NovelToon NovelToon

Kita Berbeda

Part 1

Setelah beberapa lama menunggu panggilan tersambung, dengan kesabaran yang ekstra akhirnya telpon pun tersambung.

"Assalamualaikum ummah." Aku mulai mengawali pembicaraan di telpon.

"Waalaikumsalam meida." Jawab suara merdu wanita paruh baya yang telah melahirkan ku ke dunia, dan mendidik ku tanpa pamrih di seberang sana.

"Ummah sama abi, ¹kumaha damang?" Pertanyaan sederhana untuk mengawali perbincangan. Walaupun sederhana tapi memiliki arti kualitas paling atas, dan bermakna tinggi yang berfungsi menjaga kerukunan,  kenyamanan dan keselarasan dalam sebuah hubungan kekeluargaan, dengan ciri khas logat daerah tempat tinggal kami.

"Alhamdulillah, ummah sama abi damang nda, meida damang?"

"Alhamdulillah damang ummah, abi kemana ummah dari tadi gak ada suara nya?"

"Ohh.. Abi teh lagi ngajar di madrasah nda, ²te acan uih.. makana di rumah teh sepi, ³te aya nu gandeng." Aku baru inget, jam segini kan waktu nya abi ngajar di madrasah. Dasarr meida, masih muda pelupa ... maklum lah masih lama ke tanggal gajian, jadi gak inget hari.

Aku tersenyum sendiri meruntuki sifat pelupa yang begitu dominan diotakku.

"Oh enya ummah, bilangin ke abi ada salam dari meida putri cantik anaknya abi Zulkifli." Candaku di selingi kekehan.

"Iyaiya nda nanti ummah bilangin ke abi. Kamu mah aya aya wae ahh ... nda ntos makan te acan?? Ummah pesan jaga pola makana, jaga kesehatan na, tong seer pikiran, ⁴dugika khilaf makan."

Ahh ummah ... walaupun jauh perhatian dan kasih sayang nya tak pernah luntur. Kalau beginikan aku jadi rindu, rindu masakannya, rindu suasana rumah, rindu semuanya.

"Siapp ibu negaraku.. untuk makan Alhamdulillah udah ummah, meida gak bakalan lupa kalau makan mah, kalau gak makan nanti meida sakit, kalau nanti sakit siapa yang mau ngurusin meida disini, meida bakal nurutin semua nasehat ummah." Jawabku diselingi senyum, untuk menggoda malaikat tak bersayapku.

"Syukur atuh ari kitu mah, meida betah kerja disana?" Nada kekhawatiran mulai terdengar, sebisa mungkin aku netral kan perasaan gundah ku.

"Alhamdulillah betah ummah, temen-temen teh pada baik ka nda, jadi te asa-asa, asa ka saudara ummah," jawabku setenang mungkin menceritakan keadaan ku disini, biar ummah tak terlalu khawatir.

"Sae atuh ari kitu mah nda, sing bisa ngajaga dirinya, jaga pergaulan, ⅝ulah kabawa sakaba-kaba."

"Siapp ummah, Inn sya Allah meida tiasa mawas diri"

"Syukur atuh ari kitu mah nda"

"Ummah, ntos heula nya, meida bade masuk heula, waktu istirahat na ntos rengse. Ummah sama abi jaga kesehatana, doa'in meida terus nya ummah."  Aku akhiri percakapan di telpon, karena bel masuk kerja telah berbunyi.

"Enya atuh meida ari bade masuk mah, sing kade we nya."

"Enya ummah, Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam."

***~~~

Rasanya tenang kalau sudah menghubungi keluarga di kampung, walaupun cuman saling menanyakan kabar, tapi rasanya wah banget ... Se simple ini hidupku, aku berharap kebahagiaan ini selalu menyertai setiap langkah ku.

Ehh.. jadi lupa, kita belum kenalan kan?? Perkenalkan namaku Meida Zahra Aulia, kata orang sih aku orang nya ceria, baik hati dan tidak sombong, tapi sedikit absurd. Entahlah bagaimana menurut mereka saja, maklumkan netizen itu gak pernah salah, kalau salah kembali lagi ke pasal 1 hahaha. Faktanya aku orang yang ngeselin, cuek dan rajin menabung. Perbedaan yang begitu signifikan bukan??

Aku hanyalah seorang gadis kampung yang pertama kali merantau ke kota, aku ingin merasakan nama nya hidup mandiri jauh dari sanak saudara, mencari uang sendiri, dan point terpenting adalah mencari pengalaman hidup mumpung masih muda, biar gak parno amat.

Ehh.. sekalian cari jodoh juga sih kalau emang ada, harapan ku sih bisa menemukan laki-laki ganteng kayak oppa-oppa korea, seperti Zayn Malik, ehh salah maksudnya abang ji chan wook itu loh. Perkara jodoh siapa yang tau bukan? Mungkin bang ji chan wook memang jodohku, tulang rusukku yang tertinggal, buktinya sampe sekarang ji chan wook masih saja jomblo. Atau mungkin sengaja jomblo karena menunggu kepastian dariku. Ahh ... dasar aku, kalau ngarep suka gak inget sama jemuran tetangga, sampe menara Eiffel pindah ke Ci leunyi pun gak bakal pernah kesampean, karena apa? Karena bertemu mereka pun hanya lewat mimpi, paling banter liat muka mereka di google, kalau enggak di fb, tapi kalau lihat di fb gambarnya suka gak jelas kadang blur kadang pula tak terlihat sama sekali, karena apa? Karena aku pake mode gratis, dengan menambahkan kata free didepannya. Padahal sekarang udah gak zaman nya sih, orang pasti gengsi kalau pake ini, apalagi sinyal nya yang kadang-kadang Nauzubillah. Anak kecil zaman now yang hobi tok-tokan, kayaknya udah lupa sama website legend ini, karena udah gak famous lagi, apalagi sekarang udah jarang peminatnya, palingan digunakan ketika waktu emergency doang, bener kan?? Dan saat ini posisi free tertindas dengan adanya kuota Unlimited yang kuotanya menggiurkan Hahaha. Free biasa cara ini ku gunakan ketika kuota ku sekarat di tanggal tua. Aduh jadi promosi yah, sok yang berminat bisa ikuti jejak ku, di jejak petualang. Kembali ke topik yah, maka dari itu sangat kecil kemungkinan menjadi jodoh apalagi jadi pasangan hidup, aku mah apa atuh, hanya debu jalanan tol dibandingkan dengan pasir ci mangkok hehehe ... maaf yah khayalannya ketinggian, maklum belum tidur kebanyakan begadang makanya ngomong nya jadi gak berhaluan.

Dilihat dari sana, cita-citaku tak rumit kan? Sesederhana itu bukan? Tapi semua itu susah terealisasikan ketika virus corona datang menghadang, meluluh lantahkan dunia persilatan. Yah.. ketika aku jadi pengacara dikampungku. Apakah kalian tau arti dari pengacara itu apa? Menurutku pengacara itu adalah pengangguran banyak acara, contohnya aku.

Aku terlahir dari keluarga sederhana, aku hanyalah gadis tamatan  SMA, yang tidak melanjutkan kuliah. Karena apa? Karena aku tidak ingin membebani orang tua, walaupun orang tua tidak merasa terbebani. Sekolah sampai SMA saja sudah banyak modal orang tua yang dikeluarkan, walaupun orang tua tak perhitungan. Apalagi masuk perguruan tinggi, walaupun abi memaksaku untuk daftar kuliah, tapi aku punya jurus andalan untuk menolaknya dengan alasan, "nanti aja bi kuliahnya sambil kerja." Karena aku belum pernah tau dan merasakan kuliah sambil kerja itu seperti apa. Kalau sudah merasakan dan merenungkan aku akan memilih salah satunya, antara fokus kuliah atau kerja. Karena kuliah sambil kerja itu di lakukan oleh orang tangguh yang bermental kuat, sedangkan aku, kamu pasti tau jawabannya. Aku orang nya gak mau ribet, gak mau pusing, dan gak mau capek. Kalau dipikir-pikir kapan peradaban hidupku maju yah, kalau kelakuan santuyku gak berubah, malahan makin berakar dan mendarah daging.

Harapanku semoga hidayah Allah segera datang kepadaku, untuk mau daftar kuliah. Aamiin.. Orang pasti beranggapan kalau alasanku di atas adalah alasan klasik, kalau itu ... jawabannya terserah pemirsa, gimana cara pandang masing-masing aja biar clear!

Orang suka bertanya, "kenapa gak ikutan beasiswa aja kan enak beasiswa gak bayar" terpaksa otakku berfikir. Dan mendapatkan jawaban, "Tidak semudah itu bamwbang, emang nya kuliah kayak menang lotre"

Aku pun berdalih dengan muka melas. "Aku tidak ingin hidup tertekan dengan otak pas pasan seperti ini, karena otakku jenis otak yang langka, dengan kapasitas memori yang hanya beberapa megabyte, daya tangkap dibawah control, dengan proses input yang loading nya lama, radar sinyal yang tersendat, dan proses penyimpanan nya relatif singkat, jika didiamkan beberapa menit saja auto delete semua. Jika aku gunakan untuk berpikir keras, yang ada bukan makin pinter tapi makin ngeblank, itulah fakta sebenarnya, dan telah aku rasakan efeknya ketika aku masih sekolah, walaupun sedikit orang yang percaya.

Akupun belajar dari pengalaman  mereka yang mendapatkan beasiswa, rata- rata mereka yang mendapatkan beasiswa hidup mereka tak berwarna seperti sebelumnya. Yahh.. intinya gak ceria, bawaan mukanya itu di tekuk mulu gak ada senyum-senyumnya, kalau ngomong hawanya serius gak ada becanda-becandanya. Dan lebih miris lagi BB mereka pada turun, alasannya karena uang kiriman orang tua gak cukup dan uang dari pemerintah jangka pengiriman nya bertempo, kayak bang emok aja yah bertempo hahaha, jadi makan seadanya. Makan nasi sama kecap dan krupuk aja, enaknya melebihi makan KFC di restoran bintang lima, minum air kemasan bekas kemaren aja berasa minum mango milk cheese, nikmatnya itu loh Masya Allah. Jangan dibayangkan yah pemirsa.

Nah, dari sana dapat kusimpulkan beasiswa itu besar tanggung jawabnya, makanya yang dapat beasiswa itu rata-rata orang ulet, tekun dan berprestasi. Nah aku, aku cuman anak rebahan yang hanya mampu membedakan mana pelajaran matematika dan mata pelajaran IPS, se concrete itu bukan. Jadi sebelum itu terjadi aku sudah sadar diri dan lapang dada gak bakal masuk kualifikasi. Dan dari situ fix aku memutuskan tidak mengejar beasiswa, malahan beasiswa mengejarku ... upss bercanda. Aku sadar prioritasku sekarang adalah membahagiakan orang tua, mumpung mereka masih ada, ngerikan jika disaat kita sukses tapi orang tua kita udah gak ada. kita kerja buat apa? Uang yang kita hasilkan untuk siapa? Se sempit itu pikiran ku, jangan di tiru yah..

Abi ku bernama Ahmad Zulkifli rutinitas kesehariannya mengajar di madrasah yang dikelola keluarga besarku. Disamping itu, sebagai imam masjid dan guru ngaji anak-anak disekitar rumahku. Ummah ku bernama Ainun permata, seorang wanita tangguh dan hebat yang tak pernah lelah menyayangi dan mencintaiku, ummahku adalah surgaku di dunia, super hero paling kuat yang bisa mengalahkan mak lampir, nenek pelet dan sebangsanya. Pada beliau lah terletak tempat tujuan akhir hidupku dan keridhoan Tuhan.

Aku mempunyai 2 saudara, namanya Bang Faiz  dan Kak Amel, mereka semua sudah berkeluarga. Abangku menikah dengan mbak lastri dan sudah dikaruniai 1 orang anak laki-laki yang tampan namanya Fajar. Sedangkan kak amel adalah kakak kedua ku dengan selisih umur yang relatif tipis hanya berbeda 3 tahun, dia sudah menikah dengan bang zidan dan sekarang sedang menanti kelahiran anak pertama.

Sedari kecil aku lebih dekat dengan bang faiz daripada kak amel, tak tau kenapa kak amel selalu bersikap tak suka padaku, dan selalu menyalahkan apa saja yang terjadi pada dirinya padaku. Malang bukan nasibku? Tapi gak malang-malang amat sih dibandingkan nasib bawang putih.

Di lihat dari sikapnya itu dia seperti memusuhiku, terbawa sampai sekarang, padahal aku merasa tidak pernah berbuat salah dan selalu menuruti kemauannya. Aku pun menyimpulkan mungkin sifat kak amel sudah begitu dari zaman azali, saking kuat sifatnya itu sampe terbawa lahir, makanya susah di rubah, palingan berubah nanti kalau udah dapat hidayah dari Allah. Mudah-mudahan hidayah Allah segera datang kepada kak amel. Aamiin..

Jadi di rumah hanya tinggal kami bertiga, dan setelah aku merantau di rumah tinggal berdua abi dan ummah saja.

***~~~

Aku bekerja di Bandara Internasional Soekarno Hatta sebagai Costumer Service Officer di sebuah Travel, kurang lebih selama 2 tahun. Aku bersyukur bisa bekerja disini hanya dengan modal lulusan sekolah SMA saja, dengan gaji yang lumayan dan punya banyak teman. Tapi kebahagiaanku bekerja di Airport tidak berlangsung lama, ketika pandemi covid-19 melanda tanah air. Ekonomi diambang kehancuran, perusahaan terancam banyak  yang gulung tikar, dengan pemasukan yang sedikit, dan pengeluaran yang sangat banyak, nasib para pekerja di ujung tanduk. Maka dari sana terjadilah pengurangan karyawan dan PHK besar-besaran, rata-rata temanku terkena pengurangan karyawan, walaupun aku bukan salah satunya. Tapi dengan menjunjung tinggi rasa solidaritas akhirnya aku memilih resign, karena ingin merasa senasib dengan mereka. Mungkin inilah kelakuan paling konyol dalam pencapaian umurku yang ke 21 tahun. Orang pasti kepo kenapa aku resign padahal kerjaannya enak? Yah aku jawab, karena banyak pertimbangan, salah satunya tidak ada teman. Prinsip hidupku dari dulu, lebih memilih teman daripada materi, karena menurut ku teman yang baik itu susah dicari, tidak bisa dibeli, apalagi dikredit, benerkan?? Kata-kata slogan favoritku. “Ketika teman menjadi bangsat, disaat itulah aku membencinya” Yah kalau dipikir-pikir, siapa juga sih yang mau berteman sama bangsat!

Setelah kejadian itu aku memilih pulang kampung dengan tabungan seadanya.

***~~~

3 bulan setelah berada di kampung, keseharian ku membantu abi dan ummah mengajar di Madrasah. Padahal ini tidak termasuk dalam daftar planning hidupku, tapi setelah dijalani ternyata menyenangkan juga, apalagi peserta didik nya pada comel-comel. Waktu juga tak berasa, itung-itung terapi biar gak jadi kaum rebahan mulu, dan mungkin alternatif juga. Di samping menunggu panggilan masuk kerja dengan kondisi alam yang sudah aman, normal, dan kondusif.

Dan baru aku sadari selama ini ternyata hubungan orang tuaku dan kakakku mulai sedikit bermasalah. Mungkinkah ada rahasia besar yang mereka sembunyikan dariku, aku pun tak tahu apa yang terjadi, dan aku mulai berfikir apakah aku penyebabnya??

 

Note :

¹ kumaha damang :gimana kabarnya

² te acan uih : belum pulang

³ te aya nu gandeng : gak ada yang berisik

⁴ dugika khilaf : sampe lupa

⅝ ulah kabawa sakaba-kaba : jangan terbawa sembarangan

 

Kecelakaan

Kebiasaan setiap malam, setelah menyelesaikan shalat isya, keluarga kami berkumpul di ruang keluarga, membicarakan kegiatan dari bangun tidur sampe mau tidur lagi. Walaupun tak terlalu penting bagi orang lain, tapi ini merupakan salah satu kegiatan wajib yang harus dilakukan dikeluargaku, agar dapat mempererat hubungan kekeluargaan. Topik pembicaraan dari mulai wajan gosong, tetangga dilabrak pelakor, sampe dikejar anjing pak rt. Begitulah kejadian perhari ini di kampung Ci leunyi. Saling bertukar cerita, sambil selonjoran kaki, ditambah nonton tv ditemani teh hangat dan sepiring pisang goreng buatan ummah.

Suara jangkrik bersahutan seakan menjadi lagu malam, penghangat suasana. Dari sini nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dusta kan?.

"Da, mau ikut nganterin wa halim gak ke bandara?" Tanya ummah sambil melipat baju

"Wa halim yang mana ummah?" Ujar ku sambil mengingat-ngingat nama anggota keluarga, perasaan wa halim bapaknya a dodi sudah meninggal deh 3 tahun lalu.

" Astaghfirullah eta nda ... masa te kenal ka uwa sorangan, eta ning wa halim istri na wa daemi,"[ Astaghfirullah nda ... masa gak kenal sama saudara sendiri, itu loh wa halim istrinya wa daemi] jawab ummah menjelaskan dengan mimik muka kesal, sambil mengunyah goreng pisang.

" Oh ... wa halimah, atuh wa halimah mah kenal ummah, ummah sih nyebut ngaran orangna setengah-setengah, jadikan nda bingung." [ Oh.. Wa Halimah, kalau wa halimah mah kenal atuh ummah, ummah sih nyebut namanya setengah-setengah, jadikan nda bingung] Jawab ku sambil tersenyum manis agar meredakan kekesalan ummah, lagian ummah ada-ada aja masa nama orang dipanggil setengah-setengah yang ada orang gagal fokus atuh.

" Iya ... ummah tadi salah nyebut ngaran geget na, abi te kuat hayang seuri." [ Iya.. Ummah sih tadi salah sebut nama panggilannya, abi gak kuat pengen ketawa] Abi menimpali dengan tangan memegang perut dan pipi kembung menahan tawa.

" Iya bi, parangsa nda teh wa halim teh pameget sanes istri," [Iya bi, menurut nda wa halim itu cowok bukan cewek] akhirnya aku pun ikut tertawa, tertawa sambil nangis adalah kebiasaan ku. Entah bagaimana asal usulnya, setiap tertawa air mataku berderai seperti orang yang menangis.

" Iyaiya ummah salah, pan biasa na ummah mah nyebut wa halim te nganggo mah, da panjang teuing lamun nyebut halimah mah. Nda arek ikut moal??" [ Iyaiya ummah yang salah, kan biasanya ummah suka panggilnya wa halim gak pake mah, soalnya kepanjangan kalau panggil halimah. Nda mau ikut gak??] Jawab ummah dengan muka merah menahan malu karena diledek berjamaah, untung gak ngambek juga. Kalau ngambek auto makan nasi sama garam hahaha..

"Ke bandara mana ummah? Emang wa halimah mau kemana?" Tanyakku penasaran sambil memperbaiki kerudung instan ku. Padahal beberapa hari ini aku stay di rumah, tapi tak ada satupun pemberitahuan terupdate hinggap di telingaku.

“Emang nda te terang?" [emang nda gak tau ?] Jawab abi yang membuat ku makin penasaran.

" Teterang abi, makana nda nanya," [Gak tau bi, makana nda nanya] jawabku dengan bibir manyun 5 senti. Kalau udah tau jawabannya gak bakalan nanya, runtut meida dalam hati.

"Makana atuh jangan diem di rumah bae, sekali-sekali mah maen ke rumah sodara, mumpung keraya di rumah, jadi kan moal katinggaleun berita. Huhh payah masa anak muda kalah sama orang tua, ahh ... nda mah te update kalah sama abi," [Makannya jangan diem di rumah mulu, sekali-kali main ke rumah saudara, selagi masih ada di rumah, jadikan gak bakal ketinggalan berita. Huhhh payah ... masa anak muda kalah sama orang tua, ahh nda mah kalah sama abi] jawab abi tertawa sambil meletakkan tangan didepan dagu membentuk tanda contreng. Aduhh abi ku ini kayaknya  berasa muda lagi aja, mau tebar-tebar pesona, gak inget cucu napa.

"Enya-enya bi, nda mah lamun bade main ka bumi sodara teh sok isin, da ning lamun ameng ge tara di tanya-tanya acan, padahal mah say hello atuh," [Iyaiya bi, nda kalau mau main ke rumah saudara suka malu, kan kalau main juga gak pernah ditanya, atau disapa say hello juga gak pernah] sahutku sambil mencomot pisang yang jatuh dekat kaki dan langsung memakannya kembali, sayang belum 5 menit ini.

"Eta mah nda na we nu dusun." [Itu mah, nda nya aja yang pemalu] Sahut ummah menimpali pembicaraan sambil membawa sapu lidi dari kamarnya.

"Wa halimah teh mau umrah nda, jadi ummah sama abi teh mau nganterin ke bandara tempat nda kerja dulu." Kata abi sambil merapikan kopiah yang terjatuh, akibat kebanyakan tebar pesona, lupa sama usia sampe kopiah jatuh pun tak berasa.

"Ohh mau umrah ... berarti nganterinnya ke bandara Soetta bi?"  Wajah cengoku mendominasi, setelah dipikir-pikir kenapa aku jadi bloon kayak gini yah, kan bandara internasional yang ada disekitar daerahku cuman bandara soekarno hatta saja, itu juga berada di luar kota, perjalanannya juga cukup jauh, kurang lebih 4 jam kalau lewat tol baru.

"Atuh enya, ka bandara mana deui ari ti urang mah nda," [Emang iya, ke bandara mana lagi kalau dari daerah kita mah] jawab ummah sambil memukul bantal menggunakan lidi. Aku meringis, ngeri juga kalau aku kena pukulan ummah.

“Ahh nda mah moal ikut bi, soalna temen-temen nda na ge ntos te araya di bandara mah, ntos pada pulang kampung, kan waktu pulang na ge bareng jeng nda bi,“ [Ahh nda gak bakal ikut bi, soalnya temen-temen nda juga udah pada gak ada di bandara, udah pada pulang kampung, kan waktu pulang nya juga bareng sama nda bi] ujarku sambil membayangkan teman-teman seperjuangan yang terpaksa harus pulang ke kampung halaman masing-masing, karena tak punya bekal untuk bertahan lama di kota rantau.

Ahh andaikan aku masih bertahan juga, pasti aku kelaparan dengan pendapatan yang tak sesuai dengan pengeluaran. Apalagi pengurangan waktu kerja, banyaknya libur, ditambah gaji dihitung harian, sebulan cuman masuk 5 hari. Tak terbayang bukan? Belum buat bayar kosan, uang transportasi, uang buat makan, buat beli perlengkapan, di hemat-hemat juga susah ngehematnya. Bisa sih ngehemat kalau pagi makan gorengan, siang makan okky jelly drink, kalau malam makan promagh, subuhnya di bawa ke rumah sakit, tapi jangan gitu juga sih, ngeri!

“Sudah malem gera tidur nda,” ujar abi menyadarkan ku dari dunia pengandaian.

“Iya bi nda ke kamar duluan.” Aku bangkit dari duduk dan segera menuju kamar.

Obrolan pun berakhir seiring dengan dimatikannya lampu ruang tengah.

***~~~

Adzan subuh berkumandang, menyeru kaum muslimin untuk segera melaksanakan kewajiban. Tak terkecuali abi dia sudah berada di masjid sejak pukul 3 pagi, melaksanakan shalat malam sambil menunggu waktu shalat subuh datang. Masjid dengan rumahku jaraknya tidak terlalu jauh, sekitar 10 menit jika berjalan kaki.

“Nda bangun shalat subuh.” Ketukan pintu membangunkan ku dari indahnya alam mimpi.

“Iya ummah, tunggu sebentar nda mau wudhu dulu.”

“Ummah tunggu di ruang tengah yah!”

“Oke ummah.” Teriakku sambil gosok gigi, takut tak terdengar ummah karena terhalang tembok.

Setelah selesai melaksanakan shalat dan dzikir akupun mencium tangan ummah dengan khidmat. Lalu melipat mukena dan kembali ke kamar untuk mandi. Aku sudah terbiasa mandi di waktu pagi mungkin terbawa kebiasaan waktu kerja, walaupun airnya jauh berbeda. d

Disana airnya hangat tapi disini airnya dingin, mungkin akibat langsung turun dari pegunungan, dinginnya sama kayak air kulkas.

Sebelum kerja dulu biasanya aku jarang mandi, kadang 2 hari sekali, 3 hari sekali, paling banter 1 hari sekali, itu juga nunggu mood baik. Jorok emang, tapi gak papa gak kemana-mana ini, cuman rebahan doang, yang penting masih cantik.

Alhasil akibat jarang mandi aku susah menemukan pacar, makannya gak pacaran, karena gak ada yang mau, aku nya terlalu jorok. Orang juga pilih-pilih kalau mau pacaran hahaha. Tapi alasan sebenarnya aku gak pacaran itu karena ... menurutku pacaran itu di larang agama, sumber zina, dan yang lebih real itu buang-buang waktu, dan misiku adalah pacaran nanti aja setelah nikah, biar lebih uwu dan lebih wah.

***~~~

“Nda.. ini baju bagus gak?” Ummah menyondorkan gamis berwarna putih

“Bagus ummah, pas kalau buat ummah mah.” Aku mengacungkan keduan jempol, selera ummah emang the best lah.

“Beneran nda? Emang bagus banget desainnya, ummah suka banget, kamu juga pilih baju nda nanti ummah bayarin.”

“ Enggak ah ummah, ummah aja. Lagian baju nda masih banyak." Tolakku ta enak, seharusnya aku yang membelikan baju untuk ummah, bukan ummah yang membelikan untukku.

“Gak papa nda, pilih aja salah satu yang kamu suka, itung-itung pemberian ummah yang terakhir, kapan kita bisa belanja bareng kayak gini, kalau nanti kamu sudah kerja? Jadi anggap aja itu kenang-kenangan dari ummah ketika kamu lagi nganggur,” ucap ummah tersenyum sambil memperlihatkan beberapa gamis yang harus aku pilih.

“Gak usah ummah, lagian baju nda juga udah banyak dilemari.“

“Gak ada bantahan, kamu harus pilih salah satu, kalau enggak ummah ngambek.”  Ummah menunjuk beberapa warna sambil cemberut

“Yang ini berapaan mang rahmat?” Ummah memanggil pemilik toko baju.

“Yang ini bukan bu?“ Tanya mang rahmat memastikan.

“Iya, gamis yang ini.” Ummah menunjuk beberapa gamis yang berbeda warna dan desain.

“Ohh yang army ini 250, yang warna navy 275, yang coklat 200, yang peach 300 bu."

“Ini mah belanjaan baru yah mang? Soalnya kemaren saya liat belum ada.” Tunjuk ummah menunjuk beberapa gamis.

“Emang baru bu, baru tadi pagi datang, makanya langsung saya pajang didepan," jawab mang rahmat ramah, sambil menunjukkan beberapa baju.

“Ooh pantesan mang ... meida cepet pilih salah satu, ummah tidak menerima penolakan.” Ahh ... kenapa ummah jadi garang macem kak ros sih.

“Iyaiya nda pilih satu, asal ummah jangan cemberut, lagian ummah kayak mau kemana aja sih beliin nda baju.” Aku pun menyerah dengan keputusan ummah, aku ambil gamis warna army lalu mencobanya. Aneh ... kenapa ummah tiba-tiba sifatnya aneh begitu, perasaan ummah gak suka ngambek ataupun maksa deh.

“Nah gitu, bukannya dari tadi, biar ummah gak capek ngomong,” ujar ummah sambil cekikikan.

Setelah selesai mencoba gamis, lalu aku perlihatkan gamis itu pada ummah.

“Bagus gak ummah?"

“Bagus banget kalau di pake nda mah." Senyum ummah penuh tanda tanya, menyisakan teka teki dalam benakku.

“Ummah beli baju buat apa?”

“Ohh ... buat di pake besok nganterin wa halim nda, kan udah lama gak pernah beli baju, dulu nda kan yang sering beliin, jadi ummah jarang belanja, tau taunya make aja.“ Ummah menjelaskan sambil terus melihat ke arah gamis putih yang jadi incarannya.

“Ohh buat besok, kan di lemari ummah perasaan masih banyak gamis warna putih yang belum dipake."

“Emang ada 1 lagi nda yang belum dipake, tapi ummah pengen ngerasain beli sendiri, mungkin ini baju terakhir yang ummah beli, sebelum kamu kerja lagi nda,“ jawab ummah menerawang seakan akan terjadi sesuatu.

“Dasar ummah, nda janji setelah nda kerja lagi nanti, nda akan ajak ummah belanja gamis ke mall, ummah kan jarang ke mall, apalagi disini mall nya jauh jauh, cuman adanya di pusat kota doang, jadi nanti nda mau ngajakin ummah sekalian keliling kota."

“Aamiin... mudah-mudahan nda cepat dapat panggilan lagi, biar bisa wujudin cita-cita nda." Ummah menjawab dengan antusias.

“Aaminn.. doa'in nda terus ummah.”

“Pasti atuh nda.”

Setelah membayar gamis di toko mang rahmat, kami memutuskan untuk ke supermarket, membeli barang-barang yang dibutuhkan untuk dibawa ummah sama abi besok.

***~~~

Subuh ini, suasana kampung sudah ramai tidak seperti biasanya, biasanya suasana ramai seperti ini, hanya ketika waktu malam takbiran saja.

Anak- anak sudah terbangun dan berlarian dijalanan, suara bayi menangis terdengar di beberapa rumah, bapak-bapak sudah berlalu-lalang pergi kemasjid. Ibu-ibu sedang mempersiapkan diri untuk ikut mengantarkan wa halimah ke bandara.

Koordinat titik perkumpulan keberangkatan di halaman rumah wa halimah yang besar, karena wa halimah merupakan salah satu orang berada di kampung ini. Bus bus jemaah sudah berjejer rapi, jemaah yang mengantarkan tak kalah banyak. Karena dikampungku orang yang bisa pergi umrah itu jarang, menurut warga yang awam pengetahuan, pergi umrah itu membutuhkan uang yang tidak sedikit. Padahal menurutku tidak terlalu besar, asalkan ada tekad dan keyakinan hati Inn sya Allah bisa tercapai.

Mereka terlalu insecure dengan keadaan ekonomi dan pekerjaan mereka, rata-rata mata pencaharian mereka sebagai buruh tani dan peternak, penghasilan perhari nya hanya dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari saja. Kondisi terhimpitnya ekonomi membuat mereka tak bebas bermimpi, padahal mereka sangat ingin bisa pergi ke tanah suci, tapi apa daya bisa makan saja Alhamdulillah. Mereka berpikir, hanya orang kaya saja yang bisa pergi umrah. Padahal umrah itu tidak tergantung kaya atau miskin, tapi tergantung pada niat dan nasib. Oleh karena itu bila ada salah satu warga yang pergi umrah maka hampir seluruh warga dikampungku ikut, karena ini merupakan kebahagiaan tersendiri bagi mereka, dimana mereka bisa berkumpul, bersilaturahmi, dan mungkin itung jalan-jalan gratis ke kota.

“Nda jaga rumah baik-baik yah, abi sama ummah mau pergi dulu, doain yah mudah-mudahan selamat sampai tujuan.” Abi menghampiriku sebelum naik mobil sedan bersama keluarga besar. Untuk keluarga besar wa halimah menggunakan mobil pribadi, dan untuk warga menggunakan bus.

“Enya atuh bi ummah, pasti ku nda di doakeun." Aku sambut tangan abi dan ummah yang terulur.

“Nanti setelah ummah dan abi pergi, selama di rumah yang akur yah sama kakak-kakak kamu, jangan bertengkar terus. Soalnya ... gak ada ummah sama abi yang jadi penengahnya, nda harus nurut ke yang lebih tua. Apabila terjadi sesuatu yang yang tidak sesuai dengan harapan nda, nda harus sabar, Inn Sya Allah kesabaran nda nanti diganti sama Allah dengan banyak kenikmatan, mudah-mudahan kebahagiaan selalu bersama nda.”

“Ummah sama abi kayak yang mau kemana aja. Inn syaa Allah nda akan nurutin semua nasehat ummah.” Perasaanku mulai tak enak, apa akan terjadi sesuatu pada mereka ... ahh ini mungkin hanya perasaanku saja, aku harus positif thinking. Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu pada mereka.

“Ummah sama abi pamit yah.“ Ummah dan abi bergantian memelukku.

“Iya ummah, hati-hati di jalannya. Jangan lupa bawa oleh-oleh.” Candaku mencairkan suasana.

“Iyaiya nda Inn Sya Allah.” Ummah memelukku kembali.

“Assalamu’alaikum ...” ucap abi sambil berjalan menuju mobil sedan.

“Waalaikumsalam.” Senyum dibibirku, melepaskan kepergian ummah dan abi.

Setelah mereka pergi, aku pun pulang kerumah.

 ***~~~

“Assalamualaikum nda." Baru saja ku angkat telepon, suara perempuan disana langsung menyauti.

“Waalaikumsalam bi, ada apa yah.“ Tumben-tumbenan bi ina meleponku

“Nda yang sabar yah, mobil yang ditumpangi abi sama mmmah kamu kecelakaan ....“

“Gak lucu becandanya bi, barusan aja nda masih chattan sama ummah sama abi," sahutku sambil tersenyum.

“Bibi gak bohong, barusan mobil yang ditumpangi ummah dan abi kamu menabrak tiang jalan! Kondisi abi sama ummah kamu tak sadarkan diri, barusan di evakuasi ke rumah sakit terdekat.” Bi Ina menjelaskan dengan panjang lebar.

“Appaa???” Kakiku lemas tak bisa menompang tubuhku. Aku menangis tergugu, ini seperti mimpi buruk disiang hari. Rasanya sakit, tapi tak tahu yang mana yang sakit. Hatiku ketar-ketir bingung harus bagaimana

“ Hallo nda ... hallo ... “ suara bibi menyadarkanku

“Nda bersiaplah, segera susul kesini, di rumah sakit Tarakan ... secepatnya!! Nanti diantar sama adib,” kata bi ina kembali menyadarkanku dalam lamunan panjang.

“Iya bi, Assalamualaikum.” Ucapku cepat mengakhiri telepon, mempersiapkan barang yang akan d bawa kerumah sakit. Langsung kuhubungi kak adib yang merupakan tetangga sekaligus saudara jauhku.

Happy reading yah kakak semua, mohon krisannya 🤗 Jangan lupa, like dan komen yah..

Terimakasih 🤗😊

 

Kematian itu..

“Nda yakin mau ke rumah sakit?“ Tanya kak adib memperhatikan penampilanku dari atas kebawah dengan wajah merah menahan tawa.

“Yakin atuh kak, buruan berangkat, biar gak kesorean, “ ucapku sambil menangis dengan kerudung menutup wajah.

“Kakak yang gak yakin bawa nda, malu-maluin,” ujarnya sambil tertawa.

Ini orang aneh banget, orang berduka malah diketawain. Aku melepas kerudung yang menempel di kepala memastikan apa yang membuat dia tertawa di atas penderitaan orang yang sedang menderita. Dan kulihat penampilanku ... Astaghfirullah aku syok, ada apa dengan penampilanku?? Andaikan aku punya jutsu aku ingin menghilang ke desa konoha, dengan senang hati menjadi istri kedua sasuke.

Pantesan kak adib malu membawaku, ternyata aku memakai sendal silang, yang sebelah kanan sendal capit warna kuning dan sebelah kiri sendal ando warna biru, dengan ukuran berbeda, karena sendal capit abi ukurannya 10 sedangkan sendal ando ummah ukurannya 8.5. Kulihat penampilanku keatas, aku tak kalah syok aku memakai kolor, kolor spongebob siapa ini .... dan setelah kuamati, ternyata ini kolor spongebob bang faiz yang kantongnya sudah bolong. Perasaan tadi aku memakai rok, kenapa bisa memakai kolor bang Faiz, pasti aku salah ambil, pantesan tadi aku bisa lari kenceng ngalahain anjingnya pak rt, ternyata aku memakai kolor. Dan tak kalah malu lagi ketika aku melihat baju, baju siapa yang aku pakai? Baju partai keluaran tahun 2000’an yang warnanya sudah memudar, dengan bolong diketiak, dan banyak noda getah pisang. Perasaan baju ini sering ku lihat di atas kandang ayam periharaan abi, sering digunakan abi jadi alas ayam kalau lagi bertelur, kenapa bisa sampe aku pake? Padahal tadi aku ngambil baju dijemuran kenapa jadi dikandang ayam, pantesan dipakenya adem, angin sampe masuk keketiak, fix aku memakai lap. Dan kuraba kerudung, aku bersyukur untung bukan lap piring, ternyata dari tadi aku memakai handuk, untung bukan handuk tetangga. Bisa dibayangkan bertapa malu nya aku, lari-lari kurang lebih 500 meter dengan penampilan seperti ini, hancur harga diriku, hancur martabat ku sebagai guru madrasah. Untung tak ada peserta didik yang melihatku, kalau ada mau taroh dimana mukaku, di pintu wc?? Rasanya di pintu wc pun aku tak sanggup. Sejujurnya aku ingin menghilang dari hadapan kak adib, pingsan juga gak papa, biar gak malu-malu amat, tapi itu hanya if clause saja. Dan yang kulakukan sekarang adalah menangis keras menutupi rasa malu.

“ Cepet ganti baju yang bener, jangan nangis ... malu sama kolor,” ucapnya tertawa terpingkal-pingkal meledekku, akhirnya aku auto kabur seribu bayangan, lari menuju rumah.

Efek terlalu panik mengkhawatirkan keadaan ummah dan abi, aku sampai salah kostum. Tadi, boro-boro inget cermin, yang ada aku pengen cepet-cepet sampai ke jakarta, gak perduli kondisi jalannya yang penting aku pengen langsung sampai.

Pelajaran yang dapat ku ambil dari kejadian ini, sepanik seketar-ketir apapun perasaan jangan pernah lupakan cermin, karena apa? Karena biar gak malu sepertiku, setidaknya tadi kalau aku bercermin mungkin tidak akan sememalukan ini.

***~~~

“Assalamualaikum ... abang gimana keadaan abi dan ummah?” Tanpa menunggu jawaban salam, aku langsung menyerobot pertanyaan ke bang faiz. Disana ada bi ina, mbak lastri, dan bang zidan, kak amel tak ikut karena sedang hamil besar.

“Waalaikumsalam ... yang sabar yah dek, ummah sama abi kritis, doain terus yah mereka, mudah-mudahan cepat sadar.” Gurat kesedihan masih kentara di wajah bang faiz.

“Ummah sama abi dimana bang? Nda pengen lihat," ucapku menangis dipelukan bang faiz.

“Ummah sama abi masih di ruang ICU, masih ditangani sama dokter, nda terus berdoa yah jangan nangis, nda harus kuat ... kita berjuang bersama-sama.“ Bang faiz menepuk lembut pundakku untuk menenangkan, bukannya tenang suara tangisku semakin keras

“Kita serahkan semua ini pada Allah, hidup mati ditangan Allah, pilihan Allah pasti terbaik, yang penting kita sudah berikhtiar dan berdoa.“ Bi Ina memelukku dari belakang.

Pintu ruang ICU terbuka dan keluarlah dokter diikuti beberapa perawat.

“Dengan keluarga pasien?“ Tanya sang dokter.

“Iya dok, saya anaknya.“ Jawab bang faiz melepaskan pelukanku.

“Jadi begini pak, pasien mengalami banyak pendarahan, dan rangka kepalanya sedikit retak karena terbentur benda keras. Kami membutuhkan banyak darah, sedangkan stok darah dirumah sakit kami habis, pasien membutuhkan donor darah golongan AB+”

“Golongan darah saya AB+ dokter, saya sehat, bisa langsung diambil.” Bang faiz langsung menjawab pertanyaan dokter. Disini aku ternganga berasa ada yang janggal, kenapa golongan yang dibutuhkan AB+ dan golongan darahku O, pasti ada yang mereka sembunyikan dari ku.

“Baik, bisa langsung ikut dengan perawat ini sekarang. Pasien membutuhkan tindakan cepat, saya permisi dulu."

“Baik dokter, silahkan.”

***~~~

Dirumah sakit yang sama, seorang pria berparas tampan berjas putih sedang berjalan menuju kantin, tangannya memegang ponsel dan menempelkan ditelingannya.

“Aku lagi banyak jadwal dad.“

“Pokoknya kamu harus pulang, atau kamu mau mommy kamu depresi lagi hah! gara-gara nanyain kamu terus!” Jawab suara di seberang sana.

“Oke oke dad, nanti aku atur ulang jadwal, biasanya juga aku pulang 1 minggu sekali gak ditanyain, ini dadakan, baru aja 2 hari kemaren aku dirumah. Yaudah ... palingan nanti sore aku pulang, soalnya belum siap-siap.”

“Oke daddy tunggu, jangan lebih dari hari ini, kalau kamu tak tepat waktu jangan harap namamu ada di daftar kk!" Suara ancaman lelaki diseberang sana.

“Iyaiya, daddy bisanya ngancam mulu. Lagian jarak jakarta surabaya itu jauh dad, gak kayak ke malang, belum reservasi tiket pesawat nya belum ... ” saking serius berbicara ditelpon pria ini tak menyadari seseorang didepan dan menabraknya.

“Ehh maaf maaf gak sengaja,” ucap lelaki itu mengulurkan tangan mengambil air mineral yang tergelinding.

“Iya mas gak papa, salah saya jalan gak liat kedepan," jawab wanita itu merapikan jilbab dan berdiri.

“Nih mbak air minumnya.” Lelaki itu menyodorkan air mineral. Gleekk ... tatapan mata mereka bertemu, lelaki itu terdiam, melihat wanita cantik  berhijab di depannya, dia teringat seseorang.

“Terima kasih, mas gak papa?” Wanita berhijab itu merasa risih, tatapan lelaki di depan tak beralih menatap nya.

“Helloo mas.. hello ....” Tangan wanita ini melambai-lambai di depan muka lelaki yang diam mematung itu.

“Ehh ... maaf mbak, saya gak fokus," ucap lelaki itu tergagap sambil menggaruk kepala yang tak gatal, saking salting nya.

“Ohh yaudah saya permisi dulu.“ Wanita itu meninggalkan lelaki yang masih tersenyum gaje kearahnya

“Boleh tau siapa nama mbak?” Teriak lelaki itu menjadi pusat perhatian, dan memberhentikan langkah wanita berhijab itu

“Nama saya Meida,“ jawabnya singkat menengok kebelakang sambil tersenyum, dasar lelaki aneh umpatnya dalam hati.

“Nama yang cantik, secantik orangnya.“ Guman dia tanpa sadar

“Hallo ... Hallo Andres hallo ... orang tua ngomong itu dengerin malah bilang cantik cantik!“ Nada kesal dari suara telpon yang tak ada sahutan, menyadarkan khayalan lelaki yang bernama andress itu.

“Ehh ... iya dad maaf, nanti andres pulang kok, andress makan dulu, bye dad.”

“Dasar anak gak sopan! Orang tua belum beres ngomong udah dimatiin!" Umpat kesal lelaki diseberang sana.

***~~~

Setelah dari kantin aku langsung ke ruangan bang faiz, dia terlihat masih lemas setelah mendonorkan darah, aku sondorkan makanan dan air mineral kehadapannya.

“Makasih dek.” Bang faiz mengambil air dan meminumnya.

“Sama-sama bang.“

“Meida ... Faiz ... meida!" Suara keras bi ina diikuti bang zidan memanggil kami, dengan air mata berlinang.

“Itu ... dokter nunggu kalian didepan.” Tangisnya kembali pecah

“Kenapa bi? Ada apa?” Perasaan ku tak enak.

“Pokoknya kalian segera kedepan, dokter adi menunggu kalian!" Perintah bi ina tak terbantahkan.

“Mohon maaf sebelumnya, setelah melakukan beberapa tindakan kondisi ayah dan ibu anda drop, detak jantungnya semakin lemah, kemungkinan sadar sangat tipis 1% dari 100. Saya berharap anda sabar, sadar dan pasrah kepada Allah, jangan lupa berdo'a mudah-mudahan keajaiban tuhan datang,” ucap dokter adi seperti godam besi memukul jantungku. Dadaku sesak tidak bisa bernafas.

“Dokter dokter pasien laki-laki detak jantung nya berhenti!!” Suara perawat panik memanggil dokter adi.

“Baik saya segera kesana.”

Setelah beberapa menit dokter adi keluar dengan wajah murung, menandakan sesuatu yang buruk terjadi.

“Maaf, saya sudah berusaha semampu saya, Qadarullah Tuhan lebih sayang kepada orang tua anda, Ibu dan Ayah anda telah menghadap Ilahi barusan di jam 19:05, dengan perbedaan waktu 2 menit, saya dan perawat yang menangani ikut berbela sungkawa. Mudah-mudahan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan. Silahkan anda dapat melihat jenazah orang tua anda sebelum dimandikan,“ ucapan dokter adi seperti ultimatum yang tak bisa diganggu gugat, memporak-porandakan hatiku, Ya Allah...

“Inalillahi wa ina Ilahi rajiun.“ Ucap kami serempak berlari memasuki ruang icu, tubuh ummah abi terbujur kaku tertutup kain putih ... Ya Allah apakah ini mimpi? Aku tak kuat Yaa Allah...

Air mataku berlinang tanpa bisa kucegah, aku harus kuat. Ku hampiri wajah ummah kucium keningnya yang masih ada bercak darah.

“Ummah bangun jangan tinggalin nda, ummah kan janji gak bakal ninggalin nda, inget kan janji nda, kita mau belanja gamis bareng, keliling kota, nanti nda beliin gamis apapun yang ummah suka, tapi nda mohon ummah bangunlah ....” Tanganku terus menepuk pipi ummah, air mata bercucuran menghalangi penglihatanku.

“Yang sabar dek, biarkan ummah tenang dialam sana.” Tangan bang faiz merangkul ku kuat

“Lepasin adek bang,“ ucapku marah melepaskan rangkulan, dan memeluk ummah.

“Ummah tunggu sebentar aja, nda akan cepet- cepet kerja wujudin janji nda ke ummah, ummah sadarlah, ummah bangunlah, nda mohon ummah ... ummah nda mohon bangunlah!!! Apa arti hidup nda tanpa ummah ....” Hatiku sakit yaa Rabb, malaikat tanpa sayapku telah pergi, dengan wajah damai menemui Rabbi yang selama ini dirindukannya. Maafin nda yang belum bisa memujudkan impian ummah, maafin nda ummah.

“Yang sabar nda, bi ina juga sedih, tapi mau gimana lagi ini sudah jadi titis tulisnya,” ucapan bi ina menenangkan ku. Bukannya aku tak mempercayai takdirmu Ya Rabb ... tapi ini terlalu menyakitkan, aku belum bisa membalas budi mereka, aku belum bisa menjadi anak yang mereka harapkan.

Kupukul dada untuk menghilangkan rasa sakit dihatiku. Kuhampiri wajah abi, wajah tampan cinta pertamaku, yang terlelap tidur di keabadian, tersungging senyum dibibirnya ... Ya Allah baru  kemarin malam kami bergurau, tertawa bersama, tapi dalam sekejap kau ganti dengan airmata.. Kini aku merasakan, patah hati terhebat itu seperti apa. Aku cium kening nya, ku ucapkan terima kasih  karena sudah hadir dihidupku dan menjadi ayahku, hanya 1 pinta ku Yaa Rabb, jadikanlah kami keluarga abadi di dunia dan akhirat..

Kulihat bang faiz setegar apapun dia, dia tak dapat menahan kesedihan, tangisan menyayat hati, membuat pilu yang mendengarnya.

“Ummah ... abi ... tunggu meida di pintu surga” kata terakhirku sebelum penglihatan mengabur, dan menghitam.

Up nya 1 bab perhari yah kak, jangan lupa like, komen, subscribe. terimakasih 😊🤗 di tunggu yah next part nya

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!