"Nia, lu gue jemput ya." Ucap Farah lewat sambungan telepon di kediaman nya.
"Lu mau ngajak gue kemana lagi Far? Lu mah parah, setiap hamil demen banget nyusahin gue." Ucap Nia.
"Gak sopan lu sama mertua! ingat Nia, lu itu menantu gue." Ucap Farah dengan nada suara yang kesal.
Nia hanya mencebikkan bibirnya saat mendengar kata-kata yang di lontarkan oleh Farah.
"Hhhh..! sejak jadi mertua dia sesuka hati sama gue. Gendek banget gue punya mertua begini." Gumam Nia di dalam hati nya.
"Pokok nya mau gak mau lu gue jemput, TITIK gak pake koma!" Ucap Farah.
"Far, sebentar lagi kita lahiran, suami lagi pada kerja tau! kalau lahiran di Mall baru tau rasa lu!" Ucap Nia.
"Ya elah, gue sudah biasa mules-mules sambil nyetir." Ucap Farah.
"Ya sudah deh! terserah lu aja. Gue mau siap-siap dulu." Ucap Nia.
"Nah, gitu dong. Menantu soleha namanya itu." Ucap Farah sambil terkekeh.
"Mertua sesat!" Ucap Nia sebelum ia mengakhiri percakapan itu.
Farah terkekeh saat Nia mematikan sambungan telepon nya. Lalu ia menaruh kembali gagang telepon nya dan beranjak mengambil tas tangan nya.
Dengan susah payah, karena perut yang membuncit. Farah pun keluar dari rumah nya dan memasuki mobil keluaran terbaru yang dibelikan Fajar untuk dirinya.
Fajar memang suami yang penuh kejutan. Walaupun Fajar bukanlah suami yang romantis di setiap hari nya, tetapi Fajar suka sekali memberikan Farah kejutan-kejutan yang membuat wanita itu merasa sangat bersyukur memiliki suami sebaik Fajar.
Fajar juga sayang sekali dengan Queen. Walaupun awalnya Fajar agak bersikap kaku terhadap Queen, lama-lama Fajar dan Queen pun mulai akrab dan kini selayak nya Ayah dan Anak.
Tentu saja hal itu membuat Queen merasa bahagia. Selama ini tidak ada sosok seorang Ayah yang mendampingi hari-hari nya. Kini, ada Fajar yang Queen panggil dengan sebutan "Om Ayah" yang mampu untuk mengganti kekosongan sosok seorang Ayah dalam hidup Queen.
Farah menyalakan mesin mobilnya, lalu perlahan ia beranjak meninggalkan kediaman nya menuju rumah Nia dan Bobby.
..
Nia menatap perut nya yang membuncit di depan cermin. Nia tersenyum bahagia melihat bayangan dirinya sendiri yang kini tampak berbeda dari biasanya.
"Gue sexy sekali ternyata lagi hamil. Walaupun lemak di sana sini."
Nia memuji dirinya sendiri sambil tersenyum malu-malu.
"Ah, HPL tinggal dua minggu lagi, harus nya sih dirumah saja. Eh, Nenek lampir keganjenan ngajakin shopinggggggg terus! Dasar Nenek lampir!" Gumam Nia sambil menyisir rambut yang panjang.
Kini, Nia sudah siap untuk berangkat ke Mall. Setelah menunggu sekian puluh menit, tetapi Farah tak kunjung datang. Nia mulai khawatir dan mencoba menghubungi Farah.
Sekali, dua kali panggilan tak di angkat oleh Farah. Nia pun semakin khawatir. Karena mengingat sahabat yang juga mertua nya (secara tak langsung) sedang hamil tua dan menyetir sendirian, kekhawatiran Nia pun semakin bertambah.
"Duh.. Nenek lampir kemana sih!" Gumam Nia sambil berjalan mondar-mandir di ruang tamu.
Dretttt!
Ponsel Nia pun bergetar. Langsung saja Nia membuka pesan dari Farah yang baru saja ia terima.
Nia mengernyitkan dahinya saat melihat sebuah gambar yang di kirim oleh Farah.
"Hah! si Farah lagi di McD! Buset dah! gue nungguin Oneng! lu malah makan di McD!" Gumam Nia, kesal. Lalu, ia mencoba menghubungi Farah sekali lagi.
"Halo Nia menantu ku yang cantik, ada apa?" Tanya Farah.
"Lu bener-bener ya! gue nungguin Far! malah mampir ke McD!"
"Ya Allah Nia, lu gitu amat sama mertua. Gue gak sadar Nia, ini setir mobil tiba-tiba sudah belok otomatis ke Mcd. Terus gue kayak kesirep gitu, tiba-tiba pesan dan gue gak sadar! percayalah... percayalah!" Ucap Farah.
"Kebangetan lu Far, ngerjain orang namanya! pesenin gue seporsi! gue gak mau tau!" Ucap Nia.
Tersenyum Farah terkekeh dari ujung sana.
Satu jam kemudian, Farah pun tiba di kediaman Nia dan Bobby, dengan membawa sebungkus paket makanan yang di pesan oleh Nia.
Farah disambut oleh wajah Nia yang terlihat kesal karena menunggu nya terlalu lama.
"Jangan ngambek dong, nih lu makan dulu." Farah menyodorkan sebungkus paket makanan kehadapan Nia.
Masih dengan raut wajah yang kesal, Nia merampas makanan tersebut, lalu membukanya di atas meja ruang tamu. Tanpa basa-basi sebelumnya, Nia langsung melahap makanan tersebut.
"Lu kesel ama gue apa lapar Nia?" Tanya Farah sambil menahan senyum nya saat melihat Nia makan seperti orang yang sedang kelaparan.
"Dua-duanya!" Ucap Nia sampai beberapa butir nasi melompat dari dalam mulut nya.
"Ih jorok lu." Ucap Farah sambil tertawa terbahak-bahak.
Hanya dalam hitungan menit, Nia sudah menghabiskan makanan tersebut tanpa tersisa. Bahkan tulang-tulang ayam pun Nia kunyah hingga menjadi serpihan kecil-kecil.
"Ih mual gue lihat lu begitu Nia! bar-bar lu kayak manusia purba!" Ucap Farah sambil memandang jijik kepada Nia.
"Biarin!" Sahut Nia sambil membereskan sisa makanan nya dan membuang nya ke tempat sampah yang berada di dapur. Lalu, ia mencuci tangan nya dan kembali ke ruang tamu.
"Ayo berangkat." Ucap Nia sambil menenteng tas tangan nya.
"Ayo lah kuy..!" Sahut Farah. Lalu dua Ibu hamil itu pun pergi menuju ke Mall.
..
Dua Ibu hamil yang berisik itu pun berjalan-jalan di Mall. Tentu saja terkadang mereka berdua menjadi pusat perhatian beberapa pengunjung yang merasa lucu karena dua orang Ibu hamil yang hangout tanpa suami.
Farah dan Nia pun asik memilih-milih beberapa perlengkapan bayi yang lucu. Terutama Nia yang sedang mengandung anak pertamanya. Nia terlihat sangat bersemangat dan menjadi tak terkendali saat berbelanja.
"Katanya malas jalan-jalan ke Mall, tapi ngabisin uang paling banyak." Sindir Farah.
"Lu racun nya." Ucap Nia sambil tertawa geli.
Bryurrrrr!
Tiba-tiba saja air ketuban Farah mengalir di kedua pahanya. Nia dan Farah pun saling bertatapan.
"Oh, no!" Seru Farah sambil menatap air yang terus membasahi lantai Mall tersebut.
"Lu pipis di celana?" Tanya Nia yang masih lugu dengan masalah kehamilan.
"Gue mau Beranakkkkk!" Seru Farah.
"Hah!"
"Ayo!" Farah menarik tangan Nia untuk turun menuju parkiran mobil.
"Far, lu beneran gak pipis di celana? lu nakut-nakutin gue ih!" Ucap Nia.
"Dih Nia! lu bener-bener ya, gue serius ini mau melahirkan! ini namanya ketuban, masa lu gak tahu?"
"Iya gue tahu, tapi gue cuma memastikan aja kok Far." Ucap Nia yang tergopoh-gopoh mengikuti langkah kaki Farah di parkiran mobil.
"Nih, lu bawa deh mobil nya." Farah menyerahkan kunci mobil nya kepada Nia.
"Gue?" Tanya Nia dengan wajah yang panik.
"Iya elu? Terus siapa? Memang nya ini mobil bisa auto pilot?" Tanya Farah.
"Ya ampun Far! Gue dilarang menyetir sama Bobby." Ucap Nia.
"Lah, terus siapa yang mau bawa ini mobil?" Tanya Farah, kesal.
"Lagian gue sudah bilang jangan jalan-jalan kan Far!" Ucap Nia tak kalah kesal nya.
"Ya sudah, gue akan jaga rahasia. Nanti kalau Bobby nanya, gue bilang gue nyetir sendiri. Ok!"
Tanpa menunggu jawaban dari Nia, Farah masuk ke kursi penumpang dan duduk menunggu Nia yang masih terdiam di depan mobil.
"Ayo buruan! lu mau jadi bidan apa kalo anak gue brojol disini? Nih gue udah mulai mules.. Aduhhhhh aduh..." Keluh Farah.
"I-iya." Nia langsung masuk dan duduk di balik kemudi. Tanpa pikir panjang ia mulai menjalankan mobil Farah.
Tangan Nia gemetar karena khawatir dengan Farah. Ia menjadi tidak fokus saat menyetir mobil tersebut. Ditambah Farah yang selalu mengomel dengan cara menyetir Nia.
"Pelan-pelan ini mobil baru, nanti lecet!"
"Pelan-pelan lu bawa orang mau lahiran Nia!"
"Pelan-pelan Nia di depan ada sepeda motor!"
"Nia gue mules ini rasanya sudah di ujung."
Nia mengusap keringat yang meleleh di dahi nya saat mendengar segala protes yang di lontarkan Farah.
"Nia.." Belum sempat Farah mengutarakan apa yang ingin ia katakan, Nia pun langsung berteriak dengan panik.
"Diaaaaammmmm!"
Farah pun menutup bibir nya rapat-rapat.
Nia menarik nafasnya dan menghembuskan nya berkali-kali. Seakan-akan dirinyalah yang akan melahirkan.
Tentu saja hal itu membuat Farah menjadi bingung terlebih saat keringat terus bercucuran di dahi Nia.
"Nia, lu kenapa?" Tanya Farah sambil mengusap dahi Nia dengan selembar tissue yang ia ambil dari atas dasboard mobil nya.
"Benar-benar lu ya Far, beranak aja lu ngajak-ngajak gue! gue mules, gue rasa gue juga mau melahirkan!"
"Hah!" Farah terkejut mendengar apa yang dikatakan Nia.
"Lu serius?"
"Iyaaaaa... mulessssss!" Ucap Nia sambil menahan tangis nya.
"Wah! sebentar lagi sampai Rumah sakit Nia. Hayo lu pasti bisa! Nia! Nia! Nia! Go! Go! Go!" Farah mencoba menyemangati Nia.
Nia menatap menoleh kepada Farah dengan wajah yang kesal, lalu ia mempercepat laju mobil nya hingga akhir nya mereka sampai di rumah sakit.
Nia keluar terlebih dahulu, disambut oleh sekuriti rumah sakit.
"Pak tolong Pak. Saya sama teman saya mau melahirkan!" Seru Nia yang langsung duduk di atas kursi roda.
"Jadi yang mau lahiran siapa mbak?" Tanya sekuriti itu dengan wajah yang bingung.
"Dua-duanya!"
"Hah!"
Sekuriti pun ikut panik dan langsung membopong tubuh Farah yang terlihat sudah mulai lemas. Sedangkan Nia di bawa ke UGD memakai kursi roda yang di dorong oleh seorang perawat.
Mereka berdua pun di bawa ke ruang bersalin. Farah dan Nia hanya di batasi oleh gorden yang menghalangi pandangan mereka berdua.
Dua dokter kandungan pun berlari ke ruang bersalin mencoba untuk membantu dua Ibu hamil yang akan melahirkan tersebut.
Terdengar suara Farah yang kesakitan dan berusaha mengejan dari bilik nya. Hanya hitungan menit, terdengar tangisan bayi yang baru dilahirkan oleh Farah. Tentu saja hal itu membuat Nia menjadi ketakutan dan menjadi pucat pasi.
Nia baru menyadari, menjadi seorang Ibu itu adalah perjuangan yang sangat besar. Mengandung dan melahirkan itu benar-benar perjuangan yang tak main-main. Saking takut nya, Nia terus meracau memanggil Emak nya sambil menangis.
Tak lama kemudian, Bobby dan kedua orang tua Nia datang. Bobby di izinkan masuk untuk mendampingi dan memberikan Nia semangat untuk berjuang melahirkan buah hati mereka.
Sedangkan Farah sudah langsung di pindahkan ke ruang perawatan. Fajar yang baru saja sampai langsung memeluk Farah dengan bahagia. Fajar pun langsung ke ruangan bayi, untuk mengenali dan mengadzani putra pertamanya itu.
Bapak dan Emak yang menunggu kelahiran cucu pertama mereka pun tampak gelisah di ruang bersalin. Bapak tampak terus berdoa tak putus-putusnya untuk keselamatan putri semata wayangnya dan cucu pertama yang di idam-idamkan nya.
Emak juga tampak berdoa sambil menangis saat mendengar Nia yang terus memanggil diri nya dari dalam ruangan tersebut.
Bobby terus menyemangati Nia yang mulai diperbolehkan mengejan. Dengan mengikuti aba-aba yang di ucapkan Dokter, Nia mengejan dengan sekuat tenaga nya.
Beberapa detik kemudian terdengarlah tangisan bayi yang terlahir dengan sehat dan sempurna. Bobby tampak menangis saat pertama kali melihat anak perempuan nya yang masih terhubung oleh placenta.
Bobby mengecup lembut kening Nia yang tampak sangat kelelahan. Lalu membelai lembut rambut Nia yang basah karena keringat perjuangan nya.
Nia tersenyum bahagia, saat Bobby berulang kali mengucapkan syukur dan terima kasih kepadanya.
Bobby pun mengikuti suster untuk mengenali buah hati nya. Sementara Nia di bersihkan oleh perawat dan di persiapkan untuk di pindahkan keruang rawat inap.
Bobby menatap mungilnya darah daging nya yang masih menangis. Sejak pandangan pertama, Bobby langsung merasakan cinta yang tak biasa. Ia benar-benar jatuh cinta dengan makhluk kecil itu.
"Ternyata begini rasanya menjadi seorang Ayah." Gumam Bobby sambil terus menatap gadis kecil yang sedang di bungkus bedung oleh perawat.
Bobby pun teringat akan nasihat yang diucapkan oleh Farah, saat beberapa waktu yang lalu ia mampir ke rumah Tante nya itu.
"Bob, hasil USG anak mu perempuan kan?" Tanya Farah.
"Iya Tante." Sahut Bobby.
"Bob, anak perempuan itu cinta pertamanya adalah Ayah nya sendiri. Jadi, Tante harap kamu benar-benar menjadi sosok seorang Ayah yang baik. Ingat Bob, anak perempuan menjadikan Ayahnya itu contoh atau acuan saat ia mencari pendamping nanti." Ucap Farah.
Bobby tertegun dengan nasihat yang di ucapkan oleh Farah.
"Bob, jadilah lelaki yang baik, setia apa pun keadaan Nia. Jadilah Ayah yang baik, walaupun kamu tidak sempurna. Jaga hati, mata dan pikiran ya Bob. Berumah tangga akan sulit bila kita tidak bersyukur dengan apa yang kita punya. Hanya itu pesan Tante."
"Kamu masih muda, Tante khawatir bila kamu bertemu dengan wanita yang lebih baik dari Nia. Kamu akan tergoda. Tante takut sekali bila cinta mu sama Nia hanya cinta monyet. Tolong ingat pesan Tante. Jangan sampai nasib Queen terulang ya Bob." Ujar Farah lagi.
Kata-kata itu terus menggema di telinga Bobby. Ia pun bertekad untuk menjadi suami dan Ayah yang baik, apa pun yang terjadi. Nia dan Bayi mereka adalah tujuan hidup nya saat ini hingga akhir hayat nya.
"Allahu Akbar! Alhamdulillah!" Seru Bobby saat ia pertama kali di izinkan untuk menggendong Kimmy Shakila Azalea.
Cucu pertama adalah segalanya bagi kedua orangtua. Bagaikan mendapatkan lotre ratusan miliar, Bapak dan Emak terlihat sangat bahagia atas kelahiran Kimmy.
Empat puluh hari pertama, Nia dan Bobby terpaksa harus tinggal di rumah orangtua Nia. Di samping Nia yang masih baru saja menjadi orangtua, Nia juga sangat membutuhkan bimbingan Emak untuk merawat bayi yang masih rentan.
Dengan sabar, Emak mengajarkan Nia bagaimana cara memandikan anak, membedung dan merawat bayi mungil tersebut. Nia pun dengan cepat belajar, karena ia sangat antusias menjalani peran nya dan pengalaman pertamanya sebagai orangtua.
Bobby tersenyum melihat Nia yang sedang menggendong Kimmy yang sedang berjemur pada pagi hari ini. Sedangkan Bapak yang duduk di beranda rumah terus memperhatikan sikap Bobby terhadap cucu dan anak nya.
Bapak merasa bangga dengan sikap Bobby. Walaupun Bobby masih berusia dua puluh tahun, tetapi Bobby sangat siaga menjadi seorang suami.
Bapak ingat betul pengalaman pertama nya memiliki anak, yaitu Nia. Melihat Bobby, disitu Bapak seperti melihat gambaran dirinya dimasa lalu.
"Cantik ya." Ucap Bobby yang ikut menemani Nia berjemur di bawah hangat nya sinar matahari pada pagi ini.
"Iya, kayak aku ya." Ucap Nia sambil tersenyum.
"Dia cantik, pasti nya karena Mama nya cantik." Ucap Bobby.
Nia tersipu malu mendengar ucapan Bobby yang membuat dirinya melayang ke langit ke tujuh.
"Itu karena Engkong nya ganteng makanya cucu nya Cantik." Sambung Bapak yang mendengar percakapan Nia dan Bobby.
Nia mencebikkan bibir nya saat mendengar ucapan Bapak. Bapak hanya tertawa saat melihat ekspresi Nia.
"Apa lu kata Mat? Itu cucu gue cantik karena Nyai nya cantik." Sambung Emak yang baru saja datang membawakan dua gelas kopi dan sepiring goreng pisang untuk Bapak dan Bobby.
"Iya dah iya, gue males debad sama elu." Ucap Bapak.
"Malas atau gak pernah menang Pak?" Tanya Bobby.
"Dua-duanya." Jawab Bapak sambil terkekeh.
Emak ikut tertawa sambil mencubit lengan Bapak.
"Lu menang debad ama gue, siap-siap lu tidur di welcome." Ucap emak.
"Welcome apaan tuh?" Tanya Bapak sambil mengeryitkan dahi nya.
"Noh welcome." Emak menunjuk keset di depan pintu yang bertuliskan "welcome".
"Ya elah, tinggal bilang keset aja ribet lu Romlah." Ucap Bapak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kan biar elite gue bisa bahasa Inggris." Ucap Emak sambil tertawa geli.
Nia tersenyum melihat tingkah kedua orangtuanya. Kebahagiaan bagi Nia saat melihat orangtua nya masih mesra hingga setua ini. Nia pun berharap kelak ia dan Bobby bisa meneladani Emak dan Bapak dalam berumah tangga.
"Mungkin gak kita bisa seperti itu nanti di masa tua?" Tanya Nia kepada Bobby.
Bobby menatap Nia, lalu ia tersenyum begitu teduh.
"Sayang, kita pasti bisa." Ucap Bobby.
Nia tersenyum dengan mata yang berbinar.
"I Love You." Ucap Bobby.
"I Love You too." Sahut Nia.
"Lopyu lopyu, semoga si Kimmy kaga gumoh denger nya." Ucap Bapak sambil mencebikkan bibir nya.
Brottttt!
"Kan apa gue bilang, Kimmy sampai pup dengar orangtua nya lopyu lopyuan."
"Sirik aja sih Pak. Ini lagi si Kimmy, cemburu kali ya Papanya lopyu-lopyuan sama Mamanya." Ucap Nia sambil bergegas masuk kedalam rumah untuk mengganti popok Kimmy.
Bobby yang masih berdiri di halaman tersenyum melihat Nia yang terburu-buru masuk untuk mengganti popok Kimmy. Lalu, Bobby pun bergegas menghampiri Bapak dan duduk di sebelah mertua nya itu.
"Saya minum kopi nya pak." Ucap Bobby.
"Silahkan, silahkan." Ucap Bapak sambil tersenyum kepada Bobby.
Bobby meraih gelas kopi nya dan menyeruput dengan perlahan kopi yang masih panas tersebut.
"Gimana kuliah sama pekerjaan lu Bob?" Tanya Bapak.
"Alhamdulillah lancar semua Pak." Jawab Bobby sambil meletakan kembali gelas kopi nya.
"Syukurlah." Bapak mengangguk-anggukan kepalanya sambil menatap pepohonan di depan nya.
"Bagaimana perasaan lu jadi orangtua? lu kan masih muda nih, tapi sudah punya anak." Tanya Bapak.
"Muda kan umur nya Pak. Tapi saya pribadi sih, siap lahir dan batin Pak. Insyaallah." Ucap Bobby.
Bapak tersenyum puas mendengar jawaban menantunya itu.
"Kalau Nia seharian nya gimana? Dia jadi istri yang baik apa enggak? barangkali Bapak bisa menasihati kekurangan anak Bapak. Lu jangan segan-segan menceritakan Nia sama Bapak. Biar Bapak bisa membantu menasihati Nia."
Bobby tersenyum, lalu ia menatap Bapak dengan seksama.
"Segala kekurangan Nia, biarlah Bobby yang menasehatinya Pak. Nia sekarang tanggung jawab Bobby. Bapak tenang saja, tidak usah banyak pikiran." Ucap Bobby.
"Gak salah gue milih menantu." Ucap Bapak sambil menepuk-nepuk bahu Bobby.
Bobby hanya tersenyum dan mereka berdua pun membicarakan banyak hal lain nya di beranda rumah itu.
..
Suara tangisan Athar menggema di ruang tamu saat Farah meninggalkan Athar di stroller nya dengan Queen yang sedang bermain di ruang tamu, untuk sejenak ke kamar kecil. Fajar yang sedang bersiap-siap untuk berangkat bekerja, pun langsung mendatangi Athar di ruang tamu. Saat itu juga Fajar memergoki Queen yang sedang memegang kepala Athar.
"Kamu apakan Athar?" Tanya Fajar kepada Queen sambil meraih tubuh mungil Athar dari stroller.
Tentu saja sikap dan nada suara Fajar membuat Queen terkejut dan gemetar.
"Queen tidak ngapa-ngapain kok Om Ayah." Ucap Bocah lima tahun itu.
"Kok nangis Athar nya?" Tanya Fajar dengan wajah yang khawatir dan menatap Queen dengan tatapan yang menaruh curiga kepada gadis kecil itu.
"Ada apa sih?" Tanya Farah yang baru saja menyusul ke ruang tamu.
"Ini Athar nangis setelah dekat dengan Queen." Ucap Fajar dengan nada suara yang terdengar tidak enak di telinga Farah.
"Nama nya bayi, bisa nangis kapan aja tanpa di apa-apakan juga. Kok kamu kesan nya mencurigai Queen ngapain Adik nya gitu sih?" Tanya Farah.
"Ya bukan begitu." Ucap Fajar.
"Lalu apa?" Tanya Farah.
"Ah sudahlah, aku mau berangkat kerja dulu." Ucap Fajar. Lalu, ia menyerahkan Athar kepada Farah dan pergi begitu saja.
Farah mengeryitkan dahinya saat melihat sikap Fajar pada pagi ini. Memang, setelah Athar lahir, perhatian Fajar selalu tertuju pada Athar. Bahkan Fajar tak segan mengabaikan Queen yang sudah terbiasa dengan Ayah sambung nya itu.
"Sayang, Adik tadi kenapa?" Tanya Farah kepada Queen yang terlihat sedih.
"Queen tidak ngapa-ngapain kok Bunda. Tiba-tiba saja Athar nangis. Terus Queen sayang-sayang kepalanya Athar." Ucap gadis polos itu.
Farah tersenyum dan memeluk Queen.
"Iya Bunda percaya kok sama Kakak Queen. Kan Kakak Queen sayang banget sama Adik Athar." Ucap Farah.
Tidak bisa di pungkiri, raut wajah sedih Queen terlihat jelas di wajah gadis kecil itu. Sudah dipastikan ia kini mulai merasa kehilangan sosok seorang Ayah lagi. Karena Fajar berubah sikap dengan dirinya saat hadirnya Athar.
Memang kenyataannya begitu, terkadang ada orangtua kandung sendiri pun tak sadar, bila sudah mulai mengabaikan anak sulung nya saat kelahiran anak kedua. Apalagi orangtua sambung. Memang tidak semua, tetapi hal itu mungkin saja terjadi. Dan kini, ini semua terjadi kepada Queen.
"Ya sudah, kita ke kamar yuk, main sama Adik Athar." Bujuk Farah.
"Gak deh Bunda, Queen mau main di kamar saja."
Farah terdiam mendengar ucapan Queen. Terlebih gadis kecil itu berlalu meninggalkan dirinya dan masuk kedalam kamar nya. Farah menghela napasnya dengan berat, lalu menatap Athar yang mulai kembali menangis meminta Asi.
Farah membawa Athar ke kamar untuk diberikan Asi. Sedangkan Queen di temani oleh seorang pengasuh yang baru saja datang.
Di dalam kamar, Farah termenung sambil memberikan Athar Asi nya. Ia merasa bingung dengan sikap Fajar dan bagaimana membagi dirinya antara Athar dan Queen.
Tiba-tiba saja air mata meleleh di pipi Farah. Ia mulai berandai-andai, andaikan Queen adalah anak kandung Fajar, pasti Fajar tidak akan bersikap seperti itu kepada Queen.
Farah mulai menyesali masa lalu nya yang begitu "murah" melakukan hal itu dengan Gunawan. Bukan kehadiran Queen yang menjadi penyesalan. Tetapi, kelakuan masa lalu nya lah yang terus membuat Farah merasa menyesal.
..
Deru suara mobil memasuki halaman rumah orangtua Nia. Terlihat Naya, Andreas serta anak mereka melangkah menuju pintu depan rumah orangtua Nia. Begitupun Rara, Fathur dan anak mereka. Mereka semua memang janjian untuk menjenguk Nia yang baru saja melahirkan setelah terlebih dahulu mampir kerumah Farah.
Dengan antusias, Nia menyambut kedatangan para sahabat nya itu. Nia yang sedang menggendong Kimmy mempersilahkan para sahabatnya untuk duduk di ruang tamu. Sedangkan Emak sibuk membuat minuman di dapur.
Rara dan Naya tampak sangat antusias melihat baby Kimmy yang cantik. Kimmy terlihat montok dengan pipi yang membulat. Walaupun baru berusia beberapa hari. Kimmy terlihat begitu cepat bertambah berat badan.
"Ih lucu banget ya." Ucap Rara yang sedang menggendong Kimmy.
Nia hanya tersenyum saat melihat sahabat-sahabat nya yang begitu gemas dengan putrinya.
"Gimana keadaan lu Nia?" Tanya Naya.
"Alhamdulillah sehat. Kabar kalian gimana?" Tanya Nia.
"Kita-kita mah sehat. Kita habis dari rumah Farah nih." Ucap Naya.
"Oh ya, gimana kabar nya?" Tanya Nia dengan antusias.
"Hmmm, gimana ya. Kayak nya terjadi sesuatu loh sama itu anak. Enggak seceria biasanya. Mungkin perasaan gue aja kali ya. Barangkali kita-kita saja yang datang di waktu yang gak tepat. Dia kayak unhappy gitu Nia." Beber Naya.
"Beneran Ra?" Tanya Nia kepada Rara.
Rara hanya mengangguk sambil mengunyah kue nastar yang Emak sediakan di dalam toples.
Nia menghela napasnya. Selama ini Farah tidak pernah menceritakan apa pun tentang kehidupan rumah tangganya. Justru Nia yang selalu mengeluh dengan Farah karena beberapa sikap Bobby yang tidak di sukai oleh Nia.
"Kenapa ya si Farah." Gumam Nia.
"Dia itu kelihatan gimana gitu. Murung, matanya sembab seperti habis menangis dan lebih banyak diam sih menurut gue." Ucap Rara.
"Yah bukan apa-apa sih, gue kan pengacara nih, walaupun gue bukan bertugas menyelidiki seseorang. Tapi gue bisa paham lah dengan gelagat seseorang." Sambung Naya.
Nia semakin khawatir dengan cerita Naya dan Rara.
"Nanti deh gue hubungi si Farah ya." Ucap Nia dengan wajah yang khawatir.
Rara dan Naya mengangguk dengan bersamaan.
..
Bobby yang baru saja pulang dari restoran, langsung menuju ke kamar mandi untuk membilas tubuhnya sebelum ia menemui Nia dan Kimmy.
Setelah selesai membilas tubuhnya, Bobby pun bergegas untuk menemui Nia dan melihat keadaan Kimmy yang sudah seharian ia tinggal untuk kuliah dan bekerja.
"Hai sayang." Sapa Bobby sambil mengecup kening Nia yang sedang termenung di tepi ranjang.
"Hai." Sahut Nia sambil tersenyum.
Nia yang tampak sedang ada pikiran mengundang tanya dari Bobby.
"Sedang memikirkan apa?" Tanya Bobby.
"Tidak ada apa-apa kok." Nia berusaha menyembunyikan pikirannya.
"Ayolah jujur, ada apa?" Desak Bobby.
"Farah."
"Kenapa dengan Tante Farah?" Tanya Bobby sambil mengernyitkan dahinya.
"Tadi kan teman-teman ku ke sini. Mereka habis dari rumah Farah. Kelihatan terjadi sesuatu deh sama Tante mu itu." Ucap Nia.
"Maksudnya?" Tanya Bobby yang kini sedang menggendong Kimmy yang mulai menggeliat karena terganggu dengan suara kedua orangtuanya.
"Aku sih kurang tau, tapi sih menurut teman-teman Farah kayak kurang bahagia gitu." Ucap Nia.
"Mungkin Tante Farah hanya capek." Ucap Bobby.
"Yah mudah-mudahan saja." Nia berusaha menerima pendapat Bobby.
"Kamu sudah makan?" Tanya Bobby.
"Sudah, kalau kamu sudah makan?"
"Sudah tadi di restoran." Sahut Bobby yang kini meletakkan Kimmy kedalam box bayi nya.
"Ya sudah istirahat lah." Ucap Nia sambil bergegas merebahkan dirinya di atas ranjang.
"Ini hari ke berapa sih?" Tanya Bobby sambil ikut merebahkan diri di samping Nia.
"Hari ke sepuluh. Kenapa?" Tanya Nia.
Bobby menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil tersenyum menatap Nia.
"Kenapa?" Tanya Nia lagi.
"Gak, gak apa-apa."
"Ih, kenapa sih?" Desak Nia.
"Puasa.. lama puasaaaa." Ucap Bobby sambil mengusap wajah nya dengan gusar.
Nia tersenyum melihat Bobby yang terlihat gelisah.
"Baru sepuluh hari sudah gelisah nih Pak Bobby." Goda Nia.
"Kayak sudah sepuluh bulan nih Bu Nia." Ucap Bobby sambil mengurut dadanya.
"Sabar ya Pak Bobby. Perjalanan masih panjang." Goda Nia.
Bobby menghela napasnya sambil menatap Nia dengan putus asa.
"Kamu bisa lebih kreatif gak sayang?" Tanya Bobby.
"Maksudnya?" Nia memandang Bobby dengan wajah yang polos.
Bobby tersenyum dan meraih tangan Nia.
"Ih apaan sih?" Nia menarik kembali tangan nya dan memunggungi Bobby.
"Nia.. Nia.. Nia.. Sayang..Sayangkuu...Cintaaa.. sayang.. kreatif dong sayang.." Bobby mencolek-colek pinggang Nia yang sedang memunggungi dirinya.
"Apaaaaa ah."
"Kreatif sayang, ayo dong." Goda Bobby lagi.
Nia membalikan tubuhnya dan menatap Bobby yang sedang memasang wajah puppies eyes.
"Dasar laki-laki!"
"Ya memang laki, masa perempuan." Ucap Bobby yang mulai putus asa.
Nia mengulum senyum nya saat memandangi wajah suami nya itu.
"Sini-sini." Ucap Nia seperti sedang membujuk anak kecil yang sedang merajuk.
Bobby pun langsung bersemangat dan mendekatkan dirinya kepada Nia.
"Tapi bo'ong." Ucap Nia sambil tertawa dan kembali memunggungi Bobby.
"Yahhhh.. nasib." Ucap Bobby. yang kembali merebahkan dirinya di atas ranjang.
Dreeetttt! Dreettt!
Yessy yang sedang asik bersama teman-teman sosialitanya meraih ponselnya dari dalam tas mahal milik nya. Yessy menghela napasnya saat melihat nama Bobby tertera di layar ponselnya.
"Menganggu saja sih anak ini." Gumam Yessy. Lalu, ia mengabaikan panggilan Bobby dengan mematikan ponselnya untuk sementara waktu.
Yessy kembali bercengkrama dengan teman-teman sosialitanya yang penuh dengan kepalsuan. Yessy merasa bahagia dengan dunianya yang penuh dengan kemewahan dan kepalsuan tersebut.
"Hey Ci Yessy, putranya yang ganteng itu sekarang kuliah dimana? Pasti diluar Negeri ya." Tanya seorang Tante sosialita dengan dandanan menor dengan pipi yang merona merah persis seperti habis di tinju Mike Tyson.
"Ah, iya Ci Prilly. Dia sekarang kuliah di Amerika." Ucap Yessy berbohong.
"Wuihhhh pasti mahal ya Ci, Amerika soal nya. Di universitas mana Ci?" Tanya wanita itu lagi.
"Ng......"
"Sialan memang si Bobby. Kalau begini kan merendahkan orangtua sendiri! Coba dia kuliah keluar Negeri. Aku pasti tidak kesulitan untuk menjawabnya." Gumam Yessy.
"Ci Yessy, dimana anak nya kuliah? Siapa nama anak nya? Lupa saya."
"Bobby."
"Ah iya Bobby. Ganteng loh dia, gimana kalau kita besanan saja. Anak saya si Roseline juga seusia dengan Bobby kok."
Yessy tersenyum getir saat mendengar tawaran dari istri pengusaha sukses tersebut.
Pernikahan Bobby dengan Nia sangat membuat Yessy terpukul. Sebagai orangtua, Yessy benar-benar tidak menginginkan anak nya menikah dini. Yessy ingin anak nya sesuai dengan apa yang ia mau. Tanpa Yessy sadari, terkadang memaksakan kehendak kepada anak, membuat efek buruk dengan hubungan antara anak dan orangtua.
Tentu saja Yessy tidak menyadari itu. Yessy tidak pernah mengerti bagaimana merawat dan mendidik anak. Karena sejah dia menikah dengan Hariman, Yessy benar-benar seperti ratu. Bahkan menyusui anak-anaknya pun dia tidak mau. Karena ia takut bila tubuh nya rusak dan tidak menarik lagi.
"Ci, kok bengong sih?"
"Ah, tidak apa-apa. Saya rasa saya sedikit lelah Ci, jadi saya pulang duluan deh ya." Ucap Yessy.
"Loh, kok gitu Ci."
"Iya nih, saya pamit dulu ya Cici-Cici semua."
"Ok deh Ci Yessy. Hari Rabu jangan lupa arisan loh ya."
"Ok, pastinya saya tidak akan lupa itu." Ucap Yessy.
"Ok deh, hati-hati ya Ci." Ucap teman-teman nya Yessy.
"Ok see you ya hari Rabu."
"See you." Ucap teman-teman nya Yessy.
Dengan terburu-buru Yessy meninggalkan restoran mewah tersebut dan beranjak ke parkiran menuju mobil nya.
"Pak Santo! Bangun! Yeeee, malah tidur! " Yessy mengetuk-ngetuk pintu mobil nya dimana supirnya tertidur di dalam mobil tersebut.
"Eh, Nyonya. Pulang nya? kok tumben cepat?" Tanya Santo sambil mengusap kedua matanya.
"Suka-suka saya lah mau cepat atau lama! Buruan pulang!" Perintah Yessy.
Santo hanya bisa mengangguk dan mengikuti keinginan majikan nya itu.
Di perjalanan pulang, Yessy terus berpikir tentang Bobby. Terakhir dia berkomunikasi dengan Bobby saat istrinya Bobby, Nia akan melahirkan.
Yessy sempat tergoda untuk ke Jakarta. Tetapi ia merasa gengsi bila dirinya harus kerumah orangtua Nia yang sudah seusia dengan Ibu dan Bapak nya Yessy.
Sedangkan Yessy juga merasa malu, bila mempunyai memantu yang lebih pantas menjadi adik nya. Hal itu lah yang membuat Yessy merasa enggan untuk mencari tahu tentang cucu pertamanya.
Yessy menghela napasnya dengan berat. Lalu, ia meraih ponselnya dan menyalakan kembali ponselnya tersebut.
Dreeetttt! Dreett!
Satu pesan masuk saat Yessy baru saja menyalakan ponselnya.
Bobby
Sebuah foto bayi mungil dan cantik di lampirkan dalam pesan dari Bobby.
"Ma, ini cucu Mama, nama nya Kimmy. Bobby harap, kehadiran Kimmy bisa membuat hubungan kita baik kembali."
Yessy menatap foto bayi mungil itu dengan seksama. Bayi itu memang sangat cantik. Tepat nya sangat mirip dengan Bobby waktu bayi. Yessy terpaku dan memilih untuk mengabaikan saja pesan dari Bobby.
Keras nya hati Yessy membuat ia benar-benar tak sudi untuk memaafkan Bobby, serta menerima menantu yang sangat jauh dari standard nya, serta cucu nya sendiri.
Walaupun ia sangat tergoda melihat wajah Kimmy, disamping itu juga dia tidak pernah mempunyai anak perempuan. Dan sekarang ia di anugerah kan cucu pertama perempuan.
Sebenarnya jiwa seorang Oma dan wanita didalam dirinya sudah meronta-ronta memaksa dirinya untuk segera memeluk dan mengambil cucu nya itu. Tetapi lagi-lagi semua terkalahkan dengan ego.
"Mama tidak akan pernah menyerah hanya karena kamu kirimkan foto bayi mu, Bobby." Gumam nya.
..
Bobby yang sedang di kampus terus memandangi layar ponselnya, berharap Mama nya membalas pesan dari nya. Setelah sekian menit tidak ada balasan. Bobby pun menghela napas dan kembali mengantongi ponselnya.
Walaupun Farah sudah cukup bagi Bobby menjadi sosok orangtua penggantinya, tetapi tetap saja Bobby masih menginginkan restu dari kedua orangtua kandungnya. Ini semua karena suport dari Nia sendiri yang ingin Bobby terus berusaha untuk tidak memutuskan tali silaturahmi kepada kedua orangtuanya.
"Bobby!" Panggil seorang wanita cantik teman seangkatan Bobby.
"Ya Mer." Sahut Bobby kepada Meriska.
"Hangout yuk." Ajak Meriska.
"Gak bisa, gue mau langsung ke Restoran, mau kerja." Ucap Bobby.
Teman-teman Bobby tidak mengenal Bobby sebagai pemilik restoran. Teman-teman nya mengenal Bobby sebagai seorang mahasiswa manajemen bisnis yang menyambi bekerja sebagai Helper di sebuah restoran mewah.
"Yah Bob, lu kok gak pernah mau sih di ajak hangout." Ucap Meriska sambil cemberut.
Bobby hanya tersenyum menanggapi kekecewaan Meriska.
"Gue cabut dulu ya." Bobby pun beranjak dari hadapan Meriska dan berjalan menuju parkiran mobil nya.
"Gila cuek banget itu cowok." Ucap Meriska kepada teman-teman yang sedang bersamanya.
"Siap Bobby?" Tanya Wildan.
"Iya lah, siapa lagi." Sahut Meriska.
"Bobby itu sudah menikah, mending lu sama gue." Seloroh Wildan.
"Hah! serius lu Bobby sudah menikah?" Tanya Meriska dengan wajah yang sangat terkejut.
"Iya, gue liat sih waktu dompet nya terjatuh di kelas. Gue kan gak tahu itu punya siapa. Gue buka, terus gue liat status di kartu tanda penduduk nya. Status nya sih menikah."
"Seriusan lu?" Tanya Meriska.
"Iya, ngapain gue bohong? Lagian gue sudah nanya sama orang nya sendiri. Dia jawab iya tuh, kalau dia sudah menikah." Ujar Wildan.
"Yah Bobby patah hati deh gue." Gumam Meriska sambil menekuk wajah nya.
"Sudah, gue bilang sama gue aja."
"Dih sama lu, males gue burik." Ucap Meriska sambil berlalu dari hadapan Wildan.
"Ye.... cewek jaman sekarang sok milih-milih! Nanti gue kaya kayak yang punya pesbuk aja lu datengin gue!" Ucap Wildan dengan kesal.
"Gak bakalan lu kayak Jukerbek. Ngimpi aja lu! IQ lu aja jongkok!" Teriak Meriska sambil mejulurkan lidah nya.
"Yeeee....!" Wildan mencebikkan bibirnya.
..
Nia menatap puas saat melihat Kimmy yang baru saja tertidur. Dengan cepat ia menyambar ponselnya dan beranjak keluar kamar.
"Saatnya me time." Gumam Nia sambil menenteng ponsel nya keluar dari kamar.
Nia duduk di sofa ruang tamu dan mencoba menghubungi Farah. Mengingat apa yang di ceritakan Naya dan Rara, membuat Nia khawatir dengan Farah.
Beruntung saat Nia menghubungi Farah, langsung di angkat oleh Farah.
"Halo mertua." Sapa Nia.
"Halo Nia, apa kabar lu? sehat?" Tanya Farah yang terdengar gembira saat Nia menghubunginya.
"Nada suaranya biasa aja." Gumam Nia di dalam hati.
"Baik, lu gimana kabarnya?" Tanya Nia.
"Baik." Sahut Farah.
Lalu Nia mencoba berbasa-basi sedikit sebelum ia bertanya tentang maksudnya menelpon Farah.
Dari nada suaranya Farah terlihat ceria dan biasa saja. Tetapi, Nia tetap tidak bisa membendung rasa penasaran nya tentang apa yang di sampaikan sahabat-sahabat nya tentang Farah.
"Eh Far, gue dengar dari teman-teman katanya lu lagi terlihat gak semangat gitu. Ada apa sih?" Tanya Nia.
"Gak semangat gimana?" Tanya Farah.
"Iya, lu kayak gak semangat. Kayak sedih gitu." Ucap Nia.
"Enggak ah, mungkin waktu teman-teman datang, gue lagi capek aja." Ucap Farah, berbohong.
"Oh gitu, iya sih gue juga bilang begitu sama mereka." Ucap Nia.
"Terus?"
"Iya mereka sih khawatir lu kenapa-kenapa Far. Cuma itu aja sih." Ucap Nia.
"Asli gue gak kenapa-kenapa kok. Justru lagi bahagia-bahagianya." Ucap Farah.
"Oh ok deh, kalau begitu syukurlah." Ucap Nia.
"Eh, sudah dulu ya Nia, gue mau main sama Queen. Kasihan dia gue jarang banget untuk dia saat ini." Ucap Farah.
"Oh, Ok deh."
Nia pun mengakhiri percakapan itu.
"Oh, mungkin cuma sedih kali ya dia gak bisa membagi waktu antara Queen dan Athar." Gumam Nia.
Nia meraih setoples nastar dan memakan nastar satu persatu sambil bermain gawai nya.
Emak yang baru saja muncul dari ruang keluarga menatap Nia yang sedang asik dengan gawai dan cemilan nya.
"Nia, Bapak mana?" Tanya Emak yang terlihat baru saja bangun dari tidur siang nya.
"Lah, mana Nia tau mak. Nia juga habis dari kamar." Ucap Nia.
"Kebiasaan Bapak lu, bentar-bentar hilang udah kayak jin."
"Keluar bentar kali Mak, segala hilang. Hilang beneran aja Emak bakal nangis-nangis nyariin Bapak." Ucap Nia.
"Ye.. lu nyumpahin Emak jadi janda?" Ucap Emak sambil melotot kepada Nia.
"Ya enggak, kok jadi nyumpahin jadi janda sih? Maksud Nia, itu Bapak hilang kayak anak hilang."
Emak menatap Nia dengan malas. Lalu keluar dari rumah dan memanggil-manggil Bapak.
"Takut amat sih Bapak ngilang bentaran aja." Gumam Nia sambil memandangi Emak yang terlihat sangat gelisah.
"Bapak lu ini kebangetan. Harus nya keluar pamit gitu kek sama istri. Ini kaga, kebiasaan!" Ucap Emak yang mondar-mandir di depan Nia.
Nia menatap Emak sambil menahan tawa nya.
"Parah amat makin tua makin lebay." Gumam Nia.
"Emang kenapa sih Mak? Takut Bapak pacaran lagi atau gimana?" Tanya Nia.
Emak menatap Nia dengan tatapan tajam nya. Lalu, Emak ikut duduk di sofa tepat di samping Nia.
"Eh Nia, gue kasih tahu nih ya. Kalau sudah tua begini, berbeda sama anak muda." Ucap Emak.
"Berbeda gimana Mak?" Tanya Nia.
"Dulu waktu muda, kalau Bapak lu keluar gak bilang-bilang, gue khawatir dia masih nongkrong sama teman-temannya atau dia pacaran lagi. Kalau sekarang sudah tua itu berbeda. Kita sudah tidak memikirkan selingkuh-selingkuh lagi."
"Lah terus apaan?" Tanya Nia dengan wajah polos nya.
"Khawatir kalau dia kenapa-kenapa di jalan. Khawatir dia tiba-tiba ambruk di jalan, Emak gak tahu. Kita sudah dekat sama kematian Nia. Takut, kalau nanti gak sempat ketemu untuk terakhir kali nya." Ucap Emak.
Nia terdiam mendengar alasan Emak. Ternyata Emak bukan lebay, tetapi Emak punya alasan yang sangat menyentuh hati Nia.
Nia menatap Emak dengan seksama. Tampak raut khawatir di wajah tua Emak. Nia tersenyum dan menundukkan pandangannya.
"Emak cinta banget ya sama Bapak?" Tanya Nia.
Emak memandangi Nia dengan wajah yang bingung.
"Lah lu pikir lu nongol di dunia karena gak sengaja kecelup sama dia? Ya cinta lah Niaaaaa. Kalau kagak cinta kaga mungkin lu ada, kagak mungkin bertahan sampai sekarang. Ada-ada aja nih anak." Ucap Emak dengan nada sewot.
"Ye..biasa aja dong Mak, Nia kan cuma nanya." Ucap Nia.
Klutakkkkk..! Ngekkkk!
Terdengar bunyi gerbang terbuka, lalu Bapak masuk dengan membawa sebuah kotak di tangan nya.
Emak yang dari tadi menunggu Bapak terlihat langsung berdiri menghampiri suami nya tersebut.
"Dari mana aja lu Mat!" Ucap Emak sambil berkacak pinggang.
Terlihat Bapak hanya tersenyum sambil menghampiri Emak.
"Di tanyain lu malah senyum-senyum aja kayak kuda." Ucap Emak.
"Lu marah-marah mulu Romlah. Laki pulang bukan nya di sambut dengan hangat." Ucap Bapak sambil masuk kedalam rumah.
Emak yang masih kesal mengikuti Bapak ke dalam dan terus mengomel.
Nia menatap kedua orangtuanya sambil memangku toples nastar yang isinya sudah hampir habis di makan oleh Nia.
"Itu apaan? lu habis dari mana Mat? Jawab pertanyaan gue. Lu buat gue khawatir tau kaga lu!"
Bapak membuka kotak tersebut tanpa menjawab pertanyaan dari Emak. Terlihat kue tart dengan lilin angka 40.
"Apaan Nih?" Tanya Nia.
Emak terdiam terpaku sambil menatap Bapak dengan sorot mata haru.
"Apaan sih?" Tanya Nia lagi.
Bapak beranjak dari duduk nya dan memeluk emak dengan erat.
"Selamat hari pernikahan ke 40 tahun Romlah. Gue cinta sampai gumoh sama lu." Ucap Bapak.
Emak tersenyum malu-malu menatap Bapak. Sedangkan Nia mengangkat kedua alis nya menatap kedua orangtuanya yang terlihat lebay di matanya.
"Makasih ya Mat." Ucap Emak. Lalu, emak membalas pelukan Bapak dengan erat dan haru.
"Gue sengaja pergi gak bilang, karena gue mau ngasih surpis." Ucap Bapak.
"Surprise pak." Protes Nia.
"Halah, pokok nya itu dah." Ucap Bapak sambil tersenyum sumringah.
"Gue gak marah kok Mat, lu keluar juga." Ucap Emak.
"Bohong Pak tadi Emak ngomel-ngomel waktu Bapak belum pulang!" Ucap Nia.
"Diam lu Nia!" Emak melotot kepada Nia.
Nia tertawa jahil sambil menatap kedua orangtuanya yang terlihat sangat bahagia.
"Sini, sini, kita tiup dulu lilin nya." Ucap Bapak sambil menyalakan lilin di atas kue tart.
"Satu dua tiga!"
Huffffffff!
Lilin itu pun padam.
Bapak dan Emak saling bertatapan dengan wajah bahagia dan haru. Sedangkan Nia menatap mereka berdua dengan bangga. Nia Bersyukur, ia tumbuh di tengah-tengah keluarga yang begitu harmonis dan penuh cinta.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!