NovelToon NovelToon

Dalam Dekapannya

Awal yang Baru

Menatap ke luar jendela kamarnya Ghina Aditya Wijaya masih belum juga tidur meskipun waktu sudah menunjukkan pukul dua malam. Matanya belum menunjukkan tanda-tanda bahwa dia mengantuk hingga akhirnya dia memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya dan membuka sedikit gorden di kamarnya.

Meskipun semua sudah berlalu malam mengerikan itu masih sering menghantui Ghina, dia kerap kali bermimpi buruk dan mengingat semuamya lagi. Sebesar apapun keinginannya untuk melupakan kejadian itu tetap saja ketika Ghina sedang sendirian kenangan itu datang lagi dan lagi, mengurungnya dalam perasaan benci pada dirinya sendiri.

Rasanya dia ingin tertawa miris mengingat betapa dia selalu membela Alden dihadapan Kakaknya dan mengatakan bahwa pria itu adalah pria yang baik. Sejak dia dan Alden menjalin kasih Gibran tidak pernah setuju Kakaknya itu selalu marah sambil mengatakan bahwa Alden bukan pria yang baik.

'Kalau dia pria baik-baik dia tidak akan mengajak kamu keluar sampai tengah malam begitu Ghina!'

Memang ketika mereka berpacaran Alden sering sekali mengajak Ghina keluar hingga larut malam bahkan pernah sampai jam tiga dan ketika pulang Ghina dimarahi habis-habisan, tapi entah kenapa dia tidak pernah kapok. Rasa cintanya sudah membuat dia buta dan mengabaikan perkataan orang-orang disekitarnya.

'Alden lepasin! Lepas kamu mau apa Alden aku gak mau! Aku mau pulang!'

Ghina masih sangat ingat teriakannya pada Alden agar pria itu melepaskan dan membiarkan dia pulang, tapi yang Alden lakukan malah menghempas tubuhnya ke atas ranjang.

'Alden enggak jangan... jangan aku gak mau... lepasin aku brengsek!'

'Diamlah Ghina!'

Dia juga masih ingat isak tangisnya yang malah dibalas Alden dengan bentakan bahkan pukulan.

'Lepasin brengsek! Aku bilang lepas!'

Ghina terus memberontak, tapi Alden sama sekali tidak peduli dia mengabaikan isak tangis Ghina hingga teriakan kesakitannya.

'Alden sakit... sakit udah Alden lepasin... akhh sakitt'

Ghina terus menangis dengan tangan yang mencengkram kuat seprai, dia menangis dan merasa jijik dengan dirinya sendiri.

'Aku benci kamu akhh... Alden aku benci kamu...'

Mata Ghina terpejam ketika ingatan itu datang bahkan nafasnya kian memburu bersamaan tubuhnya yang luruh ke bawah. Tangannya menyentuh dinginnya lantai Ghina merasa dadanya sesak dan mendadak dia ingin menangis.

Tak butuh waktu lama bagi Ghina untuk kembali mengeluarkan air mata bahkan dia sudah terisak dengan tangan yang menutup mulutnya sendiri untuk meredam isak tangisnya.

'Ghina kita akhiri saja semuanya orang tuaku sudah mengatur pertunangan untukku'

Isak tangis Ghina terdengar begitu pilu ketika dia mengingat perkataan Alden tiga hari setelah pria itu menghilang tanpa kabar dan tidak datang ke rumahnya seperti yang Gibran minta.

"Kamu jahat Alden.. kamu jahat..."

Ghina menjambak pelan rambutnya karena merasa dadanya yang kian sesak, dia sangat benci ketika tidak bisa tidur dan mengingat hal-hal itu kembali.

"Alden... kenapa? Kenapa kamu... ngelakuin ini sama aku?" Isak Ghina

Dengan nafas memburu Ghina menghapus kasar air matanya lalu berjalan ke arah ranjang dan mengambil ponselnya yang ada di bawah bantal. Perlahan Ghina membuka ponselnya lalu menggenggam kuat benda itu di tangannya dan membuka aplikasi chat miliknya.

Meskipun sudah satu bulan berlalu Ghina tidak pernah menghapus semua percakapannya dengan Alden di ponselnya bahkan bodohnya Ghina masih sering membacanya lalu menangis sendiri.

Seperti sekarang tangan Ghina terus bergerak ke bawah setelah dia membaca pesannya bersama Alden dua bulan yang lalu, masih terlihat layaknya seorang kekasih.

Sayang nanti malam mau ikut kan?

Kita kumpul sama yang lainnya, mau ya? Nanti aku jemput

Aku gak mau ikut kalau gak ada kamu

^^^Ih mager tau Alden^^^

^^^Kamu aja ya? Aku gak mau ikut males^^^

Ah yaudah aku juga gak mau ikut

^^^Loh kok gitu?^^^

Aku gak bisa kalau gak ada kamu sayang

^^^Gombal^^^

Ya ampun beneran aku gak bisa kalau gak ada kamu

Pokoknya hidup aku itu udah dipenuhin sama kamu

Jadi, semua haru sama kamu dan harus ada kamu

^^^Nanti kamu ninggalin aku :"^^^

Mana mungkin Ghina aku bisa mati nanti

Ghina tertawa membaca kata-kata itu bodoh sekali dia bisa percaya.

Dia akan mati?

Bukan mati bahkan Alden sudah memiliki seseorang dalam waktu singkat dan akan bertunangan dengannya.

Aku minta maaf soal orang tua aku, tapi jangan khawatir aku janji bakal yakinin mereka

Kamu tenang aja aku cuman milik kamu dan kamu cuman milik aku

Jangan pernah pergi ninggalin aku Ghina

Alden benar Ghina tidak pernah sekalipun pergi meninggalkannya, tapi pria itu sendiri yang meninggalkan bahkan membuang layaknya sampah.

"Alden kenapa sulit sekali membenci kamu?" Tanya Ghina pelan

Mengusap kasar wajahnya Ghina mematikan ponselnya lalu berbaring sambil menatap kosong ke depan. Semuanya sudah berakhir hubungan yang Ghina anggap akan sampai ke pernikahan nyatanya malah berakhir mengenaskan.

Seseorang yang dia anggap akan menjaganya justru malah menorehkan luka yang begitu besar untuknya. Seseorang yang selalu meminta Ghina untuk tetap tinggal kini malah berjalan menjauh dan meninggalkannya.

"It's okay Ghina semua akan berlalu, kamu pasti bisa melalui ini semua semangat ya? Di depan sana ada banyak kebaikan yang menunggu kamu"

Ghina mengatakan hal itu dengan sangat pelan lalu tersenyum dan perlahan memejamkan matanya.

Untuk seseorang yang sudah menorehkan luka terima kasih banyak sudah membuat aku menjadi pribadi yang lebih kuat.

Badai akan berlalu dan pelangi akan datang menghiasi hari-harimu.

Ghina pernah membaca sesuatu di sosial medinya dan ternyata hal itu berhasil menguatkannya.

Don't lose hope please believe that there are many beautiful things waiting for you. Sunshine come to all who feel rain.

Ya, Ghina tidak akan pernah berhenti berharap.

¤¤¤

Tersenyum manis sambil menatap pantulan dirinya di cermin Ghina sudah siap untuk memulai pekerjaannya sebagai sekretaris di perusahaan teman Papa nya dan sekarang hari pertamanya berkerja. Saat ini Ghina memakai kemeja putih serta rok selutut dan sepatu yang tidak terlalu tinggi rambut panjangnya dia biarkan tergerai.

Memakai make up tipis di wajahnya Ghina merasa kalau penampilannya sudah cukup baik bahkan nyaris sempurna, untuknya. Menghela nafasnya panjang Ghina menyelipkan rambutnya ke belakang telinga lalu berjalan keluar kamar dan menemui orang tuanya di bawah.

Mereka tidak pernah tau kalau Ghina selalu mengalami kesulitan untuk tidur dan Ghina juga tidak pernah bilang karena menurutnya semua itu akan hilang sendiri nantinya. Sampai di bawah Ghina menyapa orang tuanya dengan senyuman agar keduanya tidak mencemaskan keadaannya lagi.

"Sudah siap sayang?" Tanya Farhan pada anak perempuannya

Ghina tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

"Sudah Pa dan aku sangat gugup sekarang." Kata Ghina

"Kenapa gugup?" Tanya Dara sambil mengusap kepala anaknya yang sekarang duduk disampingnya

"Hmm karena ini hari pertama Ghina kerja, apa Uncle Liam itu galak sama pegawainya Pa?" Tanya Ghina

"Tidak Ghina dia baik." Kekeh Farhan

Sayangnya bukan Liam yang nanti akan anaknya temui, tapu Louis dan dia harap keduanya bisa berhubungan baik.

Ghina tersenyum dan mengangguk faham lalu menatap makanan di depannya dengan mata berbinar.

"Aaa Mama masak udang." Kata Ghina senang

Dengan penuh semangat Ghina mengambil makanan yang ada di meja membuat kedua orang tuanya tersenyum melihatnya. Setidaknya dengan Ghina yang baik-baik saja membuat mereka sedikit lega dan tidak cemas lagi.

"Mau Mama bawakan bekal sayang?" Tanya Dara

"Hmm boleh itu bakal menghemat uang Ghina." Kata Ghina

"Nanti Mama siapkan ya?" Kata Dara yang dijawab dengan anggukan oleh Ghina

Setelah itu mereka menyantap sarapan dalam diam hingga dua puluh menit setelahnya Ghina menyelesaikan sarapannya dan pamit untuk berangkat lebih dulu. Hari ini dia akan naik taxi dan menolak tawaran Papa nya untuk mengantar atau mengizinkan Ghina membawa mobil sendiri.

Dia akan bersikap layaknya pegawai biasa mungkin nanti dia akan membawa mobil sendiri, tapi untuk sekarang dia akan naik taxi saja.

"Ghina berangkat Ma Pa." Kata Ghina sambil mencium pipi keduanya bergantian

"Hati-hati sayang." Kata Dara

"Hm makasih bekalnya Ma." Kata Ghina

Dara tertawa kecil lalu menganggukkan kepalanya.

Setelah berpamitan Ghina keluar rumah dan masuk ke dalam taxi yang sebelumnya sudah dia pesan. Selama perjalanan Ghina terlihat sangat gugup bahkan sejak tadi dia terus menautkan jari-jari tangannya.

Saat sampai Ghina langsung membayar lalu turun dari mobil dan menatap gedung perusahaan itu dengan senyuman. Menghela nafasnya panjang Ghina mulai melangkahkan kakinya ke dalam.

'Baiklah Ghina mari kita mulai semuanya dari awal'

Tidak tau dimana letak ruangannya Ghina lebih dulu bertanya pada pegawai disana.

"Maaf, saya boleh tanya sesuatu." Kata Ghina

"Iya, ada yang bisa saya bantu?" Tanya wanita itu dengan ramah

"Em dimana letak ruangan Pak Liam?" Tanya Ghina

"Mohon maaf sebelumnya, apa anda sudah buat janji lebih dulu?" Tanya wanita itu lagi

"Ah aku sekretaris barunya Ghina dan ini hari pertama aku bekerja." Kata Ghina

"Iya Ghina tadi Pak Liam sudah mengatakannya kalau gitu ruangannya ada di lantai sepuluh sebelah kiri dari lift." Kata wanita lagi

Ghina tersenyum sambil menundukkan kepalanya lalu mengucapkan terima kasih dan melangkahkan kakinya menuju lift. Menekan angka sepuluh Ghina menunggu hingga akhirnya lift berhenti tepat di lantai sepuluh.

Mengedarkan pandangannya Ghina menoleh ke kiri dan melihat satu-satunta pintu yang ada disana. Tersenyum manis Ghina melangkahkan kakinya mendekat lalu menatap pintu itu cukup lama dan mengetuk pintunya sebelum masuk.

Seorang pria sedang duduk sambil memegang berkas yang menutupi wajahnya dan mendadak Ghina kembali gugup, dia harus apa?

Baru akan bicara pria itu sudah lebih dulu menurunkan berkasnya lalu menatap Ghina dan mengeluarkan suaranya.

"Ghina?"

"Iya Pak saya Ghina." Kata Ghina gugup

Pria itu beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan mendekat membuat Ghina semakin gugup dibuatnya.

Kenapa bukan Uncle Liam?

"Louis"

Ghina mengerjapkan matanya berkali-kali ketika pria itu mengulurkan tangannya, tapi pada akhirnya tetap menjabat tangannya.

"Ghina"

"Daddy sudah mengatakan kalau hari ini akan ada sekretaris baru dan namanya Ghina." Kata Louis

"Ah iya Pak." Kata Ghina

Jadi, pria itu adalah anak dari Liam.

Louis terlihat begitu tampan dengan wajahnya yang lebih terlihat seperti orang dari barat dan bukan asia, tapi dia sangat mirip dengan paman Liam kalau diperhatikan.

Satu lagi pria itu juga sangat tinggi bahkan lebih tinggi dari Kakaknya.

"Berapa tinggi kamu?" Tanya Ghina spontan

"Apa?"

Mata Ghina membulat ketika sadar apa yang baru saja dia katakan lalu dengan cepat Ghina menggelengkan kepalanya sambil menunduk.

"Tidak tidak maaf saya hanya salah bicara." Kata Ghina

Melihat hal itu Louis justru tertawa dan menjawab pertanyaan yang sekretarisnya itu ajukan.

"180"

Ghina menatapnya dengan takjub lalu kembali menggelengkan kepalanya.

"Baiklah sudah cukup perkenalannya." Kata Louis

Berjalan ke arah meja Louis mengambil salah satu buku lalu menyerahkannya pada Ghina.

"Ini jadwalku baca dan perhatikan baik-baik setelahnya kamu catat semua jadwalku untuk besok, mulai dari meeting hingga pertemuan dengan client atur semuanya dan tanyakan dulu padaku sebelum memutuskan jamnya." Kata Louis

Dengan penuh semangat Ghina menganggukkan kepalanya.

"Siap Pak!"

Louis tersenyum dia berbalik dan kembali ke tempat duduknya sambil menunjukkan tempat Ghina bekerja.

Wanita itu terlihat lucu dimatanya.

Bagaimana bisa ada pria yang menyakitinya?

¤¤¤

Yesss akhirynya aku update juga cerita Ghinaaaa💞

Tim Alden atau Tim Louis???

Menangislah

Menggerutu di dalam hati Ghina berusaha mengikuti langkah kaki atasannya yang sedang terburu-buru berjalan dari parkiran memasuki gedunh perusahaan untuk melakukan pertemuan penting dengan rekan kerjanya. Akibat memakai rok span yang cukup ketat dan sepatu tinggi Ghina kesulitan mengikuti langkah kaki atasannya apalagi pria itu memiliki kaki yang panjang hingga setiap langkahnya sangat lebar.

Rasanya Ghina ingin berseru dan meminta pria itu menunggunya, tapi bisa-bisa dia langsung di pecat dari pekerjaan yang baru dia mulai. Akhirnya Ghina berusaha sekuat mungkin untuk bisa menyamakan langkah kaki dengan atasannya meskipun sekarang jaraknya sudah cukup jauh.

Di luar dugaan pria itu menghentikan langkahnya lalu menoleh dan melihat Ghina yang terlihat kesulitan melangkahkan kakinya. Menghela nafasnya pelan Louis menunggu hingga sekretarisnya itu kini berada di hadapannya.

"Pakailah rok yang lebih panjang dan tidak terlalu ketat agar kamu bisa jalan lebih mudah." Kata Luois

"Em iya Pak." Kata Ghina

Sekali lagi tanpa Ghina duga pria itu meraih tangannya lalu menuntun Ghina berjalan agar tidak tertinggal jauh di belakangnya.

"Hak sepatu kamu juga kalau terlalu tinggi dikurangi saja saya tidak mau tanggung jawab kalau kamu sampai jatuh." Kata Louis lagi

"Iya Pak maaf." Kata Ghina

Tidak ada tanggapan apapun keduanya berjalan beriringan hingga sampai di salah satu ruangan lalu tanpa mengetuk pintu mereka masuk ke dalam dan bergabung bersama yang lainnya. Dapat Ghina lihat kalau Louis itu yang termuda diantara pemimpin perusahaan lainnya.

Melangkahkan kakinya ke dalam Ghina duduk tepat disebelah atasannya sambil mengeluarkan berkas yang tadi Louis serahkan padanya. Saat rapat di mulai Ghina hanya mendengarkan bagaimana mereka sesekali berdebat dan membahas masalah perusahaan yang sudah mulai bisa Ghina mengerti.

Mungkin sekitar satu jam pertemuan itu dilakukan hingga berakhir dengan tanda tangan sebagai bukti kerja sama mereka. Setelah selesai Louis langsung mengajak Ghina untuk kembali karena hari sudah semakin siang dan mereka melewatkan makan siang.

"Pegang tanganku." Kata Louis

"Ehh tidak..."

"Pegang saja atau kamu mau aku tinggal lagi dibelakang seperti tadi." Kata Louis

Ghina terlihat ragu, tapi pada akhirnya tetap menyentuh lengan atasannya dan berjalan tepat disampingnya.

"Kamu terlihat sudah sangat berpengalaman padahal kamu masih muda." Kata Ghina

"Benarkah? Aku memang masih muda maka dari itu berhenti memanggilku dengan sebutan Pak." Kata Louis

"Tapi, kamu atasan saya Pak." Kata Ghina

"Lalu? Apa masalahnya? Aku merasa sangat tua." Kata Louis tidak suka

"Lalu aku harus memanggil apa?" Tanya Ghina

"Panggil nama saja." Kata Louis

"Akan terdengar aneh kalau saya memanggil nama Bapak kan atasan saya." Kata Ghina

"Kalau gitu anggap saja kita itu teman." Kata Louis

"Aku kan bekerja." Kata Ghina lagi

"Kemampuan kamu untuk membalas perkataan seseorang hebat juga." Kata Louis

"Apa karena usia kita tidak beda jauh makanya saya merasa nyaman bicara sama kamu?" Tanya Ghina

"Maybe"

"Saya pernah ikut Papa ke kantor Uncle Liam waktu masih SMA dan Uncle bilang kalau saya butuh pekerjaan bisa bilang sama dia." Kata Ghina

"Dan ketika kamu meminta pekerjaan secara kebetulan sekretaris Daddy mengundurkan diri." Kata Louis

"Kebetulan sekali." Kata Ghina dengan senyuman

"Bukan hanya kebetulan, tapi takdir." Kata Louis

"Takdir?"

"Ya takdir untuk mempertemukan saya dengan kamu." Kata Louis membuat Ghina tertawa mendengarnya

"Baiklah takdir, jadi kita bertemu karena takdir." Kata Ghina

"Saya rasa kita bisa menjadi teman yang baik." Kata Louis

"Kedengarannya ide yang bagus Pak Louis." Kata Ghina dengan senyuman

Louis tertawa kecil sambil memperhatikan Ghina yang sekarang menatap lurus ke depan, dia tersenyum tulus.

"Ah hujan"

Mendengar perkataan itu Louis juga menatap keluar dan benar sudah turun hujan mereka tidak mendengar apapun ketika di dalam.

"Kamu mau dengar sesuatu?" Tanya Ghina

"Apa itu?" Tanya Lois sambil menatap Ghina yang ada disampingnya

Ghina tersenyum sambil menghela nafasnya panjang dan mengatakan sesuatu.

"Let the rain wash away all the pain of yesterday"

Louis tersenyum lalu ikut menatap ke depan melihat ke arah hujan yang turun dengan deras membasahi bumi.

Biarkan hujan turun dan menghapus semua luka di hati wanita yang kini berdiri disampingnya.

Mereka mungkin baru saling mengenal untuk waktu yang cukup singkat, tapi Louis merasa begitu peduli dengan sekretarisnya.

Terhitung satu minggu Ghina sudah bekerja dan hubungan mereka cukup baik, tidak lebih sebagai seorang atasan dan sekretaris.

Selama satu minggu menjadi sekretaris Ghina mulai tau sikap pria itu yang selalu terburu-buru kalau masalah rapat dan Louis juga sangat tepat waktu bahkan bukan sekali dua kali Ghina terkena omelan karena datang terlambat. Namun, dibalik itu semua Ghina juga merasa bahwa Louis merupakan orang serta atasan yang baik dan dia sangat betah kerja bersamanya.

"Masih mau memandangi hujan?"

Pertanyaan itu membuat Ghina tersentak lalu menoleh pada Louis yang menatapnya untuk sesaat mata mereka bertemu dan saing bertatapan.

"Tidak mau kembali ke kantor?"

"Eh iya maaf ayo kita kembali ke kantor." Kata Ghina canggung

Louis menggelengkan kepalanya pelan lalu masuk ke dalam mobil bersama dengan Ghina dan meninggalkan area perusahaan rekan kerjanya. Selama perjalanan tidak ada percakapan memang selalu begitu keduanya masih canggung untuk memulai percakapan.

Saat tengah diam sambil menatap lurus ke depan suara musik terdengar membuat Ghina menoleh dan melihat Louis yang baru saja menghidupkan musik untuk menemani perjalanan mereka. Hujan masih turun dengan deras, tapi entah kenapa mendadak Ghina mengingat kenangannya bersama dengan Alden.

Sesuatu yang harusnya dia lupakan malah muncul di fikirannya.

'Alden hujann'

'Hey tidak papa sayang ini hanya hujan kemari dan ayo kita berjalan di bawah hujan'

'Gak mau nanti sakit tau'

'Tidak akan Ghina aku akan melindungi kamu'

Saat itu mereka berlari dengan jas Alden yang menutupi kepalanya dan hari itu Ghina merasa begitu bahagia mereka tertawa di bawah derasnya hujan. Hal lain yang membuatnya bahagia adalah Alden yang memberikan jaket itu padanya lalu membiarkan dirinya terkena guyuran hujan.

Dia menatap Ghina lalu berseru kencang membuat Ghina menatapnya dengan mata membulat.

'AKU CINTA KAMU GHINA!'

Menahan nafasnya Ghina mengepalkan tangannya kuat-kuat ketika kenangan itu kembali hadir dan menyiksanya.

Kapan semua ini akan berakhir?

Sisa perjalanan Ghina habiskan dengan mengalihkan pandangannya ke samping dan menahan tangisnya. Ingatan soal Alden selalu berhasil membuatnya terluka lalu menangis lagi dan lagi.

Seolah semua tangisannya masih belum cukup juga.

"Sudah sampai"

Perkataan itu membuat Ghina mengangguk singkat lalu menunduk untuk melepaskan sabuk pengamannya, tapi tanpa dia duga Louis memegang tangannya.

Dia menatap Ghina lalu tersenyum tulus seraya berkata.

"Menangislah disini aku akan keluar aku tidak tau apa yang terjadi sama kamu sampai mendadak jadi sedih begini, tapi genangan air mata di mata indah kamu jangan menahannya biarkan dia jatuh agar kamu merasa lega." Kata Louis

Ghina menatapnya dengan raut wajah yang tidak bisa dia gambarkan.

"Gunakan ini untuk menghapus air mata kamu"

Ghina menatap sapu tangan yang kini ada ditangannya dan sekali lagi di luar dugaan Louis tersenyum sambil menepuk pelan puncak kepalanya.

"Menangislah kalau itu bisa membua kamu lega"

¤¤¤

Ayoo pilih Alden atau Louis??

Next part bakal aku kasih visual mereka yaaa💞

Louis

Lembur, pertama kalinya setelah satu minggu bekerja Ghina lembur bersama dengan atasannya untuk menyelesaikan pekerjaan mendesak meskipun sebenarnya atasannya mengatakan bahwa dia boleh pulang lebih dulu. Tentu saja Ghina menolaknya karena saat ini dia sedang bekerja sebagai sekretaris yang artinya harus membantu pria itu menyelesaikan pekerjaannya dan hal itu yang dia lakukan.

Sekarang sudah pukul enam setengah tujuh malam keadaan kantor juga sudah sepi, tapi Ghina sama sekali tidak masalah dia juga bukan seorang penakut bahkan sekarang Ghina sedang membuatkan kopi untuk atasannya. Saat ini Ghina sedang belajar menjadi pegawai yang rajin dia selalu merapihkan meja kerjanya dan meja kerja atasannya sebelum pulang.

Selesai dengan kopi yang dia buat Ghina kembali ke ruangan atasannya lalu meletakkan kopi yang sudah dia buat di atas meja dan membuat Louis mendongak untuk menatapnya. Terlihat sekali raut wajah lelah bahkan matanya sudah sangat merah, mungkin sudah mengantuk.

"Minum dulu Pak." Kata Ghina

"Masih Pak?" Tanya Louis

"Baiklah untuk malam ini aku tidak akan memanggil dengan sebutan Pak, jadi silahkan diminum Louis." Kata Ghina dengan senyuman

Untuk sesaat Louis terpaku melihat senyuman itu, tapi setelahnya dia ikut tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Biasanya kalau Papa lagi lembur Mama saya selalu buatkan kopi katanta biar gak ngantuk." Kata Ghina

"Kamu tidak menaruh sesuatu di dalamnya kan?" Tanya Louis membuat Ghina menatapnya dengan tidak percaya

"Tentu saja tidak." Kata Ghina galak

Louis tertawa kecil lalu meminum sedikit kopi yang sekretarisnya buatkan untuknya, tapi setelah dia meminumnya mendadak Louis terpaku hingga dia diam tanpa suara. Melihat hal itu Ghina tentu saja kebingungan hingga merasa kalau kopi buatannya pasti tidak enak.

"Apa tidak enak?" Tanya Ghina

Louis mendongak lalu tersenyum dan mengatakan kalau kopi nya enak.

"Jangan bohong kalau tidak enak dibuang saja." Kata Ghina

"Tidak ini bahkan sangat enak, mirip dengan buatan Mommy." Kata Louis pelan

Meskipun mengatakannya dengan suara pelan, tapi Ghina berhasil mendengarnya.

"Benarkah?" Tanya Ghina dengan penuh semangat

"Hm mirip sekali seperti buatannya dan sekarang aku jadi mengingat Mommy." Kata Louis

"Hey jangan sedih nanti ketika pulang kamu kan bisa bertemu dengan beliau." Kata Ghina membuat Louis tersenyum mendengarnya

"Tidak akan bisa bertemu lagi dia sudah di surga." Kata Louis

"Maaf maaf aku tidak bermaksud mengatakannya, ya ampun Ghina kenapa mulutmu lancang sekali?" Kata Ghina sambil memukul pelan kepalanya

Melihat hal itu Louis justru tertawa karena merasa lucu.

"Tidak papa kalau kamu merasa bersalah kamu harus buatkan aku kopi setiap kali aku memintanya." Kata Louis

"Siap! Aku akan buatkan." Kata Ghina dengan senyuman lebar

"Jadi, sekarang bisa lanjutkan pekerjaan kita lagi?" Tanya Louis

"Tentu saja ayo kita selesaikan." Kata Ghina

Setelah itu keduanya melanjutkan pekerjaan mereka dalam diam tanpa ada sedikit pun percakapan kecuali Ghina yang menanyakan beberapa hal mengenai pekerjaan. Jarum jam terus bergerak hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam dan mereka juga telah menyelesaikan semuanya.

Menghela nafasnya lega Ghina tersenyum senang dan setelah menyimpan semua file lalu membuat salinan untuk dia serta atasannya Ghina langsung mematikan laptopnya begitu pula dengan Louis. Tadinya Louis pikir dia akan bekerja sampai larut malam, tapi ternyata salah berkat Ghina yang membantunya semua bisa selesai dalam waktu sekejap.

Dia akui Ghina sangat cekatan dan cepat dalam urusan pekerjaan.

"Baiklah aku pulang dulu." Kata Ghina

"Biar aku antar." Kata Louis

"Eh tidak perlu Louis aku bisa pulang sendiri." Kata Ghina dengan senyuman

"Aku akan merasa tidak enak pada Om Farhan karena membiarkan kamu lembur, tapi tidak mengantarkan kamu pulang." Kata Louis

"Hey itu bukan masalah besar aku sama sekali tidak masalah." Kata Ghina

"Kalau gitu aku akan memintanya sebagai seorang atasan." Kata Louis

"Berarti aku tidak bisa menolak." Kats Ghina membuat Louis tersenyum mendengarnya

"Terima kasih sudah membantuku." Kata Louis

"Kenapa berterima kasih? Aku ini sekretaris kamu dan sudah tugasku untuk membantu kamu dalam urusan pekerjaan." Kata Ghina

"Hm benar juga." Kata Louis

Saling melemparkan senyum keduanya keluar dari ruangan dengan beriringan lalu memasuki lift, tidak ada percakapan bahkan hingga mereka masuk ke dalam mobil. Di perjalanan Ghina juga hanya diam dia sibuk dengan ponselnya untuk mengabari orang tuanya kalau dia sudah dalam perjalanan pulang.

Hari ini cukup melelahkan nanti setelah sampai rumah Ghina akan langsung mandi dengan air hangat lalu tidur agar besok tidak bangun kesiangan. Sekitar dua puluh menit perjalanan akhirnya mobil Louis berhenti di area rumah Ghina membuat sekretarisnya itu tersenyum dan langsung melepaskan sabuk pengamannya.

"Louis terima kasih banyak." Kata Ghina dengan senyuman tulusnya

"Hm"

"Terima kasih juga untuk yang tadi siang." Kata Ghina membuat Louis menatapnya dengan alis bertaut

"Tadi siang?"

"Saat kamu mengatakan aku boleh menangis, terima kasih aku merasa sedikit lebih lega sekarang." Kata Ghina

Mendengarnya membuat Louis tersenyum dia menganggukkan kepalanya singkat.

"Tidak perlu berterima kasih lain kali kalau kamu memang ingin menangis jangan ditahan karena hal itu mungkin akan membuat kamu lega dan merasa lebih baik." Kata Louis

"Hm kamu benar sekali lagi terima kasih." Kata Ghina

"Iya sekarang pulang dan istirahatlah jangan terlambat ke kantor lagi." Kata Louis membuat Ghina tertawa kecil mendengarnya

"Iya tidak akan kalau gitu aku pulang selamat malam dan hati-hati di perjalanan." Kata Ghina

Bergumam pelan sebagai jawaban Louis menatap Ghina yang sudah keluar dari mobilnya dan setelah memastikan wanita itu masuk ke dalam rumah dia melajukan mobilnya.

Kembali pada Ghina yang sekarang baru saja masuk ke dalam rumah dan melihat Mama nya yang terduduk di ruang tamu. Senyum manis Ghina mengembang dia berlari kecil menghampiri Mama nya dan memeluknya dengan sayang.

"Mama belum tidur?" Tanya Ghina

Dara menggelengkan kepalanya pelan lalu melepaskan pelukannya dan mengusap kepala Ghina dengan penuh kelembutan.

"Pulang naik taxi?" Tanya Dara

"Diantar Louis sebenernya aku bilang gak perlu, tapi dia maksa katanya gak enak sama Papa kalau biarin aku pulang sendirian." Kata Ghina

"Hm begitu yaudah sekarang kamu istirahat, mau mandi dulu?" Tanya Dara

"Iya Ma mau mandi dulu." Kata Ghina

"Mau Mama siapkan air hangat?" Tanya Dara

"Eh gak perlu Ma biar Ghina aja lebih baik Mama istirahat." Kata Ghina dengan senyuman manisnya

"Yaudah, makan malam sudah kan?" Tanya Dara lagi

"Udah Mamaku sayang." Kata Ghina membuat Dara tersenyum mendengarnya

"Yaudah nanti langsung tidur." Kata Dara

"Siap Mamaku yang paling cantik." Kata Ghina

Sebelum pergi ke kamar Ghina memeluk Mama nya dengan sayang lalu mencium pipinya dan berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Masuk ke dalam kamarnya Ghina langsung menaruh tas miliknya lalu duduk sambil menatap kaca.

Sambil tersenyum Ghina melepas jam tangan yang dia pakai lalu anting serta kalung yang dia kenakan. Setelah selesai Ghina juga mengambil micellar water untuk menghapus make up tipis yang dia gunakan.

Begitu semua selesai Ghina menatap dirinya di cermin dan tersenyum sambil mengatakan sesuatu pada dirinya sendiri.

"Kerja bagus Ghins untuk hari ini"

Semakin lama dia menatap pantulan dirinya di cermin rangkaian kejadian kembali menghampirinya, tapi kali ini bukan Alden.

'Pegang tanganku'

'Pakai rok yang lebih panjang'

'Sepatumu terlalu tinggi kurangi sedikit kamu tetap tidak akan bisa lebih tinggi dari aku'

'Makan siang bersamaku'

'Nanti akan aku antar pulang dan jangan menolak Daddy minta aku melakukannya'

'Menangislah kalau itu bisa membuat kamu lega'

Suara atasannya itu terus terdengar membuat Ghina menggelengkan kepalanya dengan cepat sambil memukul pelan kepalanya.

"Apa yang kamu pikirkan Ghina?'

Kenapa ini?

Mereka baru bertemu selama seminggu dan Ghina malah memikirkannya.

Dia pasti sudah gila!

¤¤¤

Haloo aku updateee💞

Seperti yang sudah dijanjikan ayo kenalan sama merekaa.

Ini Ghina ⬇⬇

Ini Louis ⬇⬇

Ini Alden ⬇⬇

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!