NovelToon NovelToon

Throne Of Valor

Winter Night

Malam yang dingin, angin berhembus kencang membawa butiran-butiran salju menampar apapun yang dilewatinya.

Steph yang sedang mengemudikan mobilnya tidak dapat melihat jalanan didepan karena jalanan itu sudah ditutupi salju.

"Sayang sebaiknya kita berhenti disini. Jalan terlalu sulit didepan." Gwen Carolina berusaha mengingatkan Steph untuk menepi dan menunggu salju berhenti.

"Tidak bisa! Jika kita berhenti, kita akan terjebak di hutan ini. Kita harus terus berjalan karena kota terdekat sudah tinggal beberapa kilometer didepan."

Malam itu sepulangnya dari Minnesotta Hall setelah menyaksikan konser Morgan & Vivian yang spektakuler, Steph Middleton dan Gwen Carolina harus segera kembali ke Albama karena Ayahnya Steph dikabarkan sedang koma.

Steph tetap memaksa untuk menembus jalanan bersalju yang disebelah kanannya merupakan jurang dan disebelah kirinya adalah hutan tak berpenghuni.

Steph tidak ingin disaat-saat terakhir Ayahnya, dirinya tidak berada di sebelahnya.

...

Hujan salju semakin menggila disertai petir yang menyambar.

Jalanan yang telah tertutup salju semakin tinggi hingga merendam ban mobil mereka.

Ketika mereka tiba di sebuah tikungan tajam, ban mobil mereka tiba-tiba kehilangan daya geseknya karena terhalang salju.

Perlahan, mobil mereka mulai tidak terkendali di tikungan yang tajam itu.

"Steph!" Gwen berteriak dengan keras saat menyadari mobil mereka telah sepenuhnya kehilangan kendali dan saat ini meluncur kearah sebuah batu besar di depan mereka.

Dengan kecepatan yang tidak dapat dikendalikan Steph lagi, mobil mereka akhirnya menabrak batu besar itu dengan sangat keras hingga membuat bagian depan mobilnya hancur.

....

Gwen perlahan membuka matanya, dia melihat tangannya dan hidungnya telah dipasang peralatan.

"Gwen! Dia membuka matanya!" Gwen mendengar suara seorang wanita disebelahnya meneriakkan sebuah nama yang mengarah padanya.

Gwen perlahan memandang kearah sampingnya, disana ada dua orang yang terlihat sudah berumur menatapnya dengan cemas.

"Ayah! Gwen membuka matanya, dia sudah sadar!"

Lagi-lagi Gwen mendengar wanita itu berteriak dengan sangat senang disampingnya.

"Gwen? Siapa itu?" Pikir Gwen dalam hatinya.

Lalu seorang pria yang tertidur tadi langsung berlari keluar, sepertinya pria itu akan memanggil seorang dokter.

"Apa yang terjadi padaku? Aku siapa? Dan aku ada dimana?" Gumam Gwen dalam hatinya ketika memandang ke atap yang berada diatasnya.

"Dokter! Putriku sudah membuka matanya setelah dua hari terbaring disini. Tolong periksa keadaannya."

Lagi-lagi Gwen mendengar suara pria itu disebelahnya dengan cemas.

Gwen yang awalnya hanya berdiam diri, akhirnya berusaha untuk berbicara pada mereka.

"Apa yang terjadi padaku?" Ucap Gwen mengarah ke dokter itu dengan mulut yang terbungkus dengan alat pernapasan.

"Dua hari yang lalu kau dan seorang pria yang bersamamu mengalami kecelakaan. Untunglah kau masih bisa diselamatkan," jawab dokter itu pada Gwen sambil memeriksa kondisinya.

"Kondisinya masih memprihatinkan namun gadis ini nampaknya cukup kuat, jadi dia dapat sadar secepat ini, untunglah.

Saya akan membawanya ke ruang ronsen untuk melihat perkembangan kondisi kepalanya yang terluka.

Tuan dan Nyonya silahkan tunggu disini," tutup dokter itu lalu mulai membawa Gwen ke ruang ronsen.

Setelah menunggu cukup lama, dokter itu memberitahukan pada Gwen dan kedua orang yang bersamanya bahwa Gwen mengalami kondisi yang parah dimana semua ingatannya hilang secara permanen.

Ini diakibatkan benturan keras di bagian belakang kepala Gwen ketika terjadi kecelakaan sebelumnya.

Untungnya Gwen masih bisa diselamatkan setelah pendarahan hebat.

Ketika Gwen sudah kembali ke ruangannya, Gwen melihat kedua orang yang bersamanya menangis disebelahnya.

"Permisi, mengapa kalian berdua menangis seperti itu? Tak apa, ini hanya hilang ingatan. Aku tetap ada disini kan? Tak ada yang perlu kalian tangisi karena aku masih bisa bernapas." Gwen berusaha menghibur kedua orang itu agar mereka merasa lebih baik.

"Gwen, aku Ayahmu Jefferson Carolina, dan ini adalah Ibumu Amanda Carolina. Apa kau mengingat kami, Putriku?"

"Aku tidak dapat mengingat siapapun sekarang, bahkan diriku sendiri. Tak apa, lagi pula hidup terus berlanjut dan mungkin saja suatu hari nanti ingatanku kembali.

Jika aku memanglah Putri kalian, maka tak ada yang perlu di khawatirkan lagi bukan? Aku cukup senang melihat kalian berdua disini bersamaku." Gwen menatap kedua orangtuanya dengan senyuman.

Gwen berusaha untuk menenangkan mereka, karena Gwen merasa sangat tersentuh melihat mereka menangis seperti itu didepannya.

Perlahan orangtuanya mulai menghapus air matanya dan memeluk Gwen dengan lembut.

"Putriku, Ayah dan Ibu sangat menyayangimu. Ayah senang kau selamat dan masih bisa menghibur kami yang sudah semakin menua ini."

Gwen lalu membalas pelukan mereka dengan lembut, meskipun Gwen sama sekali tidak meningat siapa mereka.

Namun Gwen merasa bahwa wajah mereka sangat familiar.

...

Setelah hampir satu bulan dirawat di rumah sakit, kondisi Gwen semakin membaik.

Gwen diperbolehkan berjalan-jalan menggunakan kursi roda di sekitar rumah sakit.

Ketika Gwen berada di taman rumah sakit yang tertutupi dengan salju, Gwen memandang ke langit yang cerah diatasnya.

Gwen sama sekali tidak dapat mengingat siapa dirinya sendiri, apa yang terjadi padanya, dan mengapa dia bisa kehilangan semua memorinya.

Air mata Gwen perlahan keluar ketika menyadari semua itu.

Setiap kali ada orang yang berkunjung menjenguk dirinya, Gwen tidak dapat mengingat siapa mereka, hal itu membuat Gwen merasa bersalah dan mulai menyalahkan dirinya sendiri.

Kadang pada malam tertentu, Gwen bangun dan mulai menangis sendiri.

Hal ini terasa sangat menyiksa baginya.

Orang-orang yang menjenguknya ketika mendengar Gwen bertanya siapa mereka, seketika menatap Gwen dengan tatapan bingung.

Untunglah disana selalu ada Ayah atau Ibu Gwen yang bergantian menjelaskan apa yang sedang diderita oleh Gwen.

Ketika Gwen sudah menghabiskan beberapa waktu di taman rumah sakit, Gwen melihat seorang pria perlahan mendekat padanya menggunakan kursi roda dan duduk bersama Gwen disebelahnya.

Pria itu terlihat seumuran dengannya.

Rambutnya cukup berantakan, mata cokelat yang tajam, dan senyuman yang tulus ketika menatap Gwen yang sedang melihatnya.

Padahal mereka tidak saling mengenal, namun pria itu tetap tersenyum padanya.

"Bukankah taman ini indah ketika ditutupi dengan salju?" Tanya pria itu pada Gwen menatap ke arah taman.

Gwen yang mendengarnya juga berpikiran hal yang sama karena Gwen merasa salju itu seperti sesuatu yang tulus, sesuatu yang penuh pesona dan indah.

"Ya, aku menyukai salju," balas Gwen dengan lembut.

"Oh lihat itu! Ada seekor tupai. Biasanya mereka hanya keluar ketika sebelum dan sesudah musim dingin." Pria itu menunjuk kearah pohon pinus yang tinggi didepan mereka.

"Ya! Aku melihatnya!" Jawab Gwen dengan antusias.

Gwen dan pria itu akhirnya menjadi cukup akrab dan mulai mengobrol tentang penyakit mereka masing-masing.

Pria yang ada disamping Gwen ini juga menderita hal yang serupa dengannya, namun pria itu mengalami patah tulang di kakinya sehingga ada kemungkinan seumur hidupnya hanya akan dihabiskan dengan duduk di kursi roda.

Sedangkan Gwen hanya mengalami hilang ingatan dengan kondisi tubuh lainnya yang masih berfungsi dengan baik.

Akhirnya setelah cukup lama berbincang, mereka saling berpamitan pergi karena matahari sudah mulai terbenam didepan mereka.

Ketika sedang mengarahkan kursi rodanya kembali ke kamarnya seorang diri, Gwen ternyata lupa menanyakan siapa nama pria itu karena mereka berdua keasikan mengobrol tentang hal lain.

Namun Gwen merasakan bahwa pria itu terasa familiar.

Seperti seseorang yang pernah ditemuinya dulu.

Gwen langsung berbalik menuju taman, berharap pria itu ada disana.

Namun sayangnya keadaan disana telah kosong, jadi Gwen memutuskan kembali dengan perasaan kecewa.

..."The Wind Flowing, The Thunder Conquer....

...Let The Love Do His Miracle For Us."...

...-Gwen Carolina-...

Blizzard

Badai salju semakin bergejolak diluar, suasana mulai mendingin, dan malam hari telah tiba.

Dari kamar pasiennya saat ini, Gwen terus memandang keluar jendela.

Badai salju ini seperti mengingatkannya akan sesuatu di masa lalunya.

Entah apapun itu, namun dada Gwen terasa sakit ketika berusaha mengingatnya, lagi dan lagi.

Setiap tarikan nafas yang masuk ke tubuhnya terasa berat, terasa sesak.

Kali ini, entah karena apa, air mata Gwen mengalir lagi.

Mengalir deras membasahi pipinya berkali-kali.

“Sungguh konyol sekali, aku tidak tahu mengapa aku menangis … namun dadaku terasa sesak, aku tidak dapat menahan rasa sedih ini lagi. Oh Gwen, apa yang terjadi padamu?” Pikir Gwen dengan air mata yang terus mengalir deras.

Semakin Gwen berusaha keras mengingatnya, kepala Gwen semakin terasa sakit.

Ketika Gwen memjamkan matanya menghadap ke jendela kaca, ada potongan memori dimana dia teringat akan sebuah konser megah, dengan sepasang kekasih bernyanyi disana.

Namun semua memori itu hanya potongan kecil, Gwen masih tidak dapat mengingat jelas siapa, kapan, dan dimana dia kala itu.

Akhirnya, Gwen sudah mulai merasa lebih baik setelah air matanya keluar berkali-kali.

Perlahan, air matanya mulai berhenti.

Gwen lalu merebahkan dirinya di kasurnya dan mulai tertidur.

Ketika sudah tertidur lelap, potongan memori yang sempat diingatnya sebelumnya membuat Gwen bermimpi :

Di sebuah kerajaan yang indah, lengkap dengan kastil, sungai, dan lembah yang membentang luas mengisi setiap sudut kerajaan tersebut.

Gwen melihat dirinya menjadi seorang Putri Kerajaan yang dihormati banyak orang.

Ketika Gwen mendapatkan kabar bahwa akan ada pertunjukkan opera di balai kerajaan, Gwen memutuskan untuk pergi kesana bersama dengan Pangeran Edward.

Dalam perjalanan melewati jalan raya kerajaan ditemani dengan pasukan berkuda di sekelilingnya, Gwen merasa sangat bahagia karena disana juga ada Pangeran Edward, calon suami dan calon raja di kerajaan itu.

Banyak perumahaan warga desa, air mancur, perkebunan, dan anak-anak yang berlarian menyabut Putri Gwen dan Pangeran Edward ketika melintas didepannya.

Akhirnya, setelah perjalanan yang menyenangkan, Putri Gwen tiba di balai kerajaan.

Pertunjukkan disana sudah dimulai, lengkap dengan musik orkestra klasik, pemeran-pemeran, dan kesatria berkuda yang gagah perkasa.

Pertunjukkan berjalan dengan spektakuler, hingga pertunjukkan utama dimulai.

Pertunjukkan ini adalah dua orang sepasang kekasih yang berperan sebagai Pangeran dan Putri dari kerajaan yang berbeda.

Karena Kerajaan mereka berdua sedang berperang, maka Pangeran dan Putri itu menjalani hubungan terlarang.

Pada suatu ketika, hubungan mereka berhasil dilihat oleh salah satu utusan kerajaan yang memata-matai sang Putri.

Saat pasukan berkuda sedang menuju lokasi Pangeran dan Putri biasa menghabiskan waktu bersama, Pangeran itu segera menyadari bahwa ada yang tidak beres.

Pangeran membawa Putri itu bersamanya menaiki kuda dengan kejaran pasukan berkuda dari kerajaan sang Putri dibelakangnya.

Hari-hari berlalu, mereka tetap dalam pengejaran.

Hingga musim dingin tiba, salju mulai turun, malam yang mencekam beserta angin yang sangat kencang.

Ketika Pangeran dan Putri itu tiba di sebuah lembah, kaki kuda itu terkilir sehingga sang Pangeran berusaha mengekang kuda itu di sebuah batu dengan sang Putri yang ada diatasnya.

Karena tidak sempat berpegangan setelah mengekang kuda itu, sang Pangeran akhirnya terjatuh kedalam lembah yang sangat dalam dan gelap.

Pertunjukkan diakhiri dengan air mata dari sang Putri yang dibawa kembali oleh pasukannya.

“Yang Mulia Putri Gwen, bagaimana pertunjukkannya? Apakah menyenangkan untuk Yang Mulia?” Tanya pemilik opera itu karena melihat Putri Gwen menangis saat menyaksikan pertunjukkannya.

“Luar biasa, Charles! Air mataku hingga berjatuhan. Sepertinya Pangeran Edward hingga menahan kesedihannya.”

Putri Gwen tersenyum melirik kearah calon suaminya yang sepertinya sedang menahan tangisannya.

“Hei Edward, apa kau menangis?”

“Tentu saja tidak! Pria sepertiku takkan menangis semudah ini.”

“Tak perlu berbohong, semua penduduk kerajaan ini tahu bahwa kau sedang menahan tangisanmu.” Putri Gwen meledek sang Pangeran karena mimik dan raut wajahnya memang menunjukkan tanda-tanda ingin menangis.

Ketika Putri Gwen memutuskan untuk kembali lebih dulu, suasana kerajaan tiba-tiba menjadi mencekam setelah terdengar teriakan penduduk kerajaan yang berlarian.

Tiba-tiba Putri Gwen melihat Pangeran Edward berkuda menuju kearahnya.

“Putri Gwen! Naiklah! Kita harus segera pergi dari sini! Raja Julien telah dibunuh oleh seorang assassin! Mereka sekarang sedang mengejar kita! Ayo lekas, bahkan para prajurit yang menjagamu salah seorang adalah assassin. Kau hanya perlu percaya padaku!”

Pangeran Edward menarik Putri Gwen naik ke kudanya dan mereka melarikan diri dari kerajaan itu.

Ternyata, pasukan berkuda yang menjaga Putri Gwen juga bersekongkol dengan para assassin itu sehingga pasukan itu mengejar mereka.

Pangeran Edward melihat sebilah anak panah sedang melaju menuju kearah Putri Gwen.

“Gwen! Awas!”

Spontan, Pangeran Edward menghalangi anak panah itu dari Putri Gwen dengan tubuhnya sendiri.

“Edward!”

Diatas kuda yang sedang berlari, Pangeran Edward mulai kehilangan banyak darah karena anak panah itu tepat mengenai salah satu organ dalamnya.

Pangeran Edward sadar jika waktunya sudah tidak lama lagi.

Pangeran Edward lalu melompat dari kuda itu dan membiarkan Putri Gwen melaju kedepan bersama kudanya.

“Edward! Tidak!” Teriak Putri Gwen yang tidak bisa mengendarai kuda, namun kuda itu sudah dilatih untuk berlari menuju pos rahasia milik kerajaan.

“Aku berjanji akan menyusulmu, Gwen! Pergilah!” Sahut Pangeran Edward sambil melambaikan pedangnya pada Putri Gwen.

Dengan kondisi yang sedang terluka, Pangeran Edward dengan gagah berani menunggu para pengkhianat itu di jalan seorang diri.

Pangeran Edward melihat pasukan berkuda yang sangat banyak menuju kearahnya.

Dilengkapi dengan zirah yang sudah tertusuk anak panah menembus ke tubuhnya, Pangeran Edward berlari dengan sebuah pedang di tangannya.

Pertempuran pasukan pengkhianat berkuda dan Pangeran Edward berlangsung dengan sengit.

Pangeran Edward yang merupakan salah satu ahli pedang berhasil menumbangkan puluhan pasukan itu seorang diri.

Lama kelamaan ketika sedang bertarung, kesadaran Pangeran Edward mulai pudar.

Darahnya mengalir semakin deras sehingga perlahan Pangeran Edward mulai tumbang.

Ketika musuh menyadari Pangeran Edward sudah tidak dapat berdiri lagi, salah seorang pasukan berkuda berlari menuju kearah Pangeran Edward dan menancapkan tombak tepat di tubuh menembus zirah Pangeran Edward.

“Gwen, maafkan aku,” ucap Pangeran Edward pada detik-detik terakhirnya dengan tombak yang sudah menancap di tubuhnya.

Ketika tiba disaat itu, Gwen langsung terbangun dari mimpinya secara tiba-tiba.

Lagi dan lagi, Gwen bermimpi hal yang serupa dengan mimpi-mimpinya semenjak Gwen menderita hilang ingatan.

Namun pada mimpi Gwen kali ini, dia mendapatkan sebuah ‘pesan’ rahasia yang terdapat di akhir mimpinya.

“Sepertinya sebelum diriku mengalami kecelakaan, ada seseorang yang menolongku dan berjanji padaku bahwa dia akan datang padaku, namun dia justru meminta maaf padaku karena dia tidak dapat menepati janjinya.”

..."Every blizzard, every snow,...

...... reminds me to you."......

...-Gwen Carolina-...

Prince Edward

Sebelumnya, ketika kecelakaan.

Badai salju menampar mobil Gwen dan Steph yang baru saja menabrak sebuah batu besar.

Steph Middleton melihat kearah kekasihnya terkapar tidak berdaya di sampingnya.

Steph langsung meraih kepala Gwen yang berlumuran darah dan menutup luka di kepalanya dengan mengoyakkan pakaian Steph sendiri.

Kepala Steph terluka parah, kakinya patah hingga ke bagian pahanya, Steph bahkan tidak dapat merasakan sakit lagi karena luka itu telah membuat tubuhnya mati rasa.

Untungnya Steph masih memiliki sedikit kekuatan untuk menghubungi ambulans dan petugas pemadam kebakaran terdekat untuk menyelamatkan mereka dari bencana itu.

Setelah menghubungi petugas, Steph perlahan mulai kehilangan kesadarannya dan akhirnya Steph perlahan tumbang.

*****

Sebulan setelah kejadian itu, Steph mengalami geger otak dan kedua kakinya yang sepenuhnya telah lumpuh, sehingga Steph harus menghabiskan sisa hidupnya dengan duduk diatas kursi roda.

Untungnya Steph berhasil diselamatkan oleh petugas ambulans disaat dirinya sempat memasuki tahap kritis.

Hingga saat ini karena kesalahannya, Steph mengasingkan dirinya dengan menjauh dari Gwen.

Setiap hari, Steph selalu menyalahkan dirinya karena membuat kekasihnya mengalami hilang ingatan.

Namun di suatu sore, Steph dengan tidak sengaja bertemu Gwen di taman rumah sakit, lalu Steph mulai menyapa Gwen karena perasaan rindu yang dimiliki Steph saat ini pada Gwen.

Meskipun Steph sedang mengasingkan diri, namun semua itu dilupakannya ketika bertemu dengan Gwen untuk pertama kalinya setelah kecelakaan itu.

Steph melihat Gwen duduk diatas kursi roda, Gwen nampaknya baik-baik saja sehingga perasaan bersalah yang dialaminya berkurang.

Semenjak kecelakaan terakhir itu, setiap harinya Steph selalu bermimpi sebuah mimpi yang saling berkaitan dan berjalan lurus.

Steph bermimpi bahwa dirinya menjadi seorang Pangeran Edward di sebuah Kerajaan.

Karena berkali-kali bermimpi menjadi Pangeran Edward, Steph yang penasaran akhirnya mencari-cari informasi mengenai Pangeran Edward.

Alis Steph melebar ketika melihat sebuah buku dari abad pertengahan yang mencatatkan sejarah Pangeran Edward Collins di Kerajaan Victoria.

Dalam buku itu tertulis Pangeran Edward yang akhirnya menjadi Raja Edward Collins bersama dengan Ratu Gwen Wisse memimpin Kerajaan Victoria.

Ketika mendapati fakta ini, Steph yang belum puas akhirnya menghubungi salah satu teman lamanya yang merupakan seorang praktisi spiritual.

Praktisi spiritual itu menjelaskan pada Steph bahwa yang dialami Steph saat ini bukanlah mimpi belaka melainkan sebuah kenyataan di masa lalu.

Mengingat Steph menjalani mimpi itu secara beruntun setiap hari dengan alur yang terus maju.

Selain itu, praktisi itu juga menjelaskan bahwa akan ada seseorang yang harus diselamatkannya ketika berada di mimpi tersebut, namun belum bisa dipastikan siapa dan kapan harus menyelamatkannya.

Steph juga diperingatkan bahwa apapun yang dia lakukan dalam mimpinya itu dapat memengaruhi masa depan.

Mendengar semua itu, Steph merasa sangat ketakutan bahkan Steph sengaja tidak tidur agar dirinya tidak mencampuri urusan di masa lalu.

Saat ini Kota Albama mengalami cuaca yang buruk, malam hari yang dingin, dan hembusan salju menghempas tanpa ampun.

Steph menyandarkan dirinya dan melihat badai salju diluar.

Perlahan Steph mulai tertidur, dan Steph mulai bermimpi sebagai Pangeran Edward lagi :

Bentangan alam yang luas didepan kastil kerajaan, gunung-gunung, sungai dan lautan tak terbatas yang saling bertolak terbentang hingga ke ujung Kerajaan Victoria.

Di area perkebunan anggur bagian selatan kerajaan, Edward sedang melaju menggunakan kudanya mengawasi perbatasan dengan Kerajaan Empress.

Namun hari itu ada yang mencurigakan ketika Edward tiba di pos penjagaan, tak biasanya pos penjagaan Kerajaan Victoria kosong.

Karena merasa curiga, Edward langsung meminta bawahannya yang bersamanya untuk berjaga disana sehingga saat ini Edward seorang diri berkelana mengelilingi Kerajaan Victoria.

Dalam perjalanannya, Edward bertemu dengan sekelompok kecil bandit bersenjata sedang menjarah gudang penyimpanan anggur.

Dengan melaju diatas kudanya, Edward melompat ke tengah kerumunan bandit itu dan mulai mengayunkan pedangnya.

Pertempuran berdarah terjadi antara Edward dan kelompok bandit itu.

Meskipun terluka di kakinya, Edward berhasil menancapkan pedangnya ke tubuh bandit-bandit itu.

Edward melanjutkan perjalanannya diatas kuda dengan kaki terluka yang sudah di tutupi dengan kain.

Ketika Edward tiba di sebuah lumbung gandum, Edward mengintip dari kejauhan dan melihat beberapa orang seperti assassin bersama seorang kapten prajurit berkuda, dan disana juga terlihat salah seorang anggota kerajaan yang mempunyai pertunjukkan opera, Charles, sedang berbincang-bincang.

Namun ketika ingin mendekat kearah mereka, seorang utusan kerajaan membawakan pesan padanya, “Pangeran Edward Collins! Pangeran! Di Kota Victoria sedang ada pertunjukkan opera, dan Sang Putri mengajak Pangeran untuk menyaksikannya bersama! Ikutlah dengan hamba!”

Edward yang awalnya ingin mengetahui apa yang sedang dibicarakan mereka, seketika mengubah arahnya menuju Kota Victoria karena tidak ingin mengecewakan Sang Putri.

Perjalanan Edward ditemani dengan hamparan ladang anggur, kincir angin, sungai-sungai kecil, perumahan penduduk kerajaan, hingga akhirnya Edward tiba di kastil untuk menjemput Putri Gwen.

Edward tiba di alun-alun Kastil Victoria dan melihat Putri Gwen turun dari dalam kastil.

Ketika melihat Putri Gwen tersenyum padanya, Edward lagi-lagi terpanah akan kecantikan Putri Gwen.

Rambut golden yang cerah, sepasang mata rose, senyuman yang tulus, dilengkapi dengan gaun putih berjalan didepan Edward menuju kereta kuda didepan Kastil Victoria.

“Edward! Ikutlah denganku!” Panggil Gwen yang sudah menunggunya didalam kereta kuda.

Edward lebih menyukai berada diatas kudanya, sehingga dalam perjalanan menuju balai kerajaan Edward berbincang dengan Gwen dari jendela kereta kuda.

Perjalanan mereka sangat menyenangkan, karena Gwen adalah putri yang memiliki selera humor.

Ketika mereka tiba di pertunjukkan opera, Edward melihat Charles yang tadi ditemuinya di lumbung gandum telah kembali, dan duduk di samping Putri Gwen.

Kecurigaan Edward teralihkan ketika melihat pertunjukkan opera yang epik, dimana Sang Pangeran berkorban untuk Sang Putri dengan jatuh kedalam jurang, yang diakhiri dengan air mata.

Ketika pertunjukkan opera selesai, Edward melihat keatas rumah-rumah penduduk.

Diatas sana terlihat ada beberapa orang seperti assassin sedang memantau mereka.

Saat Putri Gwen berjalan kembali memasuki kereta kudanya, seorang pengawal yang setia pada Edward berbisik padanya, “Pangeran! Sang Raja telah dibunuh!”

Insting Edward ternyata benar! Mereka semua sekarang telah bersekongkol untuk berkhianat pada Kerajaan Victoria.

Edward langsung membawa Putri Gwen menaiki kudanya menuju pos rahasia kerajaan yang terdapat di lembah gunung.

Dalam pelarian menuju pos, Edward melihat sebuah anak panah yang mengarah ke Putri Gwen.

Seketika Edward langsung melindungi Putri Gwen dari anak panah itu dengan tubuhnya.

Anak panah itu tepat menancap di punggung menembus hingga perut Edward.

Karena Edward merasa Putri Gwen dalam bahaya, Edward memutuskan untuk melompat dari kudanya dan membiarkan Putri Gwen sampai ke pos rahasia dengan selamat.

Edward bermaksud untuk mencegah para pengkhianat itu mengejar Putri Gwen.

“Demi melindungi Putri Gwen, aku, Pangeran Edward akan membantai habis siapapun yang berani mencelakai Putri Gwen!” Ucap Edward dengan lantang saat berhadapan dengan pasukan pengkhianat berkuda.

Edward berlari kearah pasukan berkuda itu dengan tubuh yang tertancap anak panah.

Ayunan pedang Edward berhasil menumpas puluhan pasukan berkuda itu, namun perlahan Edward merasakan kesakitan dan kelelahan.

Setelah bertempur selama satu jam, Edward tidak dapat berdiri lagi karena kehilangan begitu banyak darah.

Ketika Edward melihat ke langit merah diatasnya, Edward merasakan tubuhnya tertancap sebilah tombak.

“Gwen, maafkan aku.”

Perlahan, kedua mata Edward mulai menutup dan pasukan berkuda itu terdengar meninggalkannya menuju kearah Putri Gwen.

Ketika suasana mulai hening, Edward mendengar ada sekelompok orang berlari kearahnya.

Saat merasa tubuhnya diangkat ke sebuah kereta, Edward mulai kehilangan kesadarannya.

..."I Live For You,...

...And I Die For You"...

...-PRINCE EDWARD-...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!