NovelToon NovelToon

TAKDIR CINTA SEORANG GANGSTER

BAB 1 "Pertemuan"

Cinta? Apakah itu cinta? Semenjak hatinya disakiti oleh wanita, Justin tidak pernah lagi menganggap bila cinta itu ada karna baginya cinta itu hanyalah hal rumit yang akhirnya membuatnya terluka.

Ya, mungkin terdengar gila dan kejam karna baginya cinta hanyalah hal tabuh yang menyesatkan. Namun tidak sedikit pula orang di dunia ini yang menganggap cinta adalah hal yang sangat indah, tapi hal semacam itu tidaklah berlaku bagi Justin

Setelah dia disakiti dan dicampakkan begitu saja oleh wanita, definisinya tentang cinta bukan lagi hal yang indah.

Masih sangat segar dalam ingatannya saat wanita itu memutuskan untuk berpisah darinya pergi meninggalkannya demi bisa bersama laki-laki lain.

Bersama ayah kandungnya....

Sebuah mobil sport hitam keluaran terbaru tampak melaju kencang membela jalanan yang legang. Gelapnya malam tidak membuat sang pengemudi mengurangi sedikit pun kecepatannya. Sepasang bola mata berwarna abu-abu itu menatap datar jalanan didepannya.

Langit malam yang semula bersahabat tiba-tiba menjadi gelap. Rintik-rintik tajam tanpa warna perlahan berjatuhan dari langit dan mengguyur bumi. Namun hal itu tidak membuat laju mobil Justin terhambat sedikit pun, mobil sport mewah itu tetap melaju dengan kecepatan yang sama.

Justin yang masih fokus mengemudi hanya menatap rinai-nya dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Pemuda itu mendesah dalam keheningan. Jari-jarinya memijit salah satu pelipisnya karna rasa pening di kepalanya. Pertengkarannya dengan sang ayah membuat Justin nekat meninggalkan rumah dalam waktu selarut ini. Kekanakan memang namun begitulah Justin.

Mobilnya berhenti tepat diberanda masuk sebuah Bar elit di khawasan Gangnam. Justin yang dengan penampilan sedikit serampangan keluar dari mobil mewahnya. Salah satu karyawan bar langsung menghampiri Justin dan memindahkan mobil sport mewah itu menuju parkiran.

Suara dentuman musik yang menghentak keras langsung menyapa gendang telinganya. Mata abu-abunya langsung di sambut dengan berbagai macam hal yang membuatnya ingin muntah. Para penari yang menari erotis di dancefloor, para hidung belang yang tengah bercinta dengan para wanita penghibur dan berbagai hal lain yang mampu membuat perutnya seperti ditekan.

Tanpa mempedulikan orang-orang itu. Pemuda dalam balutan jeans belel hitam, t-shirt putih yang dibungkus jaket kulit hitam itu berjalan dengan tenang menuju konter bar. Setibanya di sana kedatangan Justin langsung di sambut oleh seorang bar tender yang sangat dia kenal.

"Sepertinya kau dalam keadaan yang sangat buruk, bertengkar lagi dengan papamu?" tebak bar tender itu 100% benar. Raut keheranan dan meremehkan hadir melengkapi. Justin tidak menanggapi dan hanya memutar matanya jengah.

"Berikan aku segelas cocktail," pinta Justin seraya mendaratkan pantatnya pada kursi tinggi didepannya. Justin membutuhkan sesuatu yang sangat dibutuhkan. Sebuah obat untuk penghilang rasa pening dikepalanya.

"Oke. Pesananmu akan segera datang." Jawab si bartender.

Ada name tag bertuliskan Xion Kim di sisi sebelah kanan dadanya. Justin tidak menanggapi ucapan Xion dan memfokuskan pandangannya pada keadaan disekelilingnya, tidak ada yang begitu menarik sampai mata abu-abunya menangkap sesuatu yang cukup menarik.

Xion yang merasakan keheningan mengikuti arah pandang pemuda itu dan tersenyum tipis. "Gadis itu, eh?" godanya.

Justin yang mendengar jelas ucapan Xion langsung mengangkat wajahnya dan menatap dingin pria di hadapannya. "Namanya Jia, sama seperti dirimu. Dia juga korban dari yang namanya cinta. Dia dihianati oleh keluarganya dan juga calon suaminya.

Ayah dan ibunya berpisah saat dia berusia lima belas tahun. Satu tahun yang lalu calon suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, dan sejak hari itu dia menjadi tidak percaya lagi dengan sesuatu yang dinamakan cinta. Dia menganggap cinta hanya hal bodoh yang tabuh," ujar Xion panjang lebar.

"Untuk apa kau ceritakan kisah hidup orang lain padaku?" sinis Justin seraya menatap Xion tajam.

"Kenapa? Aku fikir kau tertarik padanya."

"Cih, dalam mimpimu."

'Hufftt'

Xion mendesah panjang. Ia tau betul bagaimana perasaan Justin. Memangnya pria mana yang tidak akan sakit hati dan terluka saat wanita yang sangat di cintai tiba-tiba memutuskan hubungan begitu saja dan pergi untuk pria lain, parahnya lagi mantan kekasih Justin meninggalkannya demi bersama ayahnya dan wanita itu kini menjadi Ibu tirinya.

Miris memang, namun itulah yang terjadi pada hidup Justin dan merubahnya menjadi sosok pria yang begitu dingin.

Justin mengangkat wajahnya saat merasakan kehadiran seseorang dan mata abu-abunya langsung bersiborok dengan sepasang mutiara coklat milik dara jelita yang duduk di sampingnya. Justin tidak memberikan respon apapun dan hanya berekspresi datar saat gadis itu melemparkan tersenyum lembut padanya. Dia adalah gadis yang sama seperti yang Justin lihat beberapa saat lalu 'Jia'

Tanpa permisi Jia mendaratkan pantatnya pada kursi berkaki tinggi di samping kanan Justin. Melihat kedatangan gadis itu membuat senyum Xion terkembang lebar. Tanpa diminta pun Xion segera menyiapkan segelas cinder untuk Jia

"Hei, tumben selesai lebih cepat malam ini?"

"Yeah." Gadis itu menjawab malas.

Dengan gerakan cepat jari-jari lentiknya meraih gelas berisi cinder yang Xion sodorkan padanya dan meneguknya hingga tandas tidak tersisa. "Tumben agak sepi barmu malam ini, tidak seperti biasanya."

"Mungkin mereka sedang malas untuk pergi keluar. Tumben kau sendirian saja, di mana sahabat gilamu itu?" tanya Xion penasaran, pasalnya dia tidak melihat keberadaan gadis mungil bersurai blonde yang biasanya ikut datang bersama Jia.

Gadis itu memicingkan matanya dan menatap Xion penuh selidik. "Tumben kau menanyakannya? Apa kau merindukannya?" goda Jia yang langsung membuat pipi Xion merona. Gadis itu terkekeh pelan. "Dia sedang pergi keluar kota dan mungkin lusa baru kembali, dan jujur saja aku begitu kesepian tanpa ada dia."

"Ahhh!! Sayang sekali."

"Tidak perlu merasa sedih. Dia juga akan kembali kok."

Justin mendengar jelas percakapan antara dua orang berbeda gender itu. Tidak ada yang menarik sedikit pun dan percakapan mereka terkesan membosankan. Justin menengokkan kepalanya pada Jia dan menatapnya dari ujung rambut rampai ujung kaki. Sebelumnya Justin tidak pernah memperhatikan seorang wanita sampai sedetai itu.

Namun ada sesuatu dalam diri Jia yang tidak dapat membuat Justin mengalihkan tatapannya dari gadis itu. Xion yang masih bertahan dalam posisinya melihat dengan jelas jika sahabatnya itu sedang memperhatikan gadis cantik disebelahnya

"Jia, sepertinya Tuan Muda ini ingin berkenalan denganmu." ucap Xion sambil menunjuk Justin menggunakan dagunya. Jia pun menoleh membuat matanya kembali bersiborok dengan mata dingin Justin. Xion menyeringai "Bukankah begitu Tuan Muda, Qin!"

"Memangnya kapan aku mengatakannya?" sahut Justin dengan nada kurang bersahabat.

Xion meringis dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Laki-laki berpipi bakpao itu menjadi tidak enak pada Jia. Namun sepertinya Jia tidak terlalu memikirkannya apalagi ambil pusing dengan sikap dingin Justin. Toh itu bukan urusannya dan lagi pula Jia tidak memiliki niat untuk berkenalan dengan pemuda itu.

"Jia, kau mau kemana?" tanya Xion melihat Jia beranjak dari duduknya

"Tentu saja pulang," jawabnya.

"Sendiri?"

"Lantas dengan siapa?" jawabnya.

"Kau yakin? Tapi ini sudah lewat tengah malam. Sebaiknya kau menungguku saja, kita pulang sama-sama. Jujur saja aku khawatir jika kau pulang sendirian saja apa lagi ini sudah lewat tengah malam. Kejadian mengerikan yang terjadi akhir-akhir ini membuatku merasa tidak tenang. Soo, tunggulah sampai jam kerjaku usai." Ujar Xion. Raut wajahnya menunjukkan jika ia begitu cemas.

Gadis itu menggeleng. "Tidak, Xion. Jika aku menunggumu itu artinya aku harus menunggu 2-3 jam lagi. Bisa-bisa aku terlambat kuliah besok. Tidak perlu merasa cemas karna aku pasti bisa menjaga diriku baik-baik dan lagi pula aku membawa mobil kok. Ya sudah aku pergi dulu." Gadis itu beranjak dan pergi begitu saja.

Xion sungguh merasa cemas melihat Jia yang hanya pulang sendiri saja. Banyak sekali kejahatan yang terjadi akhir-akhir ini apalagi dengan hilangnya para gadis muda secara misterius. Xion sangat takut jika hal serupa sampai menimpa gadis itu.

Meskipun ia dan Jia tidak memiliki ikatan apa-apa namun Xion sangat menyayanginya dan sudah menganggap gadis itu seperti adiknya sendiri.

Sementara itu, dengan mata kepalanya sendiri Justin melihat jika ada dua pria mencurigakan yang mengikuti Jia saat gadis itu meninggalakan bar.

Justin segera memberi tau Xion dan kedua laki-laki tampan itu bergegas menyusul Jia. Xion memiliki firasat buruk akan hal ini. Ia tidak mungkin bisa memaafkan dirinya sendiri jika sampai ada hal buruk yang menimpa gadis itu.

Tubuh Xion menegang saat Justin melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi membela jalanan yang legang, Xion sampai menahan nafasnya dan menutup rapat-rapat kedua matanya.

Jika saja ini bukan keadaan darurat, pasti ia sudah melayangkan protesnya pada Justin dan menghujani laki-laki berdarah China itu dengan sumpah serapahnya. "Jangan menutup matamu terus menerus karna aku tidak tau yang mana mobilya." Sampai suara dingin terlewat datar itu masuk dan berkaur didalam telinganya.

Sontak saja Xion membuka kembali matanya dan matanya membelalak melihat sebuah sedan putih tengah dihadang oleh sebuah van hitam. Tampak seorang gadis dalam balutan mini dress berwarna putih berambut coklat panjang ditarik paksa oleh dua laki-laki dan didorong masuk kedalam mobil itu. Gadis itu yang pastinya adalah Jia terus merontak dan menolak namun sepertinya ia tidak memiliki daya sama sekali.

Melihat hal itu membuat Justin tidak tinggal diam. Pemuda itu menambah kecepatan pada mobilnya dan beehenti di samping van hitam itu.

Brukkk!!

Tanpa babibu Justin langsung menendang punggung salah satu laki-laki yang memegangi Jia dan menarik gadis itu untuk bersembunyi dibalik punggungnya

"Brengs**, siapa kalian dan berani sekali ikut campur urusan kami." Teriak salah satu dari kelima laki-laki itu.

"Aaarrrkkkhhhh!

Banyak bicara sekali kau ini." Geram Xion seraya melangkan satu pukulan pada wajah pria itu. "Sialan, berani sekali kalian ingin menculik temanku! Kalian sudah bosan hidup eo?" lanjutnya ditengah perkelahian. "Jangan habiskan semuanya. Setidaknya sisahkan sedikit untukku." Oceh Xion melihat Justin berhasil melumpuhkan empat dari lima pria itu.

"Ck, salah sendiri. Siapa suruh kau terlalu lelet dan terlalu banyak bicara." sahut Justin acuh tak acuh.

"Yakkk!!!"l

"Sebaiknya fokus saja pada lawan didepanmu, Xion Kim."

Bruggg!!!!

"Kkkkyyyyaaaa!!! Mukaku." Justin mendengus geli mendengar teriakan Xion yang tidak sengaja terkena pukulan lawannya. "Sialan, berani sekali kau merusak wajah tampanku ini? Apa kau tau berapa banyak biaya yang aku keluarkan untuk merawatnya." Teriaknya marah.

"Jangan bergerak, atau kepala gadis ini aku ledakkan." Teriak seseorang dari arah belakang.

Sontak saja keduanya menoleh. Mata Xion terbelalak melihat seorang pria yang sepertinya tidak melibatkan dirinya dalam perkelahian tiba-tiba saja berteriak sambil menodongkan sebuah pistol pada kepala Jia.

"JIA? YAKKK!! APA-APAAN KAU ITU? LEPASKAN TEMANKU!!" Teriak Xion marah.

Berbeda dengan Xion yang terlihat panik. Justin justru terlihat biasa saja. Laki-laki itu maju menghampiri Jia dan pria penyanderanya dengan sorot mata dingin dan tajam penuh intimidasi.

Melihat Justin yang semakin mendekat membuat laki-laki itu sedikit gemetar karna ketakutan apalagi saat melihat tatapan dinginnya. "Justin, aku mohon ... hiks ... selamatkan Jia, hiks..."

"Lepaskan gadis itu." pinta Justin.

"Tidak, aku tidak akan melepaskan gadis ini. Dia adalah aset yang sangat berharga, jika aku membawakan gadis secantik ini untuk boss. Pasti dia akan langsung menaikkan pangkatku jadi jangan harap aku akan melepaskannya."

"Sekali lagi aku perintahkan padamu, lepaskan gadis itu secara baik-baik jika kau masih ingin hidup." Pinta Justin sekali lagi, dia masih terlihat begitu tenang. Sejauh ini Iblis dalam dirinya masih bisa ditekan dengan cukup baik.

Justin mencoba bernegosiasi dengan laki-laki itu dengan cara baik-baik, tapi jika tidak bisa maka ia tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan kekerasan. Melihat air mata yang terus mengalir dari mata Jia membuat Justin merasa tidak tega. "Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku, lepaskan gadis itu atau-"

"Atau apa?" laki-laki itu menyela cepat. "Memangnya siapa kau dan berani sekali kau memerintahku." Lanjutnya meremehkan.

"Justin Qin. Leader Five Corner."

Mata laki-laki itu membelalak seketika begitu pula dengan Jia. "Ka..kau, pasti bercanda. Pasti kau membohongiku agar aku mau melepaekan gadis ini kan? Hahahhaa!! Itu trik murahan anak muda, kau tidak bisa membohongiku. Hahaha." Lagi-lagi pria itu tertawa.

Justin yang sudah mulai kehilangan kesabarannya tanpa babibu melepaskan tembakannya pada kaki laki-laki itu.

DOORRR!!

"Aaarrrkkkhhh!!"

bersama dengan tembakan yang baru saja Justin lepaskan, tubuh Jia juga terbebas dari tangan laki-laki itu. Gadis itu jatuh tersungkur diaspal. Xion segera menghampiri Jia dan membantunya berdiri lalu membawanya bersembunyi ditempat yang aman.

Sedangkan laki-laki itu menggeleng saat Justin berjalan mendekatinya. "Aku sudah memperingatkanmu tapi kau tidak mau mendengarkanku, dan inilah akibatnya."

"Ja-jangan."

'DORRR'!!

Tubuh itu ambruk seketika setelah dua timah panas menembus kepala dan dada sebelah kirinya. Sedangkan teman-teman dari laki-laki itu langsung kocar-kacir melarikan diri. Tanpa mengatakan sepatah kata pun Justin berjalan menuju mobilnya dan meninggalkan tempat itu termasuk Jia serta Xion.

Jia menatap mobil Justin yang semakin mejauh dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Dalam hatinya dia sangat berterimakasih pada pemuda itu.

"Jia ,kau tidak apa-apa?" tanya Xion memastikan, gadis itu menggeleng meyakinkan. "Sebaiknya aku antar kau pulang. Biar aku saja yang membawa mobilnya." Jia tidak mengatakan apa-apa, sebagai gantinya gadis itu mengangguk. Keduanya pun berjalan beriringan meninggalkan tempat itu.

Mungkin malam ini akan mejadi salah satu malam yang tidak bisa Jia lupakan sepanjang hidupnya. Bertemu dengan para penjahat yang nyaris saja menculiknya, melihat pembunuhan tepat didepan matanya juga pertemuan awalnya dengan pria tampan berhati dingin bernama Justin Qin.

.

.

BERSAMBUNG.

BAB 2 "Kegilaan Teman-Teman Justin"

BRAKKK!!!

Dobrakan keras pada pintu nyaris saja membuat dua laki-laki yang tengah berbaring pada sofa d iruang tamu sebuah rumah sederhana terkena serangan jantung dadakan. Kedua laki-laki itu langsung terbangun dari tidurnya dan menatap horror sosok pemuda tampan yang baru saja memasuki ruangan

"Apa lihat-lihat?" ketus pemuda itu pada kedua temannya, keduanya langsung menggeleng. "Dimana Leo dan Sean?" tanya pemuda itu yang tak lain dan tak bukan adalah Justin.

"Kamarnya. Oya, Hyung kau terlihat buruk. Pasti kau bertengkar lagi dengan paman-"

"Jangan sebut nama itu jika kau masih ingin hidup lebih lama, Felix Nam" ujar Justin dengan nada dingin yang begitu membekukan menbuat Felix yang mendapat glare itu memilih diam dan tidak lagi bersuara.

Sedangkan pemuda tampan disampingnya malah terkekeh geli melihat perubahan pada raut muka si maknae yang terlihat begitu menggemaskan.

Setelah mengatakan kalimat yang begitu dingin dan tajam itu, Justin segera melenggang pergi meninggalkan Felix dan pemuda satu lagi yang terpaku disofa

"Hyung, apa maksudnya senyummu itu?" ujar Felix sambil menekuk wajahnya.

"Siapa suruh kau membangunkan seekor singa jantan yang sedang kelaparan."

"Aku mendengarnya, Thomas Kim," sahut Justin seraya melirik tajam pemuda berkulit putih tersebut.

Justin merebahkan tubuhnya pada kasur king size super nyaman miliknya. Matanya menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan hampa. Saat sedang sendiri seperti ini Justin merasakan kembali rasa sakit pada hatinya, meskipun satu tahun telah berlalu namun Justin masih tetap belum bisa menerima penghianatan yang dilakukan oleh ayah dan mantan kekasihnya.

Justin sadar jika dirinya bukan pria baik-baik, mungkin ia masih bisa memakluminya jika saja laki-laki itu bukan ayah kandungnya sendiri. Rasanya sangat sulit untuk menerima dan memaafkan mereka berdua.

Untuk malam ini saja Justin ingin melupakan sejenak segala hal yang berhubungan dengan ayah dan ibu tirinya juga rasa sesak yang selama ini selalu menghimpit hatinya.

Tiga puluh menit telah berlalu, namun Justin masih tetap terjaga. Berkali-kali pemuda itu mencoba untuk tidur namun tetap tidak bisa. Beranjak dari ranjangnya, Justin berjalan lurus menuju menuju jendela besar yang berada disamping kanan ranjangnya.

Banyak sekali hal yang memenuhi fikirannya yang membuatnya tidak bisa tidur meskipun fajar hampir saja tiba.

Sementara itu. Ditempat dan lokasi berbeda, apa yang dialami oleh Justin juga di alami oleh seorang gadis cantik berparas barbie yang saat ini berdiri dibalkon kamarnya seorang diri. Wajah cantiknya mendongak menatap langit malam yang penuh taburan bintang, begitu indah.

Dari semua bintang yang menghiasi langit malam ini, ada satu bintang yang menarik semua atensinya. Sepasang mutiara coklatnya menatap bintang itu dengan penuh kepedihan, liquid bening terlihat mengalir dari sudut matanya yang kemudian jatuh dan membasahi wajah cantiknya. Jari-jarinya meremas dada kirinya yang terasa berdenyut nyeri.

"Nenek, aku merindukanmu," gumamnya berbisik.

Gadis itu menutup matanya saat merasakan ada sepasang tangan yang memeluknya dari belakang. Tanpa melihatnya pun gadis itu tau siapa gerangan yang memeluknya. "Aku baik-baik saja Kakak, sungguh."

"Kakak, tau kau tidak baik-baik saja. Jika kau baik-baik saja lalu kenapa kau menangis?"

Jia menyeka air matanya kemudian menggeleng. "Aku tidak menangis, sungguh. Aku hanya kelilipan saja." gadis itu Jia melonggarkan pelukannya kemudian berbalik hingga posisinya dan orang yang memeluknya saling berhadapan. "Apa yang Kakak lakukan di sini? Ini sudah hampir pagi, kenapa malah datang kesini? Seharusnya, Kakak dirumah saja."

"Aku di sini karna mencemaskanmu, Jia. Xion, menghubungi Kakak dan menceritakan semua yang menimpamu semalam dan apa orang-orang itu menyakitimu?" Jia menggeleng. "Kau tidak berusaha untuk membohongi Kakak 'kan?" lagi-lagi Jia menggeleng.

"Lalu Kakak kesini dengan siapa? Di mana suami, Kakak?"

"Kakak datang diantar oleh supir, sebaiknya sekarang kita masuk. Kau bisa sakit jika terlalu lama berdiri di sini. Udaranya sangat dingin, Kakak sungguh-sungguh tidak mau jika kau sampai jatuh sakit," Jia tersenyum kemudian mengangguk

"Baiklah." Wanita itu tersenyum seraya mengacak rambut panjang adik sepupunya itu. Meskipun Jia bukanlah adik kandungnya, namun wanita itu begitu menyayanginya karna hanya dirinya satu-satunya keluarga yang Jia miliki.

.

.

.

"THOMAS, FELIX NAM!!"

Suasana pagi yang semula tenang seketika menjadi gaduh karna kelakuan dua pemuda itu yang tidak ada bosannya dalam hal menjahili ataupun mengerjai kedua hyungnya. Lagi-lagi Leo dan Sean menjadi korban kenakalan mereka berdua.

Justin yang merasa terganggu pun segera bangun dan menghampiri ketiga teman satu gengnya itu. "Ada apa ini?" suara dingin terlewat datar itu mengintrupsi ketiganya untuk menoleh pada sumber suara dan mendapati Justn berdiri di ujung tangga dengan tatapan dinginnya.

"Apa lagi jika bukan karna kenakalan kedua bocah setan ini. Masa iya mereka memindahkanku dan Leo ke balkon." Adu Sean pada Justin

Glukkk!!

Susah payah Felix dan Thomas menelan salivanya melihat tatapan tajam penuh intimidasi dari Justin. "Benarkah itu?" keduanya pun menggeleng dengan cepat, meyakinkan pada Justin jika yang dikatakan oleh Sean tidaklah benar meskipun pada kenyataannya memanglah begitu.

"Bohong, Hyung. Jelas-jelas mereka berdua memiliki kebisaan ngelindur saat sedang tidur. Kan bisa saja mereka berdua berjalan sambil tidur. Bagaimana bisa aku dan bocah ini memindahkan mereka berdua sedangkan kami ketiduran di sofa ruang keluarga, bukankah kau sendiri juga melihatnya, Hyung." ujar Thomas mencoba memberikan penjelasan.

Justin mendengus berat, ia tidak tau siapa yang harus dipercaya kali ini, Seon dan Leo atau kedua bocah itu 'Felix dan Thomas.

"Aku tidak mau dengar ada keributan lagi atau kalian semua akan menerima akibatnya." Ucapnya dan berlalu begitu saja meninggalkan keempat temannya yang masih terpaku dalam posisinya.

Melihat kilatan tajam pada kedua mata Justin membuat mereka berempat merinding sendiri, tidak salah jika pimpinan Five Corner itu dijuluki sebagai Iblis oleh musuh-musuhnya. Selain memiliki tatapan seperti Iblis, dia juga ditakuti karna kebringasannya dan tidak memiliki kata ampun untuk mereka yang berani membuat masalah dengannya.

Selain itu, Justin juga begitu disegani oleh beberapa gangster lain dan tidak sedikit pula yang mau bergabung dan menjadi anak buah Justin namun dengan tegas ditolak olehnya. Bukan karna Justin tidak mau tapi baginya keberadaan keempat rekannya sudah lebih dari cukup ditambah beberapa kawan lamanya yang selalu siap membantunya kapan pun mereka dibutuhkan.

Five Corner sendiri adalah sekelompok gangster yang namanya sudah tidak asing lagi ditelinga para penduduk kota. Meskipun mereka adalah sekelompok gangster yang sangat berbaya, namun membuat masalah bagi warga kota seperti merampok dan menindas orang tidak bersalah pantang bagi anggota Five Corner.

Mereka hanya akan berurusan dengan kelompok lain yang berani mencari masalah dan mengusik ketenangan mereka. Kehidupan malam sudah menjadi bagian dari hidup kelima pemuda tampan itu, balap liar, tawuran dan mabuk-mabukkan sudah menjadi kebiasaan mereka sehari-hari.

Tatto besar yang menghiasi punggung Justin merupakan pemberontakkan pertama yang dia lakukan sebagai bentuk protes atas semua penghianatan dan ketidakadilan yang ia terima selama ini.

Justin adalah salah satu korban dari sekian banyak anak yang terlahir ditengah keluarga yang tidak sehat. Ayah dan ibunya berpisah saat usia dia menginjak 15 tahun, kemudian Ibunya menikah dengan laki-laki kaya dan meninggalkan keluarga kecilnya.

Sedangkan ayah Justin terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan semua wanitanya, begitu pula dengan kakak laki-lakinya yang tidak pernah mau peduli pada keadaannya. Sementara kakak sulungnya minggat dari rumah karna hubungannya dengan sang kekasih ditentang keras oleh ayah mereka.

Alex Qin terlalu menyayangi putra keduanya dan selalu membanding-bandingkan dia dengan Justin hingga pertengkaran antara ayah dan anak itu pun tidak dapat terhindarkan. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya Justin berani membantah ucapan ayahnya dan berteriak didepan wajah Alex.

Justin yang pada saat itu dikuasai kemarahan memutuskan pergi keluar untuk menjernihkan fikirannya dan disitulah dia bertemu dengan Leo, Sean, Thomas dan Felix yang memiliki kisah hidup nyaris sama dengannya. Kelimanya akhirnya memutuskan untuk berteman dan melakukan sebuah kegilaan yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya.

Seperti membuat tindik dan tatto, mabuk-mabukan, balap liar sampai tawuran dan semua orang sepakat untuk menunjuk Justin sebagai leader mereka kemudian geng itu di beri nama Five Corner yang berarti lima titik sudut. Sebenarnya jumlah mereka lebih dari lima orang, masih ada Kai, Lee Dan, dan Tian sebagai anggota bayangan, mereka membantu dari luar termasuk Xion dan hanya sesekali saja mereka ikut berkumpul bersama Justin cs, mereka setia dan selalu ada saat dibutuhkan oleh kawan-kawannya.

Dan kegilaan Justin semakin menjadi-jadi sejak penghianatan yang dilakukan oleh ayah dan mantan kekasihnya. Sosok Justin yang dulu hangat dan penuh kasih sayang lenyap dan tergantikan oleh Justin yang berhati dingin, kasar dan arogan. Persetan dengan pendidikan, persetan dengan harga diri dan martabat keluarganya, yang terpenting mereka merasakan kebebasan dan kesenangan.

Alex selaku ayah Justin marah besar melihat putra bungsunya pulang dalam keadaan berantakan setelah hampir lima bulan minggat dari rumahnya. Banyak sekali yang berubah pada diri Justin membuat Alex maupun kakaknya nyaris saja tidak mengenalinya lagi.

Aroma alkohol yang sangat menyengat tercium dari tubuh Justin. Beberapa tindik menghiasi kedua telinganya, lidah dan ujung alisnya. Juga beberapa lukisan tinta yang tampak pada lengan, dada sebelah kiri juga punggungnya. Pakaian yang Justin kenakan malam itu pun tidak kalah berantakan, jeans belel dan kaus tanpa lengan yang terlihat kotor juga bekas luka pada wajah tampannya yang terlihat masih basah.

Alex yang melihat perubahan pada diri putranya hanya bisa tertunduk sedih tanpa mampu melakukan apapun untuk menghentikannya.

Brakkk!!!

Dobrakan keras pada pintu bercat putih yang berada dilantai dua rumah itu nyaris saja membuat Leo, Sean, Felix dan Thomas terkena serangan jantung dadakan.

Jika saja bukan Justin pelakunya, pasti mereka sudah membuat perhitungan dengan orang itu, yang bisa mereka lakukan hanyalah mengelus dada. "Hyung, lapar." Renggek Felix sambil mengguncang lengan Sean, pemuda itu memasang wajah polos menggemaskan andalannya membuat Sean tidak sampai hati untuk memarahinya

"Baiklah, sebaiknya kau mandi dulu setelah ini kita keluar untuk sarapan. Thomas, panggil Justin juga karna tidak mungkin kita pergi tanpa dia." ujar Sean.

"Woke, Hyung."

Tokk! Tokk! Tokk!

Ketukan keras pada pintu sedikit menyita perhatian Justin. Pemuda itu menoleh pada sumber suara dan berteriak sedikit lantang, setelah mendapatkan ijin dari sang empunya kamar.... Thomas pun melenggang masuk dan menghampiri Justin

"Ada apa?" Thomas sedikit meringis mendengar nada dingin yang Justin lemparkan padanya.

"Sean Hyung mengajak kita semua sarapan diluar, Hyung. Dan dia-"

"15 menit lagi aku akan turun." ucap Justin menyela kalimat Thomas.

Pemuda itu mendesah panjang, dengan hati sedikit dongkol Thomas meninggalkan kamar hyung kesayangannya itu. Jika tidak mengenal Justin dengan baik pasti akan tersinggung oleh ucapan pemuda itu, namun hal itu tidaklah berlaku pada Thomas, Felix dan kedua seniornya karna melihat sikap Justin yang seperti itu sudah menjadi makanan mereka sehari-hari.

"Huft, baiklah. Hyung, aku keluar dulu."

Setelah mandi dan mengganti pakaiannya, Justin segera turun dan menghampiri keempat temannya. Lagi-lagi Ia disuguhi oleh pemandangan yang cukup menggelikan.

"Siapa yang rakus, Hyung? Aku dan bocah ini hanya meminta sedikit saja ice creammu, semalam kami kelaparan jadi terpaksa kami masak ramen milikmu." ujar Thomas yang tidak terima dikatai rakus oleh Leo.

"Sedikit bagaimana? Jelas-jelas semua ice creamku yang aku simpan di lemari pendingin kalian habiskan semua dan ramenku yang malang. Bagaimana bisa kalian tidak menyisahkan satu pun untukku? Padahal aku belum memakannya satu pun, kalau bukan rakus namanya apa coba? Aku tidak kau tau, pokoknya kalian berdua harus menggantinya terutama kau, Felix Nam." amuk Leo sambil mengacak rambutnya frustasi.

"Hiks! Hiks!" tiba-tiba saja Felix menangis dan hal itu membuat Leo menjadi sedikit panik, sedangkan Thomas dan Sean yang hafal betul tabiat pemuda itu hanya bisa terkekeh menahan tawa.

"Yak Yak! Felix Nam, kenapa kau malah menangis eo?"

"Hiks! Pokoknya aku tidak mau menggantinya, jangan mentang-mentang aku yang paling kecil di sini. Jadi kau bisa menindasku seperti itu. Hiks!! Huaaaaa ... Ibu yang ada di Surga. Kutuklah Leo Hyung supaya menjadu BU-DI. Lihatlah putra tercintamu ditindas seperti ini, hiks!! Ibu..." Felix menjatuhkan tubuhnya pada lantai dan menangis, meraung seperti bayi membuat Leo semakin panik melihatnya.

"Cupcupcup!! Jangan menangis lagi ya. Hyung janji tidak akan meminta ganti tapi jangan kutuk Hyung menjadi BU-DI. Begini saja nanti Hyung belikan dua cup ice cream berukuran jumbo tapi dengan satu syarat, kau harus mencabut kutukanmu itu bagaimana?" Felix menyusut ingusnya dan tersenyum lebar

"SETUJUUUUU."

Justin mendengus geli, ia tidak tau sebesar apa otak yang Felix miliki sampai-sampai dia memiliki begitu banyak ide untuk membuat para hyungnya kalang kabut. Tanpa sepatah kata pun, pemuda dalam balutan jeans belel hitam, tank top yang dibungkus rompi kulit hitam serta sebuah kain hitam bercorak putih melingkari dahinya berjalan begitu saja melewati teman-temannya. Thomas yang menyadari kedatangan Justin langsung menyusulnya.

"Hyung! Tunggu aku."

.

.

BERSAMBUNG.

BAB 3 "Pertemuan Kedua"

Jangan lupa buat tinggalkan ❤, rate ☆☆☆☆☆ dan koment ya para teman-teman sekalian 🙏🙏🙏. Karna dukungan kalian sangat berarti buat Author terus berkarya. Dan buat sesama Author mari saling mendukung 🙏🙏🙏.

.

.

"Jia?"

Seruan keras dari arah belakang mengalihkan perhatian Jia. Gadis itu menoleh dan mendapati sosok wanita bertubuh mungil berlari menghampirinya. Senyum dan pelukan hangat langsung menyambut kedatangan sahabat blondenya itu 'Park Shilla'

Shilla dan Jia berpelukan cukup lama dan saling melepaskan rindu. "Aku merindukanmu Angsa Jelek, kenapa kau pergi begitu lama."

"Aigoo, apa sebesar itu rasa rindumu padaku? Padahal aku cuma pergi beberapa hari saja, Min Sooyeon." ujar Shilla.

"Ck," Jia mendecih seraya menatap Shilla tajam "Berhenti memanggilku Min Sooyeon, Shilla Park. Aku sudah membuang dan mengubur nama itu sejak lama. Nama itu hanya akan mengingatkanku pada luka dan rasa sakit yang aku rasakan selama ini." Tutur Jia, raut wajahnya berubah sendu.

Mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya membuat rasa bersalah menyelimuti perasaan Shilla, tidak seharusnya dia mengungkit luka lama gadis bermarga Min itu.

"Maaf Jia, aku.."

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja." Jiaa memeluk Shilla membuat senyum diwajah gadis bersurai blode itu kembali terkembang lebar. "Oya. Xion, terus mencarimu. Sepertinya dia sangat merindukanmu."

"Ck, si pipi bakpao itu lagi? Lebih baik aku tidak pernah bertemu lagi dengannya. Kau tau itu hanya musibah untukku." Jia terkekeh mendengar ucapan Shilla, ia tidak tau kenapa sahabatnya itu begitu tidak menyukai Xion padahal mereka terlihat cocok saat bersama. "Apa yang kau tertawakan?" amuk Shilla sambil mencerutkan bibirnya, Jia menggeleng.

Gadis itu merangkul bahu Shilla dan tersenyum lebar. "Aku lapar, bisakah kau menemaniku sarapan? Aku yang akan mentraktirmu." Mata Shilla berbinar seketika mendengar kata traktir yang meluncur beban dari bibir Jia

"Benarkah!" Jia mengangguk. "Oke, lets go."

Tidak sampai lima belas menit kedua gadis itu tiba di cafe langganan mereka. Keduanya berjalan beriringan menuju meja yang berada disudut ruangan samping jendela kaca.

Sudah beberapa hari ini mereka tidak mendatangi cafe itu termasuk Jia, menurutnya tanpa Shilla tidak lengkap rasanya. "Nunna." kedatangan mereka langsung di sambut oleh seorang pemuda bermata besar bernama Dio. Dio terlihat begitu gembira melihat kedatangan mereka berdua di cafe miliknya. "Senang melihat kalian datang lagi. Apa kalian tau, aku sangat-sangat merindukan kalian berdua." Ujarnya.

"Iyaiya, tapi sekarang siapkan makanan untuk kami. Aku sudah sangat lapar." Shilla menepuk perutnya sendiri yang terasa keroncongan, Dio terkekeh kemudian mengangguk.

"Oke, lima menit lagi."

Sembari menunggu makanan mereka datang. Terlihat Jia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju piano yang berada disudut ruangan, mungkin tidak ada salahnya menyumbangkan satu atau dua lagu seperti biasanya. Gadis itu membetulkan dressnya kemudian duduk berhadapan dengan piano didepannya.

Ting Ting Ting...

Dentingan piano yang Jia mainkan menggema di seluruh penjuru cafe. Melodi-melodi indah mengalun dengan lembut membuat siapa pun akan terpanah dan terhipnotis ketika mendengarnya termasuk sosok pemuda tampan berwajah stoic yang baru saja memasuki cafe itu.

Sepasang mutiara abu-abunya memandang seorang gadis yang wajahnya tidak begitu asing duduk di atas bangku piano itu. Jari-jari lentiknya menari dengan indah di atas tuts piano tersebut. Kedua matanya sesekali tertutup dan menghayati permainannya sendiri.

Sementara itu, pemuda berwajah stoic itu tidak dapat mengalihkan sedikit pun arah pandangnya dari sosok Jia yang duduk di sana. Dan setelah empat menit berlalu musik pertama berhasil Jia selesaikan dengan sempurna dan kini melodi yang Jia mainkan masuk pada lagu kedua.

Dentingan piano kembali menggema. Alunan melodi yang begitu lembut dan menghangatkan hati, namun jika didengarkan dengan cermat ... lagu itu menyimpan makna yang begitu dalam dan menyimpan sebuah kesedihan.

Walaupun bernada sedih, tapi lagu itu begitu nyaman untuk didengarkan. Pemuda itu begitu menikmati permaianan piano Jia dan menghayati lagu yang dimainkannya sampai pada akhirnya lagu itu berakhir.

Prokk! Prokk!! Prokk!!

Suara riuh tepuk tangan membuat Jia sedikit terkejut, gadis itu menoleh pada para pengunjung cafe yang berdiri sambil bertepuk tangan. Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "NUNNA, ITU TADI SANGAT BAGUS. KAU SANGAT HEBAT." Seru seorang pemuda dengan suara yang begitu lantang.

"NUNNA, AKU SANGAT MENGAGUMIMU." Sahut pemuda satu lagi.

Sontak saja Jia menoleh dan menatap kedua pemuda itu dengan senyum tipis, mengalihkan pandangannya. Tanpa sengaja matanya bersiborok dengan sepasang mutiara abu-abu milik pemuda dengan penampilan serampangannya yang hanya memandangnya datar.

Namun hal itu tidak berlangsung lama karna Jia langsung melangkah pergi dan kembali pada Shilla. "Jia, itu tadi sangat luar biasa. Kau tetaplah sehebat dulu dan ... YA TUHAN-"

Shilla tidak melanjutkan ucapannya dan memekik kencang melihat beberapa bekas luka sayatan pada lengan Jia dan luka-luka itu masih terlihat sangat baru. "Jia, apa ini? Jangan bilang jika melakukannya lagi? Kenapa kau harus melukai dirimu sendiri?" teriak Shilla dengan suara meninggi membuat perhatian semua orang kini tertuju pada mereka berdua termasuk pemuda berwajah stoic itu.

Jia yang merasa tidak enak langsung membungkuk meminta maaf, Shilla menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan merasa horror melihat tatapan tajam Jia. "Maaf."

"Tidak perlu berteriak juga, Park Shilla. Lagi pula tidak seperti itu, hal ini terjadi begitu saja. Aku-"

Shilla langsung memeluk sahabatnya tersebut. "Aku tidak ingin kau terus-terusan menyakiti dirimu sendiri, Jia-ya. Cukup, sudahi semuanya dan aku sungguh-sungguh tidak ingin melihatmu terus-terusan seperti ini."

"Aku-"

"Pesanan datang." Seru Dio menyela ucapan Jia. Gadis itu kembali mengulum senyum terbaiknya. Jia tidak ingin terlihat lemah didepan orang lain apalagi mahluk yang disebut laki-laki. "Nunna, ini pesanan kalian," ucapnya seraya menata makanan-makanan itu diatas meja

"Oya, Jia Nunna. Itu tadi sangat hebat, bagaimana jika kau bekerja secara tetap di sini sebagai pianis? Aku berani membayarmu dengan harga tinggi, jika kau di sini pasti pengunjung cafeku semakin meningkat begitu pula dengan omsetku dan aku-"

"Berhentilah mengoceh, Mata Bulat. Setidaknya biarkan kami makan terlebih dulu, kami sudah sangat kelaparan." Ujar Shilla menyela ucapan Dio

"Heheheh! Maaf Nunna, baiklah selamat menikmati."

"Dio Hyung." lagi, teriakan itu mengalihkan perhatian semua orang termasuk Jia dan Shilla.

Lagi-lagi mutiara coklatnya bersiborok dengan sepasang mata abu-abu milik adonis dingin itu yang tak lain dan tak bukan adalah Justin. Mereka hanya saling menatap dalam diam, tatapan dingin dan datar Justin membuat Jia sedikit merinding.

BRAKKK!!!

DORRRR!!!

"Kyyyyyaaaaa." Suasana cafe yang semula tenang menjadi riuh karna kemunculan sekelompok pria bersenjata.

"SERAHKAN HARTA BENDA KALIAN SEMUA DAN JANGAN ADA YANG BERANI MELAWAN, ATAU NYAWA KALIAN AKAN MELAYANG."

Doorrrr!!

Tembakan kembali dilepaskan keudara membuat seluruh penjuru cafe menjadi panik dan kalang kabut. Dengan gemetar, semua menyerahkan harta bendanya pada orang-orang itu dan segera tiarap dilantai. Salah satu dari pria-pria itu menyeringai saat melihat keberadaan sosok cantik berparas barbie yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Laki-laki itu menyeringai dan menghampirinya. "Wow. Ternyata ada seorang bidadari di sini." ucapnya menyeringai. Tubuh Jia gemetar dan mulai berkeringat dingin, gadis itu mundur beberapa langkah saat salah satu dari orang-orang itu menghampirinya. "Kau gadis yang paling cantik. Kemarilah Sayang dan aku tidak akan menyakitimu."

"STOP." teriak Shilla sambil merentangkan tangannya dan berdiri didepan Jia.

"Mundur kau, atau aku akan memukulmu." Ancamnya.

"Aaarrrrkkkhhh!! Gadis pendek sebaiknya kau tidak ikut campur." Geram laki-laki itu dan mendorong tubuh Shilla.

Mata Leo terbelalak dengan sigap ia berlari dan menangkap tubuh gadis itu sebelum menghantam lantai. "Nona, kau tidak apa-apa?" tanya Leo memastikan. Shilla menggeleng. Meyakinkan pada Leo jika dirinya baik-bik saja.

"Kau milikku, Sayang."

Grepp!!

Laki-laki itu terkejut saat merasakan sesuatu menempel pada kepala belakangnya. "Jauhi gadis itu atau kuledakkan kepalamu." Ancam orang itu di iringi seringai Iblisnya. "Aku tidak akan mengulagi kata-kataku, jauhi gadis itu atau kuledakkan kepalamu. Dan kembalikan semua harta benda mereka."

"Siapa kau bocah ingusan? Berani sekali kau mengancam dan memerintahku?"

"Justin Qin, Leader Five Corner." Jawabnya santai.

Glukk!!

Susah payah laki-laki itu menelan salivanya sambil menghapus bulir keringat dingin yang mengalir dari pelipisnya. Perlahan laki-laki itu menjauhi Jia. "Kita pergi dari sini." Serunya pada teman-temannya. Mereka tidak ingin sampai berurusan dengan geng Iblis itu.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Justin dengan nada dingin dan datar. Jia menggeleng. "Aku tidak apa-apa, terimakasih untuk bantuannya. Dan ini kedua kalinya kau menolongku. Oya, perkenalkan. Aku Min Jia." Jia mengulurkan tangannya pada Justin namun sepertinya tidak diindahkan oleh pemuda itu.

Justin hanya diam seraya menatap datar tangan Jia yang terulur padanya. Jia hendak menarik kembali tangannya sebelum sebuah tangan lain menyambarnya.

"Nunna, perkenalkan! Namaku Felix Nam. Ini Hyung siamku namanya, Thomas Hyung. Yang dingin ini namanya, Justin Hyung. Yang tinggi mirip tiang listrik itu namanya, Leo Hyung dan yang polos tapi paling mesum diantara kami berlima namanya Sean Hyung. Oya Nunna-ya, jangan kaget apalagi heran dengan Hyungku satu ini. Dia memang paling dingin dan mengerikan diantara kami semua tapi percayalah jika aku yang paling manis dan paling menggemaskan." ujar Felix panjang lebar.

"Nunna, maaf jika bocah ini terlalu banyak bicara." Sesal Thomas sambil menarik Felix menjauh dari Jia.

Suasana cafe sudah kembali seperti sedia kala, semua orang berterimakasih pada Justin dan teman-temannya yang berhasil mengusir para penjahat itu. Atas ide Dio yang meminta agar Jia dan Shilla mau satu meja dengan kelima anggota Five Corner kini mereka duduk pada satu meja yang sama.

Shilla dan Leo langsung terlihat akrab begitu pula dengan Thomas dan Felix yang sesekali menggoda Shilla. Sedangkan Jia dan Justin sama-sama memilih diam dan menyibukkan diri pada kegiatan masing-masing. Seperti Justi yang asik mengutak-atik ponselnya dan Jia yang hanya menatap keluar jendela. Sedangkan Sean membantu Dio yang cafenya tiba-tiba kebanjiran pelanggan.

Ting!!

Lonceng yang berada diatas pintu tiba-tiba berbunyi yang menandakan ada penggunjung yang datang. Dan tanpa berniat Jia menoleh pada pintu masuk dan terkejut melihat dua orang yang baru saja memasuki cafe begitu pula dengan Shilla yang juga sangat mengenali siapa laki-laki dan wanita itu.

"Brian!!"

.

.

.

BERSAMBUNG."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!