NovelToon NovelToon

KAKAK TIRIKU JODOHKU

BAB 1 "Visual Rey-Aster"

Mentari pagi bersinar dengan teriknya. Sinarnya yang agung telah sampai di ujung cakrawala. Yang perlahan masuk dan menembus tirai trasparan di sebuah ruangan di mana seorang gadis masih terlelap dalam mimpinya.

Burung-burung kecil yang hinggap dipepohonan pun tak mau kalah, kicaunya yang merdu turut menyambut datangnya hari baru. Hari baru tentu membawa harapan baru bagi mereka yang tinggal dan bernaung di bumi.

Kelopak mata itu terbuka perlahan. Memperlihatkan sepasang mutiara hazel yang mampu membuat siapa pun terbius dan jatuh dalam pesonanya.

Pemilik mutiara hazel itu kemudian beranjak dari posisi berbaringnya dan berjalan lurus menuju balkon kamarnya. Udara pagi yang segar menyambutnya dengan semilir angin sejuk yang menyapa melalui hembusannya.

"Aaahhh..! Segarnya," gadis itu menutup matanya dengan kedua tangan bertumpuh pada pembatas balkon yang terasa dingin ketika di sentuh. Wajah ayunya mendongak dan menatap langit biru yang membentang luas di atas sana, biru bersih tanpa kumpulan awan-awan putih yang mengiringi.

Tukkk...

"Aduh,"

Aster menjerit sambil mengusap kepalanya yang baru saja menjadi landasan pendaratan sebutir kacang yang di lemparkan menggunakan sebuah ketapel oleh seseorang dari sebuah balkon di seberang sana. Pemilik mata hazel itu mengambil kacang yang tergeletak di lantai lalu melempar balik pada sipelemparnya tapi tidak sampai

"Yakk! Rusa gila kau sudah bosan hidup rupanya," amuk Aster pada pemuda seorang berwajah Androghini yang terlihat menjulurkan lidah sebelum akhirnya masuk kembali ke dalam kamarnya.

Memiliki tetangga sekaligus teman sebaya adalah hal yang menyenangkan. Jika kesepian hanya tinggal mengambil sepuluh sampai lima belas langkah ke samping rumah. Temui tetanggamu lalu ajaklah bermain, beres.

Tapi apa jadinya bila yang menjadi tetanggamu adalah musuh bebuyutanmu? Dan hal itulah yang di alami oleh Aster dan Zian Rey. Mereka berdua adalah tetangga sejak masih berada di dalam kandungan Ibu masing-masing.

Dulu saat masih kecil mereka berdua adalah teman sepermainan yang tidak terpisahkan, begitu banyak hal yang telah mereka lalui bersama. Bahkan jumlah lidi dalam satu ikat sapu belum tentu bisa menyamakan banyaknya.

Saat berumur tujuh tahun. Rey sering kali memanjat dinding yang menjadi pembatas di antara halaman belakang rumah keluarga Zian dan keluarga Jung saat malam hari. Katanya dia ingin memandang bintang bersama Aster. Setiap kali ada yang bertanya kenapa tidak lewat pintu depan saja, Rey tidak pernah menjawab dan hanya sebuah gelengan merajuk sebagai jawabannya.

Khawatir suatu hari nanti Rey akan terjatuh, akhirnya keluarga Rey dan Aster sepakat untuk membangun pintu di sana. Ketika Rey kehilangan Ibunya, Aster-lah yang menjadi teman setia dan selalu menghiburnya.

Ibu Rey meninggal dalam sebuah kecelakaan, pada saat itu usia Rey baru 10 tahun.

Sementara Aster kehilangan ayahnya ketika dia berusia 13 tahun. Bukan karna ayah Aster meninggal dunia. Ibu dan Ayahnya memutuskan untuk bercerai karna alasan yang tidak pernah Aster pahami sama sekali.

Tapi sayanganya persahabatan indah di antara mereka perlahan merenggang ketika usia mereka menginjak 13 tahun. Rey dan Aster yang sama-sama ingin menjadi yang terbaik disekolahnya terus bersaing hingga akhirnya mereka menjadi seorang rival sejati hingga detik ini.

Di kampus nya. Rey dan Aster terkenal sebagai musuh bebuyutan. Tak jarang Rey membuat gadis itu kesal setengah mati karna sikap menyebalkannya hingga Aster harus mengeluarkan berbagai sumpah serapahnya.

Aster yang kehilangan moodnya terlihat uring-uringan. Gadis itu menuruni tangga rumahnya sambil mengumpat tidak jelas. "Dasar rusa gila, awas saja dia. Berani-beraninya dia menghancurkan moodku," Kahi yang sedang sibuk di dapur hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya. Bukan hal baru memang, nyaris setiap hari Kahi melihatnya uring-uringan seperti itu. Dan siapa lagi dalang di balik itu semua jika bukan Zian Rey.

"Apa lagi kali ini, Aster Jung?" tanya Kahi seraya menyusun makanan yang telah matang di atas meja. "Karna, Rey, lagi? Memang apa lagi yang dia lakukan padamu kali ini?" lanjutnya penasaran. Alih-alih menjawab pertanyaan Ibunya. Aster malah berkomat-kamit tidak jelas. "Ck, Ibu, bertanya bukannya memintamu untuk menggerutu saja," celetuk Kahi.

"Memang siapa lagi yang berhasil menghancurkan moodku jika bukan dia. Rusa kutub itu menimpuk kepalaku dengan kacang saat aku menikmati segarnya angin di balkon. Bukannya minta maaf dia malah melenggos pergi, itu kan sangat menyebalkan," tutur Aster panjang lebar.

Kahi mendengus geli. Ia tidak tau kapan mereka bedua bisa akur kembali seperti dulu, padahal dulu mereka sangat dekat tapi sekarang hubungan mereka malah seperti kucing dan tikus.

"Jujur saja Ibu sangat heran dengan kalian berdua. Bagaimana bisa kalian yang dulu bersahabat baik sekarang malah menjadi musuh bebuyutan. Ibu dan paman, Lee, sangat menyayangkan hal ini." Tutur Kahi di tengah kesibukkannya. "Cobalah untuk berdamai dan kembali seperti dulu."

Aster menatap Ibunya tak percaya. "Apa? Berdamai? Dengan Rusa Kutub super menyebalkan itu? Yang benar saja, apa Ibu bercanda? Karna sampai kapan pun juga aku dan dia tidak akan pernah bisa berdamai." Ujar Aster menegaskan. "Ibu, untuk siapa makanan itu?" Aster menunjuk kotak makanan berwarna biru muda yang di bungkus sebuah kain tipis yang ada di atas meja.

"Ahh! Ini, kebetulan sekali Ibu membuat sarapan ini untuk paman, Lee, dan kedua putranya. Jadi antarkan ini sekarang juga." Pinta Kahi seraya menepuk kepala coklat Aster

"Aku tidak mau, kenapa tidak Ibu saja." Aster menolak tegas permintaan Ibunya dan menolak untuk mengantarkan makanan itu ke rumah Rey. Kahi mendengus berat.

"Ibu tidak mau mendengar penolakkan. Antarkan sekarang atau Ibu akan mencabut semua fasilitasmu." Aster mencerutkan bibirnya. Dia tidak memiliki pilihan lain, ancaman Ibunya sangatlah mengerikan.

"Iya-iya aku antar, menyebalkan sekali." Gadis itu menghentakkan kakinya dan terus saja mengumpat tidak jelas. Pergi ke rumah Rey artinya ia harus bertemu dengan pemuda itu, dan bagi Aster hal itu jauh lebih mengerikan dari pada masuk ke rumah hantu.

Tokk,, Tok,, Tok,,!!

Ketukan keras pada pintu sedikit mengusik ketengangan seorang pemuda yang sibuk dengan ponselnya. Pemuda itu tetap acuh dan tak beranjak seinci pun dari tempat duduknya. Sementara pria lain terlihat menuruni tangga dengan sebuah tas kerja di tangan nya

"Rey, letakkan dulu ponselmu dan buka pintunya." Pinta pria itu yang tak lain dan tak bukan adalah Zian Lee. "Biarkan saja, Pa. Paling-paling tukang koran yang menagih uang bulanan." Sahut Rey tanpa menatap lawan bicaranya.

Perhatian Rey tak teralihkan sedikit pun dari ponselnya. "Zian Rey." Rey mendengus sebal, dengan kesal pemuda itu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu.

Ckllekk..!

Pintu terbuka dan hal pertama yang tertangkap oleh iris abu-abunya adalah sosok jelita berparas barbie yang tampak begitu anggun dalam balutan dress putihnya

"Mau apa kau datang ke mari?" Tanyanya dingin, Aster. berdecak sebal.

"Kau fikir aku mau datang kemari jika tidak karna terpaksa. Ibu, memintaku mengantarkan makanan ini untuk paman, Lee." Aster mendorong bingkisan yang dia bawa pada Rey kemudian pergi begitu saja.

"Siapa, Rey?"

"Aster, Pa. Dia datang mengantarkan sarapan untuk kita, katanya dari bibi, Kahi." Rey membawa masuk bingkisan tersebut kemudian meletakkan di meja makan.

"Aster?" Rey mengangguk. "Lalu di mana dia? Kenapa tidak dipersilahkan untuk masuk?" Rey mengangkat bahunya. "Kau tidak sarapan dulu, Rey?" Tanya Lee melihat Rey bersiap untuk pergi ke kampus nya.

"Nanti saja di kampus, Pa. Aku sudah terlambat. Aku berangkat dulu." Pamit Rey kemudian sosoknya menghilang di balik pintu.

Lee mengangkat bahunya, mengeluarkan satu persatu kotak makanan dari tempatnya dan mulai menyantap sarapan paginya yang telah disiapkan oleh Kahi untuknya juga Rey. Tapi sayangnya Rey tidak ikut sarapan karna harus pergi kuliah.

.

.

Suasana kampus yang semula tenang seketika menjadi riuh karna kedatangan Rey dan teman-temannya. Beberapa gadis terlihat berjajar dan berteriak seperti orang kesurupan melihat kedatangan para idol kampus. Satu persatu keluar dari mobil sportnya masing-masing, seorang gadis cantik berambut hitam sebahu keluar dari mobil milik Rey, namanya Amelia Im.

Gadis itu memasang wajah angkuhnya dan menatap para gadis itu dengan senyum meremehkan. Lia merasa senang melihat gadis-gadis itu iri padanya karna bisa satu mobil dengan idol mereka. Seorang gadis menghampiri Rey dan menyerahkan sekotak coklat padanya

"Senior, ini untukmu. Aku membuatnya sendiri." Gadis itu berucap dengan malu-malu. Bukannya Rey, tapi Lia-lah yang mengambil coklat itu kemudian membuangnya ke tempat sampah.

"Rey, tidak menyukai makanan sampah seperti itu, jadi jangan coba-coba memberinya makanan murahan itu lagi. Rey, ayo." Lia memeluk lengan Rey dan membawan pergi dari sana, di ikuti oleh tiga pemuda yang mengekor di belakang mereka berdua. Sementara gadis itu langsung menunduk sedih.

"Sudahlah, jangan difikirkan. Lia memang seperti itu, mentang-mentang dia putri rektor jadi dia suka bersikap seenaknya. Sudahlah, sebaiknya kita masuk saja." Ucap gadis lain pada gadis malang itu. Gadis itu mengangguk.

Amelia Lim, memangnya siapa yang tidak mengenalnya. Putri Rektor di SNU. Selain memiliki paras yang cantik, Lia juga salah satu idol di sana. Tapi sayangnya dia bukanlah gadis yang ramah. Lia sangat sombong dan arogan, tak jarang dia membuat keributan dengan beberapa mahasiswi yang berani mendekati Rey

Bukan lagi rahasia umum bila gadis bermarga Im ity tergila-gila pada Rey, dia selalu menjadi bayangan Rey setiap harinya. Di mana ada Rey di situ pasti ada Lia. Meskipun berkali-kali Rey mencoba mengusir Lia dari sisinya tapi usahanya tidak pernah berhasil mengingat bagaimana kepalanya gadis itu.

Tapp!!

Rey menghentikan langkahnya saat beberapa pemuda mencoba menghalangi Jalannya. "Apa lagi yang kau inginkan, Park Hoya?" Tanyanya dingin "Minggirlah, dan jangan halangi langkahku. Aku sedang tidak ingin ribut denganmu." Hoya tersenyum meremehkan. Pemuda itu berbalik kemudian melayangkan tinjunya pada Rey yang dengan mudah dapat di tahan olehnya.

Brugg!!

Tubuh Hoya terhuyung ke belakang setelah satu bogem mentah menghantam wajahnya. Bukan Rey yang melakukannya tapi laki-laki jangkung bermarga Park. "Sialan, apa kau benar-benar ingin membuat ribut dengan kita, eo?" Bentaknya marah.

Rey menarik Aria yang sudah siap meledak emosinya. "Sudahlah. Tidak usah di ladeni. Aku benar-benar malas meladeni manusia satu ini,"

"Rey benar. Untuk apa kita mengurusi manusia tak berotak seperti dia." Sahut Rio menimpali.

"Lebih baik kita pergi ke kantin saja, aku sudah lapar hyung." Renggek Ren pada ketiga hyungnya, keempat pemuda itu plus Lia beranjak dan pergi begitu saja. Meninggalkan Hoya dan teman-temannya.

Tak lama setelah kepergian Rey dan teman-temannya. Terlihat seorang gadis berparas barbie menghampiri Hoya. "Ribut lagi?" Hoya menoleh dan mimik wajahnya berubah seketika setelah melihat kedatangan gadis itu. "Sampai kapan kau akan terus mencari masalah dengan, Rey? Sudahlah tidak usah ribut-ribut lagi, lagi pula apa untungnya juga sih?" Tanya gadis itu lagi.

"Habisnya aku masih dendam setengah mati sama dia. Dia mengalahkan aku di arena balap liar dan mempermalukanku di depan umum. Baiklah, aku tidak akan berulah lagi. Sayang, bagaimana kalau kita pergi ke kantin?" Aster mengangguk.

Visual Zian Rey...

Visual Aster Jung

.

.

.

BERSAMBUNG.

BAB 2

Rey dan teman-temannya saat ini berada di kantin. Ren terus saja merenggek karna kelaparan, dan keberadaan mereka di sana menarik perhatian banyak mata. Banyak pasang mata yang menatap mereka berempat dengan tatapan memuja tapi tatapan sinis justru mereka tunjukkan pada Lia. Menurut mereka gadis sombong seperti dia tidak layak bersanding dengan Idol kampus seperti Rey.

"Aster, di sini!"

Teriakkan itu mengalihkan perhatian Rey dari ponselnya. Iris abu-abunya menatap datar dua orang pria dan wanita yang baru saja menginjakkan kakinya di kantin. Mereka adalah Aster dan Hoya.

Banyak sekali yang menyayangkan hubungan mereka berdua. Hoya yang seorang brandalan kampus menjalin hubungab dengan berliannya kampus. Sungguh perpaduan yang tidak seimbang. Aster yang jenius malah berpacaran dengan Hoya yang tukang membuat onar, tak sedikit pula yang mendoakan agar mereka segera putus.

"Sayang sekali ya kak, Aster, yang cantik dan jenius malah menjalin hubungan dengan pembuat onar. Jika boleh jujur aku malah berharap kak, Aster dengan, kak Rey. Mereka itu terlihat serasi."

"Jangan ngelindur, mana mungkin jika mereka berdua berhubungan. Kau tau sendiri bukan jika mereka berdua itu adalah musuh bebuyutan di kampus ini, jadi tidak mungkin bila mereka sampai berpacaran apalagi aku pernah tidak sengaja dengar dari seseorang bila kak, Rey, sudah memiliki seseorang yang special di hatinya."

"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Lagi pula benci dan cinta itu perbedaannya sangat tipis. Dan benci itu sebenarnya singkatkan dari benar-benar cinta. Mau bertaruh dengan hal ini?"

"Aku rasa bukan ide buruk."

Telinga Lia rasanya seperti terbakar mendengar percakapan antara dua gadis yang duduk dibelakangnya. Menurutnya mereka terlalu mengada-ada, lagi pula dibandingkan Aster tentu lebih pantas dirinya kemana-mana yang bersanding dengan Rey dibandingkan Aster, begitulah menurut Lia

"Lia, kau mau daging lagi?" tawar Aria pada gadis itu. "Jika kau mau, boleh kok untukmu semua daging milikku." Tawar Aria sembari menyodorkan daging miliknya pada Lia.

"Apa kau ingin membuatku menjadi gemuk dan tidak cantik lagi? Aku tidak mau, lagi pula aku cuma mau mencicipi milik, Rey. Rey, suapi aku." Renggek Lia sambil membuka lebar-lebar mulutnya. Tapi sayangnya permintaan Lia tidak di hiraukan oleh Rey. Dan hal itu membuat Lia merenggut kesal.

"Jika, Rey, tidak mau biar aku saja yang menyuapimu, bagaimana? Buka mulutmu, aaahhhh."

Lia mendengus, dengan terpaksa dia menerima makanan yang Aria sodorkan padanya. Aria tersenyum bahagia.

Rio menoleh dan menatap pasangan Aster dan Hoya. Laki-laki itu juga tidak habis fikir kenapa gadis itu mau berpacaran dengan Hoya, bahkan hubungan mereka sudah masuk tahun ke dua

"Menurut kalian mereka berdua cocok tidak sih?" Tanya Rio pada tiga pemuda didepan nya. Ren mengikuti arah pandang Rio kemudian menggeleng

"Tidak sama sekali, Aster, nunna lebih pantas denganku dibandingkan dengan pria seperti, Hoya kuda."

Rey menoleh dan memandang mereka berdua dengan pandangan tak terbaca. Tanpa berkata apa-apa pemuda itu bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja Lia yang merasa terabaikan dan di tinggalkan segera menyusul Rey.

"Rey, tunggu aku." Seru Lia dan segera menyusul Rey yang berjalan semakin menjauh.

.

.

.

Kelas pertama selesai lebih cepat dari biasanya. Satu persatu meninggalkan ruang kelas dan menyisahkan dua orang di dalam ruangan itu 'Pukk!' Sebuah bulpoin mendarat mulus pada kepala coklat gadis berparas barbie yang duduk beberapa meja didepannya

"Aduhh!" Membuat gadis itu memekik sambil mengusap kepalanya. Sontak ia menoleh. "Yakk! Rusa, apa kau sudah bosan hidup!!" amuk Aster pada pemuda itu yang pastinya adalah Rey.

Rey menghampiri Aster kemudian duduk disampingnya. Pemuda itu memicingkan matanya melihat novel yang ada di pangkuan Aster. "Novel apa ini?" Tanpa ijin Aster, Rey mengambil novel tersebut kemudian mengangkatnya tinggi-tinggi ketika Aster hendak mengambilnya kembali.

"Rusa kutub, kembalikan novel itu padaku." Pinta Aster menuntut. Rey menggeleng dan memindahkan pada tangan satunya. "Yakk!! Aku bilang kembalikan." Aster melompat-lompat berusaha untuk mendapatkan kembali novelnya tapi tidak sampai.

"Ambil sendiri jika kau bisa." Tantang Rey kemudian membawa novel itu menjauh dari Aster. "Dasar lambat!" Cibir Rey melihat cara berlari Aster yang mirip siput. Gadis itu mencerutkan bibirnya. "Kejar aku dan ambil sendiri jika kau ingin novel ini kembali." seru Rey menantang.

Aster mencerutkan bibirnya. "Rusa gila, kembalikan novel itu atau kau akan mati." Ancam Aster. Rey menjulurkan lidahnya. Ia sama sekali tidak menghiraukan ancaman gadis itu, baginya ancaman Aster hanyalah sebuah bualan belaka karna mana mungkin gadis itu bisa membunuhnya. "Kembalikan novelku sekarang juga atau-"

"Atau apa?" Aster menyela cepat.

"Rio! Rey, kau di cari, Rio." sontak saja Rey menoleh dan kelengahan Rey dimanfaatkan oleh Aster untuk mendapatkan kembali novelnya. Aster tersenyum penuh kemenangan. "Hahahha! Emang enak ketipu. wleekk," Aster menjulurkan lidahnya pada Aster dan pergi meninggalkan pemuda itu sendiri di kelas. Aster mendengus geli.

Pemuda itu merogoh saku rompinya merasakan getaran pada ponselnya. Matanya memicing melihat nomor asing terterang menghiasi layar ponselnya yang menyala terang.

Penasaran siapa yang menghubunginya, segera Rey menggeser tanda hijau dan menerima panggilan itu. "Hallo" suara dingin Rey langsung menyapu gendang telinga penelfonnya.

"Rei, Rusa Chinaku. Ini, Nenek, bisakah kau pergi kembandara dan jemput nenek? Nenek baru saja mendarat di Bandara Incheon."

Rey menjauhkan ponsel itu dari telinganya karna teriakkan seseorang di seberang sana. "Aku rasa tidak bisa. Sebaiknya nenek minta jemput, Kris, saja. Pip." Rey memutuskan sambungan telfonnya secara sepihak dan dia berani bersumpah bila neneknya sedang ngomel-ngomel tidak jelas di seberang sana. Tapi Rey tidak peduli. Beranjak dari kelasnya dan pergi ke atap kampus untuk bertemu dengan teman-temanya.

.

.

.

"Aaaahhhh...!! Ougghhh...!! Aaahhh..!!! Lebih keras lagi, Nunna-ya."

Aster merinding sendiri ketika mendengar suara desahan yang berasal dari salah satu ruangan di toilet pria.

Tak ingin mendengar suara-suara horror yang menyakitkan telinganya segera saja di pergi dari sana. Aster mengenali betul siapa pemilik suara itu. Itu adalah suara Jimin salah satu teman Rey yang sudah tidak bisa diragukan lagi kemesumannya. Dan Aster berani bersumpah bila saat ini Jimin sedang bermain gila dengan salah satu seniornya.

Hoya yang baru saja keluar dari kelasnya terlihat bingung melihat Aster keluar dari toilet dengan ekspresi wajah yang sulit di jelaskan. Pria itu menghampiri Aster dan menegurnya

"Sayang, ada apa? Kenapa kau terlihat panik, seperti di melihat hantu saja!" ucapnya heran.

"Yang aku dengar bahkan jauh lebih mengerikan dan menyeramkan dari pada setan." Jawabnya bergidik. "Kelasmu baru saja selesai?" Hoya mengangguk

"Bagaimana kalau kita ke kantin?" usul Aster sambil memeluk lengan Hoya. Laki-laki itu tersenyum dan mengacak pelan helaian coklat Aster.

"Baiklah." Keduanya pun berjalan beriringan menuju kantin.

Sementara itu...

Rey yang baru tiba di atap kampus memicingkan mata melihat hanya ada Aria dan Rio saja di sana. "Di mana, Ren, dan si mesum itu? Apa kelasnya belum bubar?" Ren mengambil satu batang rokok yang Aria sodorkan padanya lalu menyulutnya.

Kepulan asap putih terlihat keluar dari sela-sela bibir Rey ketika pemuda itu menghembuskan nafasnya.

"Kau seperti tidak mengenalnya saja. Paling-paling dia pergi ke toilet dan melakukan solo lagi dengan membayangkan, Hyuna, nunna yang meng*lum pen*snya." Tutur Aria. Mendengar jawaban Aria membuat Rey merinding sendiri. Dia tidak tau kapan Jimin akan sembuh dari penyakit mesum akutnya tersebut.

Rey berjalan menuju bibir atap dan berdiri di sana dengan kedua tangan bertumpuh pada pagar besi yang terasa hangat karna teriknya matahari.

Iris abu-abunya menatap manusia yang sedang berlalu lalang di bawah sana dan tanpa sengaja netranya menangkap sebuah pemandangan yang cukup untuk membuat buruk moodnya. Rey kembali menghisap rokok beraroma mintnya yang hanya tinggal setengah.

"Oya, Rey. Sudah lama kita tidak nongkrong di bar milik kak, Max, bagaimana kalau malam ini kita pergi ke sana?" usul Rio. Rey menoleh dan hanya menunjukkan tatapan datarnya.

"Aku rasa bukan ide buruk." jawabnya datar. Sebenarnya Rey agak malas tapi dia rasa sesekali mencari kesenangan tidak ada salahnya.

Rio beranjak dari posisinya dan menghampiri Rey kemudian berdiri disampingnya. Pandangannya langsung jatuh pada sepasang kekasih yang sedang bermesraan di bawah sana

"Sangat disayangkan sekali. Gadis jenius dan secantik, Aster, mau berpacaran dengan laki-laki seperti Hoya. Memangnya apa bagusnya dia, di lihat dari segi mana pun dia tidak ada apa-apanya dibandingkan diriku." Ujarnya namun tidak mendapatkan respon dari Rey.

Rey tetap asik dengan sisa rokok ditangannya. Ia tidak akan membahas apapun yang tidak ada hubungannya dengan dirinya.

Derap langkah kaki seseorang yang datang mengalihkan perhatian ketiganya. Terlihat Jimin datang dengan peluh pada keningnya. Pemuda itu kemudian bergabung bersama ketiga hyungnya.

"Solo lagi, eh?" Tebak Aria 100% benar. Jimin tak memberikan jawaban dan hanya mengangkat bahunya acuh. "Yakk! Bocah, aku bicara denganmu." Amuk Aria kesal karna merasa diabaikan, lagi-lagi Jimin tidak merespon dan malah membaringkan tubuhnya di sebuah bangku panjang di dekat tembok.

"Aaahhhh! Nyamannya."

Aria mendumal kesal, pasalnya Jimin mengabaikan dirinya. Dan rasanya dia ingin sekali menggunduli bat*ngnya yang terus saja berfantasy liar tersebut. Sedangkan Rey dan Rio hanya mendengus dan menggelengkan kepala melihat tingkah mereka berdua. Sejak awal mereka berdua memang tidak pernah bisa akur.

Malas dengan tingkah teman-temannya, Rey beranjak dari sana dan pergi begitu saja. Ia berencana untuk pergi ke perpustakaan, ada materi yang harus ia pelajari untuk ulangan esok hari.

.

.

.

"Aster!"

Rey mendekati gadis bermarga Jung tersebut yang sedang asik membaca buku di sudut ruangan. Aster menoleh dan menatap sinis pemuda yang duduk disampingnya

"Penguntit, apa tidak ada tempat lain lagi di sini. Pergi sana." Usir Aster pada Rey, tapi tak dihiraukan oleh Rey

Baru saja gadis itu hendak bersuara lagi tapi dengan cepat Rey menunjuk tulisan yang ada di tembok sebelah kanannya. Aster mendengus, rasanya dia ingin sekali menimpuk Rey dengan buku yang ia baca.

Tak ingin moodnya semakin buruk karna Rey, Aster memutuskan untuk berpindah tempat.

Rey menoleh dan gadis itu duduk beberapa meja darinya. Pemuda itu mengangkat bahunya kemudian memfokuskan dirinya pada buku berukuran tebal yang ada didepannya.

Di balik sifatnya yang dingin dan penampilannya yang agak urakan. Sebenarnya Rey adalah mahasiswa yang jenius dan selalu menjadi salah satu yang terbaik di kampusnya. Rey selalu mendapatkan nilai terbaik dan Aster adalah saingan terberatnya.

Keduanya selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik. Dan hal itu pula yang menjadi faktor utama renggangnya persahabatan di antara mereka berdua. Baik Rey maupun Aster sama-sama tidak ada yang mau mengalah apalagi mengaku kalah. Mereka sama-sama ingin menjadi yang terbaik, dan hubungan keduanya sekarang tak ubahnya seperti tikus dan kucing.

"Rey,"

Aster melirik ke arah Rey setelah mendengar seseorang memanggil nama pemuda itu. Terlihat Lia menghampiri Rey kemudian memeluk lehernya dari belakang.

Aster memutar matanya jengah. "Cih, apa tidak ada tempat lain lagi untuk mengumbar kemesraan! Dasar tukang pamer." Sontak saja Rey menoleh, telinganya yang luar biasa tajam mendengar jelas apa yang Aster katakan meskipun nada bicaranya begitu pelan.

"Rey, lihatlah. Aku bawakanmu makan siang, kata tiang gila itu kau belum makan. Mau aku suapi?" Lia kemudian berpidah ke samping Rey. Rey mendorong makanan yang Lia sodorkan padanya sementara Aster terus menatap mereka dari kejauhan.

"Si manja itu, apa dia ingin membunuh,Rey? Apa dia tolol sampai-sampai tidak tau jika, Rey alergi pada semua makanan berbahan kacang," Ujarnya membatin.

Bisa saja Aster menghampiri mereka dan memperingatkan Lia, tapi dia tidak mau dibilang cari muka dan sok peduli mengingat bagaimana hubungan mereka saat ini.

"Kenapa, Rey? Apa kau tidak menyukai makanan yang aku bawa? Ini sangat enak lo, aku sudah mencobanya," tutur Lia. Rey mendengus berat.

"Aku alergi pada semua makanan yang terbuat dari kacang." Kata Rey datar. Lia membelalakkan mata tak percaya.

"Benarkah?" Rey mengangguk. "Maaf aku tidak tau, sungguh." Lia merasa menyesal karna tidak terlalu banyak yang dia tau tentang Rey selain jika dia membenci rumah sakit.

Di acuhkan terlalu lama oleh Rey membuat Lia merasa kesal. Sudah hampir satu jam dia menemani pemuda itu tapi tak sepatah kata pun yang keluar dari bibir Rey.

Pemuda itu terlalu fokus pada buku didepannya. Bahkan Lia sampai tertidur selama beberapa saat. "Rey, aku ke toilet dulu ya." Rey menatap gadis itu sekilas kemudian mengangguk. Dan ketika menoleh , iris abu-abu milik Rey tanpa sengaja bersiborok dengan mutiara hazel milik Aster. Tapi sayangnya kontak mata diantara mereka hanya berlalung beberapa detik saja. Aster beranjak dari duduknya dan pergi begitu saja.

Rey mengeluarkan sesuatu dari dalam saku rompinya dan mendesah berat. Iris abu-abunya menatal sebuah liontin berbentuk bulat ditangannya itu dengan sendu. "Jika saja kau tidak keras kepala dan ingin lebih baik dariku, mungkin kita masih menjadi sahabat baik hingga detik ini. Aster Jung ... Aku merindukanmu,"

.

.

.

BERSAMBUNG.

BAB 3 "Aster Masuk Tong Air"

Hingar bingar music terdengar menghentakkan telinga. Gemerlap lampu khas club malam terlihat jelas dan membuat pusing bagi siapapun yang tidak pernah datang ke sana.

Para manusia terlihat begitu asik meliukkan tubuhnya di dance floor. Menikmati music yang dimainkan oleh DJ. Sementara bagi mereka yang merasa tidak berminat memilih duduk dan bermalas-malasan di barstool sambil memandang keriuhan dengan di temani minuman pesanan masing-masing yang tentu saja beralkohol.

Di antara banyaknya manusia yang ada di sana. Terlihat seorang pemuda duduk di salah satu kursi berkaki tinggi sambil menikmati cindernya. Beberapa pasang mata terlihat menatap kearahnya dengan tatapan seolah ingin menerkam, tapi pemuda itu tidak menghiraukannya sama sekali.

Seorang bartender yang berdiri di balik barstool menatap sekilas pada pemuda itu yang terus memandang cairan keemasan di dalam gelas kristal yang ia pegang.

"Teman-temanmu sedang berpesta pora di bawah sana tapi kenapa kau malah diam saja di sini, Rey?" tegur si bartender bernama asli Lee Hyukjae atau yang lebih akrab di panggil Max.

Pemuda itu 'Rey' mengangkat wajahnya dan menatap datar pria didepannya itu. "Itu bukanlah gayaku. Kau sangat tau betul bukan jika aku benci berada di tengah-tengah kerumunan manusia-manusia bodoh itu." ujar Rey.

Sejak kecil Rey memang tidak pernah menyukai keramaian. Dia lebih senang menyendiri dalam suasana yang tenang.

"Dan ngomong-ngomong apakah kau tidak ingin mencoba li*ng kenikmatan wanita-wanita yang ada di sini? Aku yakin mereka tidak akan keberatan dan dengan senang hati akan membuka lebar-lebar kakinya untukmu secara cuma-cuma. Bagaimana, kau merasa tertarik? Atau kita bisa bermain duo jika kau mau?" tawar Max yang otomatis kepalanya menjadi pendaratan sebutir kacang yang dilempar oleh Rey.

"Ck, mata saja kau, Max." sinis Rey sambil menatap Max penuh intimidasi.

Rey menyapukan pandangannya dan tanpa sengaja iris abu-abunya melihat sebuah pemandangan yang mampu membuat darah dalam tubuhnya mendidih. Bukan karna gadis yang dia cintai sedang bersama pria lain karna sampai detik ini Rey masih belum memiliki kekasih.

Dengan mata kepalanya Rey melihat Hoya tengah bercumbu mesra dengan seorang wanita tapi sayangnya orang itu bukanlah Aster. Bisa saja Rey menghampiri Hoya dan menghajarnya hingga sekarat, tapi sayangnya hal itu tidak dia lakukan. dia tidak ingin di sebut sebagai perusak hubungan orang.

Rey memiliki ide.

Pemuda itu mengeluarkan ponselnya kemudian memotret mereka yang sedang berciuman panas. Mungkin foto itu akan berguna suatu saat nanti, Rey ngin mebuka mata hati Aster bila laki-laki yang dia kencani bukanlah orang baik-baik.

"Oya, Rey. Kau memiliki tetangga yang sangat cantik kenapa tidak pernah cerita padaku?"

Rey mengangkat wajahnya dan menatap datar pria didepannya. "Maksudmu, Aster? Jangan macam-macam dengan yang satu itu jika kau tidak ingin aku mencincangmu dan memberikanmu pada hiu kelaparan di lautan." Sorot mata Rey semakin dingin dan berbahaya membuat bulu kuduk Max berdiri seketika.

Menurutnya tatapan Rey lebih menyeramkan dari pada hantu berwajah buruk rupa. "Dia tidak sama dengan semua koleksi Lolitamu, dia berbeda dengan para jalang yang sering kau tiduri dan aku mengenalnya dengan sangat baik." Pandangan Rey terarah pada gelas digenggamannya.

Meskipun hubungannya dan Aster tidaklah sehangat dan sedeket ketika mereka masih kecil. Tapi bagi Rey, Aster tetaplah seorang yang berharga yang selalu ingin dia lindungi.

Max mengangkat tangannya. "Aku mundur dan tidak akan tanya-tanya lagi tentang dia. Paling cuma curi-curi pandang saat bermain kerumahmu, hahahha! Lagi pula mataku ini mana bisa melewatkan mutiara seindah itu."

"Ck, dasar mata keranjang,"

Sementara itu...

Ketiga sahabat Rey terlihat begitu asik dengan dunianya masing-masing. Jimin sedang berada di sudut ruangan dan bercinta dengan wanita berkebangsaan Rusia favoritnya, sementara Rio di manjakan sedikitnya lima gadis sambil menghujani mereka dengan dolar-dolarnya. Sedangkan Aria dan Ren menari riang bersama puluhan manusia dengan seorang DJ yang memimpin mereka.

Des*han dan erangan yang berasal dari sudut ruangan membuat Rey sedikit merinding, di tempat yang remang-remang terlihat sepasang anak manusia tengah bergulat dengan panasnya pada sebuah sofa.

Meskipun banyak pasang mata yang bisa melihat kegiatan mereka, tapi orang-orang itu tidak kau tau dan seakan buta dengan apa yang disaksikan oleh matanya, karna hal semacam itu bukanlah sesuatu yang menggemparkan. Karna hal semacan itu terlalu biasa.

"Rey, kau mau kemana?" Seru Max melihat Rey tiba-tiba bangkit dari duduknya.

"Pulang." Jawabnya dan pergi begitu saja.

🌼🌼🌼

Melihat bintang saat malam hari adalah hal wajib bagi seorang Aster Jung. Tiada malam tanpa melihat bintang, dan itulah kenapa dia sangat membenci turunnya hujan pada malam hari.

Awan hitam yang di bawah oleh hujan tidak meninggalkan apapun selain wajah muram langit malam.

Di saat kebanyakkan gadis mulai terlelap dalam mimpinya, Aster malah pergi kehalaman belakang rumahnya untuk melihat bintang.

Cuaca malam ini begitu cerah. Bintang-bintang bertaburan di atas sana, membentuk berbagai gugusan rasi yang indah, bulan berpendar disinggasananya. Semilir angin membawa hawa dingin yang kian menusuk sampai ke sum-sum tulang.

Kedua matanya terpejam mencoba menikmati hembusan angin membelai permukaan kulitnya. Harusnya Aster merasa nyaman dengan ini, terlebih lagi malam cerah seperti inilah yang selalu dia nantikan setiap malamnya.

Tapi....

Kenapa hatinya justru merasa sepi. Rasa ngilu itu merasuk hingga ke dalam relung terdalamnya, membuat Aster merasakan sesak hingga dia tidak bisa menikmati indahnya malam ini.

Aster menutup matanya, satu persatu kenangan masa kecilnya bersama Rey bermunculan dan memenuhi pikirannya. Membuat dadanya terasa sesak hingga membuatnya sulit untuk bernafas.

Aster menyeka air matanya yang menetes dan membasahi pipinya. "Dasar, Rusa, jelek. Jika saja kau mau sedikit mengalah padaku. Pasti persahabatan kita tidak akan berakhir dan kita masih baik-baik saja. Zian Rey ... aku merindukanmu." Lirihnya parau.

Aster berdiri dari duduknya dan berjalan menuju dinding yang menjadi pembatas antara halaman belakang rumahnya dan rumah Rey. Sebuah ide tiba-tiba melintas begitu saja dikepalanya.

"Sepertinya mengulang masa lalu tidak ada salahnya." Aster menyapukan pandangannya. Matanya berbinar melihat sebuah tangga dan dengan tangga itu Aster akan naik ke atas pagar. Dan dari sana Aster bisa melihat bintang dengan leluasa. Benar-benar indah dan menyejukkan mata.

Kemudian pandangan Aster bergulir pada sebuah kamar yang terlihat gelap seperti tak berpenghuni. Gadis itu memicingkan matanya. "Kemana perginya Rusa kutub menyebalkan itu?" Gumam Aster penuh keheranan, sampai dia melihat sebuah mobil sport hitam metalic yang sangat dia kenal memasuki halaman rumah kediaman keluarga Zian.

Tak lama setelahnya, seorang pemuda berpenampilan serampangan keluar dari mobil tersebut. Aster mengenali betul siapa pemuda itu, sudut bibir Aster tertarik ke atas.

"O-ommo!! Kkkkyyyyyyaaaa!!"

'Brakkk!!'

Tiba-tiba Aster kehilangan keseimbangan , tubuhnya oleng ke samping dan jatuh ke dalam tong kecil yang biasa di gunakan oleh penjaga kebun untuk menyiram tanaman. Dengan posisi pantat masuk ke dalam mulut besar tersebut.

Sementara itu, Rey yang baru saja menapaki satu anak tangga tiba-tiba berhenti setelah mendengar teriakkan dari arah belakang. Khawatir ada maling masuk, Rey bergegas melihatnya.

Bukannya perampok, Rey malah di suguhi sebuah pemandangan yang begitu menggelikan.

Seorang gadis terjebak di dalam sebuah tong air yang ukurannya tidak terlalu besar. Gadis itu yang tak lain dan tak bukan adalah Aster terlihat kesulitan untuk keluar dari tong tersebut. Rey mendengus geli, pemuda itu melangkahkan kakinya dengan tenang dan menghampiri mantan sahabat kecilnya tersebut.

Aster mengangkat wajahnya yang sudah terlihat putus asa karna tidak bisa keluar dari tong air tersebut. Seorang pemuda tampan dalam balutan jeans belel hitam, tshirt putih berlengan pendek yang mengikuti lekuk tubuhnya di balut vest v-neck hitam terlihat menghampirinya.

Pemuda itu terlihat jelas menahan tawa. "Kalau ingin tertawa, tertawa saja. Tidak perlu di tahan." Dumal Aster sambil mencerutkan bibirnya.

"Aku tidak tau jika kau memiliki hobi baru yang begitu menggelikan, Aster Jung. Dan moment langkah seperti ini tentu saja tidak boleh dilewatkan. Tersenyumlah, aku akan mengabadikannya." Rey merangkul bahu Aster dan mensejajarkan posisinya dengan gadis bermarga Jung tersebut. "Ck, jangan memasang wajah menyebalkanmu itu. Tersenyumlah, chisss..!!"

"Yakk!! Rusa jelek apa yang kau lakukan? Jauhkan ponselmu dan jangan seenaknya memotretku," amuk Aster dan berusaha merebut ponsel Rey tapi tidak berhasil. Rey mengangkat ponselnya agak tinggi hingga tidak terjangkau oleh gadi itu. "Jauhkan ponselmu atau ku habisi kau." bentaknya marah.

"Tidak mau." Rey tertawa dan terus mengambil potret Aster. Aster yang tidak bisa berbuat apa-apa karna keadaannya saat ini hanya bisa pasrah. Tapi bukan berarti dia akan memaafkan untuk Rey, gadis itu tentu telah menyiapkan balasan untuk pemuda bermarga Zian tersebut.

Aster mengangkat wajahnya dan menatap Rey dengan wajah memelas, mencoba menarik simpatik Rey. "Rey, bantu aku keluar dari tong ini!" Renggeknya memohon. "Pantat dan pinggangku sakit, aku mohon," Rey mendengus geli.

Melihat Aster terjebak seperti itu membuatnya merasa tidak tega. Karna tanpa minta pun tentu Rey akan membantunya. Pemuda itu memegang lengan Aster dan mulai menariknya keluar dari dalam tong tersebut

"Aaaahhh! Sakit, yakk! lakukan dengan perlahan."

"Ck, dasar cerewet. Kau mau keluar atau tidak?" Aster mengangguk. "Ya sudah diam saja dan jangan banyak protes." Gadis itu merenggut kesal. Bisa-bisanya Rey malah memarahinya jelas-jelas dirinya sedang kesulitan.

"Aaaaaaahhh..!!"

Bruggg!! Setelah berusaha dengan keras. Akhirnya Rey berhasil mengeluarkan Aster dari tong tersebut

"Kau tidak apa-apa?" tanya Rey memastikan. Aster mendelik sinis, gadis itu jatuh tepat di atas tubuh Rey.

"Baik-baik bagaimana? Apa kau buta, pinggangku nyaris saja patah karna dirimu." Jawabnya ketus. Susah payah Aste4 berdiri dari posisinya.

"Kenapa kau malah menyalahkanku? Bagus aku mau membantumu keluar dari tong itu." Protes Rey.

"Bagaimana aku harus berterimkasih, jika saja kau langsung membantuku dan tidak mengulur-ngulur waktu pasti pinggangku tidak akan sesakit ini." Tutur Aster tak mau kalah. Dan beginilah mereka berdua jika bertemu, pasti ada saja hal yang diributkan.

Aster berbalik dan pergi begitu saja dan meninggalkan Rey sendiri di taman belakang miliknya. Gadis itu berhenti sejenak di pintu yang menjadi penghubung halaman belakang kediamannnya dan Rey.

Aster menjulurkan lidahnya pada Rey sebelum sosoknya kemudian menghilang di balik pintu itu. Reymendengus geli, pemuda itu berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan halaman belakang rumahnya. Rey merasa lelah dan ingin segera tidur.

.

.

BERSAMBUNG.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!