NovelToon NovelToon

AKU INGIN BAHAGIA

BAB 1

Nindi Calista Khairunnisa gadis remaja 18 tahun pergi ke kota menimba ilmu bersama sahabat nya dari SMP yaitu Fahri Nur Yanto lelaki yang menemani nya sejak Sekolah menengah pertama itu dari awal berjumpa sudah menaruh hati pada sosok gadis berambut gelombang berwarna merah bukan karena di semir melainkan karena sering nya terkena sinar matahari.

Nindi sejak kecil sudah sering ke sawah membantu emak dan bapaknya di sawah entah bercocok tanam ataupun panen karena Nindi tipikal anak yang rajin , penyayang dan pemberani. Anak sulung dari 3 bersaudara. Tapi kakak pertamanya sudah meninggal karena penyakit keras. Dan kakak keduanya sudah menikah dan punya anak 1.Sekarang dia bertugas di luar pulau beserta istri dan anaknya.

Sang kakak bernama Dito Dwi Alfariski. Seorang TNI yang selalu berpindah-pindah tugasnya. Tugas negara yang selalu di emban dengan begitu patuhnya. Meski jarang bertemu dengan emak bapak tapi Dito tak pernah lupa untuk selalu ber video call melepas rindu. Sebuah kebanggan tersendiri untuk emak bapak bisa membiayai dan melihat anaknya sukses menggapai cita-citanya.

Nindi sejak kelas 1 SMA dulu di kenalkan dengan sahabat kakaknya Dito teman masa sekolah tentara bernama Angga Dikta Elmana. Dulu sebelum Dito menikah dia sering mengajak sahabat nya Angga main ke rumah. Dito sengaja mengenalkan Angga pada adiknya karena dirasa sang adik adalah wanita yang tepat untuk di jadikan pasangan hidup nya kelak. Karena Dito tahu sang sahabat baru saja di tinggal menikah oleh calon istrinya. Sang calon istri meninggalkan nya karena sudah hamil dengan lelaki lain. Sebuah cobaan yang begitu membuat hati Angga frustasi.Hingga muncul lah ide dari Dito untuk mendekatkan sang sahabat pada adiknya.

Usaha mendekatkan adiknya berhasil karena perlahan Angga menaruh hati pada Nindi dan sejak itu mereka mulai dekat. Meski hanya sekedar dekat dan mengobrol dan jalan bersama sudah lebih dari cukup.Usai pernikahan Dito dia berpamitan untuk pergi bertugas ke luar pulau yang berada di pelosok daerah.Pasca itu Nindi dan Angga tak pernah berjumpa lagi. Ya meski Nindi sering telponan dan video call terkadang masih membuatnya merasa rindu yang begitu berat.

Dan di saat rindu itu menggodanya dia selalu membaca ulang surat pemberian Angga.

Hay gadis kecilku.Calon istri idamanku. Mas pamit dulu ya? do'ain mas baik-baik di sana. Mas akan selalu setia menunggu kamu lulus sekolah. Percaya lah setelah mas selesai tugas nanti mas akan langsung menikahi kamu. Ini mas sengaja tinggal selimut mas jangan pernah di cuci ya? tunggu mas pulang kesini lagi. I love you. Diksa (Dikta Nisa) mas kepingin kalau kita punya anak nanti kita namakan itu ya?.Simpan baik-baik surat dan foto ini Ok.

Foto yang di ambil saat jalan bertiga ke pasar malam saat itu Angga dan Nindi naik wahana komidi putar dan Dito mengabadikan momen itu.

"Fahri...!!! " panggilnya pada sahabat saat masuk kelas.

"Iya ? "

"Tahu tidak semalem aku pergi kemana? "

"Entah... " Fahri mengangkat kedua bahunya.

"Sini dengerin aku dulu" Nindi menarik kerah baju Fahri saat Fahri beranjak pergi meninggalkan Nindi.

"Ada apa sih? " Fahri mulai duduk.

"Semalem aku pergi dengan mas Dito dan mas Angga. Aku di beliin jam tangan ini? " ditunjukkan jam berwarna perak.

"Teman mas Dito ganteng banget ada tahi lalat di bawah bibirnya. Manis pokoknya deh Ri" ujar Nindi dengan membayangkan wajah tampan Angga.

"Idih kamu ini masih kecil sudah membicarakan cowok kalau sudah lulus mau langsung nikah? " jawab kesal Fahri. Karena sejak SMP Fahri memendam perasaan tapi tak pernah ia ungkapkan. Dia selalu berjanji akan menjaga sahabat nya itu. Sampai dia sukses akan langsung melamar ke rumahnya karena dia yakin sekali Nindi adalah jodohnya.

"Alah kamu ma palingan juga ngiri.Atau jangan-jangan kamu cemburu ya? " ejek Nindi.

"Ngapain juga cemburu cewek model kayak kamu ma bukan tipeku. Tipeku itu cewek yang berkulit putih tinggi dan sexy. Hahahaha... " jawab Fahri meninggal kan Nindi ke kursi belakang karena bel sudah berbunyi.

"Huh... dasar cowok mesum"

Nindi dan Fahri selalu sekelas sejak SMP dan selalu sebangku tapi sejak SMA ini Fahri nggak pernah mau duduk sebangku karena Fahri selalu menghindari itu meski Nindi memaksa Fahri.Dia ingin Nindi mandiri karena dalam pelajaran dia sangat lemah. Nindi selalu saja mencontek Fahri jika ada ujian. Nindi mungkin adalah murid satu-stunya di kelas yang tidak punya cita-cita. Yang dia inginkan hanyalah bisa membantu orang di sekitarnya yang membutuhkan.

Nindi gadis periang, rajin belajar meski semua pelajaran yang ia pelajari tidak pernah masuk di otaknya. Yang ada di otak nya hanyalah padi di sawah orang tuanya subur. Dia dari dulu tak banyak di sukai lelaki karena terbilang suka berkelahi, galak bertubuh kecil dan berkulit hitam. Mungkin hanya Fahri lelaki satu-satunya di sekolah yang jatuh hati padanya.

Alasan Fahri bisa jatuh hati adalah karena kebaikan hati Nindi. Dia sering menyisihkan uang saku demi di berikan pada teman-teman nya yang tak bisa membayar uang SPP. Terkadang secara diam-diam dia memberikan sembako pada pengemis yang dia temui di jalan. Kebaikan itu hanya Fahri yang mengetahui.

"Kenapa sih kamu suka sekali ke sawah. Padahal semua anak jaman sekarang mana mau di ajak ke sawah" tanya Fahri saat di kantin.

"Kalau emak bapak panen kan Nindi di kasih uang lebih Ri, dengan itu uang tabungan Nindi buat orang-orang yang kurang mampu bisa bertambah"

Hah? sesimple itu alasan kamu? kamu emang wanita the best Nin. Nggak salah aku menyukaimu. Batin Fahri.

Fahri hanya tersenyum mendengar alasan Nindi sahabat nya. Dia kembali menyantap bakso.

"Kenapa? kamu kok senyum-senyum sendiri pasti kamu naksir ya sama aku? " goda Nindi yang mulutnya sudah penuh dengan bakso.

"Uhuk... uhuk... "

"Sudah di bilang kalau lagi makan jangan sambil ngomong. Susah di bilangin" Fahri menyodorkan es teh pada Nindi yang tersedak.

Begitu indah masa sekolah yang di lalui Nindi perasaan rindu pada Angga tak terasa berat karena ada Fahri yang selalu mewarnai di setiap harinya.

Meski ada perasaan cemburu karena setiap hari hanyalah Angga yang selalu di ceritakan Nindi pada Fahri. Angga... dan Angga.... Untung saja Fahri lelaki yang sabar hingga setiap hari dia selalu mendengar kan ocehan sahabat nya tanpa lelah. Ya begitulah cinta yang di balut dengan rasa sahabat akan mudah di perlakuan apapun meski tidak pernah di anggap.

BAB 2

"Nindi...!!! "

"Eh, iya kenapa? "

"Ngalamun aja sih.... "

"Nggak kok,lihat deh orang itu wajahnya mirip sama mas Angga ya? "

"Angga lagi Angga lagi... "

"Ih.... "

Setiap hari selalu saja Angga yang di bicara kan membuat bosan saja. Meski di landa bosan dan cemburu Fahri selalu saja menjadi pendengar dan teman yang baik untuk Nindi.

Di kota ini Nindi dan Fahri setiap sabtu dan minggu bekerja menjadi pelayan resto cepat saji. Mencari uang tambahan guna untuk menghemat uang dari orang tua. Nindi dan Fahri sepakat kuliah sambil kerja agar bisa mendapatkan pengalaman juga.

.

.

.

.

.

Flashback On

16 September 2008 Nindi berpisah dengan kekasih hatinya bernama Angga. Dia berpamitan pergi jauh ke luar pulau demi mengemban tugas negara. Tugas yang harus dia lakukan untuk bisa menjadi tentara yang hebat.

Pagi ini Angga akan mengantar Nindi ke sekolah menaiki motor butut milik bapak. Ini kali pertama dan terakhir Angga mengantar ke sekolah suatu kebahagiaan tersendiri untuk Nindi. Di dalam perjalanan, motor butut bapak sering mogok membuat mereka berhenti melajukan motornya.

Untungnya sih masih pagi jadi tidak khawatir untuk telat. Setelah beberapa kali mogok dan bisa di perbaiki akhirnya Nindi sampai juga di sekolah. Menempuh perjalanan 20 menit terhitung karena mogok.

"Dek? mas pulang ya? sekalian pamit nanti mas akan berangkat ke luar pulau. Kamu belajar dengan sungguh-sungguh ya? "

"Iya mas, oh ya inget nggak jalan pulang nya? jangan nyasar ya? " Nindi bahkan tak menyadari raut wajah sedih Angga. Yang ada di pikiran Nindi hanya Angga takut nyasar. Karena terhitung Angga adalah anak orang kaya dari kota dan baru pertama kali ini pergi sendiri tanpa mas Dito.

"Iya tenang aja" Angga menyematkan bros berwarna merah muda yang berbentuk 2 hati di baju atas saku Nindi.

"Mas pulang ya? tunggu mas kembali lagi ya? jaga hati buat mas"

Nindi tersenyum pipinya merona menahan gejolak api asmara menatap sang pujaan pergi tanpa jejak lagi.

Nindi berlari ke dalam mencari seorang yang batang hidungnya tak juga di jumpai. Bel pun sudah berbunyi sang empu datang juga.

"Fahri...!!! "

"Apa sih pagi-pagi sudah kesetanan"

"Ada kabar gembira"

"Apaan? " Fahri duduk di sebelah Nindi kesempatan sebelum guru datang.

"Tadi mas Angga nganter aku sekolah. Terus dia juga ngasih aku bros ini" menunjukkan bros di dada sampingnya.

"Keren kan? "

"Heleh... gitu aja di banggain gue ma juga bisa beli kali" ketus Fahri meninggalkan Nindi.

"Iri bilang bos... "

Getaran cemburu semakin menyeruak tapi Nindi pun tak menyadari itu karena baginya sahabat tetaplah sahabat tak akan pernah bisa berubah.

Pelajaran usai Nindi segera berlari memesan ojek online untuk segera pulang menebar rindu dengan sang pujaan.

Sampai di rumah dia begitu bahagia sekali membaca ulang surat dari mas Angga, menciumi selimut bekas yang mas Angga pakai semalam. Dan satu lagi foto saat bersama mas Angga. Dia begitu bahagia membayangkan kisah-kisah kedepannya nanti. Imajinasi tentang keindahan dalam membina rumah tangga bersama mas Angga telah penuh di angan Nindi.

Hingga tahun telah berganti tahun mas Angga sang pujaan hati sudah jarang sekali menghubungi nya. Sang kakak Dito pun juga tak pernah bisa lagi berkomunikasi dengannya. Tapi perasaan nya semakin kuat dia yakin mas Angga akan baik-baik saja.

Rindu... rindu... hatinya penuh dengan kerinduan sehari dua hari bahkan berbulan-bulan mas Angga tak ada kabar sedikit pun. Media sosial no handphone nya tidak ada satupun yang bisa di hubungi.

Tekadnya masih kuat, cintanya semakin dalam. Dia tetap setia akan janji mas Angga dia yakin setelah lulus nanti mas Angga nya akan pulang. Pulang menemuinya mengobati rasa rindunya.

"Kamu kenapa nduk? "

"Emak? " Nindi terperanjat melihat emaknya sudah di sampingnya.

"Nggak ada apa-apa mak"

"Kamu kangen sama mas Angga? "

"Ih, apaan sih mak. Ngarang aja" Nindi bangun dari tengkurap nya duduk bersila memangku bantal.

"Emak tahu kok" emak mengelus kepala Nindi membuat Nindi tak tahan lagi membendung air matanya. Di mana-mana itu hati seorang emak selalu sensitif serba tahu apa yang di rasakan anaknya. Meski sang anak berbohong pun.

Emak hanya bisa menenangkan hati sang gadisnya. Untuk bersabar menunggu setahun lagi akan kepulangan mas Angga dari tugas negara nya.

Drt... drt....

"Mas Dito mak... "

"Angkat nduk"

📞"Halo assalamu'alaikum... mas Dito?"

📞"Waalaikumussalam... Ada kabar baik dek"

📞"Apa? "

📞"Kemarin aku sempat chat di sosial medianya Angga katanya ponselnya hilang. Nanti kalau dia sudah beli lagi akan menghubungi mu"

📞"Iya mas"

📞"Emak mana dek? "

Di berikan nya handphone pada emak. Emak langsung keluar kamar mencari bapak agar bisa ngobrol panjang lebar melepas rindu dengan mas Dito, mbak Sarah dan Chacha cucu kesayangan nya.

Sepertinya sudah ada celah. Kebuntuan atas rindu yang memberatkan hati Nindi akan ada jawaban. Tinggal menunggu waktu, waktu yang entah kapan itu. Baginya menunggu dalam kerinduan itu sudah hal biasa dia lakukan.

"Ye... bentar lagi mas Angga pasti telpon"

Nindi tak henti-hentinya menciumi foto Angga dan mengobrol sendiri dengan foto itu.

Terkadang menunggu itu adalah hal yang membosankan. Tapi bagi Nindi menunggu adalah bukti cinta nya pada Angga. Berharap Angga tidak melupakan akan janjinya.

Genap 3 tahun sudah kelulusan sudah di depan mata membuat semangatnya berapi-api. Bukan kelulusan yang membuatnya berapi-api melainkan akan kepulangan Angga yang selama ini menjadi semangatnya. Dia begitu yakin sekali Angga akan datang menemuinya meski janji yang di katakan kakaknya tentang Angga untuk menghubungi nya tidak kunjung juga.

Penantian yang menyakitkan. Rindu.... sakit... kecewa dan bosan.... 3 tahun menunggu tanpa kepastian. Mungkin cinta nya sudah mengikis tapi tidak untuk rindu. Rindu semakin menguat bersama kesetiaan.

"Aku masih di sini mas menunggu kedatangan mu"

BAB 3

Malam yang gelap bertaburan bintang menerangi malam yang sunyi Nindi termenung di depan kost nya semua teman-teman kuliah nya pergi berkencan menikmati malam minggu yang indah. Dia masih menunggu ponselnya berdering berharap nomor tak di kenal segera menghiasi deringan ponselnya.

Sudah satu tahun sejak kelulusan itu Nindi juga belum bisa move on. Kabar duka yang di berikan mas Dito kakaknya tercinta membuatnya terdiam lesu. Angga lelaki yang dia cintai telah hilang kontak saat bertugas dan sudah di cari keberadaan nya tapi nihil dia dinyatakan meninggal karena ada bekas darah di tas yang tertinggal di hutan kemungkinan besar dia di makan hewan buas.

Kenyataan itu di pungkiri oleh Nindi dia satu-satunya orang yang tak menyakini bahwa Angga sudah tiada dia masih berharap bahwa Angga masih hidup dan akan kembali di saat yang tepat nantinya.

Semua foto dan kenangan dari Angga di simpan rapat-rapat di jauhkan dari Nindi atas perintah Dito. Mereka takut Nindi kehilangan akal sehatnya menunggu yang tidak pasti. Hingga setahun ini Nindi tak lagi menatap foto Angga lagi.

Bayanganmu yang semu hampir menipis dari ingatanku... senyuman mu sudah semakin aus oleh masa. Gambaran wajahmu tak kau berikan padaku hingga berakibat kini aku harus lupa semua tentang fisikmu. Malam ini aku sangat merindukanmu berharap kamu datang memeluk relung jiwaku yang kosong ini.

Tulis Nindi pada buku hariannya. Menuangkan segala kerinduan pada lembaran putih. Itulah yang selalu dia lakukan jika rindunya memuncak. Karena dengan lewat tulisan apa yang ada di pikiran dan hatinya tertuang lewat kata. Hal itu akan membuat rindunya mereda.

8 November 2011

Din... din...

Suara klakson tiba di depan kost Nindi dia menutup wajah nya dengan tangannya karena silaunya cahaya lampu mobil yang menyorot. Entah siapa gerangan yang sudi datang menemaninya di malam yang sunyi ini.

Seorang lelaki turun dari mobil membawa paper bag berwarna biru muda.

"Malam Nin" sapa lelaki itu. Nindi segera bangun dari duduknya menyibak kan rambut panjang nya dan merapikannya.

"Maaf siapa ya? "

"Saya Riko" dia mengulurkan tangannya aku pun membalasnya.

"Saya teman Fahri"

Drrt.....

Ponsel ku berdering aku meminta ijin padanya untuk membuka chat masuk.

📩"Good luck ya Nin, sahabat tercinta ku dia lelaki baik kok aku harap kamu bisa cocok dengannya "

Dasar Fahri sudah dua minggu menghilang kini tiba-tiba ngasih kejutan gila kayak gini. Apa-apaan sih dia ini.Gerutuku.

"Oh iya silahkan duduk kak" sapa Nindi pada lelaki itu.

"Maaf ya tidak ada apa-apa maklum di kost "

"Nggak masalah kok. Oh iya jangan panggil aku kak ya? kita seumuran kok"

"Oh ok deh"

"Nih ada hadiah sedikit"

Ku buka paper bag darinya berisi jam tangan yang bermerk. Dahi Nindi mengkerut.

"Ini kan mahal? "

"It's ok tak ada salahnya buat wanita secantik kamu"

"Kamu gak salah? aku cantik? "

"Hem"

"Aku ini item, kucel lihat nih rambutku aja kruwel kayak gini " Nindi menarik rambutnya ke depan memperlihatkan rambut coklatnya yang ikal itu.

"Kamu itu cantik unik dan eksotis "

"Terima kasih" Nindi tersipu malu rona merah di pipinya tak terlihat karena lampu terlihat meremang.

Malam minggu yang panjang Nindi menghabiskan mengobrol dengan lelaki yang baru dia kenal dengan asyik. Ya menurut nya ini pertama kalinya dia mengobrol dengan lelaki itu tapi tidak bagi lelaki itu.

Angga yang memenuhi otaknya dengan sekejap terlupakan. Ini semua semata ulah Fahri karena selama ini dia sudah bosan dan sedih melihat sahabat nya itu murung. Dengan menyamping kan egonya dia berusaha mencari kan teman lelaki untuk Nindi. Dia sengaja dua minggu ini menjauh dari Nindi agar dia bisa terbiasa tidak bersama nya karena dia takut suatu saat nanti jika Nindi menolak nya saat menyatakan cinta.Demi kebahagiaan sang sahabat dia rela mengubur dalam-dalam perasaan nya.

"Saya pamit dulu ya? sudah malam"

"Iya kak eh Rik" Nindi tersenyum di balas Riko.

"Besuk kalau tidak ada acara aku jemput ya? "

"Ada shift pagi Rik, kan aku kerja di restoran cepat saji"

"Libur saja"

"Eh mana bisa "

"Sudah nanti aku yang urus gampang itu pokoknya besuk pagi tunggu saya di sini ya? "

Riko melajukan mobilnya dengan kencang meninggalkan Nindi yang masih mematung. Dia masih bingung sekaligus penasaran karena dia merasa pernah melihat lelaki itu tapi entah di mana.

Dia segera masuk ke dalam kost segera menelpon Fahri tapi hingga berkali-kali tak ada jawaban.

"Dasar kebo lo" umpat Nindi. Karena dia tahu pasti sang sahabat sudah terlelap.

Dia menatap langit-langit kamarnya. Mengingat tentang lelaki yang baru saja menemuinya. Seperti tidak asing. Dia segera membuka galeri foto di ponselnya. Menggeser mencari foto-foto untuk bisa mengingat tentang lelaki itu.

Deg...

Nindi terkejut mulutnya menganga tangan nya menutup rapat mulutnya. Dia tak percaya dengan apa yang di lihat di galery fotonya.

"Bukannya ini anaknya pak Bagas ya? pemilik resto" ucapnya.

Dia baru saja seperti tertimpa durian runtuh. Mengingat semua yang hampir saja dia lupakan. Sebulan yang lalu pak Bagas membuka resto cepat saji di kota sebelah dan saat itu semua karyawan di ajak ke sana untuk lounching resto itu.

" Ya bener banget dia anak pak Bagas. Tapi kenapa bisa berteman dengan Fahri ya? entah lah... "

Nindi menatap lekat foto itu lagi. Usai acara lounching resto semua karyawan berfoto dengan pak Bagas, istri dan ke dua anaknya yaitu Riko itu dan yang satunya lagi gadis kecil nanti cantik jelita berumur sekitar 7 tahunan.

Nindi tersenyum malu mengingat wajah Riko. Gejolak asmara rupanya telah menghampiri hatinya. Dia memang mengagumi Riko sejak awal bertemu di resto anak cabang sebulan lalu.Apalagi saat itu dia sempat mengobrol panjang lebar dengan Riko. Awal perkenalan yang indah.

Ya sekedar mengagumi tak lebih karena saat itu hatinya masih penuh dengan nama Angga.

Nindi berguling-guling seperti anak kucing yang mendapat kan mainan. Pipinya merona memeluk erat jam tangan pemberian Riko. Karena jam itu sudah lama ia inginkan tapi dia tak berani meminta emak bapaknya. Padahal jika meminta pasti akan di penuhi.

Meski emak bapak Nindi hanya petani tapi mereka bukan petani biasa. Orang tua Nindi juragan beras yang mempunyai berhektar-hektar sawah.

"Nin? kamu kenapa? " sapa Wulan teman satu kamar sekaligus teman satu kelasnya. Baru saja pulang dari kencan terkejut melihat tingkah temannya itu.

Nindi tersenyum dan bangun dari kasurnya memeluk temannya itu mencium pipi kanan dan kiri dengan kegirangan. Wulan menyentuh kening Nindi dengan punggung tangannya.

"Sudah gak waras nih bocah" ceplos Wulan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!