namun ia sama sekali tak ingat mengenai adiknya karena dirinya kehilangan ingatan.
Kini ia tinggal bersama Fio dan kakek nya. Ingatannya perlahan mulai pulih dan ia mulai mengingat hampir semuanya. Walau bersama kakek dan adiknya, tapi itu masih tak bisa menghilangkan rasa rindunya pada seseorang. Jadi, dengan adanya Riz setidaknya bisa sedikit mengusir kesepian dan rasa rindunya dengan sikap hyperactive anak itu.
Tok tok tok!!!
"Assalamualaikum!! Kami pulang kek!!! " Seru Riz menggema di seluruh ruangan. Terlihat seorang kakek dan anak kecil berusia 8 tahun berjalan ke arah mereka.
"Wa'alaikum salam Haah.. Akhirnya kalian pulang juga. kakek sampai khawatir. Kemana saja kalian? " Tanya kakek dengan raut wajah khawatir.
"Iya! Kak Ile sama kak Riz lama banget!! " Ucap anak laki laki yang mengenakan pakaian kuning hitam.
"Maaf ya Fio.. Kak Raile dan kak Riz ada kelas tambahan tadi" Bohong Raile sambil mencubit pipi tembem Fio.
Dalam hati ia benar benar tak ingin berbohong pada kakek dan adiknya ini. Tapi mau bagaimana lagi? Tak mungkin juga ia menceritakan yang sebenarnya jika ia adalah anggota Shadow Agen organisasi agensi rahasia. Bisa kacau nanti jika identitasnya sebagai seorang agen ketahuan.
"Hmm... Yasudah deh. Kalo gitu aku mau main game sama kak Riz!!! " Seru Fio sambil memeluk Riz.
"Ahahaha.. Baiklah... Tapi sudah dipastikan kalo aku yang akan menang!!! " Ucap Riz sambil berlari masuk.
"Fio yang akan menang!!! " Serunya dan mengejar Riz. Sementara kakek dan Raile hanya menggeleng geleng kan kepala melihat tingkah keduanya.
"Raile mau ke kamar dulu ya kek.. " Ucap Raile.
Kakeknya pun mengangguk "hmm.. Baiklah."
Setelah itu Raile pun langsung naik ke kamarnya yang ada di lantai dua. Tapi bukannya beristirahat, Raile justru langsung membuka laptop nya dan kembali memeriksa laporan tentang kasus sebelumnya. Namun ia berhenti saat layar laptop nya menampakan foto Revan.
" Kenapa aku merasa ada yang aneh dengannya? "Gumam Raile.
walau bagaimanapun, sebenci apapun seseorang pada saudaranya, ikatan batin jauh lebih kuat dari semua kebencian itu.
Raile memang masih belum mengetahui jika Revan saudaranya, tapi pemikirannya akan berubah jika sudah mengetahui fakta yang mungkin akan mengejutkan nya.
Pagi menyambut hari dengan mentari yang mulai menampakan cahayanya. Embun pagi mulai sirna dengan kehangatan sang mentari. Kicauan burung yang terdengar bak alunan musik yang membangunkan ribuan jiwa dari alam mimpinya.
Termasuk seorang pemuda ber iris ruby yang baru terbangun dari belaian mimpi indah yang tak ingin ia tinggalkan. Tapi mau bagaimana lagi?
Ia kembali mengingat percobaan yang telah di lakukan pada tubuhnya. Rasa sakit itu masih terasa dan membuatnya tak nyaman. Revan kembali mengelamkan pandangannya. Memorinya kembali berputar pada masa lalunya. Saat terakhir ia bertemu dengan saudaranya.
Rasa sakit dan amarah kembali terasa. Ingin sekali dirinya membalas dendam akan apa yang telah Avren lakukan. Tapi bagaimana caranya? Ia bahkan tak bisa melawan. Ya, dia memang memiliki beberapa kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Tapi apa itu saja cukup? Yang paling penting, bagaimana cara dia melakukannya? Avren memiliki banyak bawahan mengingat Dark Devil merupakan organisasi mafia terbesar di Delaria city.
Selain kalah jumlah, jelas dia tak bisa melawan selama dirinya masih ada dalam kendali nya. Di leher nya terpasang sebuah kalung yang bisa mengalirkan listrik dan itu cukup menyakitkan walau dirinya sudah terbiasa.
Yang harus dilakukannya sekarang adalah melepaskannya lebih dahulu atau sekurang-kurangnya menonaktifkan nya.
Dan itulah yang jadi masalah. Alat kendalinya ada pada Avren, sedangkan jika dia merusaknya pun tak akan berguna. Lalu jika saja itu sudah berhasil, bagaimana cara keluar dari tempat ini? Ada banyak penjagaan dan cukup sulit untuknya bisa lolos. Mungkin saja jika menyelinap melalui lubang udara. Tapi setelah itu ia akan langsung tertuju pada atap. Bagaimana caranya turun tanpa ketahuan?
Ya, dirinya memang sering melompati atap seperti ninja atau kucing liar. Tapi dari atap gedung setinggi 15 lantai dan bangunan lain di sekitarnya hanya sampai ketinggian 2 atau 3 lantai maka akan sulit bukan? Dia bukanlah Superman yang bisa terbang atau spiderman yang bisa lompat dari satu gedung ke gedung yang lain dengan jaring laba laba. Walaupun dia memiliki semacam kekuatan, tapi dirinya masih seorang manusia biasa yang tak bisa seenaknya menggunakan kemampuannya.
Tentunya Revan masih memikirkan resiko yang akan diterima tubuhnya jika memaksa menggunakannya.
Lalu jika itu sudah berhasil, dia pasti akan langsung ketahuan. Apalagi bawahan Avren yang akan terus berjaga dan mengawasinya. Jika dia berhasil lolos pun kemungkinan nya kecil.
Jika begitu, apa yang harus dia lakukan?
Itulah pertanyaan pertanyaan yang terus terpikir oleh Revan. Ia terus berusaha untuk kabur sesulit apapun caranya. Dan walau kemungkinannya kecil, tapi ia yakin pasti ada cara. Dalam hal ini Revan berharap ada yang berbaik hati mau menolongnya.
"Pasti ada jalan. " Gumamnya pelan.
Kriet..
Pintu terbuka dan terlihat Avren masuk. Iris jingganya berkilat tajam dan seringaian terukir di wajahnya. Revan menggeram kesal melihat kedatangan pria itu. Ingin sekali ia menghajar pria itu.
"Wah wah.. Rupanya kau sudah sadar ya Revan. Apa tidurmu nyenyak? " Tanya Avren sambil berjalan mendekati pemuda bermanik ruby itu.
"Apa yang kau mau hah?! "
"Wow wow wow.. Tenang saja.. Aku tak akan menyakitimu. Bagaimanapun kau itu hartaku yang paling berharga. Hahahahahaha!!! "
Manik jingga dan manik ruby itu menyatu beradu tatapan. Terlihat jelas sorot mata kebencian di manik ruby itu. Tapi tatapan tajam itu justru membuat seringaian Avren semakin melebar.
"Aku memiliki misi untukmu. Lakukan dengan benar atau kau akan tau apa yang akan terjadi padamu. Aku akan selalu mengawasi mu. Apa kau mengerti? "
"TIDAK!! Aku tak mau menjalani misi keji darimu!! " Bantah Revan yang membuat Avren marah. Ia menekan sebuah tombol kecil yang ia sembunyikan dan seketika Revan menjerit kesakitan.
"ARGH HENTIKAN!! "
"Aku akan menghentikannya jika kau mau menuruti ucapan ku. Misi mu kali ini mencuri data penting yang di bawa oleh seorang agen pemerintah. Dia ada di hotel Delaria kamar nomor 172. Dapatkan data itu dan ledakkan hotelnya. Jika kau gagal maka aku akan menyiksamu habis habisan."
"B.. Baiklah. " Avren kembali menekan tombol pada alat yang ia pegang dan kalung yang di pakai Revan berhenti mengalirkan listrik. Pemuda itu mencoba mengatur nafas sambil memegangi lehernya yang masih terasa sakit. Jika saja bukan karena terpaksa, ia sama sekali tak mau melakukan misi keji seperti itu. Tapi apa daya?
***
Di markas Shadow Agen terlihat Raile dan Riz sedang berada di suatu ruangan yang sedikit gelap dengan lampu remang remang menerangi. Seorang pria mengenakan pakaian formal dengan kemeja putih dan jas hitam serta dasi berwarna hijau tua dengan garis hitam. Pria itu adalah ketua Shadow Agen, Raka. Ia menatap tajam ke arah kedua pemuda itu.
"Misi kalian kali ini adalah mengamankan data penting milik pemerintah. Data itu ada di tangan agen khusus. Tugas kalian mengawalnya dan pastikan data itu tidak di curi. "
"Siap! " Ujar keduanya serentak.
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu dan Raka pun menyuruhnya masuk. Terlihat seorang pemuda seumuran mereka yang masuk ke ruangan itu. Pemuda itu mengenakan kaos abu abu dengan baju berwarna coklat tua dan celana panjang hitam. Ia memiliki iris jingga yang indah dan rambut ungu gelap. Pemuda itu adalah Makoto Rei. Dia juga seorang agen sama seperti Raile dan Riz.
"Ah ya, aku hampir lupa. Untuk kali ini kalian akan bekerjasama dengan Rei. Mulai hari ini, dia akan menjadi rekan kalian. "
"Senang bertemu dengan kalian. Namaku Makoto Rei. Mohon kerjasamanya. " Ucap Rei memperkenalkan diri.
"Senang juga bertemu denganmu. Namaku Raile Ambrilz, dan ini rekanku Riz Raffan. " Ucap Raile memperkenalkan dirinya dan Riz. Sedangkan si pemilik manik blue sky itu tersenyum ceria sambil melambaikan tangan.
"Baiklah, sekarang jalankan misi kalian"
"Siap kak! "Seru mereka bersamaan dan langsung menuju ke lokasi.
Sementara itu Revan terlihat sedang mencoba menyelinap masuk ke hotel itu. Ia mengendap endap dan bergerak dengan lincah layaknya ninja atau seorang yang sudah profesional dalam hal ini. Ya itu wajar karena dirinya memang sering melakukannya. Tak butuh waktu lama, dirinya sudah sampai di depan pintu kamar agen itu.
Andai saja menyelinap keluar dari markas Dark Devil semudah ini, dirinya pasti sudah bebas sejak dulu. Ditambah lagi ada orang yang membantu mematikan sistem keamanan dan CCTV sehingga dirinya tak perlu takut ketahuan. Tapi sayangnya dia justru melakukan itu untuk kejahatan.
Perlahan dia pun masuk ke dalam ruangan itu. Tapi.. Tidak dikunci? Bukannya ini terlalu mudah? Atau karena orang itu memang ceroboh? Entahlah. Yang paling penting sekarang mendapatkannya dan kembali dengan cepat.
Terlihat seorang pria yang sedang mengerjakan tugasnya duduk di kursi, meja dekat jendela. Sepertinya ia tak menyadari keberadaannya di sana. Ia pun menyiapkan saputangan yang sudah ditetesi cairan bius dan diam diam membekap mulutnya. Pria itu sempat meronta sekejap sebelum akhirnya pingsan. Ia pun menyandarkan pria itu di meja dengan perlahan.
Revan mulai mencari ke setiap sudut ruangan layaknya seorang pencuri. Hey, dia bisa melakukan hal yang lebih dari itu. Tapi ada satu hal yang tak disadarinya. Secara tiba tiba semua akses keluar terkunci. Dirinya terjebak di dalam. "Sudah kuduga ada yang tak beres disini. "
Revan pun mencoba mendapatkan barang itu secepat mungkin dan.. "Ah dapat! " Sebuah flashdisk dan berkas yang tersimpan di dalam sebuah koper berwarna hitam. Ia pun mencoba untuk kabur, namun..
"Berhenti di sana!!" Ujar seseorang yang secara tiba tiba mendobrak pintu. Terlihat Riz, Raile dan Rei di depan pintu dan mengarahkan pistol mereka padanya.
"Cih, sial" Gumam Revan sambil berdecih.
"Rupanya kau lagi Revan. Apa kau tak ada puasnya melakukan hal seperti itu? Dasar mafia busuk! " Raile langsung menembakkan peluru ke arah Revan. Tapi ia bisa dengan mudah menghindarinya. Namun pergerakannya tiba tiba terhenti saat melihat sosok yang ada di dekat Riz.
"Rei" Ucapnya pelan. Iris ruby dan jingga saling bertemu membuat Rei juga sedikit terkejut.
"Revan kau.. "
Dar!!
"Argh!! " Revan mengerang kesakitan saat peluru menembus lengan kirinya. Darah mengalir deras dari luka di tangan nya. Raile kembali mengarahkan pistolnya pada pemuda itu. Raile menatap serius pemuda di hadapannya dan bersiap menekan pelatuk di pistolnya. Tapi..
"Tunggu! " Ujar Rei. Seketika perhatian Raile pun beralih pada sumber suara. Dan itu di manfaatkan Revan untuk melompat keluar dari jendela.
"Raile dia lari!!! " Seru Riz dan pemuda bermanik Gold itu kembali mengalihkan pandangannya pada targetnya yang melompat dari jendela yang ia pecahkan.
"AARGHH SIALAN!! Ini semua salahmu! Apa yang kau lakukan! Sekarang dia kabur!! " Marah Raile pada Rei yang membuat Revan bisa meloloskan diri.
"Maaf, aku tak sengaja."
"Apa kau sengaja membiarkannya lolos?! "
"Aku tak bermaksud begitu. Kau tak mengerti."
"Apa yang tak ku mengerti?! Kau membiarkannya lolos begitu saja dan sekarang data itu telah hilang! "
"Aku tau itu. Tapi kau tak mengerti tentangnya. Dia memang mafia, tapi dia terpaksa melakukan semua itu! "
"Apa maksudmu terpaksa? Sudah jelas jelas dia yang melakukannya! "
"Aku mengenalnya. Ceritanya panjang, dia teman lamaku dan dia--"
Pip.. Pip.. Pip..
Kata katanya terpotong dengan suara yang sebenarnya tak ingin ia dengar. Ruangan hening, hanya suara itu yang terdengar. Mereka pun mencoba mencari sumber suara itu berasal.
"Semoga bukan itu" Ucap Riz memikirkan kemungkinan terburuknya. Mereka mulai mencari ke setiap sudut ruangan dan akhirnya Riz menemukan sesuatu di bawah meja.
"BOM! " Serunya yang membuat Raile dan Rei menoleh ke arah pemuda bermanik Blue sky itu.
"Sial. Jadi dia berencana meledakkan kita setelah mendapat berkas itu? Dasar mafia sialan! "
"Itu tidak penting sekarang. Yang harus kita lakukan menjinakkan bom ini jika tak ingin nyawa puluhan orang disini melayang. " Ucap Rei yang mulai mengotak atik bom itu. Ia terlihat serius dan sangat lihai. Monitor kecil di atas bom itu menunjukkan waktu yang terus berjalan. Waktu tersisa 1 menit lagi.
"Apa kau yakin bisa melakukannya?" Tanya Raile yang terlihat ragu dengan Rei.
"Akan kucoba. Semoga saja berhasil" Ucapnya dan.. Berhasil. Waktu berhenti dan bom itu berhasil di jinakkan. Raile dan Riz menarik nafas lega. Setidaknya mereka berhasil menyelamatkan orang orang di hotel ini.
"Huh.. Syukurlah... " Ucap Riz sambil mengusap dada syukur.
Tapi tidak dengan Raile yang masih memerlukan penjelasan atas apa yang dilakukan Rei tadi. Dan apa maksud dari ucapannya. Setidaknya dia harus mengetahui alasan dibalik dirinya melakukan itu.
"Jadi, apa maksudmu tadi? Apa maksud mu dia di paksa? " Tanya Raile serius. Rei pun menghela nafas dan mulai menjelaskan.
"Jadi, sebenarnya aku dan Revan sudah lama saling kenal."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!