Api menyala di mana mana, membakar semua rumah warga, bau anyir darah seolah menjadi pelengkap di antara rumah rumah para warga yang terbakar, tangisan para wanita melihat suami dan ayah mereka telah tergeletak di tanah menggema di seluruh penjuru, Para perampok dari golongan hitam seolah tak peduli dengan tangis para wanita tersebut, mereka terus saja menyeret para wanita setelah membunuh keluarga nya untuk melayani nafsu binatang perampok itu.
Ya... Siang itu menjadi hari terakhir dari kisah Desa Ujung Kulon, semua warga di bantai habis para lelaki di bunuh dengan tragis sedangkan para wanita baik itu masih belum berkeluarga, sudah berkeluarga bahkan para anak anak perempuan yang sudah menginjak dewasa harus menerima nasib tragis, mereka harus melayani nafsu binatang para perampok itu sebelum menerima ajal.
Kelompok perampok tengkorak darah adalah salah satu kelompok perampok yang paling terkenal di masa itu, tidak ada yang berani untuk melawan karena mereka hanya mengincar desa desa terpencil yang tidak memiliki pendekar atau perguruan, sehingga mereka dengan leluasa menjarah, merampok, membunuh dan memperkosa dengan se Wak hati.
Sebenarnya sudah banyak warga yang meminta bantuan ke pihak kerajaan, akan tetapi di karenakan para perampok itu sudah menguasai jalan jalan untuk kabur, sehingga pihak kerajaan sangat sulit menemukan para perampok itu.
Saat itu Ranu Sadewa, seorang anak yang berusia 11 tahun baru saja beristirahat di bawah pohon rindang setelah dari pagi hari ia pamit kepada ayah dan ibunya untuk mencari rumput untuk ternak mereka, tak lama setelah Ranu istirahat, ia melihat asap tebal mengepul dari desanya, dengan perasaan yang tidak enak, ia berlari sekuat tenaga untuk segera sampai ke desanya.
Di Desanya Ranu terkenal di antara para penduduk desa karena sikap baik hatinya, ia tak segan untuk menolong sesama setia warga yang butuh pertolongan nya, tak lama setelah ia berlari dari hutan tempat ia mencari rumput untuk ternaknya, Ranu sampai di desanya dengan nafas terputus putus, alangkah terkejutnya Ranu melihat pemandangan di depan matanya, mayat bergelimpangan, baik pria atau pun pria, tua ataupun muda, semua mati secara mengenaskan, para lelaki mati denagn banyak tusukan di tubuh mereka, sedangkan para perempuan mati dengan hampir seluruh pakaiannya telah terlepas dan yang lebih parahnya mereka mati dengan leher hampir Putus dari badannya.
Seolah tak perduli dengan api dan bau anyir darah dari para warga yang tergeletak, Ranu kembali berlari menuju rumahnya, setibanya di rumah ayahnya sudah tergelak tak bernyawa di depan pintu rumah, sedangkan ibunya mati dengan lebih mengesankan, pakaian ibunya sudah terlepas semua, dan banyak luka tusukan di tubuh ibunya.
" Bapak... Ibu" !! Panggil Ranu sambil berlari dan berteriak, " apa yang terjadi pada kalian dan para warga desa ? " tanya Ranu kepada orang tuanya, meski sudah tau keluarganya sudah mati ranu masih bertanya seperti orang bodoh.
" Bangun Bapak ibu, bangun.... kenapa kalian tega meninggalkan Ranu, hanya kalian yang Ranu punya, kemana harus pergi, dengan siapa Ranu akan hidup kalau kalian pergi " Teriak Ranu sambil menangis
Seolah ikut berduka, langit pun tak sungkan juga menangis, seolah ikut merasakan kepedihan seorang anak kecil yang baru berusia 11 tahun, tapi dengan kejam takdir sudah memisahkannya dengan keluarga nya.
Hujan yang turun semakin lebat, api api yang membakar rumah warga sudah mulai padam, tapi tangis Ranu seolah tiada akhir, air mata nya seolah tidak terbatas, hingga tak sanggup lagi ia menahan kepedihan lalu jatuh pingsan di antara mayat ibunya.
Terima kasih temen temen yang sudah membaca novel baru penulis, harap maklum penulis masih baru dalam menulis sehingga tidak sebagus para senior di sini, mohon kritik dan sarannya, dan juga likenya temen temen
Seminggu setelah pembantaian yang terjadi Desanya, Ranu berjalan tanpa arah, keluar masuk hutan tanpa ada arah tujuan, Kepingan perunggu yang ia ambil dari rumah rumah warga yang belum terbakar sudah hampir habis, ia kini tak tau lagi harus melewati hidup, trauma akan pembantaian itu masih saja Ranu ingat, ia bahkan selalu saja bermimpi pembantaian itu setiap malam sehingga ia tidak lagi bisa nyenyak ketika tidur.
Hari ini sisa uang yang ia miliki tidak banyak, entah dari mana lagi ia akan dapat uang, belum selesai Ranu termenung sisa uang ia miliki sudah di rampas para berandalan.
Ah sial !! batin Ranu
" Tolong kembalikan sisa uangku tuan, aku sudah tidak memiliki apa apa lagi tuan, hanya itu yang saya miliki, jika uang itu tuan ambil aku tidak lagi bisa makan tuan !!" Ranu memohon uang nya untuk di kembalikan
" Hey bocah, terserah kau mau makan atau tidak, mati sekalipun kami tidak peduli, kami tidak akan mengembalikan uang ini pada bodoh, dengan uang ini kami bisa makan hari ini " !! kata meraka seolah tak peduli akan kematian orang lain
" Tapi tuan...... !! belum selesai Ranu berbicara, salah satu dari mereka sudah melayangkan tendangan pada Ranu
" Diam atau kami cincang kau, dengar bocah, zaman ini yang kuat lah yang berkuasa, yang kuatlah yang akan makan, sedangkan kau bocah lemah akan mati sebentar lagi " hardikn orang yang tadi menendang Ranu, sambil sesekali melakukan tendangan di perut Ranu, seolah-olah Ranu adalah mainannya
" Benar kata Suroyo bocah, kau terlalu lemah untuk hidup lalu sebaiknya kau mati " !! kata pemimpin rampok itu
" Kalian hajar dia, lalu buang tubuhnya ke jurang " pimpinan perampok memberikan perintah kepada anak buahnya
" Baik ketua " jawab mereka serempak
Ranu yang sudah tidak memiliki semangat hidup lagi, sudah pasrah jika harus mati sekarang, sekalipun ia hidup, ia sudah tidak memiliki siapa siapa lagi, ayah dan ibunya sudah mati secara mengenaskan bersama para warga desa lainnya, Ranu sudah pasrah kali dan sudah siap bertemu orang tuanya di alam sana, ia kini hanya sekedar meringis kesakitan tanpa melakukan perlawanan kepada perampok itu, lama kelamaan ia sudah tidak kuat lagi menanggung sakit sehingga tidak sadarkan diri, para rampok itu lalu membuat Ranu ke jurang lalu meninggalkan nya.
Jurang itu sangat dalam, para pendekar tidak ada yang berani mendekat meski mereka mempunyai kanurangan yang cukup tinggi, selain berada di ujung hutan yang di anggap angker, jurang itu mempunyai kedalaman yang tak di katahui, konon para pendekar dan warga yang pernah melewati jalan yang di dekat hutan tersebut sering mendengar jeritan yang menakutkan sehingga jurang tersebut di namai " jurang lembah neraka "
********
Suasana gelap goa membuat pandangan sulit melihat sekitar, di atas baru yang cukup besar terbaring seorang anak kecil yang hampir seluruh tubuhnya di penuhi tumbukan obat obatan, ya... anak kecil itu adalah Ranu, setelah di lempar ke jurang oleh para perampok ia di selamatkan oleh seorang kakek tua yang sedang mencari makanan untuk dimakan, kakek yang melihat Ranu jatuh dari ketinggian lalu melompat dengan ilmu meringankan tubuh untuk menangkap tubuh Ranu, setelah berhasil menyelamatkan tubuh Ranu, ia membawanya kedalam goa tempat tinggalnya dan memeriksa keadaan nya
" Tidak .. Tidak Tidak . .. ..!! Teriak Ranu setelah terbangun dari mimpi buruk yang selalu ia alami
" Kau sudah sadar rupanya " kata seseorang di balik kegelapan.
" Kau Sudah bangun rupanya " Kata Seseorang di balik kegelapan
Mendengar suara yang berada tak jauh darinya, Ranu kaget dan langsung mencari sumber suara itu
" Siapa anda ? dan dimana ini ? tanya Ranu kepada orang tersebut dengan bertubi tubi, seoalah ia sedang di kejar binatang buas
" Tenang nak, jangan takut ... kau sekarang ada di tempat ku, beberapa hari yang lalu, aku menemukan mu jatuh dari atas jurang, aku menangkap mu dan membawa mu ke tempat ini "!! seorang kakek tua berjalan mendekati Ranu yang sedang berusaha bangun
" Hey tenanglah nak, istirahat lah lagi, jangan takut, aku tidak akan menyakiti atau membunuh mu " Lanjutnya melihat Ranu yang meronta berusaha bangun dari tempat tidurnya
" Siapa sebenarnya kakek ? kenapa kakek menyelamatkan ku, jika benar kata kakek aku jatuh dari atas jurang, lebih baik kakek biar kan saja aku mati, aku sudah tidak punya apa lagi kek, aku sudah tidak punya tujuan hidup, keluarga ku dan semua warga desa tempat tinggal ku sudah mati " kata Ranu lirih
" Sudah sudah, tenangkan dirimu dulu nak, sekarang istirahat lah lagi, kakek akan keluar mencari dedaunan yang bisa kakek jadikan obat untuk luka mu, dan juga makan untuk kita, kau pasti lapar setelah beberapa hari tidak sadarkan diri " kata kakek itu sembari meninggal Ranu untuk istirahat kembali
Belum sampai beberapa langkah kakek itu pergi, ia berbalik untuk bertanya " Oh iya siapa nama mu nak " ?
" Ranu kek, Ranu Sadewa " Jawab Ranu
" Nama yang bagus, sekarang kakek panggil kamu dengan panggilan Sadewa saja, agar kamu lebih tegar menghadapi semuanya seperti seorang dewa, Bagaimana ? tanya kakek itu kembali
" Baik kek, nama kakek siapa ?
" Nama kakek Sutajaya "
********
Setelah beberapa hari Sadewa di rawat, kondisi Sadewa semakin membaik, ia sudah bisa berjalan keluar goa, meski masih ada beberapa luka di beberapa bagian badannya.
Saat ini Ranu sedang duduk di bawah pohon sambil menatap danau yang ada depannya, entah kenapa ia selalu merasa tenang saat memandang danau, seolah mimpi mimpi buruk yang ia alami selama ini bisa ia lupakan sejenak, meski mimpi itu selalu datang kembali saat Ranu sedang tidur
" Apa yang sedang pikirkan Sadewa " ? suara Sutajaya mengagetkan Ranu
" Ah, tidak kek, aku hanya merasa lebih tenang saja ketika melihat air tenang seperti danau ini kek " Jawab Ranu
" Kakek lihat kondisi mu sudah membaik, ayo masuk ke goa, kakek sudah menyiapkan makanan untuk mu, setelah itu ada yang ingin kakek bicarakan dengan mu " kata Sutajaya
" Baik kek " Jawab Ranu, lalu mengikuti langkah kakek itu
" Sadewa, apa kau tertarik dengan ilmu Kanuragan ? tanya Sutajaya setelah mereka menyelesaikan makan
" Kanuragan ? sebenarnya aku sangat tertarik kek, tapi saat mengingat kejadian yang menimpaku, aku jadi takut " Jawab Ranu sambil menunduk, ia kembali teringat kejadian mengerikan itu lagi
" Takut "? tanya Sutajaya penasaran
" Iya kek, Aku takut, setelah aku memiliki ilmu Kanuragan yang cukup, aku takut akan gelap mata, aku takut dengan kepandaian yg aku miliki aku berlaku buruk kepada orang lain, sehingga aku tidak ada bedanya dengan para biadab yang menghacur kan desa ku kek " Ranu menjawab dengan masih menunduk kan wajah
" Anak ini, meski masih kecil sudah memiliki pandangan yang dewasa, jika ia bisa menjaga Sifatnya ini, ia akan menjadi penerang di dunia persilatan yang sudah kacau ini " batin Sutajaya mendengar jawaban Sadewa dengan rasa kagum
" Nak, setiap orang memiliki prinsip hidup sendiri, meski terkadang prinsip itu berubah di tengah jalan, itu adalah kehendak alam yang merubahnya, Dengan berubahnya prinsip itu, akan ada orang lain yang akan bergerak untuk menumpasnya, sehingga kondisi alam akan tetap seimbang, seperti malam dan siang, juga matahari dan bulan, itu semua hanya tergantung pada apa yang kau benar, jangan pernah takut untuk melangkah "
" Jika kau mau, akan kakek wariskan semua ilmu Kanuragan yang kakek miliki, selama kakek menjadi pendekar kakek tidak pernah mengangkat murid, karena kau sudah kakek anggap cucu kakek sendiri, akan kakek berikan semua ilmu yang kakek miliki, itu pun jika kau mau, dan jika kau mau kita akan mulai berlatih mulai besok " kata Sutajaya menjelaskan
Sadewa terlihat sedang berfikir dan menimbang baik buruknya apa yang di katakan kakeknya, " Baik kek, Aku siap, tapi kakek harus selalu membimbing ku, agar aku tidak pernah melenceng dari kebenaran " Jawab Sadewa setelah berfikir cukup lama
" Baik lah cucuku, kakek akan selalu membimbing mu untuk menjadi cahaya bagi kebenaran dan dunia persilatan, jadi kita akan mulai dari besok " kata Sutajaya dengan mantap, wajahnya di hiasi senyum karena ilmu naga surgawi yang miliki tidak akan musnah.
********** bantu Vote *******
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!