BISMILAH. BAGI YANG MAU MAMPIR BACA, TOLONG JANGAN DULU DI BACA. KARENA NOVEL INI BELUM DITAMATKAN. DAN SAYA MASIH MAU TAMATKAN NOVEL YANG LAIN
Novel ini Sequel dari Novel Istri Nakal Dokter Aziz yang diperankan oleh Fadila-Putri Dokter Aziz. Yang berlatar Kota Makassar.
Jika kalian mencari bacaan yang ada tantangannya maka jangan baca novel ini. Jika kalian mencari novel dengan konflik yang berat-berat maka jangan mampir di novel ini. Jika kalian mencari novel dengan karakter wanita bodoh dan mudah ditindas maka jangan mampir di sini.
...---...
Pagi itu, suasana kampus begitu ramai. Banyak Mahasiswa Fakultas Mipa yang mondar mandir sambil membawa buku yang lumayan tebal. Mereka yang membawa buku mengenakan baju jas Laboratorium. Sementara di parkiran Kampus Fakultas Mipa, dua orang wanita sedang duduk manis di atas motor sambil memainkan ponsel mereka. Kedua wanita itu mengenakan baju tunik warna grey polos, bagian lengannya berkerut. Dan rok wolfis warna hitam serta jilbap segi empat polos warna senada dengan baju yang mereka kenakan. Keduanya nampak seperti kembar tapi beda Mama dan Papa. Siapa lagi kalau bukan Fadila dan Ummu.
Drt... drt... drt...
Ponsel Fadila tiba-tiba berdering. Namun gadis cantik itu mengabaikan panggilan masuk. Bukan sombong, tapi dia tahu itu nomor sahabatnya yang iseng. Boleh di kata, jarak keduanya hanya satu meter saja.
"Hahahahaha" tawa sahabatnya yang tadi menelepon. Yang tak lain adalah Ummu.
"Dasar kurang kerjaan!" seru Fadila lalu tertawa renyah.
"Kembar tapi beda... cepat ke sini!" panggil Rahmat sedikit berteriak. Rahmat berdiri di depan kelas menatap kearah sahabatnya.
Fadila dan Ummu mengambil tote bag yang mereka beli bersama. Fadila mengenakan tote bag warna putih sementara Ummu mengenakan tote bag warna grey. Keduanya bergegas ke kelas menghampiri Rahmat si ketua kelas A.
"Mana tugas kalian? Cepat kumpul di atas meja" titah Rahmat dengan tegas. "Dan jangan kemana-mana lagi. Sebentar lagi Pak Farhan akan mengajar" sambungnya mengingatkan.
Fadila dan Ummu tak menjawab, keduanya melengos dan terus menggerutu lalu duduk di kursi yang berada dibarisan paling depan. Hijab yang mereka kenakan bukanlah tanda bahwa kedua wanita itu adalah wanita yang penurut. Bagi mereka, hijab adalah kewajiban setiap umat yang merasa diri muslim.
"Assalamualaikum" Pak Farhan mengucap salam saat masuk ke dalam kelas.
"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh" balas Mahasiswa bersamaan.
"Materi kita mulai. Hari ini kita akan membahas bagaimana peranan kita di Masyarakat" jelas Pak Farhan lalu menampilkan slide yang ada di leptop nya, yang sudah terhubung dengan LCD Projector Infocus.
.
.
.
"Tugas lagi dan tugas lagi!" ketus Fadila sambil memasukkan binder hellokity miliknya ke dalam tote bag canvas yang berukuran sedang.
"Kalau nggak mau kerjakan tugas, ya jangan kuliah" ujar Rahmat dengan santai.
"Banyak orang kuliah tapi nggak semenderita kita. Baru juga semester satu tapi tugas sudah menumpuk. Belum juga praktikum dimulai. Aku rasa Almarhum Mamaku adalah wanita yang kuat dan pintar hingga dia bisa menyelesaikan study-Nya sebelum waktunya" kata Fadila. Wanita cantik itu terdiam sesaat mengingat sosok yang sangat dia rindukan. Wanita hebat yang sudah tenang di surga.
"Lalu apa yang membuatmu mengeluh? Bukankah kau anaknya. Tenang saja, kamu pasti bisa melewati semuanya" kata Rahmat. "Memang sih, aku sendiri merasa nggak sanggup dan ingin pindah jurusan saja" sambungnya menghela napas pelan.
"Curhatnya nanti saja ya. Sekarang kita cari makanan dulu. Kasihan cacing-cacing yang ada di dalam perutku, sudah sejak tadi berdemo" potong Ummu sambil menarik tangan Fadila.
"Rahmat! Kalau kamu ingin makan, ya ayo ikut!" ketus Ummu menatap tajam sahabatnya.
"Tahu tuh anak! Setiap kali bahas makanan selalu nya memasang wajah sedih. Uang jajannya ditabung untuk pacarnya, sementara cacingnya dia biarkan kelaparan. Andai aku punya kontak ibunya, sudah aku pastikan dia akan putus kuliah" timpal Fadila mengomeli Rahmat.
Rahmat tersenyum menanggapi omelan sahabatnya. "Fadila, Ummu. Sahabatku yang paling cantik dan manis jelita. Kalian berdua nggak dekat dengan Sukma. Andai kalian mau berteman dengannya, kalian akan menangis. Aku jamin itu" ungkap Rahmat dengan mimik wajah serius.
"Ya sudah. Sekarang hubungi dia dan minta dia ke kantin belakang Fakultas Pertanian" titah Fadila serius.
Sepanjang jalan menuju Fakultas Pertanian, banyak mata yang memperhatikan Fadila dan Ummu. Rahmat yang merasa tidak suka temannya menjadi pusat perhatian, pria itu menarik baju kedua sahabatnya. Membuat kedua sahabatnya kesal dan melotot padanya.
"Aku heran sama laki-laki zaman sekarang. Lihat wanita seksi diperhatikan, lihat wanita berhijab diperhatikan. Mau mereka apa sih!" gerutu Rahmat sembari menggeser kursi yang ada di kantin lalu mendudukkan bokongnya.
"Biarkan saja. Selama kami tidak tergoda maka kedua sahabatmu ini akan aman" ujar Fadila.
"Benar tuh" timpal Ummu. Ummu beranjak dari duduknya lalu memesan pisang goreng dua piring, bakwan dan es cappucino empat.
Tak lama menunggu, pesanan mereka pun diantarkan oleh Ibu kantin, bersamaan dengan datangnya Sukma, kekasih tercinta si ketua kelas A. Sukma nampak malu-malu. Baru kali ini wanita itu diperkenalkan dengan sahabat kekasihnya. Terlebih lagi dia adalah anak yatim piatu.
"Sepertinya benar apa kata Rahmat. Aku harus bersikap baik pada wanita itu. Mama juga dulu anak yatim, dan kata Papa, aku harus bersikap baik pada anak yatim" batin Fadila.
"Kenalin, aku Fadila Annisa Zakri, kamu bisa memanggilku Fadila" ucap Fadila sambil mengulurkan tangannya pada Sukma.
Sukma tersenyum membalas uluran tangan Fadila. "Namaku Sukma Angreini, kamu bisa memanggilku Sukma"
"Aku Ummu Kinara Husni, kamu bisa memanggilku Ummu" ujar Ummu yang juga ikut berkenalan.
"Kamu bisa memanggilku Sukma" balas Sukma tersenyum.
"Fadila, hari ini adalah hari ulang tahunmu jadi kamu yang bayar tagihannya" jelas Ummu tak mau tahu.
"Iya. Terima kasih ya, semalam kalian sudah meluangkan waktu untuk merayakan hari ulang tahunku bersama keluargaku" kata Fadila tersenyum lebar. Memperlihatkan giginya yang putih dan rapih.
Fadila dan sahabatnya diam saat melihat Pak Farhan berdiri di depan pintu masuk kantin. Dosen tampan itu terlihat sedang mencari seseorang.
"Pak, cari siapa?" tanya Fadila dengan sopan.
"Cari kamu" balas Farhan lalu duduk menghadap Fadila. "Katakan padamu keluargamu, nanti malam saya akan ke rumah" sambungnya. Usai mengatakan kalimat yang membingungkan, Dosen tua dan tampan itu beranjak dari duduk lalu pergi meninggalkan Fadila yang kebingungan.
Sepulang kuliah, Fadila merenungi pesan Dosen nya. Wanita itu beranjak dari ranjang dan turun ke lantai satu menemui saudara kembarnya yang sementara nonton di ruang keluarga.
"Kakak, Papa di mana?" tanya Fadila sambil meraih kue kering didalam toples kaca yang terletak di atas meja.
"Papa ada di rumah Nenek" jawab Fattan tanpa menatap adiknya. "Kamu kenapa, Dek?" tanyanya menoleh sang adik.
.
.
.
Usai shalat Isya. Papa Aziz langsung keluar dari masjid. Terlihat seorang pria mengikutinya hingga di parkiran masjid. Papa Aziz menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang, dilihatnya Pak Farhan tersenyum padanya.
"Ada apa Nak Farhan?" tanya Papa Aziz. Papa Aziz mengenal Farhan saat Papa Aziz mengantar Fadila ke kampus.
"Saya lagi perlu Bapak tapi nggak enak ngomongnya di jalan. Boleh saya ikut Bapak ke rumah?" Farhan menjelaskan.
"Boleh. Mari ikut saya" kata Papa Aziz. Papa Aziz menaiki sepeda motornya. Begitu juga dengan Farhan. Sesampainya di depan rumah, Aziz mempersilahkan Farhan untuk masuk ke dalam rumah.
Papa Aziz dan Farhan duduk di ruang tamu. "Mau minum apa?" tanya Papa Aziz menawarkan.
"Nggak perlu repot-repot, Pak" balas Farhan dengan ramah.
"Fadila sudah menyampaikannya padaku kalau kamu mau datang di rumah. Apa yang mau kamu bicarakan denganku, Nak?" tanya Papa Aziz sedikit penasaran.
"Bismillahirrahmanirrahim" Farhan mengucap basmalah lalu mengirup udara dalam-dalam dan menghembuskan nya dengan pelan.
"Kedatangan saya kesini mau melamar putri Bapak, Fadila Annisa Zakri" ungkap Farhan dengan lugas.
.
.
.
.
Dua hari kemudian....
Fadila duduk di samping Fattan, berhadapan dengan Farhan. Di ruang tamu, ada keluarga besar Aziz. Yaitu Nenek Eka, Kakek Sofyan, Fakri, Hanin, Om Aher dan Tante Mahdania. Aziz sengaja meminta keluarganya untuk datang. Agar mereka semua dapat menyaksikan keberanian seorang pria yang bernama Farhan. Yang tiba-tiba datang melamar Fadila-Putri satu-satunya.
"Bagaimana Fadila, apa kamu menerimanya?" tanya Aziz menatap putrinya.
"Jika Papa menerimanya maka akupun akan menerimanya" jawab Fadila menunduk.
"Fadila, apa kamu berpacaran dengan dosenmu?" tanya Aziz memastikan. Takutnya Fadila berpacaran secara sembunyi-sembunyi dibelakangnya.
Fadila menggeleng kuat. "Demi Allah, Pa. aku nggak pernah pacaran. Apalagi dengan Dosen ku sendiri" jawab Fadila.
Papa Aziz tersenyum, begitupun dengan yang lainnya. Mereka merasa lega karena Fadila tidak berpacaran. Aziz melirik semua keluarganya. Dan mereka memberi kode tanda setuju. Melihat respon keluarganya, Aziz menghela napas pelan lalu menghembuskannya secara perlahan. Kemudian menatap Farhan yang sedang menunduk menunggu jawaban dari keluarga besar Fadila..
"Farhan, kami sekeluarga menerima lamaran mu" jelas Aziz dengan lugas.
"Alhamdulilah" gumam Farhan sambil mengusap wajahnya.
Setelah kepergian Farhan, Nenek Eka, Hanin dan Mahdania mengajak Fadila duduk di ruang keluarga. Dan membiarkan kelompok laki-laki duduk di ruang tamu. Nenek Eka mengelus kepala cucunya, Fadila.
"Mamamu pasti bahagia di surga. Melihat putrinya dilamar oleh pria baik-baik" ujar Nenek Eka.
"Farhan tidak mungkin melamarmu jika dia tidak menyukaimu. Yakin dan percaya, semakin kalian bersama dan saling terbuka, kamu akan merasakan hadirnya cinta dalam dirimu" jelas Nenek Eka.
"Benar kata Nenek. Mama dan Papamu juga dulu tidak pacaran. Bahkan mereka tidak saling mengenal. Tapi coba kau lihat, bagaimana besarnya cinta yang dimiliki Papamu terhadap almarhum Mamamu. Papamu nggak mau menikah sekalipun berulang kali wanita datang menggodanya" sambung Mahdania.
"Saat kamu sudah sah menjadi istri Farhan, berjanjilah untuk menjalankan kewajiban mu dengan baik. Kamu harus menghargai suamimu. Jangan membantah perkataannya. Ridho suami adalah ridho Allah" kata Hanin menasehati.
"Nenek, Tante, aku berjanji akan menjadi istri yang baik untuk Om Farhan" ungkap Fadila dengan netra mata berkaca-kaca.
.
.
.
.
Berhubung akhir pekan. Fadila, Fattan, Sabila, dan Sakia. Mereka berempat jalan pagi di Pantai Losari. Kerena merasa lelah, Sakia dan Fattan memilih beristirahat sementara Fadila dan Sabila masih terus lari pagi.
"Kakak Fattan, aku dengar Kak Fadila akan menikah. Apa itu benar?" tanya Sakia. Sakia adalah putri kedua dari Aher dan Mahdani
"Benar, Dek. Nggak lama lagi Kak Fadila akan menikah" balas Fattan sambil membuka penutup botol aqua.
"Owww. Lalu Kak Fattan kapan menikah?" tanya Sakia lagi.
"Kalau Kak Fattan belum tahu kapan. Kak Fattan belum bekerja, bahkan belum selesai kuliah" balas Fattan tersenyum.
"Lelah....!" teriak Fadila, mengambil tempat di samping kakaknya. Lalu merampas botol minum kakaknya. "Aku habisin airnya ya, Kak" ujarnya.
"Dek, mana air minum yang kamu bawa?" tanya Sabila yang sementara sudah duduk di samping adiknya.
"Sudah habis, Kak" balas Sakia dengan santai.
"Ayo kita pulang. Aku lapar dan haus" ajak Sabila beranjak dari duduknya.
"Ayo Sabila. Aku juga sudah lapar" balas Fadila yang juga beranjak dari duduknya.
Fattan dan ketiga adiknya pun kembali ke perumahan menggunakan motor. Fadila dan Fattan mengendarai motor scopy merah, sementara Sabila dan Sakia mengendarai motor scopy hitam.
Perumahan Citraland Hertasning
"Sabila, kalau kamu butuh bantuan nanti ke rumah saja. Aku nggak kemana-mana hari ini" ujar Fadila setelah membuka helem yang ia kenakan.
"Iya, Kakak" sahut Sabila tersenyum.
Fattan tersenyum asimetris. Pria itu selalu tersenyum dan merasa berbunga-bunga saat jalan bersama Sabila. Ada cinta yang ia pendam namun tak ingin mengungkapkannya. Fattan tak ingin mengajak Sabila pacaran. Hingga ia meminta Papanya untuk menjodohkannya dengan Sabila.
"Tunggu sampai aku wisuda dan koas" gumam Fattan lalu masuk ke dalam rumah. Mengambil botol air es di kulkas kemudian menghampiri Papanya di kolam renang.
"Assalamuaalaikum, Pa" ucap Fattan mendudukkan bokongnya di kursi.
"Waalaikumsalam. Bagaimana dengan study mu?" tanya Aziz tanpa menatap putranya.
"Alhamdulilah lancar, Pa" balas Fattan.
Di tempat lain, tepatnya di kamar lantai dua. Fadila sedang duduk menatap wajahnya di depan cermin. Wanita itu baru saja selesai bersiap-siap. Mengenakan baju lengan panjang, celana panjang longgar dan jilbab langsung.
"Apa benar yang dikatakan Nenek, kalau Pak Farhan menyukaiku. Atau Pak Farhan punya alasan lain hingga Pak Farhan melamar ku tanpa mengajakku ta'aruf" gumam Fadila menatap wajahnya di cermin.
"Ummu dan Rahmat adalah sahabat ku. Tidak ada salahnya jika aku memberitahu mereka tentang lamaran Pak Farhan" gumamnya lalu mengambil ponselnya di atas tempat tidur berukurang king size.
Fadila menghidupkan layar ponselnya lalu mencari group three friends. Kedua ibu jarinya sibuk mengetik sesuatu di group. Seulas senyum tersungging saat membaca apa yang ia ketik, lalu mengirimnya. Dalam sekejap, notifikasi balasan dari Ummu dan Rahmat begitu banyak. Boleh di kata Fadila hanya mengirim beberapa kata saja.
Hari yang telah disepakati pun tiba. Hari dimana Fadila dan dosennya akan melangsungkan akad nikah dan resepsi pernikahan. Pernikahan Farhan dan Fadila diketahui oleh semua Staf Kampus. Bahkan hampir semua Mahasiswa tahu kabar bahagia itu. Baik dari mahasiswa Fakultas Pertanian, Teknik, Keperawatan, Agama, Sospol dan beberapa Fakultas lainnya.
"Saudara Farhan Aqmora Ahman bin Sudirman Ahman saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putriku Fadila Annisa Zakri binti Zakri dengan mas kawin seperangkat alat shalat, perhiasan emas lima puluh gram dengan uang seratus juta rupiah dibayar tunai"
"Saya terima nikah dan kawinnya Fadila Annisa Zakri binti Zakri dengan mas kawinnya tersebut dibayar tunai" jawab Farhan dalam satu helaan napas.
"Bagaimana saksi, sah?"
"SAAH..."
Setelah akad nikah, salah seorang tetua yang duduk di samping Aziz membaca doa setelah akad. Setelah membaca doa, mereka masuk kesesi acara selanjutnya, yaitu tanda tangan buku nikah. Kemudian serah terima mahar. Farhan menyerahkan maskawin berupa seperangkat alat shalat, emas dan uang. Lalu masuk ke acara selanjutnya, tukar cincin.
Farhan mengukir senyum saat hendak menamatkan cincin kawin di jari manis istrinya. Akhirnya, wanita yang ia cintai kini menjadi istri sahnya. Sementara Fadila tersenyum malu-malu saat suaminya hendak menamatkan cincin kawin di jari manisnya.
...---🍁---...
"Selamat ya Farhan, akhirnya nggak jomblo lagi" ujar Irwan Safkil, rekan kerja Farhan, yang juga dosen jomblo di Kampus.
"Selamat ya Fadila, kesayangan aku yang baik tapi ada tapinya. Hahahaha. Semoga Allah segera memberi kalian putri dan pangeran kecil" ucap Ummu tersenyum.
"Tambah cantik aja sahabatku ini. Jangan nakal-nakal lagi. Jadilah istri yang baik ya bebek" ujar Rahmat tersenyum. Fadila terkekeh saat Rahmat kecoblosan menyebutnya bebek.
"Happy wedding Fadila. Semoga Allah segera menghadirkan bayi mungil di dalam rumah kalian" ucap Sukma tersenyum.
Farhan dan Fadila tersenyum dan membalas ucapan selamat dari setiap tamu yang hadir. Dari banyaknya tamu yang hadir, ada beberapa pria yang nampak galau karena wanita pujaan hati mereka kini menjadi istri orang lain. Salah satunya adalah Saka Anwar, pria yang berulang kali mengajak Fadila berpacaran namun selalunya ditolak.
"Andai lalu aku melamarnya" gumam Saka. Mahasiswa semester tujuh, jurusah Teknik Mesin.
"Penyesalan itu datangnya dari belakang. Kalau dari depan namanya pendaftaran" jelas Iwan Bill sedikit berbisik.
...---🍁---...
Usai resepsi pernikahan, Farhan membawa istrinya di perumahan dosen blok A2/1. Tempat di mana Farhan tinggal. Rasa lelah dan pegal-pegal, membuat Fadila merebahkan tubuhnya di kasur berukuran king size yang didekorasi sebagus mungkin. Di atas tempat pembaringan, terdapat bunga mawar bertaburan di mana-mana.
"Rasanya urat betis ku akan timbul sebesar jari kelingking" gumam Fadila mengerucutkan bibir.
Cek--lek... (Pintu terbuka lebar)
Fadila memejamkan mata setelah mendengar pintu kamar terbuka, perlahan membukanya untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh suaminya.
"Kenapa Pak Farhan melepas pakaiannya di sini. Apa Pak Farhan menganggap ku patung!!" batin Fadila mendengus kesal.
"Pak Farhan... tolong lepas semuanya!!" teriak Fadila. Sesaat setelahnya ia tersenyum lebar. "Maksudnya jangan lepas semuanya. Hehehe" sambungnya meluruskan kalimatnya yang salah.
Farhan tersenyum mesum. Pria iseng itu ingin menggoda istrinya. "Aku hanya akan merespon kalimat pertama" kata Farhan menyeringai. Lalu menutup kedua mulutnya. "Ya ampun, jangan bilang kamu sudah tidak sabar ingin melihat hak milikmu, Sayang" sambungnya menggoda sang istri.
Fadila membulatkan mata dengan mulut terbuka lebar. "Pak Farhan sangat pandai menggoda. Aku harus bersikap santai" batin Fadila.
"Aku bukan wanita yang tidak sabaran. Lagian kalimat yang pertama itu salah ucap. Yang benar itu yang kedua" jelas Fadila berusaha bersikap santai. Namun sebenarnya dia gugup. Wanita itu tidak mau terlihat gampangan digoda. Hingga ia berusaha untuk menolak godaan suaminya.
"Oh ya, tapi aku rasa itu bukan kesalahan tapi kejujuran" kata Farhan, lagi-lagi menyudutkan istrinya.
"Oh tidak! Kak Farhan pandai sekali berkata-kata. Pantas saja banyak seniorku yang jatuh cinta pada dosen satu ini. Ternyata dia pandai merayu" batin Fadila menatap Pak Farhan tanpa berkedip.
"Kalau suka jangan dipendam" bisik Farhan tepat ditelinga istrinya. Membuat Fadila merinding saat hembusan napas suaminya mengenai telinganya.
"Siapa yang jatuh cinta. Aku hanya mencintai empat laki-laki selama ini" elak Fadila.
"Ck ck ck.... jujur sekali kamu, tapi aku suka" kata Farhan tersenyum menggoda. "Cepat ganti bajumu dan temui aku diluar" titahnya lalu keluar dari kamar hanya mengenakan celana pendek dan baju kaos putih.
"Pak Farhan...!"
Farhan yang baru saja mendudukkan bokongnya di sofa, berlari masuk ke dalam kamar menghampiri pemilik suara yang nyaring itu.
"Ada apa anak ku?" tanya Farhan sambil menatap Fadila yang tengah berdiri di depan cermin. Farhan memanggil Fadila dengan panggilan anakku karena Fadila memanggil Farhan dengan panggilan Bapak atau Pak Farhan.
"Tolong buka resleting bajuku bagian belakang. Aku memang tinggi tapi tanganku tidak terlalu panjang" pinta Fadila sambil menjelaskan sesuatu yang sangat tidak penting.
Farhan mendekat lalu membuka resleting baju istrinya. Gugup, jelas pria itu gugup. Ini kali pertama dia membantu wanita melepas pakaiannya. Sementara Fadila tersenyum lebar melihat Farhan yang berusaha menutup mata.
"Apa seperti ini rasanya memiliki kekasih halal" batin Fadila.
"Kalau matanya di tutup nanti Bapak nggak lihat apa-apa dong" goda Fadila.
Farhan yang tadinya gugup kembali tersenyum menyeringai. "Ternyata dia pandai merayu. Bagus, kita berdua sama" batin Farhan.
"Karena aku sudah mendapatkan lampu hijau dari anak ku, maka sekarang juga kita akan melakukannya, agar doa para tamu yang hadir cepat Allah kabulkan" kata Farhan balik menggoda istrinya.
Fadila menelan saliva nya. "Sepertinya Pak Farhan mencoba menggodaku. Baiklah, mari kita saling menggoda" batin Fadila.
"Ayo, Pak. Apa Bapak sudah siap?" tanya Fadila berbalik menghadap suaminya.
"Dia bertanya padaku seakan akan aku ini perempuan. Harusnya aku yang bertanya padanya" batin Farhan mendengus kesal.
"Kalau Bapak sudah siap maka ayo kita lakukan. Kita mulai dari dasar dulu. Apa Bapak tahu apa itu yang dasar?" tanya Fadila tak henti-hentinya menggoda sang suami.
Farhan tersenyum mesum. "Tentu saja aku tahu" balasnya. Lalu mendekatkan wajahnya pada wajah istrinya.
"Jangan takut, Fadila. Kamu istrinya, dia berhak atas dirimu" batin Fadila tanpa memejamkan matanya. Bahkan wanita itu menatap manik mata suaminya.
"Kamu menang dan aku kalah" kata Farhan saat matanya bertemu dengan mata istrinya. Tatapan Fadila membuat jantung Farhan seakan lari maraton.
"Tapi tunggu!" kata Farhan lalu menatap intens istrinya.
"Jangan bilang kamu belajar menggodaku, dari keempat pria yang kamu suka itu" sambungnya menuding.
"Tentu saja" balas Fadila tersenyum.
"Nggak jadi masalah. Asalkan yang aku tahu kamu tidak berpacaran. Oh ya Fadila anakku Sayang, karena sekarang kamu sudah menikah, maka sudah saatnya kamu berhenti tergila gila pada keempat pria yang tadi kamu maksud" ujar Farhan.
"Cieee. Ada yang cemburu nih" ledek Fadila.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!