NovelToon NovelToon

Exs Mr.Playboy

Sunny Chalondra Bancrof

"Hallo, Princess," sapa Alex pada gadis yang usianya akan genap 4 tahun bulan ini.

"Yeah, Daddy pulang," teriak riang Sunny, ia berlari sambil membawa boneka kesayangannya, lalu memeluk Alex.

Ya, bayi perempuan yang dulu sempat menjalani perawatan intens selama beberapa bulan karena kelahiran prematur, kini sudah hampir berusia 4 tahun.

Gadis kecil itu tumbuh sangat sehat dan lincah, sejak bayi, ia di rawat oleh kedua orang tua Melanie karena Alex belum bisa mempercayai siapapun untuk merawat Sunny.

"Bayi besar daddy ini cantik sekali, lagi apa sekarang?" tanya Alex, ia menggendong Sunny dan membawanya duduk di sofa.

"Lagi main boneka," jawab Sunny. "Jangan panggil Sunny bayi lagi, Daddy. Sunny sudah besar," keluhnya sambil cemberut.

"Baiklah, Daddy punya hadiah buat kamu." Alex mengeluarkan sebuah tiket dari saku jasnya.

"Apa ini, Daddy?"

"Ini, kamu nggak tau?" tanya Alex, yang di jawab gelengan oleh Sunny.

"Ini adalah, tiket masuk ke kebun binatang."

Seketika Sunny melompat dari pangkuan Alex dan berteriak kegirangan.

"Ye ye ye. Ke kebun binatang, yee ...." Sunny tampak sangat bahagia, begitupun dengan Alex.

Sejak kematian Melanie, sampai saat ini Alex bahkan tidak pernah berkencan dengan wanita manapun, ia seolah trauma dan menghindari siapapun wanita yang mencoba meraih hatinya.

Alex hanya memikirkan satu hal terpenting di dunia ini, yaitu Sunny. Sengaja, nama Sunny di pilih oleh Alex karena nama itu mempunyai arti 'Cerah'. Alex berharap, dengan kehadiran Sunny di hidupnya, dunianya akan kembali cerah, secerah saat dimana ia masih bisa memadu kasih bersama Melanie.

Sunny Chalondra Bancroft, gadis yang akan segera genap berusia 4 tahun itu memiliki rambut kecoklatan sepinggang, warna rambut itu tentu saja di wariskan oleh sang ibu. Sunny juga memiliki wajah yang sangat mirip dengan Melanie, hingga bibir dan hidung, gadis itu seperti menjiplak wajah sang ibu. Hanya satu hal yang berbeda, warna matanya. Warna bola mata abu-abu itu adalah warisan Alex.

"Aku seperti melihat Melanie dalam dirinya, mereka bahkan tidak berbeda sama sekali," ungkap Alex saat hari demi hari Sunny menampakkan kecantikan wajahnya.

Berjanji akan membawa Sunny berlibur ke kebun binatang, Alex juga akan mengajak tiga keponakannya, yaitu Nick dan si kembar.

"Apa Nick dan adik kembar juga ikut?" tanya Sunny.

"Tentu saja, Sayang. Kita liburan bareng," jawab Alex.

"Ye ... kita ... liburan." Sunny berteriak riang.

"Cucu grandma, kenapa senang sekali?" ucap nyonya Gio dari arah dapur.

"Grandma, minggu depan Sunny, Nick dan adek kembar akan berlibur ke kebun binatang," jawab Sunny, gadis kecil itu sudah fasih berbicara sejak usianya 2 tahun.

"Wah, senangnya. Apa Sunny mau ngajak grandma?"

Sunny berbalik, menoleh pada Alex. "Dad, apa grandma boleh ikut?"

"Tentu saja, Cantik. Kita akan berlibur ramai-ramai," ucap Alex. "Baiklah, Daddy akan menyapa Mommy, mau ikut?" tawar Alex sambil mengulurkan tangan.

Sunny mengangguk, lalu meloncat ke pelukan Alex dan meminta di gendong.

Setiap tiga hari sekali, atau paling lama seminggu sekali, Alex baru bisa pulang ke rumah ini, karena kesibukannya sekarang lebih berat dari sebelumnya, ia harus pandai mengatur waktu antara pekerjaan dan putrinya.

Sunny tinggal bersama nenek dan kakeknya sejak bayi, sedangkan Alex masih tinggal di rumahnya sendiri, rumah yang ia tempati bersama Melanie saat wanita itu masih hidup.

Menggendong Sunny ke lantai dua rumah itu, Alex masuk ke dalam kamar Melanie, kamar ini masih sangat rapi dengan berbagai perabotan yang tidak pernah di rubah posisinya, semua masih tertata sama ketika Melanie masih ada.

"Hallo, Mommy. Lihat, Daddy datang dan akan mengajakku berlibur ke kebun binatang," ucap Sunny sambil duduk di depan pigura besar foto Melanie.

"Mommy juga pasti senang kalau kamu jadi anak baik. Janji sama mommy, Sunny akan jadi anak pintar dan baik," ujar Alex.

"Iya, Mommy. Sunny janji, akan menjadi anak pintar dan baik hati," ulang Sunny.

"Gadis pintar. Sekarang, Sunny ke dapur, ambil es krim yang tadi daddy bawakan. Minta sama bibi, ya," pinta Alex. Sebelum ia menemui Sunny yang sedang asik bermain di ruang tengah, Alex sudah membawa sekotak es krim kesukaan Sunny dan meletakkannya di kulkas dapur.

Setelah Sunny keluar dari kamar, kini giliran Alex yang akan menceritakan hari-harinya di depan foto mendiang sang istri, Alex mendekat, lalu berdiri memandang foto Melanie dalam balutan baju pengantin saat hari pernikahan mereka.

"Hai, Sayang. Bagaimana kabarmu? baik, bukan. Aku pun sama. Kamu lihat, gadis kecil kita sudah semakin besar, dia semakin berat, aku tau dia suka sekali makan, sepertimu dulu."

"Oh, ya. Sebentar lagi Sunny akan ulangtahun. Entah mengapa, aku masih berharap kamu bisa di sini dan merayakannya bersama kami. Tapi sungguh, aku sama sekali nggak pernah menyesal atas kehadiran Sunny."

"Kami akan baik-baik saja, Sayang. Kamu jangan mengkhawatirkannya, Sunny akan tumbuh menjadi gadis cantik dan baik, sepertimu. Kamu adalah yang terbaik bagi kami."

"Sayang, terimakasih sudah menghadirkan Sunny untukku, untuk kita. Aku berjanji akan menjaganya dengan nyawaku, seperti kamu membawanya ke dunia ini dengan nyawamu."

"Love you, Melanie."

Lagi, satu tetes air mata terjatuh di pipi Alex, setiap kali ia mengungkapkan rasa cinta yang besar, sebesar itu pula rasa sakit akan kehilangannya.

Alex buru-buru menyeka air mata di pipi saat ia mendengar suara langkah kaki Sunny mendekat.

"Dad," sapa Sunny. "Apa kamu menangis, Daddy?"

"Nggak, Sayang. Mata daddy kelilipan," jawab Alex berbohong.

"Oh, mungkin karena kamar ini banyak debunya. Nanti aku akan minta tolong pada bibi agar di bersihkan. Biar daddy nggak nangis lagi," celoteh Sunny dengan suaranya yang menggemaskan.

Alex tersenyum, lalu menggendong Sunny ke kamarnya.

"Apa ini sudah waktunya tidur siang?" tanya Alex, Sunny mengangguk cepat.

"Baiklah, daddy akan menemanimu tidur. Ayo," ujar Alex, ia menemani gadis kecilnya berbaring di atas ranjang yang empuk.

Selama ini, Sunny bahkan tidak pernah kekurangan suatu apapun, semua yang gadis itu minta, Alex akan memberikannya saat itu juga, Sunny bahkan memiliki arena bermainnya sendiri, semua jenis permainan sudah Alex sediakan dalam satu ruangan.

Sunny tumbuh dengan penuh cinta dan kasih sayang dari orang-orang di sekelilingnya. Alex memastikan bahwa gadis kecil itu tidak akan pernah merasakan kesepian, Alex berusaha agar Sunny selalu bahagia, meskipun tanpa Melanie.

Setelah hampir tiga puluh menit Alex menemani putrinya, ia berlahan bangkit dan turun dari ranjang setelah memastikan bahwa Sunny sudah benar-benar terlelap, ia berjinjit pelan keluar dari kamar.

"Alex," sapa nyonya Gio di depan pintu.

"Ya Ampun, Ma. Kaget!" ucap Alex sambil memegang dadanya.

"Ayo, mama mau bicara," ajak nyonya Gio. Alex mengikuti ibu mertuanya ke ruang tengah.

"Alex, dengarkan mama. Kalau kamu nggak bisa tinggal di sini, sebaiknya kamu bawa Sunny tinggal bersamamu," ucap nyonya Gio. "Kamu harus tau, setiap hari setiap waktu, dia selalu tanya, kapan Daddy pulang. Bukan mama nggak mau merawat Sunny, tapi dia lebih butuh kamu ketimbang kami disini," lanjutnya.

"Tapi ma, aku belum bisa percaya sama orang lain buat jagain Sunny, aku nggak mau di di asuh oleh orang yang salah."

"Ini sudah empat tahun, Alex. Sudah seharusnya kamu mencari pengganti Melanie, dia butuh sosok ibu."

"Ma, tolong jangan bahas masalah ini. Ada aku, mama, papa, ada keluarga kita yang lain, Sunny nggak butuh siapa-siapa lagi," kilah Alex.

🖤🖤🖤

Sunny Chalondra

Alex, Cute Daddy ❤️

Mati rasa

Alex menghela nafas panjang tatkala ibu mertuanya menegurnya perihal pasangan. Ini bukanlah pertama kalinya, sudah beberapa kali kedua mertuanya meminta Alex untuk kembali bangkit, bangkit dari keterpurukan atas hilangnya cinta.

"Kalau kamu nggak mau melakukan ini demi dirimu, lakukan ini demi Sunny, Alex. Bagaimanapun, sosok keluarga tidak akan lengkap tanpa kehadiran ibu," pinta nyonya Gio.

"Ma ...."

"Alex, apa kamu nggak lihat bagaimana wajah anakmu setiap kali dia bertemu Nick dan adik kembarnya?" tanya nyonya Gio. "Setiap kali mereka bertemu, Sunny merasa minder, dia kurang percaya diri setiap kali melihat Hayley dan anak-anaknya bermain. Sunny butuh itu, Alex!"

"Lusa, kita akan kedatangan tamu. Keluarga besar dari saudara papamu dan anak mereka, Felicia Maheswari. Dia akan jadi brand ambassador produk baru di perusahaan kita," jelas nyonya Gio.

"Baik, Ma. Aku akan pulang kesini."

"Usahakan pulang lebih sering, Alex. Kasihan Sunny. Dan, mulai sekarang kamu harus cari pengasuh buat Sunny, jangan membantah, ini demi kebaikan kalian."

"Baik, Ma. Akan aku usahakan," jawab Alex lemas.

Kali ini ia tidak punya pilihan lain selain menuruti nasehat mama mertuanya. Sebenarnya bukan hanya mama mertuanya, mamanya sendiri, Friska, ia juga sudah mendesak Alex untuk segera mencari pengganti Melanie, tidak membutuhkan banyak alasan, semuanya demi pertumbuhan dan perkembangan Sunny, ia harus tumbuh dengan sosok seorang ibu di sampingnya.

Sejak meninggalnya Melanie, keluarga Rendra kehilangan sosok pemimpin di perusahaan mereka yang bergerak di bidang kosmetik. Jadi, mau tidak mau, Alex di minta oleh kedua mertuanya untuk mengisi posisi kosong tersebut. Alex tidak menolak, karena memang ini sudah menjadi tugasnya sebagai menantu keluarga ini.

Namun begitu, Alex sangat tahu diri, sampai saat ini, ia hanya menerima gaji yang semestinya tanpa mengambil apapun secara berlebihan. Meskipun keluarga Rendra membebaskannya mendapatkan berbagai akses untuk keuangan keluarga, Alex sama sekali tidak tertarik, ia merasa sudah cukup kebaikan mereka.

Setelah percakapan dengan nyonya Gio, Alex kembali ke kamar Sunny, malam ini ia berencana menginap, karena pekerjaan sedang tidak terlalu banyak dan besok ia akan mengajak Sunny ke rumah Aaron untuk merencanakan hari libur bagi anak-anak mereka.

Alex mendekat ke arah ranjang tempat anaknya terlelap, ia tersenyum kecil sambil mengelus pipi lembut Sunny.

"Sayang, kamu lihat, bukan. Dia sangat mirip denganmu, aku merasa kamu seperti selalu ada di dekatku," gumam Alex sambil melirik foto Melanie di pigura kecil meja belajar anaknya.

"Daddy," ucap Sunny pelan sambil mengerjapkan mata, ia melihat Alex duduk di tepi ranjang sambil memegang wajahnya.

"Daddy di sini," ucap Alex.

"Sunny senang sekali daddy bisa nemenin Sunny tidur siang. Boleh nggak, kalau nanti malam juga daddy tidur di sini?" pinta Sunny.

"Tentu saja, Princess. Kita akan bersama selama seharian," ucap Alex, lalu memeluk putrinya.

Setelah Sunny benar-benar sudah menyelesaikan tidur siangnya, Alex membawa gadis kecil itu bermain di taman belakang rumah, mereka bermain lari-larian sambil membawa jaring kecil.

"Daddy, tangkap kupu-kupu itu!" teriak Sunny sambil menunjuk kupu-kupu yang hinggap di atas bunga mawar yang mekar.

Alex berjinjit pelan dan mendekat, ia sudah menyiapkan jaring di tangannya dan bersiap akan menangkap kupu-kupu berwarna biru di depannya.

"HAP!!!" Berhasil, Alex menangkap kupu-kupu itu dan memberikannya pada Sunny.

"Cantik sekali warnanya," ujar Sunny, ia meletakkan kupu-kupu dalam toples yang sudah di beri lubang udara.

"Tapi nggak secantik kamu, Sayang," timpal Alex.

"Ih, Daddy. Sunny memang cantik lah, mirip mommy, kata orang-orang begitu."

"Kamu lebih cantik, Sayang."

"Daddy, kata mommy, daddy memang pandai merayu. Daddy adalah raja merayu sepanjang masa," ujar Sunny sambil merentangkan tangannya di depan Alex.

"Benarkah? apa mommy mengatakan itu melalui surat?" tanya Alex.

"Betul. Sunny pernah baca surat yang mommy tulis, mommy bilang daddy itu pintar merayu," ucap Sunny.

"Wah, wah, wah. Mommy memang benar, tapi daddy cuma pinter merayu mommy, cuma mommy yang daddy cintai."

Alex akhirnya menceritakan tentang masa-masa dirinya menikah dengan Melanie pada putrinya, hal-hal seperti ini selalu Alex lakukan saat ia memiliki waktu bersama Sunny, ia akan menceritakan betapa baiknya Melanie, betapa cantiknya wanita itu, dan betapa berharganya Melanie dalam hidup mereka.

Dulu, aaat Melanie sudah mengetahui dirinya positif hamil, ia mulai menulis banyak surat setiap hari. Surat-surat itu semuanya adalah surat rahasia yang di khususkan untuk anak yang akan ia lahirkan.

Mungkin totalnya ada lebih dari seratus surat, dan semuanya di tulis oleh Melanie sendiri, sebelum meninggal, Melanie memberikan surat itu pada mamanya, lalu ia meminta untuk memberikan satu surat setiap bulan saat Sunny sudah berusia 3 tahun atau ketika gadis kecil itu sudah bisa membaca.

Sunny adalah anak istimewa, ia sudah bisa berjalan saat usianya baru menginjak 10 bulan, ia sudah mulai berlari di usia 1 tahun, dan kemampuan berbicaranya sangat aktif sejak memasuki usia 2 tahun.

Semenjak ia lancar berbicara, rasa ingin tau dan keinginannya dalam belajar sangat besar, akhirnya sebelum genap usia 3 tahun, Sunny sudah bisa membaca satu atau dua kalimat yang ia eja.

Hari sudah semakin sore, Sunny dan Alex menghabiskan waktunya untuk bermain pasir di belakang rumah sambil mengumpulkan beberapa kupu-kupu.

"Sunny, ayo mandi!" teriak nyonya Gio dari arah pintu. Sunny kemudian menoleh dan melambaikan tangan.

"Dad, kita apakan semua kupu-kupu ini?" tanya Sunny.

"Mereka harus di lepaskan lagi, Sayang. Mereka juga punya keluarga, mama dan papa kupu-kupu ini pasti juga sedang mencarinya," ucap Alex.

"Oh, enak ya, Dad. Kupu-kupu ini punya mama dan papa, kayak Nick dan adik kembar."

Menghela nafas panjang, Alex merasa kata-kata putrinya begitu menyayat hatinya. Sunnguh, ia sama sekali tidak berniat untuk membuat Sunny merasa kesepian tanpa hadirnya seorang ibu. Tapi Alex merasa dirinya belum siap.

"Ayo, kita lepaskan semua," ucap Alex, lalu membuka toples yang berisi beberapa kupu-kupu.

Sunny tampak begitu senang, ia melambaikan tangan melihat kupu-kupu miliknya berterbangan.

"Bye ... bye ... kupu-kupu. Kembalilah ke mama dan papamu, ya. Hati-hati," teriak Sunny.

Alex sadar, dirinya egois. Dia sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk hatinya agar sembuh dari rasa sakit, Alex terus merasa tidak perlu untuk mencari kebahagiaan lain, dia sudah merasa bahagia dengan kehadiran Sunny dalam kehidupannya saat ini.

Entah apa yang terjadi pada dirinya, tapi kini hatinya kembali mati rasa. Entah sudah berapa ratus kali ia menolak ajakan kencan teman wanitanya, bahkan tidak jarang, wanita-wanita yang dahulu ia kencani setiap malam, menawarkan kembali secara gratis. Namun tetap, Alex sama sekali kehilangan selera.

🖤🖤🖤

Berkunjung ke rumah NDD

Hari ini, Alex akan mengajak Sunny berkunjung ke rumah Aaron, paling tidak, setiap sebulan sekali mereka harus bertemu, memang bukan suatu kewajiban, tapi anak-anak itu sendiri yang meminta jika mereka harus bermain bersama setiap hari minggu di akhir bulan.

"Sudah siap, Cantik?" tanya Alex pada Sunny.

"Siap, Daddy."

Alex dan Sunny berangkat, mereka menikmati perjalanan kota yang lenggang karena tanggal merah. Di dalam mobil, Sunny menyanyikan beberapa lagu anak-anak yang ia hafal, begitupun Alex, ia dengan senang hati turut bernyanyi bersama kesayangannya.

Hampir satu jam perjalanan, keduanya sudah sampai di halaman depan kediaman Aaron, mereka di sambut riang oleh dua anak laki-laki kembar berusia 3 tahunan.

"Hallo, Danish, Danial," sapa Sunny saat ia di gendong Alex turun dari mobil.

"Hai kakak Sunny," ucap Danish dan Danial kompak. "Masuk, yuk," ajak Danish.

Danish dan Danial adalah anak kedua dan ketiga Hayley, jarak umur mereka dan Sunny tidak sampai satu tahun, karena saat Sunny lahir, Hayley sudah dalam keadaan hamil 3 bulan.

Alex membawa masuk tiga anak-anak itu, mereka menyapa Hayley yang sedang asik membuat brownis di dapur.

"Hallo, Cantik. Apa kabar?" sapa Hayley.

"Baik, Ma. Mama Ily (iLy) lagi apa?" tanya Sunny, ia pun mencium punggung tangan Hayley.

"Lagi buat brownis, Sunny mau?"

"Mau!" jawab Sunny sambil tersenyum lebar.

"Baik, mama Ily akan buatkan brownis untuk kalian. Sekarang kalian bisa bermain dulu, kakak Nick ada di atas sama papa Aaron, naik sana," ujar Hayley.

Hayley meminta Laksmi untuk mengantar anak-anaknya ke lantai atas menemui Aaron, karena pagi ini Aaron dan Nick sedang asik berenang, sedangkan si kembar, sangat tidak suka berenang, mereka lebih suka bermain mobil-mobilan.

"Danish dan Danial kelihatan makin gemuk, ya," ucap Alex.

"Anak-anak, Alex. Kadang mereka doyan sekali makan, kalau pas lagi susah, ya ampun, aku bisa darah tinggi seharian," keluh Hayley. "Oh, ya. Tumben nggak bilang-bilang dulu kalau mau datang."

"Sengaja, minggu depan rencananya aku bawa Sunny ke kebun binatang, kalian harus ikut. Sunny pasti lebih senang kalau saudaranya ikut semua," jelas Alex.

"Baiklah, aku akan membicarakannya dengan papa mereka."

"Aku akan menyusul anak-anak dulu. Tolong, kali ini jangan buat brownis gosong lagi, Hayley. Kamu bisa meracuni semua penghuni rumah ini," canda Alex. Masih segar di ingatannya, saat Hayley sedang hamil dulu, brownis buatannya hampir membunuh seluruh pelayan di rumah ini, termasuk suaminya sendiri.

"Jangan meledekku, Dasar!"

Sepeninggal Alex menuju lantai tiga rumahnya, Hayley langsung menyiapkan oven dan adonan brownis yang sudah ia buat. Entah sudah menjadi percobaan ke berapa, tapi ia tidak pernah patah semangat saat anak-anaknya meminta di buatkan brownis.

Sebelum memasukkan adonan ke dalam oven, Hayley lebih dulu meminta pelayan yang lebih berpengalaman untuk mengecek suhu dan timer yang ia setting.

Setelah memastikan semuanya oke, Hayley menyiapkan jus jeruk kesukaan anak-anaknya, juga untuk Sunny dan dua laki-laki yang bergelar ayah.

"Tolong antar ini ke anak-anak, ya. Aku akan ganti baju," perintah Hayley pada salah seorang pelayan.

Sejak kelahiran Nick sampai lahirnya Danish dan Danial, Hayley sama sekali tidak berminat untuk mempekerjakan seorang pengasuh, ia melakukan sendiri semua tugas-tugas dalam pengasuhan, meskipun terkadang merasa lelah dan kuwalahan karena tingkah tiga anak laki-lakinya, Hayley tetap bersyukur, ia masih di beri kesempatan menjadi seorang ibu.

Setelah mengganti pakaian, Hayley langsung menyusul ke lantai atas, ia melihat empat anak sedang bermain tembak air.

"Nick, pelan-pelan," tegur Hayley saat melihat Nick menyemprotkan air ke wajah Sunny.

"Mama, brownisnya mana?" tanya Nick.

"Belum, Sayang. Nanti kalau sudah matang, bibi akan mengantarkannya kesini," jawab Hayley, kemudian ia ikut duduk bersama Alex dan Aaron.

"Bagaimana kabar kedua mertuamu, Alex?" tanya Hayley.

"Baik. Oh, ya, sepertinya aku sedang butuh bantuan kalian," pinta Alex.

"Kami akan membantu jika bisa," sela Aaron.

"Mama memintaku mencari pengasuh untuk Sunny. Aku berencana membawanya tinggal bersamaku."

"Itu bagus, lalu?"

"Masalahnya, aku nggak bisa percaya sama siapapun untuk jadi pengasuh Sunny. Kalian tau, gadis kecil itu lebih berharga dari nyawaku, aku nggak bisa percaya sama orang sembarangan," jelas Alex.

"Kalian bisa tinggal di sini, seperti dulu. Anak-anakku pasti senang kalau Sunny juga bisa ada di rumah ini," ucap Hayley.

"Aku nggak bisa jauh dari rumah itu. Rumah itu adalah kenangan terbaikku bersama Melanie, aku nggak bisa."

Begitulah, Alex tidak mau tinggal di rumah besar keluarga Rendra bukan karena dirinya tidak ingin, tapi karena perasaannya seakan tertarik oleh magnet-magnet besar di rumah yang ia tinggali semasa Melanie hidup.

Selama Alex dan Melanie menikah, semua kenangan tentang kebersamaan dan cinta kasih mereka tumbuh semakin subur di rumah itu, tidak sampai hati Alex akan meninggalkan semua hal manis yang sudah ia dapatkan.

"Ini sudah tahun ke empat kepergian Melanie, bukankah seharusnya kamu mencari pendamping hidup baru?" tanya Hayley.

"Jangan membahas ini lagi, siapapun, tolong berhenti memaksaku untuk menikah lagi," ucap Alex tegas.

Mendengar jawaban Alex, Hayley dan Aaron sama-sama terdiam. Aaron sendiri tidak terlalu memaksa Alex untuk kembali menikah, karena dirinya sendiri tidak akan sanggup jika berada di posisi Alex. Aaron tau, sepupunya begitu mencintai Melanie, dan karena Melanie pergi membawa seluruh hatinya, kini Alex bagaikan mati rasa.

Tidak ada yang tau betapa besar rasa cinta Alex untuk Melanie, hanya saja, rasa itu sama besarnya dengan rasa sakit atas kehilangannya.

Jika bukan karena kehadiran Sunny dalam hidup Alex, tidak akan pernah ada yang tau bagaimana nasib Alex saat ini. Rasa sakit itu seolah menguap perlahan seiring berjalannya waktu, namun waktu terlalu lambat untuk menghilangkannya.

Beberapa menit kemudian, seorang pelayan sudah datang membawa brownis yang sudah di potong dan di beri topping keju di atasnya.

"Anak-anak, kemarilah," teriak Hayley sambil melambaikan tangan.

Empat anak-anak yang sudah basah kuyup berlarian menghampiri Hayley.

"Brownis sudah matang. Siapa yang mau?" tanya Hayley.

"Mau, mau, mau." Keempat anak berebut tempat duduk di depan Hayley.

"Yang paling kecil dulu, ya. Danial," ujar Hayley, ia membagi brownis dalam piring kecil dan memberikannya pada Danial, anak ketiganya. Setelah Danial, berganti untuk Danish, Sunny, dan Nick.

Masing-masing mendapatkan dua potong brownis berukuran sedang, mereka juga mendapatkan satu gelas jus jeruk kesukaannya.

Setelah menghabiskan brownis dan minuman mereka, semuanya langsung berkumpul dan di bawa Hayley ke kamar.

"Ayo semuanya ganti baju. Nanti demam," ucap Hayley.

Satu persatu Hayley mengganti baju anak-anaknya.

"Sunny, kemarilah. Ayo ganti baju," ucap Hayley, ia melihat Sunny duduk melamun di dekat pintu sambil memandang tingkah tiga saudaranya.

Sejujurnya, ada rasa iri pada diri Sunny. Gadis kecil itu ingin sekali merasakan seperti yang tiga anak laki-laki di depannya rasakan, memiliki seorang ibu yang akan menggantikannya pakaian. Sesederhana itu, tapi bagi Sunny, hal seperti itu rasanya akan sangat menyenangkan.

🖤🖤🖤

Potret terbaru mama Hayley

Kakak Nick

Danish dan Danial

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!