NovelToon NovelToon

Mencintai Dalam Diam

Bab satu Cinta itu buta

Uhuk!

uhuk!

"Bu, Ibu...Elang takut"

Bocah itu menangis tak berkesudahan melihat penderitaan Ibunya.

Dewi seorang ibu sekaligus janda miskin berusia 32 tahun.

Sudah sembilan tahun ia hidup hanya berdua dengan putranya.

Dan selama empat tahun terakhir dia mulai didera sakit parah.

kemiskinan membuat Dewi tidak pernah memeriksa kan diri ke dokter.

Bila kambuh dia hanya berbaring sambil menahan penderitaanya.

"Ibu mau minum?" Bocah kecil itu

Menyondorkan segelas air putih dan membantu Dewi minum.

Tenggorokan Dewi Hanya menerima seteguk.

Bahkan untuk minum saja sulit menelanya.

Dewi tersenyum lembut.

" Terima kasih, Elang..." ucap Dewi letih.

Putranya yang masih delapan tahun itu terlihat nelangsa bagaikan awan mendung di musim hujan.

Dewi kembali merebahkan tubuhnya di atas dipan reyot beralaskan tikar lusuh penuh tambalan yang di dapat dari hasil memulung.

Elang sedikit tenang mendapati Ibu kandungnya tidak batuk lagi.

Siang Malam, dengan Setia Elang menunggui ibu yang sudah hampir sebulan sakit keras.

Kata Dokter puskemas, yang memeriksa.

Ibu menderita TBC dan Paru- paru basah akut.

Elang tidak mengerti.Tapi kata tetangga, Ibu butuh obat supaya sembuh.

Mereka juga melarang Elang terlalu dekat dengan Ibu.

Sebab TBC itu menular.

Tiba- tiba Dewi kembali mengerang pelan. Memegangi dada.

" Ibu kenapa?" panik Elang.

Dewi tidak menjawab Elang semakin ketakutan.

" I-Ibu..." Meraih tangan Dewi memegangnya kencang.

"Jangan takut, sayang... hanya batuk biasa"

" Tidak sakit?" tanya Elang dengan mata polosnya menatap Dewi ragu.

" Tidak, sayang..."

Bohong mana Mungkin tidak sakit

Saat ini dada Dewi bagai terbakar.

Dewi berusaha tidak terlihat di depan putranya

Dewi setiadi, Terlahir dari keluarga terpandang dan kaya. Parasnya cantik, berkulit putih dan ramah.

Terlahir sebagai putri tunggal di keluarga kaya menjadikan Dewi begitu polos dan manja.

Dia juga memiliki hati yang baik.

Sifat polosnya membuat dia sering di mamfaatkan oleh orang- orang jahat.

Suatu hari Dewi menghadiri Acara ulang tahun teman yang di adakan di sebuah klub malam.

Di pesta itu, Dewi bertemu Anton.

pemuda yang sangat tampan yang memikat.

Dewi jatuh cinta pada pandangan pertama.

Setelah beberapa bulan menjalin hubungan Anton melamar Dewi.

Sayangnya Lamaran Anton di tolak oleh keluarga besar Setiadi.

Karena Setiadi mengetahui siapa Anton sebenarnya.

Meski kelihatan baik ternayat setelah menyelidik latar belakangnya Setiadi mengetahui Anton hanyalah seorang pengangguran yang gila judi.

Selain itu dia hobby mabuk dan main perempuan.

Tujuannya mendekati Dewi hanya Demi harta dan menikmati fasilitas keluarga Setiadi yang kaya raya.

Karena di tentang orang tua, Dewi nekat memutuskan Tali kekeluargaan,lalu nekat menikahi Anton tanpa restu.

Untuk balas dendam pada keluarga Setiadi, Anton sengaja membawa Dewi kabur dari rumah.

Shock dengan keputusan Dewi, Ibundanya jatuh sakit dan meninggal dunia.

Dewi menyesal dan sangat sedih dengan kematian ibunya.

Tapi senang karena bisa hidup bersama pria yang ia cintai.

Waktu terus berlalu.

Seiring berjalannya waktu. Sifat Asli Anton mulai terlihat.

Kasar, suka mabuk, judi, main perempuan.

Hati Dewi terluka.

Di tambah lagi, Anton suka merampas semua harta benda yang di miliki Dewi, uang, perhiasan. Bila tak di beri atau melawan Anton tak segan memukul.

Suatu hari Dewi sadar dirinya sedang mengandung buah cintanya dengan Anton.

Dewi senang sekali.

Sungguh berharap jika Suaminya akan berubah setelah mengetahui kehamilannya.

Sebenarnya sejak menikah Anton jarang sekali pulang, Dewi selalu di tinggal sendirian serta menghidupi diri sendiri.

" Mas..." panggil Dewi pelan, ketika Anton pulang.

Pria itu baru selesai mandi dan berkemas.

Sepertinya akan pergi lagi.

Dewi menatapnya lama.

Tubuhnya yang kokoh dan tegap dengan tatapan mata yang tajam dan memikat

Sebenarnya Anton memang sangat tampan.

"Hmmmm"

Sahut Anton singkat.

Dewi menarik Anton duduk bersama di ranjang.

" Kalau mau minta jatah nanti saja, aku sibuk" ketus Anton menatap Dewi tak suka.

" Bukan, Mas. aku hanya ingin mengatakan kabar baik padamu"

Kata Dewi pelan.

" Kabar baik? apakah Papa meeariskan perusahaan nya padamu?" Tanya Anton berbinar.

Dia selalu bermimpi menjadi direktur di perusahaan Setiadi.

mengendarai mobil mewah dan memiliki banyak kekasih dari kalangan wanita kelas atas.

Bukan perempuan yang menjajakan diri di atas trotoar.

Di bayar ceban bisa pakai semalaman.

Dewi terdiam, menggeleng, dan menunduk.

" Bu- bukan.."

" Lantas...!"

" Aku hamil, Mas"

" Apa!?" hardik Anton dengan suara menggelegar.

Jelas kabar itu bukan berita yang baik menurut Anton.

" Gugurkan bayi itu.." Ucapnya dingin.

Dewi terkejut

" Gu- gur kan!?" dengan terbata Dewi mengulang kalimat yang di ucapkan suaminya.

" Tidak!" bantah Dewi

" Aku tidak akan pernah membunuh anakku sendiri"

Merah padam wajah Anton.

dia benar- benar sudah di kuasai Amarah

Plak!

Anton melayangkan tangan sekuat tenaga menampar pipi Dewi,

menyisakan jejak kemerahan di sana.

" Wanita kurang ajar! Kau pikir, memelihara anak itu mudah? butuh susu, butuh Popok dan harus di beri makan tiga kali sehari. memangnya kau punya uang darimana?" Hardik Anton kembali.

Dewi menangis tersedu, hatinya sangat terluka.

Tapi dia sudah bertekad. tidak perduli Anton menerima atau tidak bayi itu harus lahir dan hidup.

Melihat kesungguhan Dewi Anton tidak bisa berbuat apa- apa.

Akhirnya pria itu pergi dengan hati jengkel setelah sebelumnya puas memukuli Dewi hingga babak belur.

Dewi hanya bisa menangisi nasibnya.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Hari ini sakitnya mencapai puncak. Dewi merasakan dadanya sesak seperti dihimpit bongkahan batu besar, sakitnya terasa dari segala sisi, sesak,dengan rasa terbakar di dada.

"Jangan takut Elang..kau anak laki-laki yang kuat! Jangan menangis ya..!"

Elang mengangguk patuh. Dia akan melakukan apa pun yang di katakan Ibu.

Asalkan Dewi senang dan tidak sakit lagi.

Anak malang, pikirannya polos sekali.

Dewi menangisi putranya diam- diam dalam hati

merasa kasihan pada Elang.

Kenapa nasib mempermainkan Elang dan dirinya.

Elang yang malang.

Ayahnya saja tidak pernah perduli padanya.

Sejak lahir hingga saat ini Belum sekalipun bertemu dengannya.

Anton pergi dan menikahi selingkuhannya saat Elang berumur tiga bulan.

Dewi tak berusaha mencegah atau pun berniat mencari Suaminya.

Biarlah pria itu pergi. Karena hidup bersamanya juga tak membuat Dewi bahagia.

Sejurus kemudian ingatan Dewi kembali ke masa Lalu.

Sejak Awal Anton mendekati Dewi demi harta.

Saat umur satu tahun, Elang Demam tinggi, Dewi yang miskin dan putus asa mendatangi Anton.

Memintanya memberikan sedikit uang untuk biaya berobat.

Bukannya memberi uang, Dewi justru di lecehkan oleh Anton.

Putus Asa, Dewi pulang ke rumah orang tuanya.

Setiadi juga menolak kedatangan Dewi.

Terpukul sedih dan putus asa menjadi satu.

Dewi nekat kerumah sakit tanpa membawa sepeser pun uang, Untung ada dokter wanita yang baik hati yang membantu mengobati Elang hingga sembuh.

Saat itulah Dewi sadar bahwa dirinya dan Elang hanya sebatang kara di dunia ini.

Bahkan Papanya sudah tidak perduli pada Dewi.

" Tuhan...berat nian cobaan yang hamba jalani. apakah ini sebuah hukuman bagi hamba karena tidak mendengar nasehat orang tua?" Dewi kembali meratap, bayangan masa lalu itu lalu memudarberganti wajah sendu Elang yang tak lepas menatapnya

" Ibu menangis?" Tanyanya seraya menyeka air mata Dewi.

.******

Dewi menatap wajah Elang lekat.

Mengusap air mata yang luruh di pipi.

Mereka berbaring dengan saling berhadapan.

Mata Dewi berbinar melihat putranya yang begitu menggemaskan.

Wajahnya sangat memikat padahal usianya baru Delapan tahun.

Dewi yakin sekali saat dewasa nanti Elang akan tumbuh menjadi pemuda tampan.

Tapi mungkin Dewi tak akan pernah melihatnya.

"Elang....anak ibu yang ganteng, jangan nangis, ya?"

Dewi merogoh kantong daster lusuh dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya.

" Ambilah kartu ini, sayang.."

" Apa ini, Bu?" tanya Elang polos.

" kartu nama. Itu adalah alamat kakek Elang" terang Dewi.

"Tapi Elang gak bisa baca, Bu..." Elang terlihat bingung. Dia tidak punya waktu untuk sekolah, sebab setiap hari harus mencari uang dan mengurus ibu yang sakit.

Dewi merasa dirinya sangat tidak berguna sebab tak bisa memberikan pendidikan yang layak untuk Elang

"Ibu minta maaf. karena Elang tidak sekolah."

Elang tahu Ibunya bersedih dia pun tersenyum menghibur.

"Tidak apa, Bu. Nanti bisa minta tolong seseorang membacakan."

Ibu tersenyum, membelai lembut, rambut lebat Elang penuh kasih.

"Carilah Kakek. Ibu yakin kakek akan senang bertemu denganmu, Beliau pasti tak akan marah pada mu. hiduplah Bersama kakek setelah ibu pergi.."

" Ibu mau pergi kemana? Elang ikut. Nggak mau tinggal dengan kakek, Bu.."

Elang mulai tersedu.

Dewi menghela nafas.

" Kelak kita pasti bisa bersama, tapi untuk sesaat kita harus berpisah. Karena Elang tidak bisa ikut Ibu."

" Kenapa? ibu nggak sayang lagi pada Elang"

" Bukan Elang...Ibu sayang sekali pada Elang...Tapi Ibu..."

Uhuk

uhuk

Dewi kembali terbatuk-batuk.

Dia tidak mampu bicara lagi.

Nafasnya pendek mulai

tersengal- sengal.

Penyakit yang ia dapat dari bekerja sebagai buruh cuci menekan dadanya.

Dewi tak mau dikalahkan oleh penyakit , dia terus berjuang, sayangnya kondisi tubuhnya semakin drop.

Bab Dua Ibu meninggal

Melihat kondisi Dewi, Elang hanya bisa menangis.

" Bu, Elang panggilkan dokter ya?" bujuk Elang.

" Tidak sayang. Ibu tidak mau jauh- jauh dari Elang."

kata Dewi dengan muka pucat pasi.

Tubuhnya sudah sangat dingin.

" Tapi...Ibu tampak kesakitan

" Elang tidur saja, ibu sudah baikan" Bujuk Dewi susah sekali bicara normal dengan rasa sakit mendera.

Elang menggeleng

"Tidak! Elang tidak mengantuk , mau jagain Ibu. Ibu sakit. Ibu saja yang istirahat.."

Bantah Elang membuat Dewi tersenyum.

" kamu memang anak baik. Doakan ibu, ya sayang..."

Elang memejamkan mata d patuh, mulai berdoa dengan khusyuk.

Sesaat kemuadian dia membuka mata.

" kenapa ibu belum sembuh juga,? apa mungkin doa Elang kurang banyak Bu?." tanya Elang polos menatap wajah Dewi yang pucat.

" Bukan begitu sayang...belum waktunya saja ibu sembuh" sahut Dewi menghibur

"El, harus janji, bila terjadi sesuatu pada Ibu, El harus pergi ke rumah kakek, ya?"

" Tidak!" sahut Elang tegas

"Elang tidak mau!. Ibu nggak boleh pergi, Elang tidak mau tinggal dirumah kakek, Elang sayang ibu. Mau ikut ibu..." Elang menangis keras seraya menciumi wajah ibu.

Dewi tertegun.

" Sayang..dengar ya? Elang belum bisa ikut ibu...nanti suatu hari nanti....kita pasti ketemu lagi. Elang harus janji mau ke rumah kakek, jika tidak ibu marah pada Elang.."

Karena takut pada ancaman Dewi, Elang mengangguk dengan wajah kecewa.

Sebenarnya hati Dewi teramat sakit melihat Elang putus asa begitu.

uhuk!

uhuk!

Dewi menutup mulutnya dengan telapak tangan..

Nafas nya semakin pendek dan terputus putus dengan dada turun naik sangat cepat, mata mendelik menahan rasa sakit yang sangat hebat.

Berulang kali berusaha menghirup udara sebanyak mungkin. Padahal tadi kondisi sudah lebih baik.

" IBU...!! IBU..!!!" Elang mulai berteriak- teriak panik.

Wajah Dewi sangat pucat bagaikan kapas.

Jemari Mungil Elang tak henti menggenggam erat tangan ibu yang mulai sedingin es.

Dia ingin mengalirkan kekuatan pada wanita itu.

"Ibu...tangan ibu dingin sekali."

Dewi tak menjawab.

Uhuk..!!

Suara batuk mengalahkan suara Elang

Batuk itu tak mau berhenti, Dewi lelah sekali

Darah segar mengalir di sudut bibir.

cepat- cepat Elang menyeka

"Ibu..! Ibu berdarah..!! Elang panggil dokter ya..!!?"

Dewi menggeleng lemah.

" Tidak, Elang. Ibu sudah tidak kuat."

Elang meraih tangan Dewi dengan cepat kembali menatapnya lekat.

" Ibu harus kuat, harus kuat.." kukuhnya.

Hembusan Nafas Dewi memelan, Matanya tak lepas memandangi Elang

Ritme nafas mulai tak teratur, satu tarikan nafas terakhir, mata indah itu terpejam untuk selamanya dengan tangan menggenggam jemari mungil milik Elang.

Dewi meninggalkan dunia ini.

' IBUUUUUU.......!!" Elang berteriak

" Toloooong...! Toloooong...! seseorang tolong Ibukuuuu...!"

Elang histeris berlari keluar tak tentu arah.

memegangi sembarangan orang yang dia temui.

Tetangga mulai berdatangan ke rumah kardus milik Dewi.

Kapasitasnya tak mampu menampung semua orang.

Sebagian dari mereka hanya berdiri di luar. Sisa Tumpukan kardus bekas yang di kumpulkan menjadi alas duduk bagi mereka.

Melihat tubuh kaku Dewi mereka tahu jika wanita baik namun bernasib malang itu telah pergi untuk selamanya

" Sabar El, ibumu sudah sehat dan bahagia saat ini."

" ibu tidak sakit lagi pak?" tanya Elang polos

pria itu menggeleng

"Tidak! ibumu sudah bahagia sekarang.."

"Kita laporkan saja pada Dinas sosial biar mereka yang mengurus Jenazahnya." usul seseorang, yang kasihan pada Elang

mana mungkin anak sekecil Elang harus mengurus pemakaman ibunya.

sementara mereka sendiri juga tak punya uang.

Semua menyetujui

Setelah mendapat bantuan dari petugas Dinas sosial, akhirnya Ibu Elang berhasil di kuburkan.

Elang tertinggal sendiri di makam. Mereka sudah mengajaknya ikut pulang bersama tapi anak itu keras kepala, dia masih belum ikhlas berpisah dengan ibu.

Hingga para tetangga membiarkan dia dengan keinginananya.

Elang terlihat seperti anak kucing telantar. Pakaian lusuh, kotor, dan compang camping.

Dia terus bicara pada makam ibu,seolah ibu masih hidup

" Lihat ibu, Elang tidak menangis...Kata bapak tadi, Ibu sudah sembuh dan bahagia. Elang juga bahagia..lihat kan Bu.."

Elang sangat lelah,sejak pagi dia belum memakan apa pun.

Bukan tak ada makanan.

Tetangga cukup murah hati mengantarkan makanan untuk Elang dan Dewi.

Tapi Elang tidak merasa lapar..

lelah, lapar, jiwa yang terguncang membuat fisik Elang melemah.

Tubuhnya terkulai lemah dan pingsan di pusara.

Keadaan mulai gelap gulita

Terlalu larut dengan perasan duka. hingga tak bisa merasakan rasa selain rasa sakit dan sedih.

Sesosok tubuh tinggi dan tegap berjalan mendekati makam.

Dia berhenti tak jauh dari tubuh kurus Elang yang terbaring tak sadarkan diri.

Pria itu menatap Elang selama beberapa menit tanpa bicara.

Wajahnya datar dan mengeras.

Elang terlihat layaknya bocah pada umumnya polos dan lucu. Elang bahkan memiliki wajah jauh lebih tampan dari anak kebanyakan.

Seharusnya di bisa jatuh sayang padanya.

Tubuh kurus Elang terasa ringan saat ia

menggendong dan membawanya di dada ala bridal style.

Ada sedikit rasa kasihan dalam hati saat tubuh kecil itu berada dalam dekapan. Tapi dengan cepat, ia menepis perasaan itu

Tak ingin ada ikatan Emosi apa pun dengan bocah tersebut.

Bab tiga Elang yang patah sayap

Pria itu membawa Elang pulang ke gubuk milik Dewi. Gubuk kenangan bagi mereka bertiga.

Pria itu, Elang, dan Dewi.

Alam bawah sadar nya meminta Elang untuk bangun. Samar, Bau aroma terapi begitu menyengat menembus hidungnya

Tubuhnya juga terasa lebih hangat.

Perlahan tapi pasti kesadaran nya sedikit demi sedikit mulai kembali.

Elang pun membuka mata. Awalnya terasa berat dan semua terlihat samar dan buram.Mengerjapkan lalu menutup mata saat cahaya masuk melalui retina.

"Ah silau.." Mengerjap, Elang menutup matanya dengan telapak tangan saat cahaya masuk melalui retina.

Dia seperti baru terbangun dari mimpi panjang yang menakutkan.

Melirik ke setiap sudut ruang sempit.

Mendesah pelan saat tubuh terasa begitu lemah lunglai.

" Ibu..." Panggil Elang pelan. Setelah kesadarannya pulih dan otaknya mulai bisa berpikir jernih.

Elang anak kecil polos nan malang, menganggap semua yang ia lalui hari ini adalah mimpi

"Ternyata, Elang hanya mimpi..." katanya.Tersenyum dan

Menghela nafas lega. lalu melihat sisi sebelahnya.

" Ibu kemana? Ibu...!!" panggilnya lirih.

Bingung mencari sosok Ibu, Sebab Ibu selalu berada di ranjang reot itu Ibu tidak boleh kemana- mana sebab sedang sakit.

" ibu! Ibu!?" panggil Elang, berulang kali

Elang merasa sebuah bayangan tinggi besar mendekat ke arah ranjang.

Dia melihatnya penuh rasa takut.

"Bapak siapa!!?

Pria itu menyeringai.

"Rupanya, kau sudah Bangun!?"

Pria itu duduk di sana di sudut masih dengan senyum seringai di bibirnya.

" Kau si- siapa?" Ulang Elang semakin gemetaran.

Laki laki asing itu.

terlihat santai dengan tangan bersedekap di dada.

Firasat Elang bilang, pria ini bukanlah orang baik.

Elang tak suka padanya

dan mulai merasa tak Aman.

" Ibu..ibu...!" panggil Elang mulai panik.

Pria itu beringsut, bangun dan mendekat.

Tanpa perasaan pria itu mencengkram kuat pundak Bocah malang itu hingga membuat Elang meringis sakit. Mengunci tatapan Elang.

"Jangan sakiti aku Tuan..Ibu tolong..! sakit." Elang menangis mengiba.

"ApanKau lupa, hah!" Hardiknya dengan mata melotot.

"Ibumu sudah mati, sudah dikubur sore tadi? sudah terbaring dalam tanah... sudah jangan cengeng!!" bentaknya tanpa empati sedikit pun.

" I-Ibu meninggal!? Jadi Se- semua itu bukan mimpi?"

Elang bicara pada diri sendiri dengan berlinang air mata.

" Bohong! bapak siapa!? kalau bicara jangan sembarangan. Bapak pasti bohong! Ibu tidak meninggal, Ibu masih hidup..." Elang meratap

Laki- laki itu mengangkat bahunya acuh.

" Terserah padamu...Dasar anak bodoh! di bilangin kok ngeyel.

" Kau pingsan sore tadi di pusara Dewi. Apa kau lupa? aku yang membawamu pulang"

Otak kecil Elang memutar kembali memory beberapa jam lalu.

"Ja- jadi semuanya memang nyata, bukan mimpi, Ibuku sudah pergi...?"

Anton berjalan mendekat mengelus kepala Elang

" Ckckck...kasihan.." ejaknya. seraya menggeleng kan kepalanya.

"Rupanya kau tadi lupa ingatan..." Anton tertawa geli seolah Elang sedang melucu saat ini.

Tatapan Anton beradu dengan mata Elang yang teduh.

Anton meneliti wajah bocah itu berlama- lama. Ada binar kagum terpancar di sana.

"kau memang pantas menjadi putraku. Lihat wajahmu sangat mewarisi ketampanan ku.." ucapnya pongah.

pernyataan Anton membuat Elang terpancing.

"Si-si- siapa bapak, sebenarnya?"

"Tak perlu kaget, Namaku Anton dan aku Bapakmu.." j Anton mengenalkan diri dengan malas.

" Bapak..!?" Elang mengulang kalimat Anton. Seolah mendengar sesuatu yang aneh.

Elang dengan mata polosnya menatap Anton lama meneliti nya.

Pria itu terlihat menakutkan bagi Elang.

"Ibu bilang, Bapak sudah mati."

Anton tergelak, tertawa sampai matanya berair.

Elang sampai berpikir jika laki- laki itu sudah gila.

Sejak tadi hanya tertawa dan tertawa bahkan saat Elang bersedih dia juga tertawa.

Padahal Elang tidak sedang bergurau.

Anton masih terkekeh geli

" Ternyata kau sudah dibohongi ibumu,anak manis..."

Anton bangun dan berjalan keluar dari kamar.

"Ibumu wanita yang bodoh, aku bersyukur dia cepat mati.."

Elang menyusul dan berteriak dengan lantang

"Ibu ku bukan wanita bodoh!!! Ibu pintar dan baik!!"

" Iya..Iya.. terserah padamu" Anton mengibaskan tangannya malas menanggapi

Tapi tetap meneruskan langkahnya berdiri didepan pintu berbalik menghadap Elang.

kau mau tetap tinggal sendirian disini atau ikut pulang bersamaku?" tanya Anton.

Elang berdiam diri tatapan matanya begitu polos dan menggemaskan tapi Anton sama sekali tak tersentuh.

Lama menunggu mebuat Anton tak sabar dan dia berkata,

"ok! terserah padamu... Aku tidak akan memaksakan kehendak."

Tanpa pikir panjang, Pria itu melangkahkan pergi keluar dari gubuk. Meski sebenarnya hanya ingin menggertak.

"Tunggu..!" panggil Elang menyusul Anton.

Anton tersenyum.

Apa yang dia pikirkan terjadi.

" Bapak..E-Elang ikut bapak saja"

Anton menghentikan langkah menunggu Elang mendekat

Elang menunduk takut dengan jemari saling menaut.

Anton berjongkok mengusap kepala Elang pelan.

" Anak pintar..."

Karena tak punya punya pilihan, Elang memilih ikut Anton. Sebagai anak kecil yang masih memiliki Naluri dan rasa takut menghadapi dunia yang luas, Elang butuh orang dewasa untuk menjaganya.

Elang lupa tentang pesan Dewi sebelum meninggal untuk mencari kakeknya .

Anton begitu gembira menyambut keputusan Elang.

" Bagus, keputusan yang tepat. siapa namamu?" tanya Anton.

" Elang Dirgantara, pak.."

" Hmmmmmm, nama yang bagus dan gagah, cocok denganmu."

"Ayo lekas! berkemas sebelum malam makin larut. Ingat! bawa baju secukupnya saja jangan merepotkan aku, karena kita harusmenggunakan angkot untuk pulang ke rumahku."

Elang mengangguk dan mulai berkemas. Dia hanya membawa sebuah ransel, memilih baju terbaik yang ia miliki.

Anton menggandeng Elang, menyeret anak kecil itu bersamanya.

"Elang senang, bertemu Bapak. Tapi kenapa ibu berbohong mengenai keberadaan bapak?" tanya Elang saat mereka berada di angkot.

Anton merasa Elang cukup cerdas dan sedikit cerewet.

Anton tertawa menanggapi pertanyaan putranya.

"Kau pasti akan tahu, Alasannya, mengapa Ibu mu mengatakan demikian"

jawab Anton sekenanya di selingi senyum jahat.

perkampungan itu kumuh dan miskin.

Banyak pria- pria Tatoan tampang sangar hilir mudik

keadaanya jauh lebih buruk dari tempat tinggal Elang sebelumnya.

wanita-wanitanya, rata-rata berpakaian sexy dan minim sekali. Sepanjang jalan memasuki kampung Tak ada keramahan yang menyambut.

Kampung pemulung itu terkesan liar dan bebas tak cocok menjadi sebuah hunian untuk bocah yang sedang dalam masa pertumbuhan seperti Elang.

Jujur dalam hati Elang juga merasa takut untuk tinggal di Sana.

Tetapi dia bertekad akan beradaptasi dengan baik.

Semoga saat mengenal mereka, praduga buruk Elang bisa sirna.

Anton mengajaknya berhenti didepan rumah berdinding triplek dan anyaman bambu.

Anton mengetuk pintunya tak sabaran..

"Berisik..!!" Terdengar suara wanita melengking tinggi dari dalam.

Seorang wanita, sebaya ibu Elang dengan pakaian sangat terbuka, memakai kutang dan kain sarung keluar menyambut mereka dengan ekspresi tak bersahabat

"Punya nyali loe..buat pulang..! " Dia membentak Anton dengan mata melebar hingga hampir melompat keluar.

" Jangan banyak bacot loe! laki pulang bukan disambut malah marah - marah.." sahut Anton tak kalah ketus.

" Dasar laki pengangguran, paling juga juga kehabisan uang makanya nekat pulang.."

Wanita itu berusaha menghalangi Anton masuk kedalam rumah.

Elang melihatnya ketakutan, meski miskin dan hidup serba sulit, ibu tak pernah bersikap dan bicara kasar padanya.

Sementara kedua oranng dewasa ini justru mempertontonkan hak yang sama sekali tidak pantas.

Mereka terus berdebat hingga beberapa menit berlalu kukuh didepan pintu hingga menjadi tontonan gratis para tetangga yang berniat menonton Drama secara real

" Siapa yang loe bilang pengangguran? "

"Elo, lah! masa Gue" ketus Sri

"Jangan ngebacot,

Loe urusin aja nih bocah! Gue ngantuk mau tidur, minggir!!" Mendorong tubuh wanita itu sambil mengangsurkan Elang dengan kasar pada wanita itu.

" Nah loh ! anak siapa lagi yang loe culik..!" teriak Sri mengalahkan suara lolongan anjing tetangga malam itu.

Dia menyusul Anton cepat ke kamar.

" Siapa Anak itu?" wanita itu bertanya curiga.

Jelas merasa keberatan jika Elang ikut tinggal bersama mereka.

" Dia anak gue dengan Dewi" sahut Anton datar seolah semua itu bukan sebuah kesalahan

Sri sontak terdiam sesaat kehabisan kata. Sementara

Amarahnnya sudah mencapai ubun-ubun

" Cih! punya nyali Loe?!bawa anak perempuan² bodoh itu kerumah gue, emangnya emaknya kemana?, yang benar saja!? Nyuruh gue buat rawat anak mantan loe. otak elo udah konslet!???"

Anton menghela nafas jengkel, wanita memnag mahluk yang menyebalkan batin Elang.

" Kemarin Emaknya mati, Udah Loe ikutin aja permainannya, gue, yakin kita nggak bakal rugi bakal Rugi" kata Anton duduk bersandar di tembok

" Enak banget kalau ngomong, yang nyari makan dirumah ini gue,.ngidupin elo aja gue setengah mati,.malah loe suruh ngidupin anak loe juga" hardik Sri kesal.

" Loe bisa diam kagak!, dengerin nih ya, kita bisa manfaatin itu anak buat cari uang, gue bakal nyuruh dia ngemis dipinggir jalan, diperempatan lampu merah, atau kita bisa mengajarinya mencopet."

Jelas Anton membujuk Sri.

Sri terdiam.

wajahnya melunak.

" Gimana, loe paham sekarang..udah mendingan loe kasih makan tuh anak.

lihat aja wajahnya yang cakep kayak gue, pasti banyak orang yang bakal iba padanya."

" Iya loe ada benarnya juga..gue setuju deh, loe emang bajingan, anak sendiri aja tega loe manfaatin" kata Sri keluar kamar meninggalkan Anton sendirian.

Sri mendekati Elang, kali ini wajahnya jauh lebih ramah.

" Masuk sini," ajaknya.

Elang masuk dengan patuh

" Loe udah makan?"

Elang menggeleng pelan.

" Belum Bu,.."

" Ikut gue ke dapur ya, kita makan.."

Elang mengikuti wanita itu dengan patuh.

Dia makan dengan lahap dengan lauk seadanya yang diberikan oleh Sri.

Sri memperhatikan Elang seksama saat bocah itu menikmati makanannya.

"Bocah ini memang ganteng, kulitnya begitu putih bersih,hidung nya mancung, bibir penuh berbentuk busur panah dan merah alami, rambutnya lebat, hitam mengkilat dan lurus. Dia pasti akan menjadi pemuda tampan jika dewasa nanti.

ketampanan yang diwarisi dari Anton dan Dewi yang memiliki paras sangat cantik.

" Aku yakin jika ia mengemis pasti banyak yang akan jatuh iba. dan jika ia mencopet pasti tak akan ada yang curiga padanya. sempurna"

Sri tersenyum licik

" Ibu, elang sudah selesai."

Sri menoleh pada elang, mengalihkan pikirannya.

Dia membereskan piring dan

membawa anak itu menuju kamar kosong.

" Istirahatlah sepuasnya karena besok hari kau tak akan memiliki waktu untuk berleha leha lagi" kata Sri pada Elang.

Setelah mengantar elang, Sri kembali ke kamar nya sendiri. Dia melihat Anton tidur nyenyak menghadap tembok

" loe lihat kan? anak gue ganteng " Anton membalikan badan tiba-tiba menghadap Sri.

" Sial, gue kira loe udah tidur." umpat Sri kaget

" Anak laki-laki itu emang menuruni ketampanan gue, sayangnya gue nggak tertarik buat melihara anak. bikin repot. tapi, tetap aja gue bangga bisa nyetak anak sesempurna itu"

"Buat apa wajah ganteng ,kalau kantong kosong, ibaratnya nih, seperti Padang pasir dimusim kemarau, kering gersang,dan tandus, tak bisa menghasilkan apa-apa

Sri menyindir.

Dia merasa ketampanan Anton tak ada gunanya, tak bisa dipakai menghasilkan uang.

Selain enak dipakai diranjang.

Anton membalikan badan kembali menghadap tembok kesal pada sindiran pedas istri mudanya itu

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!