Tengah malam, Lien Hua bersama dengan pelayannya, pelayan Fu, membereskan barangnya secara diam diam, untuk meninggalkan kediaman.
Lien Hua merasa kehadirannya sama sekali tidak diinginkan oleh Kaisar, memang sebenarnya mencintai Kaisar. Sampai sampai, ia pernah mengemis cinta Kaisar, agar Kaisar meliriknya meski hanya sesat.
Namun itu semua tidak pernah berhasil, Kaisar tetap saja mengabaikannya, hingga hatinya lelah sendiri. Disaat hati Lien Hua lelah, ia memutuskan untuk meninggalkan istana secara diam diam.
Dulu Kaisar menikahi Lien Hua karena paksaan dari Ibu Suri, karena dulunya Ayah Lien Hua adalah seorang Jenderal yang kemampuannya sangat luar biasa, itu dulu sebelum Ayahnya meninggalkannya untuk selama lamanya.
Kaisar menyetujui perintah Ibu Suri, namun ia tidak akan pernah mencintai Lien Hua, ia tidak berniat menjadikan Lien Hua sebagai Permaisuri nya.
Kaisar mengajukan negoisasi pada Ibu Suri, bahwasannya ia tidak menjadikan Lien Hua Permaisuri, melainkan Selir Agung di istana.
Setelah pelayan Fu membereskan barang mereka, ia memastikan kembali pada Lien Hua, apakah benar jika mereka akan pergi malam ini.
"Nona, tidakkah Anda pikirkan lagi, jika Kaisar mengetahui hal ini, maka kita akan mendapatkan hukuman yang berat." Ujar Pelayan Fu, ia sebenarnya tahu bahwa junjungannya ini, sudah tidak betah lagi berada diistana yang menurutnya seperti neraka.
"Sudahlah, keputusanku sudah bulat, kita akan pergi jauh dari istana, jika perlu kita tidak akan kembali menginjakkan kaki disini." Tutur Lien Hua langsung berdiri melihat kepintu belakang.
Ia melihat bahwa sekarang adalah saatnya untuk pergi, karena para penjaga sedang berganti sift, dengan cepat Lien Hua menyelinap melalui pintu belakang istana, diikuti Pelayan Fu membawa barang bawaannya.
Saat sudah berjalan jauh dari istana, Pelayan Fu mulai membuka suara.
"Nona, kita akan pergi kemana?" Tanya Pelayan Fu yang tidak tahu tujuan akan kemana junjungannya pergi, mereka terus berjalan memasuki arah hutan.
"Tidak tahu, aku hanya mengikuti langkah kakiku pergi, entah kemana." Jawab Lien Hua yang juga tidak tahu kemana ia akan pergi.
Malam semakin larut, mereka berdua terus berjalan, hingga sampai dimana mereka menemukan jalan bercabang dekat dengan jurang.
Krasaak krasakk
Lien Hua dan Pelayan Fu mendengar pergerakan yang membuat mereka berdua takut.
"Fu, aku takut." Cicit Lien Hua yang takut akan suara itu.
"Tenang Nona, mungkin binatang yang tengah melintas." Ucap Pelayan Fu mencoba menenangkan junjungannya, padahal dirinya sendiri juga takut.
"Baiklah, lebih baik kita berjalan saja." Putus Lien Hua yang mencoba menetralkan rasa takutnya. Namun saat dirinya dan Pelayan Fu berbalik, tiba tiba ada seseorang yang mendorong mereka, hingga mereka berdua jatuh kedalam jurang yang dalam.
Aaaaaaaa.......
Teriak Pelayan Fu dan Lien Hua jatuh kedalam jurang, sedangkan orang yang mendorong mereka tersenyum sangat puas.
"Kaisar aku mencintaimu." Gumam Lien Hua sebelum jatuh dan tidak sadarkan diri, karena hantaman yang sangat keras.
Sementara pelayan Fu langsung pingsan setelah dirinya tersangkut diatas dahan pohon.
Di gedung tinggi seorang gadis bernama Mira melihat seorang anak berdiri diatas balkon sedang bermain mengejar kupu kupu dengan jaring ditangannya.
Ia memperhatikannya dengan senyum sumringah, namun siapa sangka bocah itu malah naik kepembatas balkon yang membuatnya akan jatuh dari gedung tinggi itu.
Mira yang melihat langsung berlari menangkap bocah tersebut sebelum jatuh dari ketinggian, namun saat ia sudah menggapainya dan menurunkan anak itu, kakinya malah tergelincir, membuat dirinya bergelantungan diatas balkon.
"Tolong! tolong!" Teriak Mira meminta tolong, saat orang orang mulai berdatangan untuk menolongnya, namun sayang tangannya sudah tidak bisa menahan tubuhnya.
Pegangannya terlepas begitu saja, ia terjatuh dari ketinggian.
"*Ayah, Ibu, maafkan aku, aku akan menyusul kalian di surga*." Batin Mira sebelum ia benar benar jatuh.
Ia merasa malaikat maut sudah datang menjemputnya.
Blak!
Mira benar benar jatuh dengan kepala yang mengeluarkan darah segar mengalir, bercecer dibawah gedung.
Setalah dua bulan Lien Hua tidak sadarkan diri, hari ini tepat dua bulan setelah dia keluar dari istana, ia kembali sadar.
Lien Hua mengerjapkan matanya, menyesuaikan keadaan cahaya disana.
Ia melihat sekeliling, sekarang dia berasa didalam sebuah gubug tua ditengah hutan.
Tiba tiba kepalanya merasakan pusing, ia memeganginya, terlintas sebuah ingatan dari seorang gadis.
"Hah, apa tadi, ingatan siapa? dan ini kenapa aku bisa ada disini, bukannya sekarang seharusnya aku bersama ayah dan ibu ku." Gumam Mira bingung.
Ya itu adalah Mira, setelah ia terjatuh, entah bagaimana kejadiannya ia bisa berada didaerah antah berantah ini.
"Apa ini, kenapa aku disini, dan dimana ini." Gumamnya mencoba untuk berdiri melihat sekitar. Namun tubuhnya seakan berat untuk melangkah, duduk saja ia tidak kuat.
"Haish, lemah sekali." Kesalnya.
Pelayan Fu datang membawa kain dan satu wadah air, ia berniat untuk membersihkan tubuh junjungannya dengan kain basah, namun ia terkejut sekaligus senang, melihat junjungannya terbangun dari tidur panjangnya.
"Nona, Anda sudah sadar." Senang Pelayan Fu menghampiri Lien Hua.
Mira yang melihat Pelayan Fu mendekat, ia sangat terkejut melihat baju yang dikenakan oleh Pelayan Fu sangatlah kuno dan tidak bermodel.
"Siapa kamu?!" Tanya Mira yang terkejut
"Saya Fu Nona, Pelayan Anda." Jawab Pelayan Fu menaruh wadah air disamping tempat tidur.
"Hah, dimana aku? dia pelayan?" Batin Mira bertanya tanya. Melintaslah lagi sebuah ingatan dari pemilik tubuh yang sekarang ia tempati ini. Kepalanya sangat pusing sekarang.
"Nona, Nona, Anda baik baik saja?" Panik Pelayan Fu, ia langsung keluar memanggil seorang Tabib yang sudah membantu mereka saat jatuh.
Tak lama Pelayan Fu masuk kembali kedalam dengan seorang Tabib. Tabib itu langsung memeriksa tubuh Lien Hua.
"Tuan, tadi Nona seperti tidak mengingatku." Ujar Pelayan Fu sembari Tabib memeriksa keadaan Lien Hua.
"Nona, tubuh Anda masih lemah, istirahatlah dulu, jangan memaksakan mengingat sesuatu, untuk sementara ingatan Anda hilang." Ujar Tabib.
"Kamu bisa membantunya mengingatnya lagi nanti, saat dia sudah pulih." Sambung Tabib berbicara pada Pelayan Fu. Pelayan Fu mengangguk mengerti.
"Aku keluar." Ujar Tabib keluar begitu saja.
"Kau kemari." Perintah Mira menunjuk Pelayan Fu, memintanya mendekat dan duduk disampingnya.
"Ya saya, Nona."
"Ceritakan siapa aku sebenarnya."
"Baik." Pelayan Fu mengangguk meng iya kan.
"Anda adalah nona muda keluarga Lien, ayah Anda adalah seorang Jendral perang yang hebat, Anda diminta untuk menikah dengan Kaisar Li Yuan dan dijadikan Selir Agung, Kaisar terpaksa menikahi Nona karena paksaan dari ibu suri, juga untuk memperkuat prajurit, namun sekarang ayah Nona sudah tidak ada lagi di dunia, karena gugur di perbatasan." Ujar Pelayan Fu.
"Wah, seperti didalam cerita novel yang pernah ku baca, bereinkarnasi kedunia kuno." Batin Mira meratapi nasibnya.
"Lalu, apa kaisar mencintaiku?" Tanya Mira yang penasaran akan kehidupan pemilik tubuh yang ia tempati saat ini.
Pelayan Fu terlihat ragu ragu untuk menjawab pertanyaan Lien Hua.
"Cepat katakan!" Seru Mira yang sudah menunggu.
"Tidak Nona, kaisar sama sekali tidak mencintai Anda, malah Andalah yang mencintai kaisar, sampai sampai mengemis cintanya." Jawab Pelayan Fu menunduk, ia takut jika junjungannya akan merasa sedih.
"Sangat sangat menakjubkan, aku bos mafia besar, tapi melintas kedunia ini, menempati tubuh gadis yang lemah, dan parahnya lagi, pengemis cinta kaisar, ck, ck, ck beruntung sekali aku." Batin Lien Hua lagi.
"Dan kenapa kita ada disini? bukankah seharusnya ada di istana?" Tanya Lien Hua lagi.
"Malam itu Nona memutuskan untuk kabur dari istana, namun Nona tidak tahu harus kemana, Nona terus berjalan ke arah hutan, namun ada seseorang yang mendorong kita dari belakang, hingga kita jatuh bersamaan kedalam jurang."
"Tabib itu?"
"Tabib itu adalah Tabib Chen, dia lah yang menolong kita Nona, saya sadar dalam waktu satu minggu, namun Nona sampai dua bulan baru sadarkan diri." Jelas Pelayan Fu menjabarkan semua informasinya.
"Dasar tubuh ini sangatlah bodoh, sudah tahu dimanfaatkan oleh kaisar gila itu, tapi tetap saja tidak sadar." Batin Mira meruntuki kebodohan dari Lien Hua.
"Ambilkan aku cermin." Suruh Lien Hua. Pelayan Fu langsung mengambilkan cermin. Mira terkaget dengan cermin yang sangat buram juga wajahnya yang penuh dengan jerawat.
"Hah, aku sepertinya harus mengubah wajah ini menjadi lebih cantik." Batin Lien Hua memperhatikan titik titik jerawat yang ada diwajah tubuh barunya ini.
"Baiklah, kau bisa keluar, aku akan istirahat." Ucap Lien Hua kembali beristirahat.
"Kehidupan kedua yang lebih rumit dari kehidupan pertamaku." Denggus Mira kesal sebelum benar benar tertidur.
"Ada apa dengan nona, kenapa wajah nya sangat datar, apa lagi tatapannya sangat tajam." Gumam Pelayan Fu setalah meninggalkan Lien Hua sendiri.
Menjelang malam, Pelayan Fu membangunkan Lien Hua.
"Nona bangun, sebentar lagi makan malam, Nona tidak boleh meninggalkan makan malam." Ucap Pelayan Fu membangunkan Lien Hua.
Lien Hua yang merasa ada yang menganggu tidurnya, ia menggeliat membuka matanya.
"Hmmm, aku sudah bangun." Ucap Lien Hua tetapi dengan mata yang kembali menutup.
"Nona, mohon Anda jangan tidur lagi, Tabib Chen sudah menunggu Nona diluar." Ucap Pelayan Fu memberitahu bahwa Tabib Chen sudah menunggu mereka diluar.
"Huh iya, aku sudah bangun, sekarang, ayo keluar." Ajak Lien Hua yang tidak tahan akan ucapan Pelayan Fu yang selalu memanggilnya dengan Nona, Anda.
Lien Hua, Pelayan Fu dan Tabib Chen makan malam bersama.
"Nona, apa Anda sudah baik baik saja?" Tanya Tabib Chen, ia sudah tahu identitas Lien Hua dari cerita Pelayan Fu tadi sore.
"Aku baik baik saja, Tuan tidak perlu khawatir, hanya saja ingatanku ini yang bermasalah." Ujar Lien Hua memasukkan sesuap sayur kedalam mulutnya, tentunya dengan sumpit kayunya.
"Ingatan Anda pasti akan kembali, Anda hanya perlu mengingatnya perlahan lahan, saya akan mencoba membuatkan obat untuk membantu memulihkan ingatan Nona."
"Tidak, tidak perlu, Tuan tidak perlu melakukan itu, saya dan pelayan saya diterima dengan tangan terbuka oleh Anda saja, saya sudah senang, lagi pula, Anda mengatakan ingatan saya akan pulih dengan sendirinya." Tolak Lien Hua halus, ia menghargai maksud baik dari Tabib Chen.
Mereka bertiga melanjutkan makannya, setelah makan malam, mereka berbincang bincang, menceritakan apa yang sudah dialami Lien Hua pada Tabib Chen, begitu juga Tabib Chen yang menceritakan kehidupannya di hutan sendirian.
"Tuan, apa Anda tidak bosan tinggal di hutan sendirian?" Tanya Lien Hua.
"Tidak, aku merasa senang tinggal disini Nona, aku lebih nyaman disini dari pada diluar yang penuh dengan trik." Jawab Tabib Chen.
"Apa Anda mau menjadi Ayah ku?" Tanya Lien Hua memberanikan diri. Tabib Chen dan Pelayan Fu terkejut atas apa yang diucapkan Lien Hua.
"A...apa Nona bercanda?" Tanya Tabib Chen terkejut.
"Aku tidak bercanda, aku benar benar ingin menjadi putrimu." Ujar Lien Hua bersungguh sungguh.
Tabib Chen merasa terharu dengan penuturan Lien Hua, ia dengan spontan dan senangnya menyetujuinya dengan anggukan kepala.
Lien Hua langsung memeluk Tabib Chen yang sekarang adalah Ayahnya.
"Jadi aku bisa memanggilmu Ayah." Ucap Lien Hua tersenyum. "Dan Ayah, kamu tidak boleh memanggilku dengan Nona." Sambung Lien Hua melarang Tabib Chen memanggilnya dengan sebutan Nona, baginya itu terlalu formal.
"Baik Li'er" Ucap Tabib Chan memandang wajah Lien Hua. Pelayan Fu yang melihat interaksi junjungannya dengan Tabib Chen merasa senang juga terharu.
"Li'er, apa kau akan kembali ke istana?" Tanya Tabib Chen yang sepertinya enggan untuk kehilangan Lien Hua juga Pelayan Fu, wajar saja, dua bulan Tabib Chen merawat Lien Hua sampai ia sadar.
"Entahlah Ayah, aku juga tidak tahu, tapi mungkin aku akan kembali, karena aku masih memiliki seorang ibu."
"Benar?" Sambungnya bertanya pada Pelayan Fu, Pelayan Fu mengangguk meng iya kan, bahwa Lien Hua masih memiliki seorang Ibu, mungkin sekarang Ibu Lien Hua sedang menangis merindukannya.
Wajar saja, Lien Hua adalah anak satu satunya.
Tabib Chen mengangguk mengerti, namun dengan raut wajah yang sedih.
"Saat aku pergi, aku pasti akan membawa Ayah juga, mana mungkin putri meninggalkan Ayahnya sendiri." Ucap Lien Hua.
"Ah, kau sangat baik." Senang Tabib Chen.
"Tapi sebelum kembali, Ayah akan menyembuhkan wajahmu dulu." Sambung Tabib Chen.
"Ah ini, tidak usah repot membuat obat yang susah, cukup dengan putih telur saja sudah bisa menghilangkan jerawat ini." Ucap Lien Hua memegang pipinya sendiri.
"Putih telur?" Bingung Tabib Chen.
"Iya, tapi membutuhkan waktu yang lama, jika aku rutin menggunakannya pasti akan cepat." Ujar Lien Hua, itu adalah metode yang ia gunakan untuk merawat kulit wajahnya didunia modern, selain bisa menghilangkan jerawat, juga bisa membuat wajah menjadi kencang, halus dan bersinar.
"Fu, apa ada telur?" Tanya Lien Hua pada Pelayan Fu.
"Sepertinya ada Nona, saya akan ambilkan." Ucap Pelayan Fu mengingat bahwa didapur ada beberapa telur ayam.
"Nanti saja, malam ini kita akan maskeran." Ucap Lien Hua.
"Maskeran?" Bingung Pelayan Fu.
"Aish orang apa ini, maskeran saja tidak tahu." Batin Lien Hua.
"Ah sudahlah, lupakan, nanti ikut aku."
"Ayah, kami tidur dulu, Ayah juga tidur, Li'er masuk dulu." Pamit Lien Hua masuk kedalam gubug bersama dengan Pelayan Fu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!