"Akhirnya sampai juga!"
Yumna tersenyum merentangkan tangannya, merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa pegal. meskipun hanya dua jam penerbangan Jakarta-Singapura tapi hanya duduk saja membuatnya merasa kaku.
Yumna menarik nafas lalu membuangnya dengan perlahan, dengan senyuman dan penuh semangat dia menarik kopernya. Pada rencana awal yang akan membawa dua koper, di batalkan. Satu koper saja cukup.
"Nenek!" Yumna melambaikan tangannya pada neneknya, Ratih. Ratih tersenyum melihat cucu kesayangannya mendekat.
"Selamat datang, Yumna. Sayang sekali kenapa papa dan mamamu tidak boleh ikut?" Ratih memasang muka cemberut. Lalu memeluk cucunya.
"Nenek, kalau mama dan papa ikut aku pastikan ketika mereka pulang aku juga akan ikut mereka pulang lagi ke Jakarta." tutur Yumna.
"Dasar anak manja," cubit Ratih di hidung Yumna. "Ayo." Ratih menggandeng tangan Yumna sedangkan koper sudah beralih di tangan sopir pribadi Ratih.
"Kenapa kakek tidak ikut? Apa kakek tidak senang aku datang?" tanya Yumna saat mereka sudah masuk ke dalam mobil dan keluar dari area bandara.
"Kau tahu sendiri bagaimana kakek. Sibuk dengan pekerjaannya, bahkan nenek juga sering di abaikan." Ratih dengan nada pura-pura sedihnya.
"Haha kasihannya nenekku ini, aku akan protes pada kakek nanti. Bagaimana bisa kakek mengabaikan wanita tercantik di dunia ini. Ratu Elizabeth pun kalah. Aku kangen nenek." Yumna mendekatkan dirinya memeluk neneknya. Ratih mencubit pipi Yumna dengan gemas.
Yumna memang sedari dulu lebih manja pada sang nenek, karena setelah Lily melahirkan Syifa dan si kembar, Santi pun sibuk ikut mengurus ketiga adiknya.
"Nenek juga, kangen kamu." Ratih mencium kepala cucunya dengan sayang.
"Bagaimana kabar semuanya?"
"Baik nek, hanya saja si kembar selalu membuat onar. Setiap hari selalu membuat mama dan Syifa berteriak." Ratih tertawa mendengar cerita Yumna.
"Kamu tahu? Mama kamu itu dulu adalah wanita yang kalem dan tidak pernah berisik. Tapi sekarang dia seperti penyanyi sopran solo." Yumna ikut tertawa. Membayangkan bagaimana kesalnya mama karena tidak ada yang membantu mengurus duo rusuh itu sekarang.
"Apa aku salah dengan berangkat kesini nek?" tanya Yumna sendu mengingat akan kesusahan mamanya sekarang.
"Salah kenapa? Kamu gak suka menemani nenek?"
"Bukan. Aku jadi kasihan sama mama. Mama pasti pusing dengan kelakuan si kembar."
Ratih kembali tertawa.
"Biarkan saja mereka. Sesekali kamu juga harus pikirkan dirimu sendiri." Yumna mengangguk, lalu kembali memeluk sang nenek dengan erat.
Mobil pun sampai di salah satu kawasan elit. Yumna turun dan menatap rumah yang sudah sangat lama tidak ia kunjungi. Rumah mewah dengan gaya modern, dengan pilar-pilar besar menopang bangunan, lantai granit dengan corak khas. Taman asri dengan air mancur kecil di kanan kiri, tak lupa bunga-bunga mawar dengan berbagai warna seperti milik mamanya.
"Ayo." Ratih berjalan lebih dulu di susul Yumna di belakangnya.
"Istirahatlah dulu, kamu pasti capek." titah Ratih pada cucunya.
"Iya nek, aku sangat mengantuk, semalam tidak bisa tidur karena ingat akan jauh dari mama dan papa." Yumna memeluk sang nenek dari belakang dan mengecup pipinya dengan sayang.
"Sana, tidurlah. Nanti nenek bangunkan saat makan siang." Mengelus kepala Yumna.
"Oke. Nenek juga istirahat, oke?" Ratih mengangguk. Yumna melepaskan pelukannya lalu berjalan menaiki tangga.
Yumna membuka puntu kamar yang selalu di tempatinya Ketika berkunjung kesini. Masih sama. Tata letak barangnya tidak pernah berubah setiap kali ia datang. Bahkan dengan warna seprainya juga tirainya, soft pink, dan masih baru. Yumna membaringkan dirinya atas kasur, menyalakan hpnya. Menelapon Lily bahwa dirinya baru saja sampai di kediaman nenek dan kakeknya.
Suara Lily, sang mama, seperti tertahankan di sana.
"Ma? Mama nangis?" tanya Yumna mulai tidak suka jika Lily sudah mulai menangis.
"*E*nggak kok. Mama gak nangis." Lily menahan isakannya di seberang sana.
"Mama memang nangis kak Yumna!" teriak Syifa, adiknya, dari belakang Lily sepertinya.
"Kak Yumna kapan pulang, aku kangen. Aku gak ada yang jagain lagi!" protes Syifa.
"Eh, baru aja kakak kamu sampai disana. Jangan manja!" Lily terdengar meradang.
"Auuwww! Sakit Ma!" Yumna tertawa, pastilah mama menyentil kening sang adik barusan.
"Jangan dengarkan Syifa. Dia sangat manja. nanti juga lama-lama pasti akan terbiasa," Yumna tergelak, menahan rasa tercekat di tenggorokannya. Rasanya berat karena berpisah jauh meski masih satu benua. Ini baru pertama kalinya untuk Yumna.
Setelah selesai menelepon, dia membuka galeri. Menatap foto seorang pemuda. Aldy.
Yumna tersenyum mengusap foto Aldy, lalu dengan cepat dia menekan tombol delete dan menghapus semua foto-foto yang berhubungan dengan Aldy.
Terbayang kejadian beberapa minggu yang lalu. Saat Yumna memberanikan diri akan menyatakan perasaannya. Perasaan yang sudah membuat hatinya terkunci hanya untuk Aldy seorang dari sejak lama. Tapi ternyata apa yang di lihat waktu itu Aldy sedang bermesraan dengan orang lain bahkan mereka berciuman, membuat hati Yumna sakit. Yumna tidak pernah melihat Aldy dekat dengan siapapun, tapi malam itu tidak menyangka Aldy sudah punya kekasih dan mereka begitu mesra.
"Maaf Al. Sudah cukup selama ini aku suka dan cinta sama kamu!" ucap Yumna. Lalu setelah semua foto ia hapus Yumna pun tertidur karena lelah.
Ya. Alasan Yumna ke Singapura adalah untuk melupakan Aldy, meskipun rasanya tidak mungkin karena kedua orangtua mereka bersahabat.
Rasa rindu menggelayuti hatinya. Sosok yang setiap hari ia temui kini tidak bisa ia lihat lagi.
...*...
"Eh kakek sudah pulang?" seru Yumna setengah berlari menuruni tangga ke arah kakeknya yang tengah di salah satu ruangan. Yumna segera memeluk sang kakek, Adi, yang tengah duduk menikmati teh hangatnya, di depannya duduk seorang pria berusia hampir tiga puluhan, Reyhan, asisten pribadi sang kakek yang sudah bekerja selama lima tahun ini.
"Apa kabar kamu?" tanya Adi sambil memeluk cucunya erat.
"Baik kek. Kakek tega tidak menjemputku," rajuk Yumna dengan wajah cemberut. kakek tertawa melihat tingkah cucunya ini.
"Kamu itu, kan sudah ada nenek yang menjemput kamu. Masih saja manja," ucap kakek dengan tawanya. Mengacak rambut Yumna.
Reyhan yang takut mengganggu acara majikannya ini, segera berdiri dan pamit. "Maaf Tuan, kalau tidak ada yang perlu di bicarakan lagi saya pamit." Kakek hanya mengangguk.
"Mas Rey, apa kabar?" tanya Yumna beralih memandang Reyhan.
"Saya baik nona. Terim akasih sudah menanyakan kabar saya. Selamat datang di rumah ini, nona."
"Saya permisi, Tuan, Nona!" pamitnya pada keduanya. Lalu pergi keluar dari rumah itu.
Yumna menatap kepergian Reyhan.
"Mas Reyhan tidak pernah berubah. Masih kaku seperti dulu! Apa sudah jadi penyakit ya, Kek?!" tanya Yumna pada kakeknya.
"Kamu ini," kakek menepuk pelan kening Yumna.
"Apa ada penyakit yang seperti itu?" Yumna dan kakek tertawa bersamaan.
Dari arah luar Reyhan menatap majikan dan cucunya yang tertawa, beberapa detik melihat kedekatan mereka, Reyhan menyunggingkan senyuman di bibirnya.
"Selamat datang kembali, Nona!" lirihnya lalu berlalu pergi dari sana.
Yumna Azzura Mahendra
*
*
*
Hadir lagi... Semoga suka 😊
Jangan lupa
Like
vote
komen 😊
Hari pertama kuliah.
Ratih mengantar Yumna hingga sampai di depan kampusnya.
"Yakin tidak mau nenek antar ke dalam?" tanya Ratih saat mobil berhenti di sebuah universitas ternama di Singapura.
"Tidak usah nek. Yumna bisa sendiri." Yumna tersenyum pada sang nenek.
"Kalau ada apa-apa kamu segera telfon nenek, oke?!" Yumna mengangguk lalu setelah mencium pipi neneknya, Yumna pun turun. Ratih meminta supir melajukan mobilnya ke arah perusahaan milik suaminya.
Setelah selesai dengan urusan administrasi Yumna memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di area kampusnya. Melihat bagaimana megahnya kampus itu. Memperhatikan bagaimana orang-orang berinteraksi satu sama lain, meski dari beberapa negara berbeda.
Yumna terus berjalan, mencari satu tempat yang selalu dia sukai, perpustakaan! Membaca satu persatu papan nama yang tertempel di dekat pintu. Yumna terlalu fokus berjalan saat menemukan ruangan perpustakaan, dua ruangan dari tempatnya berdiri. Dengan segera dia berjalan dengan cepat. Tapi tiba-tiba...
Brukkk!!!
Seorang pemuda berlari dan menubruknya hingga Yumna terjatuh.
"Awww!!!" Yumna merasakan sakit pada area belakangnya yang mencium lantai.
"Are you ok?" tanya pemuda dengan mata coklat terang itu. Dia mengulurkan tangannya pada Yumna. Seketika Yumna terpana dengan mata coklat terang itu. Yumna mengangkat tangannya hendak menyambut tangan itu tapi kemudian dia sudah kembali berlari, dan menyusul dengan dua orang yang juga berlari di belakangnya. Alhasil tangan Yumna menggantung di udara. Yumna hanya bisa menatap punggung pemuda yang menabraknya hingga menghilang di ujung lorong beserta yang megejarnya.
'Sehari aja belum udah kena sial, mana gak minta maaf lagi! Dasar bule edan!' dengus Yumna lalu berdiri sendiri dan menepuk bajunya dari debu.
Hal itu tak luput dari pandangan para mahasiswa yang ada disana. Membuat Yumna merasa malu sekaligus kesal.
'Dasar bule, bukannya bantuin aku malah pada lihatin aja! Emang di kira tontonan apa?'
Yumna melanjutkan perjalanannya hingga ia sampai di perpustakaan. Matanya terbelalak melihat begitu banyak buku yang ia lihat disana. Berderet-deret lemari dengan berbagai buku. Mulai dari yang tipis hingga yang tebal.
"Woww!!" bagai di surga menurut Yumna. Yumna tersenyum lalu melangkahkan kakinya ke dalam perpustakaan. Menunjuk-nunjuk pada buku yang sekiranya membuat ia tertarik untuk membacanya.
"Ketemu!" ucap Yumna akhirnya. Yumna pun duduk di salah satu meja yang ada disana. membaca lembaran demi lembaran buku yang tadi ia ambil di rak.
Sudah dua jam berlalu, tapi Yumna masih saja berkutat dengan bukunya. Baginya membaca buku adalah kesenangan, dan ketenangan. Hingga ia di kejutkan oleh suara hpnya tang berbunyi.
Hampir semua orang yang ada di perpustakaan itu menoleh pada asal suara. Yumna lupa untuk mengganti hpnya ke mode silent. Yumna segera membuka tasnya dan menemukan nama grandma di layar hpnya.
"Silent please!" suara seorang wanita terdengar sangat jelas meski dari kejauhan. Sepertinya penjaga perpustakaan, seorang wanita usia empat puluhan, cantik dengan tubuh yang masih terbilang seksi untuk usia seukurannya. Jangan lupakan kaca mata yang bertengger di atas hidungnya.
"Sorry miss." ucap Yumna sambil menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada. Yumna kembali duduk, dan mengganti mode di hpnya.
Grandma.
-Sudah pulang belum?
Yumna.
-Belum, nek. lagi di perpus.
Yumna mengetik dengan cepat.
Grandma.
-Nanti kalau pulang telfon nenek, sopir akan jemput.
Yumna
-Oke.
Yumna pun menyimpan hpnya di dalam tas dan kembali pada buku bacaannya. Dia terkejut saat melihat ada seseorang yang bersembunyi di bawah meja. Menahan mulutnya yang hampir berteriak dengan tangannya. Sedangkan pemuda berjaket hitam itu menempelkan telunjuknya di depan bibirnya. Lalu kepalanya menoleh kanan dan kiri seperti sedang mencari seseorang.
Dia lalu menunduk. Ibu jarinya lincah menari-nari di atas hpnya. Di perlihatkan apa yang dia ketik di sana.
'just continue reading it. and be quiet if anyone asks.'
Yumna mengangguk. Dia ingat pria itu yang menabraknya tadi.
Dua orang baru saja masuk ke dalam perpustakaan. Dia juga ingat orang itu yang mengejar tadi, maksudnya yang mengejar pria di bawah meja itu. Dan Yumna yakin jika dua orang masuk ke dalam perpus bukan untuk membaca buku. Pandangan mereka terus mencari. Lalu sedetik kemudian mereka kembali berjalan keluar dengan langkah yang tenang.
Yumna menutup bukunya dan menyimpannya di tempat semula. Ingin sekali Yumna meminjam buku itu, tapi Yumna belum menerima id card universitasnya. Syarat meminjam buku adalah dengan memperlihatkan id card pada pelajar pada petugas perpustakaan.
Yumna berada di luar ruangan perpus, dia melihat dua orang tadi sedang berkacak pinggang di dekatnya. Mereka seperti sedang kesal. Yumna mendekati mereka.
"Sorry. I saw someone hiding under the table. Maybe he is what you are looking for!" tunjuk Yumna ke dalam perpustakaan. Mereka berdua pun kembali masuk ke dalam perpustakaan dengan gaya tenang setelah mengucapkan kata terimakasih pada Yumna. tak sampai lima menit kemudian kedua orang itu sudah keluar lagi dengan pria tadi yang bersembunyi di bawah meja.
Pria itu berontak meminta di lepaskan. Tapi cengkeraman kedua tangan pria itu sangat kuat hingga pria dengan rambut di cat pirang itu tidak bisa melawan.
Mereka berjalan melewati Yumna, mata pria itu seketika memandang tajam pada sosok wanita yang di temuinya tadi di dalam perpus.
Pasti dia yang memberi tahu aku di dalam. Dasar wanita kurang asem!, awas saja nanti kalau ketemu lagi tidak akan aku lepaskan! Batin pria itu.
Yumna yang mendapat tatapan tajam dari pria itu hanya menjulurkan lidahnya, sambil tertawa mengejek.
Rasakan! Ini akibatnya karena tadi nabrak dan gak minta maaf, dasar bule gak tahu sopan santun!! Batin Yumna. Lalu berjalan keluar dari area kampusnya.
*
*
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya mobil yang menjemputnya datang. Bukan sopir nenek Ratih, tapi asisten kakeknya, Reyhan.
Reyhan keluar dari mobil dan berputar untuk membukakan pintu, tapi Yumna sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil. Reyhan pun kembali ke belakang kemudi.
"Harusnya nona menunggu saya membuka pintu dulu!" ucap Reyhan setelah mendudukkan dirinya di kursi kemudi. Dia menatap Yumna sekilas yang duduk di sampingnya lalu kembali fokus menyalakan mobil.
"Lain kali silahkan nona duduk di kursi belakang." Reyhan tetap dengan nada datar.
Yumna menatap Reyhan tidak suka. Selain karena Reyhan selalu bersikap kaku Yumna juga tidak suka jika Reyhan selalu menganggap Yumna sebagai majikannya. Yumna hanya ingin berteman baik dengan Reyhan. Apalagi di negara ini Yumna belum kenal dengan siapapun.
"Sudahlah, mas Reyhan. Di depan atau di belakang sama saja kan?!"
"Tapi tidak baik jika nona duduk di samping saya." Yumna memasang seat beltnya.
"Memangnya tidak baik kenapa? "
"Tidak baik saja nona."
"Apa mas Reyhan takut?"
"Untuk apa saya takut?" Reyhan bertanya balik tanpa menoleh terus melakukan mobilnya.
"saya hanya bertindak sebagai sopir disini. Saya..."
"Ah sudahlah! Aku lapar. Bisakah mas Reyhan bawa aku ke suatu tempat? Ini hampir jam makan siang!" ucap Yumna.
"Saya akan antarkan nona pulang, nona bisa makan di rumah, karena saya harus segera kembali ke kantor!"
Datar dan dingin. Tanpa ekspresi! Menyebalkan! Sedikit saja kalau dia mau tersenyum, pasti tampan! Batin Yumna.
"Tidak mau pulang! Ayolah, mas Reyhan. Aku bosan sudah satu minggu di rumah, belum pernah jalan-jalan. Ya, please!" Yumna mengatupkan kedua tangannya di depan dada dengan senyum memohon. Reyhan masih dengan aura datar di wajahnya.
"Maaf, tidak bisa!"
"Ish, dasar menyebalkan!" Yumna meninju lengan Reyhan, kesal karena permintaannya tidak di kabulkan.
"Hati-hati nona. Bahaya!" Reyhan memperingatkan. Yumna mendecih tidak suka.
Yumna mengeluarkan hpnya, dia mendial nomor kakek Adi.
"Kakek. Aku mau keluar makan siang dengan mas Reyhan. Jadi ku pinjam mas Reyhan dulu. Boleh, kan?" tanya Yumna, lalu tersenyum setelah mendapat jawaban dari kakeknya.
Reyhan hanya diam tanpa ekspresi.
"Oke. Trimakasih. Sayang kakek!" di akhiri dengan nada manja dan ciuman jarak jauh.
'Nona ini seenaknya saja, apa dia tidak tahu kalau pekerjaanku sangat banyak?!'
"Aku sudah telfon kakek, dan kakek mengizinkan. Jadi, ayo kita cari tempat makan." Yumna tersenyum senang karena Reyhan tidak bisa menolak jika kakek sudah mengizinkan.
Tiga puluh menit kemudian mereka sudah sampai di sebuah restoran. Yumna menarik tangan Reyhan agar menemaninya duduk dan makan.
"Saya hanya menemani, tidak makan!" tolak Reyhan saat Yumna menawarinya untuk memilih menu.
"Ah mas Reyhan kamu menyebalkan!" lagi, meninju lengan kekar Reyhan. Reyhan masih bergeming di tempatnya.
"Tidak ada penolakan! Lagi pula jangan anggap aku ini cucu dari nenek dan kakek, anggap saja aku teman atau... adik?" tanya Yumna. Lalu memesankan juga makanan untuk Reyhan, persis sama seperti dirinya.
Reyhan menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Yumna memang baik tapi dia termasuk gadis yang keras kepala.
"Ayolah Mas Rey! Makan." Reyhan masih terdiam menatap makanan di depannya.
Yumna terus memaksa. Reyhan lagi-lagi menghela nafas. Kemudian mengambil sendok dan langsung makan dengan diam.
Yumna mencoba untuk memgawali percakapan, tapi dia tidak mendapat respon berarti, Yumna mendengus kesal. Pasalnya sedari dulu sikap Reyhan sangat dingin, kaku, seperti tembok atau gunung es, atau semacamnya lah!
Mereka pun makan, Yumna tak hentinya berbicara menanyakan ini dan itu, sedangkan Reyhan menjawabnya dengan singkat, padat dan jelas. Dan secukupnya, todak kurang, tidak lebih!
"Mas Reyhan sudah berapa lama bekerja pada kakek?"
'Padahal dia sendiri sudah tahu!' Reyhan.
"Sudah lama."
Apa mas Reyhan betah kerja sama kakek? Padahal mas Reyhan bisa bekerja di perusahaan lain dan mungkin bisa mendapatkan posisi lebih baik! Mas Reyhan dulu sekolah dimana? Jurusan apa? Apa tidak ingin kembali ke Indonesia? Apa ini, apa itu. Bla...bla...bla...
Reyhan menghela nafas lelah. Baginya gadis ini terlalu cerewet! Reyhan tidak pernah mendapati gadis secerewet ini, dan itu sangat mengusiknya. Kepalanya terasa sedikit pening.
'Berkas yang menggunung lebih baik daripada mendengarkan wanita yang cerewet!'
"Apa mas Reyhan sudah punya pacar?"
Byurrr. Seketika air yang sedang di minumnya tersembur begitu saja dari mulutnya.
"Ih mas Reyhan, basah!" seru Yumna yang refleks mengusap air semburan Reyhan di pipinya.
"Maaf, maaf, tidak sengaja!" ucap Reyhan kemudian mengambil sapu tangan dari saku jasnya dan mengelap pipi dan kening Yumna yang basah, Yumna terdiam membatu dengan perlakuan Reyhan. Begitu pula Reyhan yang kini merasa desiran di dadanya lebih besar dari sebelumnya.
Yumna menatap pria di depannya itu dengan dada berdebar, pasalnya Yumna belum pernah di perlakuan seperti itu oleh laki-laki. Yumna segera menyadarkan dirinya, dan merebut sapu tangan itu.
"Biar aku saja!" ucap Yumna lalu mengelap sendiri wajahnya.
"Mas Reyhan kenapa segitunya sih? Aku kan cuma tanya punya pacar atau tidak?" ucap Yumna kesal.
"Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku hingga melupakan wanita, termasuk..." Reyhan terdiam, lalu mengambil air minumnya kembali dan menenggaknya.
"Termasuk..." Yumna menatap Reyhan, berharap kalimat itu di teruskan.
"Cepatlah, sudah selesai kan? Saya antar pulang!" Reyhan segera berlalu, tidak ingin berlama-lama disana. Yang akan menyebabkan kinerja jantungnya semakin tidak karuan.
Mau tidak mau Yumna mengikuti Reyhan, dan pulang ke rumah.
Dua tahun kemudian
Tinggalkan saja momen saat di Singapura, tidak ada yang berarti dan terasa membosankan, hanya Yumna yang merasa tersiksa karena perasaan rindunya pada sosok Aldy yang tidak bisa ia lupakan. Seumur hidup menyukai sosok Aldy, tidak mudah melupakan dia, apalagi hanya dalam dua tahun!
Beberapa hal selalu saja monoton, belajar dan rumah. Apalagi? Juga beberapa hal yang membuatnya kesal, ya pria sok bule dengan rambut di cat pirang yang beberapa kali membuatnya kesal hingga ke ubun-ubun, beberapa kali membuat kakinya lecet karena harus mengikutinya berlari, tanpa sebab. Ooh ya ampun!
Dan Reyhan? Apalagi dia! Sosok manusia dingin dengan muka sedatar tembok. Bahkan senyumnya pun tidak pernah nampak. Aihhh menyebalkan!
JAKARTA
Suasana rumah Bily kembali ramai dengan kedatangan Yumna. Yumna telah menyelesaikan study S2 nya dengan nilai cumclaude yang memuaskan dan membuat bangga kedua orangtuanya. Tidak sia-sia Yumna menghabiskan waktu banyak untuk belajar, dan duduk sendirian di perpustakaan.
"Kak Yumna, toloooong!!!" Yumna baru saja turun ketika Syifa berlari kemudian bersembunyi di balik punggung kakaknya. Tangannya mencengkeram lengan Yumna dengan keras, menunjuk pada si duo rusuh yang mengejar. Arkhan dan Azkhan berhenti dan menampilkan deretan giginya yang rapi. Mengeluarkan cengiran khasnya. Berharap kakak sulungnya tidak memarahi mereka.
"Kak Yumna... hehe.." Arkhan salah tingkah jika sudah di hadapkan dengan Yumna yang sedikit cerewet. Yumna melotot pada sosok adiknya yang memiliki duplikat. Kedua tangannya dia simpan di belakang.
"Kalian ngapain lagi?" nada garang seketika keluar dari mulut manisnya.
"Enggak kok, gak ngapa-ngpain." Arkhan dan Azkhan saling melirik dengan senyuman.
Yumna sudah tahu jika mereka seperti itu, artinya mereka sedang menyembunyikan sesuatu di belakang punggungnya.
"Bohong kak. Ada tarantula di belakang. Hiiii... geliii...." Syifa menggedikan tubuhnya merasa geli. Sedari dulu Syifa paling tidak suka dengan laba-laba. Apalagi kedua adik kembarnya kini mempunyai hobi baru, memelihara ular dan tarantula, dan mereka juga masuk ke dalam perkumpulan hewan-hewan mengerikan itu.
"Geli apanya coba. Lucu gini!" Arkhan mengangkat tinggi-tinggi tarantula miliknya yang di beli beberapa bulan yang lalu.
"Ih enggak! Arkhan buang jauh-jauh!" teriak Syifa lalu berlari meniti tangga ke arah kamarnya. Arkhan dan Azkhan mengejar Syifa, tidak mempedulikan teriakan Yumna yang menggema dari bawah.
"Ada apa lagi anak-anak itu?" Lily datang dengan sepiring kue yang baru saja selesai di buatnya.
Yumna mencomot satu potong kue dan melahapnya, masih panas.
"Biasa ma. Mereka tidak pernah berubah!" Yumna mengikuti langkah kaki Lily duduk di sofa sambil menonton tv. Yumna duduk sangat dekat dengan sang ibu bahkan erat memeluk pinggang ibunya, merebahkan kepalanya di dada sang ibu. Rasa rindu selama dua tahun berjauhan ia puaskan sekarang. Lily mengelus kepala putri sulungnya.
"Kapan kamu mulai kerja?" tanya Lily membuka pembicaraan.
"Secepatnya tentu, ma. Yumna sedang membuat cv lamaran." ujar Yumna kembali menyuap satu lagi potong kue. "Enak!"
"Kenapa harus pakai cv segala. Kamu bisa langsung menangani perusahaan pusat, atau cabang?" Lily berujar.
"Terlalu mudah ma. Aku ingin menjadi karyawan biasa. Lagi pula, papa juga sudah setuju kok. Yumna ingin menjalani proses seperti karyawan lain yang belajar dari nol!"
Tidak bisa membantah lagi. Yumna termasuk gadis yang keras kepala. Persis seperti ayahnya.
"Oke, terserah kamu saja lah!" kembali mengambil satu potongan terakhir kue di piring.
"Mamaaaaa!!!" suara Syifa berteriak kini di belakang Lily.
"Ih, kenapa di habiskan? Aku juga mau!" peluk dari belakang dan cium di pipi kiri sang mama. Yumna juga mendapatkan ciuman di pipi kanannya.
"Ada di dapur, sana ambil!" ujar Lily, Syifa melepaskan pelukannya. "Sekalian, mama ambilin lagi. Masih kurang!"
"Oke!" Syifa mengambil piring kosong dari tangan mamanya dan berlalu ke dapur.
Suara derap langkah kaki yang cepat terdengar menuruni tangga.
"Maa!! Syifa mana?!" Arkhan berteriak masih dari tengah tangga.
"Di dapur!" yang di tanya balas berteriak.
"Syifaaa!!!" memanggil kakaknya. Lalu terdengar suara saling berteriak dari sana. Semakin lama semakin kencang, membuat Lily mau tidak mau harus melerai keributan yang di buat dua anaknya.
Yumna tertawa kala sang mama lagi-lagi harus berteriak. Keadaan tidak pernah berubah!
Yumna berjalan ke lantai atas menuju kamarnya. Dia harus menyiapkan cv lamaran kerja untuk besok.
Melewati kamar sang adik. Azkhan sedang mengacak-acak seluruh isi kamar Syifa.
"Azkhan. Ngapain kamu?!" melongok dari celah pintu.
"Tarantula nya hilang kak. Tadi Syifa lempar!"
Yumna tertawa. "Rasakan! Makanya jangan jahil!"
"Bantuin kak!" menyibak selimut hingga melantai di bawah kemudian di susul dengan bantal dan boneka-boneka milik Syifa yang juga kini sudah tidak di tempatnya.
"Gak mau!" ucapnya lalu melangkah ke kamar.
Yumna merebahkan dirinya, mengambil hpnya untuk melihat pesan-pesan yang masuk. Membuka medsos, termenung pada sebuah gambar yang tak sengaja ia lihat, Aldy.
'Huft... Bagaimana aku akan lupain kamu kalau kita akan lebih sering ketemu?' batin Yumna. Dua tahun mencoba melupakan akan menjadi sia-sia bukan?
Tapi kehidupan harus berlanjut Yumna! mencoba menyemangati diri sendiri.
Yumna mengepalkan kedua tangannya, lalu bangkit dan mulai duduk di meja belajarnya. Mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut hari esok!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!