NovelToon NovelToon

Married With The Badboy

1. Ganteng galak

  

Aris with Allisya

Seorang gadis yang baru saja keluar dari kamarnya, ia adalah Allisya. Hari ini adalah dimana ia harus menjalani MOS juga meskipun kelas 11.

Selena yang melihat putrinya menuruni tangga mengajaknya sarapan. Namun Allisya menolaknya dengan beralasan akan membuang waktu dan terlambat nantinya.

"Tapi kalau kamu gak sarapan, nanti sakit. Sedikit aja ya?" pinta Selena mengoleskan selai kacang di roti gandum itu.

"Gak ma. Nanti telat, kan sarapannya di kantin,"

"Allisya," ucap Alister memperingati.

Allisya pun terpaksa memakan roti yang sudah di siapkan mamanya.

"Udah ah, Allisya mau berangkat," kesalnya. Susu hangat itu ia biarkan.

Alister menggeleng heran. "Nurun siapa sih galaknya?"

Sambil memakan roti, Selena menjawabnya bahwa Allisya itu mirip dengannya.

"Tapi kalau sama kamu, gak kan?" Alister mengedip genit.

"Hm," Selena hanya bergumam.

Allisya berangkat ke sekolah barunya dengan mobil miliknya sendiri, papahnya memberikan itu karena ia sudah belajar dengan rajin sampai meraih juara 1 paralel 1.

Saat sudah sampai di depan gerbang yang akan di tutup oleh satpam, Allisya mencegahnya.

"Pak! Jangan di tutup dulu! Mau masuk nih," teriak Allisya kesal dan membuka kaca mobilnya.

"Maaf, mbak sudah telat. Karena hari Senin upacaranya lebih awal," ucap pak satpam tegas.

"Pak, mau uang gak?" Allisya mengambil donpetnya di dashboard, uang merah lima lembar itu ia gunakan kipas, pak satpam pun tergiur.

Pak satpam itu mengangguk antusias. "Mau atuh kalau duit mah," ia meraih uang lima ratus ribu itu dan membukakan gerbang untuk Allisya.

Allisya memarkirkan mobilnya, saat keluar seorang cowok dengan tatapan datarnya membuat ia gugup.

'Apa OSIS ya?' setaunya OSIS berkeliaran mencatat dan menghukum siswa yang terlambat.

"Terlambat?"

"Iya kak. Aku-" belum selesai Allisya menjawabnya, tangannya di tarik.

"Eh? Mau kemana?"

Hingga di halaman sekolah yang sudah rapi barisan dari kelas 10 sampai 12. Allisya menjadi pusat perhatian, apalagi seragamnya yang berbeda.

"Eh, itu pacar lo gak sih?" tanya Dehaan heran. Ia sudah mengenal Allisya.

"Mana?" Daniel mencari terus cari ah jadi nyanyi.

"Tuh, kasihan di liatin banyak orang," Dehaan menunjuk Allisya yang berdiri di bawah podium bersebelahan dengan OSIS yang terkenal galak, Aris.

"Mentang-mentang punya duit, beliin anak sembarangan," ucap Daniel terlanjur kesal sampai tak sadar ia barusan ngiklan.

"Malah ngiklan lo. Serius ah," kesal Dehaan.

"OSIS sih, cuman buat nutupin kelakuannya yang hobi tawuran. Geng gak jelas aja bangga," dumel Daniel. Aris adalah ketua dari geng Star yang selalu menang di pertarungan.

"Hm, gue setuju. Cuman buat pamor doang kan?"

"Biar image-nya gak jelek amat," tambah Daniel.

Bukannya berada di barisan, malah di hukum. Allisya hanya bisa menunduk.

"Kalian jangan meniru siswi ini, meskipun murid baru setidaknta tau apa itu tepat waktu dan disiplin," jelas sang kepala sekolah.

"Wuuu," seruan itu di tunjukkan untuk Allisya.

Aris hanya memandang ke depan, memang ia tengah menjadi petugas upacara yaitu membawakan buku berisi Pancasila yang akan di bacakan sebentar lagi setelah nasehat kepala sekolah tersampaikan.

"Itulah yang saya sampaikan pada amanat upacara di hari Senin ini,"

"Pembacaan Pancasila,"

Aris menyerahkan buku Pancasila itu pada kepala sekolah.

"Pancasila,"

Sampai pembacaan Pancasila selesai, mata Allisya terasa berat serta pusing berkunang-kunang. Suara-suara pembawa upacara pun mulai samar-samar. Hingga...

Bruk

Allisya pingsan namun untungnya Aris menangkap tubuhnya.

"PMR!" Aris berteriak, datanglah petugas PMR yang membawa tandu.

Daniel berlari menghampiri Allisya. Menyingkirkan petugas PMR.

"Minggir! Biar gue yang bawa ke UKS!" Daniel pun menggendong Allisya bridal style.

"Siapa sih? Udah ada PMR juga,"

"Katanya Daniel jomblo,"

"Denger-denger nih, itu pacarnya,"

"Yah, populasi cogan berkurang! Oh my god!"

Sedangkan Aris yang masih di tempatnya pun bingung harus apa.

'Gue merasa bersalah, karena udah hukum dia,' Aris pun mengejar langkah Daniel ke UKS.

...🍒 🍒 🍒...

Setelah Daniel membaringkan Allisya, ia menoleh mendapati Aris yang juga ikut.

"Ngapain lo kesini? Sana! Urus siswa yang telat, hukum, biar kapok!" tekan Daniel emosi.

"Saya tidak tau kalau dia bisa pingsan begini,"

"Sok-sokan formal lo. Badboy kok jadi OSIS,"cibir Daniel kesal.

Aris menghela nafasnya. "Biar saya yang tanggung jawab. Anda bisa kembali ke kelas mengikuti pelajaran,"

Daniel menggeser kursinya kasar. "Lo mau berduaan sama pacar gue?!" bentak Daniel. Tak akan ia berikan celah sedikitpun untuk menyentuh Allisya.

Mendengar keributan, Allisya membuka matanya.

"Ada apa?" dengan suara paraunya Allisya duduk di tepian ranjang.

Seketika emosi Daniel hilang.

Daniel beralih menatap Allisya teduh berbeda dengan sebelumnya yang tajam."Sayang, kamu udah baikan? Sakit? Gak usah masuk ya?"

"Aku gak papa kok," Allisa turun dari ranjang.

"Mau kemana? Disini aja yang, sampai kamu mendingan," Daniel mencegah Allisya yang akan pergi.

'Mereka pacaran?' batin Aris bertanya-tanya, Daniel tak pernah menunjukkan statusnya belum kawin eh single maksutnya.

Daniel menatap Aris. "Beliin makanan. Jangan pedes! Jangan es, cukup air mineral aja," perintah Daniel. Aris pun mengangguk, ini adalah sebagai bentuk tanggung jawabnya.

"Lupa sarapan lagi?"

Allisya mengangguk. "Iya, aku takutnya telat kesini,"

"Lebih penting mana kesehatan kamu sama sekolah?"

"Sekolah lah," jawab Allisya cepat.

"Kesehatannya juga Allisya. Kalau sakit gim-"

"Permisi, ini makanan buat dia," Aris memasuki UKS.

'Cepet banget sih. Apa naik jet ya tadi?' batin Daniel.

Daniel menerimanya. "Aku suap-"

"Gak usah. Aku bisa makan sendiri, aku bukan anak kecil lagi," tolak Allisya halus. Sudah beranjak remaja masih di suapi? Tidak.

Daniel hanya menatap cara Allisya yang terkesan lambat.

"Kamu kenapa gak ke kelas aja?" tanya Allisya. 'Aku gak mau ngerepotin kamu,' ucap Allisya dalam hati.

"Jagain kamu,"

"Oh,"

"Oh aja?"

"Makasih sayang,"

Daniel baper. "Makan yang banyak, biar kuat,"

Merasa di abaikan, Aris berdehem. "Sepertinya tanggung jawab saya selesai. Permisi,"

"Sana-sana! Pergi lo!" usir Daniel tak suka, Aris juga mencuri pandang dengan Allisya.

"Kamu kok marah-marah?"

Daniel membalasnya dengan senyuman. "Gak marah kok, cemburu aja,"

"Sama aja,"

Daniel membolos sampai jam pelajaran ketiga, lalu mengantarkan Allisya ke ruang kepala sekolah.

"Darimana saja kamu?" tanya Fahri, sang kepala sekolah.

"Saya baru siuman pak dari pingsan," jawab Allisya gugup.

"Oh iya, lupa. Ya sudah, kelasmu sebelas IPS satu ya,"

"Baik pak. Permisi,"

Daniel menunggu di luar.

"Kelas apa yang?" Daniel mengecilkan suaranya.

"Sebelas IPS satu. Anterin,"

"Ayo, kelas kita sebelahan loh yang,"

Sambil berjalan dan mengobrol, Allisya senang bisa satu sekolahan dengan Daniel agar lebih dekat lagi.

"Masa sih? Hm, bisa ngapelin dong,"

"Pasti lah, kalau sama-sama jamkos aku ke kelas kamu,"

Daniel penuh dengan janji-janjinya, tapi di tepati. Allisya takut kalau ada sebuah janji yang Daniel ingkari.

'Semoga kamu gak ninggalin aku ya? Tetap kayak gini, bersama selamanya,' batin Allisya memandangi Daniel dari samping. Ia memang sudah remaja, namun pikirannya setara dengan anak SMP yang tak tau apa-apa tentang cinta.

"Tuh, kelas baru kamu. Tenang aja, walikelasnya gak galak," bisik Daniel membuat Allisya menjauh karena geli.

"Iya ya. Aku masuk ya?"

"Kalau di tanya cowok punya pacar atau gak, bilang Daniel terganteng tetangga kelas punya,"

Allisya merekahkan senyumnya. "Sana-sana. Balik," usirnya.

"Bye my luv," Daniel cium jauh, Allisya menggeleng heran.

'Punya pacar romantisnya ampun bang jago,' batinnya. Apa kalian suka romantis juga? Atau humoris?

Saat Allisya baru saja di ambang pintu dan mengucap permisi, seisi kelas menatapnya.

"Murid baru ya? Masuk nak," ucap bu Rohmah ramah.

"Perkenalkan dirimu,"

"Hai. Aku Allisya Lesham Shaenette. Semoga kalian berteman baik denganku,"

"Apa ada pertanyaan?"

"Jomblo kan? Mau gak jadi pacar aku?"

"Nikah yuk,"

"Nikah pala lo! Masih sekolah dodol!"

"Allisya, silahkan duduk disana," bu Rohmah menunjuk tempat duduk pojok kanan dimana Kaila duduk sendiri.

"Cantik banget,"

"Itu yang pingsan tadi kan?"

"Denger-denger Daniel loh pacarnya,"

"Patah hati abang dek,"

"Hai," sapa Allisya, sebagai murid baru ia beradaptasi lagi.

"Hai juga. Gue Kaila,"

"Allisya,"

"Masih cantikan gue gak sih?" tanya Kaila tak suka.

Allisya mengangguk. "Cantik kok, kan cewek. Masa ganteng?"

Kaila terkekeh. "Kirain, kan cowok sekarang kadang nilai dari cantiknya,"

"Gak usah di dengerin. Daripada insecure? Apa adanya aja lah,"

Aqila menoleh ke belakang. "Kai, beliin seblak ya kalau istirahat," seperti biasa, Aqila menitip makanan pada Kaila.

"Gak beli sendiri aja?" tanya Allisya. 'Kalau di sekolah gue nyuruh-nyuruh gini udah di kasih teguran sama guru,' begitulah peraturan sekolahnya dulu.

"Males ah," itulah Aqila, tidak mau di suruh ini-itu.

"Oh iya. Gue Aqila,"

"Allisya,"

"Udah tau!" sahut Aqila cepat.

"Sabar sya, emang gitu. Jangan marah apalagi di masukin ke hati," Kaila tidak mau Allisya tersinggung, Aqila perlu beradaptasi.

"Nama kalian hampir mirip ya. Kaila sama Aqila, kayak kakak adik,"

"Woh iya dong. Meskipun tak se-darah kembar tak se-iras, kita udah kenal dari balita yang masih pilek'an," ucap Aqila santai. "Kalau gak percaya, sampai kita punya tanda lahir di tangan kiri yang sama. Nih," Aqila menunjukkan tahi lalatnya begitupun Kaila.

"Wah, bisa kebetulan gitu ya?"

"Iya, ulang tahun kita aja sama. 30 April," ucap Kaila antusias, bukan kembar tapi di anggap kakak-adik.

"Ada apa ribut-ribut?" tanya bu Rohmah merasa terganggu.

"Gak kok bu," kilah Kaila cepat.

"Eh, udah ya. Di lanjut pas istirahat aja," ucap Kaila lagi, bu Rohmah akan memberikan soal sejarah dengan jawaban beranak pusing keliling tujuh.

"Gue gak istirahat," sahut Aqila cepat.

"Gue ngomongnya sama Allisya! Bukan lo," kesal Kaila. Mengajak Aqila ter-santuy di muka Bumi? Lebih baik sendiri menanti dirimu kembali eh jadi dangdutan.

"Ssst, udah," Allisya tidak mau di hukum pertama kalinya.

...🍒 🍒 🍒...

Saat istirahat, Allisya bertanya lebih banyak tentang sekolah ini.

"Ada badboy-nya juga loh sya," lirih Kaila. Takutnya Aris mendengarnya.

Allisya kurang suka. "Badboy? Gak deh,"

"Kenapa? Ganteng loh, OSIS juga,"

Allisya mengernyit. "OSIS?" ia teringat cowok galak namun penolong itu. 'Masa dia sih? Gak lah,' Allisya menggeleng, semoga ia tidak kenal para badboy itu, di novel memang idaman, tetap saja ia takut.

"Iya, kak Aris. Ketua geng Starquish. Selain ganteng dia ketua OSIS sya! Terus-"

"Terus apa?" suara bass Aris membuat Kaila terkejut dan terdiam.

"Kenapa diem? Lanjutin, gue ikut nih," Aris duduk di sebelah Allisya.

Daniel yang melihat Allisya duduk bersanding bersenda gurau dengan Aris pun cemburu.

"Ehm, minggir sana! Ini tempat gue!" usir Daniel, dengan terpaksa Aris pun menyingkir.

"Masih banyak. Gak disini doang," kesal Aris.

"Kak Aris ngapain sih duduk satu meja sama Kaila?"

"Anak barunya cantik kok. Makanya tertarik,"

Daniel yang mendengar itu pun kesal. "Gue pacarnya!"

"Tapi belum suaminya kan?" tanya Aris membuat Daniel terdiam, benar kan?

Kaila pun tak nyaman. "Sya, ke perpus yuk," dengan gerak bibir saja Allisya sudah faham.

Saat Allisya dan Kaila beranjak, Aris dan Daniel mencegahnya.

"Kemana yang?" Daniel sangat frontal memanggil sebutan sakral itu.

"Toilet," Allisya pergi begitu saja.

Tersisa Daniel dan Aris.

"Gue gak sudi duduk sama lo," Daniel pergi.

"Saya juga,"

Aris dan Daniel saling ngambek. Sudah berperang sebelum Allisya bermigrasi ke sekolah ini.

Di perpustakaan, Kaila hanya membaca komik si Juki daripada novel.

Kaila terkikik geli. "Kalau ini sih pantesnya Aqila," mencari-cari korban karakter kocak membayangkan Aqila seperti Juki.

"Kayaknya asik banget. Seru?" Allisya menutup novel Mariposa-nya. Kisah cinta dan kepekaan sangat rumit ya?

"Asik lah, kan lucu. Pokoknya ini Aqila," karena yang di gosipin tak ada dengan bebasnya Kaila mengganti katakter Aqila.

Allisya melihat komik pada halaman yang Kaila baca.

"Kalau Aqila gitu sih yang ada banyak cowok yang tertarik. Kan lucu, asik, gak ngebosenin,"

"Ehm, jadi aku gak asik gitu?"

Entah sejak kapan Daniel sudah duduk di hadapannya.

"E-bukan gitu. Kamu romantis kok," ucap Allisya tersenyum, berbeda dengan hatinya yang ingin membuatnya bahagia dengan tawa bukan gombalan semata.

"Kenapa ke perpus? Gak makan?"

Dalam hati Kaila kesal setengah hidup. 'Gak makan? Nanti sakit, lagi apa? Pagi, siang, sore, malam, hai, P,' ingin berteriak namun perpustakaan. Kesal karena memang ada alasannya, ia selalu mendapat ribuan pesan dari cowok-cowok genit rasa buaya darat hanya karena cantik saja.

"Kan tadi udah makan. Masih kenyang," diet lah sayangnya Allisya mengatakan itu di hatinya. Diet? Daniel akan mengomelinya, karena lambung juga butuh asupan makan dengan kode bunyi keroncongan kruyuk-kruyuk sebagai sinyal dari tubuh segera makan.

"Nanti aku bakalan ke kelas kamu ya?"

"Ngapain?" Allisya panik, Daniel tidak bisa mengerem mulutnya andai kata yang-sayang di hilangkan sejenak.

"Nungguin kamu. Kan pulang bareng," jangan nolak sya batin Daniel harap-harap cemas.

"Gak usah. Aku ngojek aja," tolak Allisya seperti biasanya.

"Kenapa kamu selalu menghindar kalau aku anterin pulang?" tanya Daniel sedikit kesal.

'Duh, kok malah berantem gini sih?' Kaila yang tak tau apa-apa pun pergi memberikan ruang agar dua couple itu tidak ada yang mengganggu.

_Daerah perbatasan zona nyaman_

2. Hero

  

Kaila Sherly Sifabella

Daniel menatap Allisya lekat."Kenapa diem? Apa kamu malu iya?" sudah satu tahun ini selama berpacaran Daniel tidak pernah mengantar-jemput Allisya. Jemput di depan rumahnya? I'm brave not afraid.

"A-aku em-"

Daniel menghela nafasnya. Membuang emosinya jauh-jauh ke planet pluto lalu ceres. "Pokoknya aku anterin kamu pulang," Daniel menarik tangan Allisya menuju parkiran sekolah.

'Duh, gimana nih? Kan aku gak boleh bawa cowok ke rumah, pacaran aja gak boleh. Di nikahin iya,' gerutu Allisya dalam hatinya.

Daniel sudah menaiki motornya. "Ayo naik," merasa tak ada pergerakan Allisya, Daniel menoel pipi jemblem itu.

"Iya ya. Terus nanti kamu turun di gang-"

"Emangnya aku cowok apaan? Gak, aku anterin sampai depan rumah kamu sekalian mampir mau bertamu. Aku mana pernah sih bisa kenalan sama orang tua kamu sya," ucap Daniel kukuh, cintanya itu bukan sekedar cinta bersenang-senang dan mongkey.

"E-kalau mama mar-"

"Gak akan marah sya. Kamu kayak gak tau aku aja," Daniel memiliki banyak topik se-pabrik.

Dalam perjalanan pulang, Allisya berharap kalau kedua orang tuanya masih bekerja.

Tapi saat sampai, mobil hitam itu terparkir manis di halaman rumahnya. Secepat itu kah kerjanya?

Daniel turun dan motornya. "Sya, ayo masuk. Baru kali ini aku mampir ke rumah kamu loh. Ayo sayang," Daniel menarik tangan Allisya. Yang di tarik pucat pasi menunggu persidangan.

Saat memencet bel, Alister lah yang membukakan pintunya.

"Loh ini siapa sya?" tanya Alister heran, Allisya tidak pernah membawa cowok siapa pun ke rumah.

"Calon mantu om," Daniel cengirdent.

"Masuk-masuk. Di luar salju," ucap Alister ngawur.

Allisya melongo tak percaya. Apakah ayahnya itu sedang wal alfi'at?

"Kok bisa di suruh masuk sih? Biasanya juga di marahin suruh pulang gak usah dateng lagi,"

Saat di dalam tepatnya ruang tamu, Allister asik mebgobrol dengan Daniel.

"Jangan sampai bikin Allisya nangis ya. Balonnya gak ada," dengan sedikit bercanda, Daniel tersenyum.

"Gak akan om. Kan Allisya selalu senang sama aku, ya kan sya?" Daniel mengedip pelan. Allisya mendengus kesal.

'Bahagia? Yang ada keget terus,' Daniel memang saudaranya uang kaget jadinya ialah sasaran pertamanya.

"Gimana sekolahnya?" tanya Allister pada Allisya.

"Seneng banget yah," jawab Allisya antusias. OSIS galak tapi perhatian itu menggetarkan hatinya.

Daniel memicing curiga, apa Allisya sedang memikirkan Aris?

"Senang karena aku yang nyuapin makan ya?" goda Daniel, pipi Allisya red.

"Emang tadi Allisya gak makan? Bukannya tadi pagi kamu gak sarapan ya,"

"Biar aku yang nyuapin gitu om, makannya gak mau sarapan," kepercayaan self to high.

"Ciee yang lagi budak cinta," Allister tersenyum jahil. Allisya menutupi wajahnya menyembunyikan rona merah cheek.

"Apaan sih yah. Tau deh," Allisya melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.

Daniel senang bisa mengambil hati om Allister. 'Liat kan sya? Orang tua kamu aja gak marah,'

"Om, saya pamit dulu ya. Mau ke pasar nih," kebiasaan Daniel sepulang sekolah ke pasar membeli sayur-mayur, lauk-pauk, dan camilan gorengan untuk makan. Semua itu untuk ibunya yang kelelahan bekerja sebagai Laundry.

"Padahal masih mau ngobrol lebih lama. Gak papa deh, hati-hati ya,"

Daniel salim pada om Allister, biar kesannya imam idaman gitu.

Allisya membuka kembali pelajaran hari ini, buku kotak kecil-kecil alias khusus di istimewakan matematika. Allisya memahami rumus-rumus yang baru saja di sampaikan oleh guru.

"Gue lupa lagi, ini kan belum di catet keterangannya apa hasilnya darimana sama cara singkatnya. Tidakkk!" Allisya menjerit heboh, di carinya kotak pensil yang terdiri dari dua saudari pensil dan pulpen dengan kakak serta adiknya penghapus dan tip-ex.

Allister manghampiri Allisya.

"Ada apa?!" tanya Allister khawatir.

Allisya tersenyum maklum. "E-gak ada kok yah. Lagi belajar aja,"

"Oh," dengan ekspresi datar Allister keluar dari kamar Allisya dengan tangan hampa tanpa memukul kecoak seperti biasanya.

...🍒 🍒 🍒...

Allisya yang tengah tidur siang pun di bangunkan mendadak oleh mamanya.

"Ada apa sih ma?" rambut awut-awutan dan mata yang berat.

"Beliin mie instan, camilan, susu kaleng, sayur, buah, sabun badan, shampo, deterjen, pasta gigi, pewangi pakaian, handbody, parfum. Sekarang juga! Nih uangnya," Selena memberikan uang tiga ratus ribu rupiah saja pada Allisya.

"Ha?" mata Allisya melek seketika. Yang benar saja membeli itu semua? Ya kalau tangannya banyak just two hand.

"Sekarang! Atau uang jajan-"

"Iya ma," Allisya bergegas cepat. Belanja mingguan setengah bulanan ini mendadak banget.

Saat di luar pagar rumah, Allisya menghentikan langkahnya.

"Eh, bawanya gimana ya? Banyak banget lagi," Allisya berpikir hingga sebuah ide terlintas dimana ia melangkah masuk lagi menuju dapur mengambil kardus yang sudah tak terpakai sebagai wadah alami belanjaannya nanti.

Dengan membawa kardus berukuran besar seperti TV itu Allisya ke supermarket yang tak jauh dari rumahnya.

Mbak kasir yang melihat itu pun menahan tawanya.

"Ya ampun lucu banget. Eh, gak berat apa?" tanyanya khawatir karena yang bawa kardus itu tidak menampakkan wajahnya, mungkin tingginya mungil.

"Gak kok. Aku bisa," Allisya membawa kardus itu sambil melihat setiap rak dimana mamanya menyebutkan semua keperluan yang akan di beli. Karena berat, Allisya meletakkan kardus itu di lantai.

"Fyuh, capek juga ya. Hm, tadi mie instan," Allisya sudah hafal daftar belanjaan mamanya.

Setelah selesai, Allisya membawanya ke kasir.

"Hah, ini mbak. Duh berat banget lagi," Allisya meletakkan kardus itu di lantai, di meja kasir pun tak muat.

"E-ini gak kebanyakan dek?" tanya mbak kasir itu ragu.

Allisya menggeleng. "Gak. Cepetan mbak," ucap Allisya tak sabaran.

Mbak kasir itu pun menghitung total bayarnya. Allisya memberikan uang pas sesuai mamanya yang memberi.

Allisya mulai kesusahan saat berjalan, hingga...

"Copet! Tolong!" teriak seorang ibu panik. Tas selempangnya di rampas oleh seseorang yang memakai topeng maling.

Allisya meletakkan belanjaanya. Ia berlari menghampiri ibu itu.

"Mana bu copetnya?"

Ibu itu menunjuk ke arah timur. "Disana! Tolong kejar!" pintanya. Allisya mengangguk dan mengejar si copet itu.

Karena larinya seperti marathon atletik jarak panjang, Allisya berhasil menarik baju si copet itu.

"Balikin! Sini!" gertak Allisya berani.

Si copet itu menahan tas hasil curiannya kuat agar tidak di rebut.

"Gak usah ikut campur kamu! Atau," si copet itu menodongkan sebilah pisau yang membuat Allisya mundur.

Si copet tersenyum senang. 'Anak kecil berani ngelawan,' panggilan Siva agar segera di basmi tuntas.

"Berikan tas itu," tiba-tiba Aris datang. Allisya bernafas lega, semoga Aris bisa menghadapinya.

"Atau saya lapor polisi," Aris mulai menelepon polisi namun tas itu sudah di jatuhkan begitu saja dan si copet melarikan diri.

Aris memberikan tas itu ke Allisya. "Nih, lain kali berhati-hatilah," Aris pergi.

Allisya tersenyum baper. 'Aaa, akhirnya ketemu lagi sama dia,'

Seorang ibu yang kecopetan tadi menghampiri Allisya.

"Nak, tas ibu," pintanya.

Allisya tersadar dari sstt halunya.

"Oh, ini bu,"

"Sebentar," ibu itu mengambil beberapa lembar uang merah. "Ini sebagai imbal-"

"Tidak perlu, saya ikhlas membantunya," tolak Allisya halus. "Saya pergi dulu, masih ada urusan,"

Ibu itu tersenyum. "Cewek pemberani," gumamnya.

...🍒 🍒 🍒...

Duk!

"Aw," Allisya terjatuh karena kardus yang ia bawa keberatan.

Pak satpam pun membantunya. "Ya ampun nona, apa baik-baik saja?"

Allisya berdiri. "Iya pak, tolong kasih ke mama ya. Aku capek banget bawanya, berat," keluh Allisya.

"Baik nona,"

...🍒 🍒 🍒...

Di sekolah, Allisya begitu senang bertemu dengan kakak kelas itu, sepertinya ia menyukainya.

Allisya tersenyum sendiri menbayangkan kejadian kemarin. Sampai Daniel yang baru saja memarkirkan motornya heran.

"Allisya!" panggil Daniel berteriak.

Allisya menoleh. "Ya?"

"Maaf tadi aku gak bisa jemput kamu. Ada apa? Lagi seneng ya?" Daniel tak tau bahwa Allisya memikirkan Aris. Hati-hati niel kepincut Aris.

"Tau aja. Daripada marah-marah," sindir Allisya mengenai hal kemarin.

"Siapa yang marah? Aku ya?" Daniel cepat peka.

"Lupain. Yuk ke kantin, laper nih,"

"Kebiasaan kamu gak sarapan. Ayo, bentar lagi bel nih,"

Di kantin, Allisya hanya memakan roti dan susu kotak.

"Apa aku perlu datang ke rumah kamu terus ngingetin sarapan?"

Keduanya tengah duduk di meja nomor empat.

"Gak perlu. Lebih enak sarapannya di kantin sih, apalagi sama kamu hehe,"

Hati Daniel berdesir. "Sok gombal kamu," gengsi, tapi Daniel senang bisa bertemu Allisya setiap hari daripada di chat dan telepon.

"Kamu tau gak cowok yang kemarin nolongin aku siapa?" tanya Allisya

"Gak tau," jawab Daniel cepat. Mood-nya turun drastis.

"Tapi kan kemarin kamu kayak kenal," Allisya keukuh ingin tau namanya saja, belum minta nomor dan username Instagram follback dong.

"Mau selingkuh iya?" tuduh Daniel cemburu.

"Gak kok, siapa juga yang mau selingkuh," sanggah Allisya gugup. Ketauan mau pdkt kakel ganteng kemarin deh.

"Gak usah deket-deket dia," tekan Daniel tajam.

"Sebel ah, belum juga kenal. Gimana kalau jadi sahabat nantinya, udah di jadiin sup aku," begitulah Daniel, Allisya menjaga jarak dengan cowok yang tidak ia kenal demi menuruti Daniel.

"Bagus deh. Awas aja ya,"

...🍒 🍒 🍒...

Saat istirahat, Aris duduk di tengah-tengah meja kantin. Kata Arif agar terlihat oleh siswi-siswi cantik.

"Yang itu boleh juga. Wiuiwt, kenalan dong," Arif menggoda seorang siswi cantik berkucir kuda memakai kacamata double lensa mata sekalian. Tak mahir bersiul Arif hanya bisa mengucapkan secara alami.

Siswi itu berkenalan dengan Aris. "Boleh, aku Dita," namun Aris tak mempedulikannya.

Dita kesal lalu beralih pada Javas. "Hey, aku Dita. Salam kenal,"

Javas meresponnya. "Hay juga," dengan senyumannya Dita salting di tempat.

'Aaa kalau yang ini mah mau gue. Udah kalem, ramah, ganteng lagi,' puji Dita dalam hatinya.

Arif mendegus. "Yang ngajak kenalan gue! Bukan Aris sama Javas!" kesalnya. Dita meliriknya sinis.

"Siapa juga yang mau kenalan aama lo?"

Allisya yang mendengar itu pun tau. "Jadi namanya Aris," gumamnya.

"Kenapa sya?" Aqila tau kalau Allisya menguping, karena suasana kantin yang tak terlalu ramai.

"Sekarang gue tau namanya siapa," Allisya tersenyum duhai senangnya.

"Kak Aris kan? Hayo loh, naksir ya sama dia?" goda Aqila. Allisya malu-malu tapi gak mau.

Daniel yang tak jauh dari Allisya duduk pun mendengus kesal.

"Terus aja mikirin Aris,"

"Kenapa sih niel? Siapa juga yang mikirin Aris," Dehaan masih belum tau kalau Daniel is jealously.

"Bukan lo dodol. Tapi Allisya," semprot Daniel garang. Dehaan menyengir. "Emang iya?"

"Tuh, liat meja nomor tujuh,"

Dehaan melihat Allisya memandangi Aris.

"Samperin lah niel, daripada Allisya pindah ke hatinya Aris," suruh Dehaan karena hati cewek tidak akan menetap selamanya. Akan ada saatnya bosan.

Daniel menghampiri Allisya. Menghalangi pandangannya dengan duduk di hadapan Allisya.

"Ish niel! Aku jadi gak bisa ngeliat," Allisya berdiri namun Daniel menyuruhnya duduk.

"Ngeliatin siapa? Cowok kan? Gak mungkin cewek," tuduh Daniel marah. Allisya tersadar, rupanya Daniel sudah tau.

"Gak kok, aku tadi ngeliatin kamu," kilahnya. Daniel tidak akan percaya semudah itu.

"Aku di meja enam Allisya. Masa liatnya ke depan?" Daniel mendesak Allisya, sejak adanya Aris ikut campur Allisya jarang membalas pesannya.

Aqila merasakan hawa panas. "Aku ke kelas dulu ya. Nganterin pesanan Kaila, daripada ngamuk," memang benar Kaila memesan camilan ciki.

"La! Kok pergi sih," namun Aqila tak mempedulikannya.

...🍒 🍒 🍒...

...Next part》》》senin depan...

3. Perlakuan manis

 

Daniel Arsalan

Daniel menatap Allisya."Kenapa sya?" tanya Daniel, Allisya gusar.

"Aku bosen," keluhnya. Daniel selalu romantis, dan Allisya bosan itu.

"Ya udah, kita tebak-tebakkan ya?"

Allisya mengangguk. "Jangan yang susah,"

"Gak lah sya. Gampang kok,"

"Kenapa kambing suka makan rumput?"

Allisya berpikir. "Kan makanannya. Kalau kita yang makan rumput pahit!" Allisya pernah kapok mencoba satu helai rumput dan pahit tidak ada manis-manisnya.

"Itu tau. Kayak aku selain kamu, gak mau," pernyataan kegombalan Daniel membuat hati Allisya berdesir dingin.

"Sekarang aku,"

Daniel menatap Allisa menunggu tebakan dari kekasihnya.

"Jalan laki. Maksutnya apa?"

Daniel menjawabnya, ini very easy. "Jalan kaki kan? Tebakan kamu gampang semua,"

Dehaan hanya menelan baksonya saja. Menyaksikan itu nanti iri bilang bos.

Aris memperhatikan Daniel. 'Kalau di liat-liat pacarnya cantik juga. Gak papa kan nikung?'

Arif menoel pipi Aris. "Hayo ngelamunin apa tuh?" Arif memandangi Daniel dan pacarnya itu. "Ada aroma penikungan ketajaman kebelokan ketanjakan,"

"Lebay lo," ucap Javas jengah.

"Gak lah, gue cuman liat-liat kantin. Bagus," kilah Aris.

Aris menangkap sinar kebohongan. "Iya deh, gue doain semoga tuh cewek bisa jodoh lo," ucapan adalah doa, siapa tau itu manjur.

...🍒 🍒 🍒...

Saat bel pulang sekolah berbunyi, Allisya, Aqila dan Kaila masih di kelas melanjutkan catatan dari guru di papan tulis.

"Sya, lo gak pernah malmingan sama Daniel?" tanya Aqila penasaran.

"Hoamm, capek banget gue. Yang bercita-cita mau nulisin ini buat gue ada gak?" Kaila kelelahan, saatnya tidur siang.

Aqila mendengus. Malah Kaila yang menyahut. "Gak ada! Ogah!" jawab Aqila ngegas.

Allisya terkekeh, Aqila mudah marah dengan Kaila. "Lanjutin aja kai, nanggung nih. Kalau di bolehin bawa hp ya di foto, biar bisa di lanjut di rumah,"

"Andai-andai aja terus. Dunia kita tuh beda sama kayak di *******," curhat Aqila.

"Halah, lo baca ******* aja sampe nangis kejer salto gigit guling," sindir Kaila kesal. Bermain dengan Aqila lebih banyak di abaikan, cewek itu memilih berhalu ria dengan *******.

"Udah-udah. Gue selesai nih, kalian pinjem aja catatannya. Yuk pulang," Allisya harap Daniel sudah pulang dan tidak perlu mengantarnya seperti kemarin.

Saat mereka keluar kelas, Daniel beridiri dengan kedua tangan d masukkan ke saku celananya. Bersender di tembok kelas, semilir angin meniup rambutnya.

Kaila memekik senang. "Ganteng banget! Gue kira dulu Daniel belum punya pacar, eh taunya lo sya,"

Aqila menarik Kaila agar tidak menganggu Daniel dan Allisya. 'Nih anak kayak gak pernah liat yang ganteng aja,' dirinya sudah biasa melihat yang tampan-tampan melalui *******.

"Sya, aku mau ajak kamu makan deket sekolah sini. Mau gak?" Daniel tidak pernah kencan dengan Allisya, cewek itu selalu menghindar dengan alasan belajar. Daniel tau, Allisya tidak ingin di marahi orang tuanya.

Allisya mengangguk. Lagipula seharusnya ia mengikuti ekstrakulikuler barunya, atletik.

"Yuk. Kamu bebas makan apa aja, tapi kalau pedes gak!"

Allisya baru saja senang kemudian kembali berekspresi datar. "Hm," gumamnya malas.

Berjalan kaki selama tiga menit itu akhirnya sampai di sebuah penjual pecel lele.

Allisya mengernyit. Disini kah?

Daniel yang tau Allisya bingung pun mengangguk. "Disini sya, kenapa? Gak suka ya?" hanya saja Daniel ingin tau seperti apa Allisya, apakah akan protes di ajak makan di tempat begini? Atau malah senang?

"Kok kamu tau kalau aku suka pecel lele?" Allisya antusias, ia lebih dulu duduk di lesehan dimana sebuah meja beralaskan tikar itu.

Daniel tersenyum, Allisya tidak protes malah senang. Ia sengaja membawa Allisya kesini, daripada ke restoran dan kafe yang merogoh uang banyak.

"Aku mau pecel lelenya dua dong," pinta Allisya rewel, ia sangat lapar. Selena jarang memasak makanan sederhana, Allisya bosan itu-itu saja.

"Ok. Mbak, pecel lelenya dua ya," panggil Daniel pada penjualnya.

"Baik, silahkan di tunggu,"

Allisya mengernyit. "Kamu gak makan? Kok aku aja?"

"Aku gak laper,"

"Pokoknya makan. Kalau gak mau, aku pulang," amcam Allisya. Ayolah, makan saja tidak lapar, kasihan lambungnya bisa sakit.

Akhirnya Daniel menurut. "Iya sya, aku makan. Tapi-"

"Apa? Suapin gitu? Makan sendiri lah, terus tangan kamu buat apa?" kesal Allisya. Makan pecel lele bukankah memakai tangan? Hm, Allisya tidak mau satu suapan dengan Daniel.

"Tapi kalau makannya sambil liat kamu?"

Allisya menjerit dalam hati. 'Boleeehh banget. Kan kamu mirip Lee Min Hoo,' inilah yang membuat Allisya jatuh cinta pada Daniel, cowok itu mempunyai kemiripan dengan suaminya.

Setelah pesanan pecel lele dua itu datang, Allisya memakannya dengan lahap. Pipinya menggembung, Daniel menguyel-uyel pipi jemblem itu.

"Danniewl, jangwan ginwi awh," ucap Allisya yang masih mengunyah nasi.

"Pantesan kamu gendut, makannya gak pelan-pelan,"

Allisya mendelik tajam. "Akwu gak gendwut!" kilahnya tak terima. Berat badan naik-turun merepotkan.

Beberapa nasi melekat di sudut bibi Allisya, bahkan ada yang di hidung.

"Haduh sya, masa makan masih ada ini. Kayak bayi," Daniel menyingkirkan nasi-nasi di bibir Allisya dan hidungnya. "Tapi kalau di foto tadi lucu sih,"

Allisya menelan kunyahannya. "Gak! Nanti kamu upload di story Instagram! Nge-tag aku lagi," Allisya kurang nyaman di serbu protesan dari cewek-cewek fans Daniel.

"Biarin, kan gak ada lagi yang DM aku minta nomor, ID Line. Chat kamu aja aku sematkan sya, yang lain arsip," ucap Daniel sindir keras, yang tak berkepentingan tenggelam.

Allisya merasa spesial. "Masa sih di sematkan?" Allisya tak melakukan itu ke Daniel, tapi jumlah kontaknya saja hanya 9.

Setelah selesai makan, Daniel ingin mengajak Allisya jalan-jalan.

"Kemana?"

"Mall?" tawar Daniel, mood cewek yang paling baik berbelanja.

"Beli apa ya?" Allisya tampak berpikir, mamanya kemarin sudah belanja bulanan di supermarket. "Oh ya! Sepatuku udah gak muat niel, terus ada novel best seller yang baru terbit loh. Aku mau beli itu,"

Daniel mengangguk. Allisya rewel. "Iya sya, aku beliin. Tapi, aku bakalan bilang dulu ke ayah kamu ya? Biar nanti gak di cariin,"

Allisya mengangguk.

Daniel mengubungi Allister.

"Om, Allisya mau jalan-jalan nih. Pulangnya bakalan agak sore. Gak papa kan om?" Daniel meminta izin pada Allister agar Allisya tidak di marahi nantinya.

"Boleh, jangan sampai nangis ya Allisya-nya, apalagi rewel, bikin dia seneng. Kalau gak, hadapin om dulu," ucap Allister panjang lebar, Allisya sangat berharga terutama anak satu-satunya setelah Selena tidak bisa hamil kedua kalinya.

"Siap om. Sya, ayo ke sekolah, motorku ada di parkiran," Daniel tau Allisya cewek kuat, suka berjalan demi dietnya.

...🍒 🍒 🍒...

Di mall, Allisya memilih sepatu yang sesuai dengan ukuran kakinya.

"Yang ini aja deh,"

"Bagus. Pinter kalau milih," Daniel mengusap surai Allisya.

'Aku suka usapan kamu niel, aku berasa punya abang,' batin Allisya. Meskipun Daniel adalah kekasihnya tapi ia juga menganggap seperti abangnya sendiri.

Setelah selesai membayar, Daniel merangkul bahu Allisya. Tatapan cewek kurang asupan cogan itu membuatnya tak suka di gado-gado.

"Itu mirip banget sama Lee Min Hoo,"

"Ganteng banget! Aaaa!"

"I Love You! Saranghae!"

Allisya berdecak sebal. Selalu saja Daniel di sukai banyak cewek.

"Jangan cemberut gitu," Daniel menoel pipi Allisya.

"Gak kok. Nih, aku senyum. Seneng banget bisa beli sepatu baru, alahamdulillah. Tuk di pakai di hari Raya, tak punya pun-"

"Tak apa-apa," sambung Daniel. Malah bernyanyi ria.

Keduanya tertawa, Allisya-lah yang selalu membuat suasana ramai. Daniel hanya bisa membahagiakan Allisya sesuai apa yang ia mampu.

Saat di sebuah toko buku, Allisya mengincar satu novel best seller. Daniel hanya mengikutinya berjaga-jaga kalau Allisya tidak bisa memgambil buku di rak yang tinggi, hm.

"Udah ketemu novel best seller-nya?" tanya Daniel. Ia juga mulai bosan riwa-riwi mengikuti Allisya dari rak ini ke rak sana. (Mondar-mandir).

Allisya mendongak, karena judulnya berawalan huruf D. Allisya menunjuk novel itu. Karena ia pendek tak bisa mengambilnya.

"Niel, ambilin yang itu," pinta Allisya.

Daniel mengambilkannya. "Gak bosen apa baca buku?" Daniel kurang suka novel, lebih asik ke komik.

Allisya menggeleng. "Gak, seru banget tau. Berasa kayak jadi pemeran utamanya," sekelebat bayangan badboy, mostwanted, cogan, kakel, dan Aris itu menari-nari di pikirannya.

Daniel mencubit hidung Allisya, cewek itu malah senyum-senyum melihat ke atas.

"Mikirin apa? Aku ya?" Daniel terlalu diri percaya.

"Wle, gak lah. Kamu ada disini, ngapain di pikirin,"

"Terus kalau aku pergi baru kamu pikirin?" goda Daniel, Allisya memukul bahunya kesal.

"Gak gitu juga," Allisya malah berharap Daniel selalu ada untuknya, bukan pergi seenak dengkul tanpa kabar.

"Cariin novel yang pas buat aku dong sya," meskipun Daniel tidak suka novel, memahami Allisya itu penting. Apa saja yang di inginkan Allisya ia akan mencobanya.

"Em, novel yang pas buat kamu itu," Allisya membaca judul-judul novel. Ia tertarik pada sebuah novel bersampul biru laut. "Ini aja, bagus banget tau. Ada pesan tersembunyi gitu, cowoknya cuek tapi ceweknya ngejar dia buat naklukin hatinya,"

Daniel mengangguk faham. "Tapi kamu gak perlu ngejar aku. Biar aku saja yang ngejar kamu sya," keadaan apapun gombalan Daniel re-stok.

"Gombal terus,"

"Aku gak gombal,"

"Hm. Iya ya,"

Saat membayar di meja kasir, seorang mbak yang menjaganya itu lirikan matamu dengan Daniel. Allisya kesal, dan bergelayut di lengan Daniel. Mbak kasir itu cemberut, dikira single boy.

"Berapa?"

"Semuanya seratus tujuhpuluh lima,"

Daniel memberikan uang duaratus ribu.

Mbak kasir menghitung kembaliannya namun kurang tidak ada uang receh lagi.

"Uang limaribunya gak ada mas. Cuman ini aja," mbak kasir itu menyerahkan uang hijau.

"Gak papa kok. Ambil aja," ucap Daniel ramah, mbak kasir itu tersenyum ge'er.

"Sayang, ayo pulang. Kita tidur," rengek Allisya jurus andalan ratu drama. Mbak kasir itu berdecak kesal, oh sudah nikah.

Daniel masih tak percaya, Allisya mengedipkan matanya. Daniel mengangguk saja.

"Iya kita pulang," Daniel merangkul kembali bahu Allisya.

Allisya menoleh ke belakang tersenyum puas, mbak kasir itu menatapnya sinis.

'Wle, aku menang. Lagian sih kok genit sama cowok,' untungnya Daniel tau. Biarlah Daniel baper, sekarang gantian dirinya yang bikin bawa perasaan.

"Kok tadi bilang kita tidur?" tanya Daniel saat dalam perjalan pulang mengantarkan Allisya kembali ke tempat semula.

"Tadi kamu mau di godain sama si mbak kasir," jawab Allisya tak minat.

Daniel melirik wajah Allisya melalui kaca spion. "Tenang aja, di hatiku cuman ada kamu," gombal Daniel, Allisya mendengus kesal. Selalu saja gombal andalannya.

Setelah sampai di rumah Allisya, Daniel ingin mampir sebentar mengobrol dengan Allister.

"Kamu pulang aja. Di rumah gak ada siapa-siapa," usir Allisya. Daniel itu ingin minta restu juga pada ayahnya.

"Gak ah, aku pingin mampir sekalian ngobrol sama ayah kamu. Biar makin deket," senyum tengil Daniel membuat Allisya gemas dan mencubit lengannya. "Bentar aja, jangan lama-lama," peringat Allisya, ayahnya akan tambah segan dengan Daniel nantinya.

Setelah masuk ke dalam, Daniel meminta Allisya memanggil ayahnya.

"Panggil aja sendiri. Aku mau mandi, tuh ada di ruang kerja," Allisya menunjuk ruangan kerja ayahnya yang dekat dengan tangga.

"Ok. Ayah! Daniel yang ganteng calon menantumu ini datang," panggil Daniel lantang.

Tak lama kemudian Allister keluar, ia bertos ria dengan Daniel. Allisya yang melihat itu diatas pun kesal dan masuk ke kamarnya. Semoga saja tidak mengobrol lama-lama, ayahnya pasti akan menceritakan masa kecilnya dulu.

"Tumben mampir," Allister duduk di single sofa.

"Iya yah, silaturahim," Daniel tak sungkan memanggil Allister 'ayah' agar setelah menikah nanti tidak canggung.

"Mau ngobrolin apa? Bola? Gosip panas? Atau game?" Allister memang gaul, berbeda dengan Allisya yang suka buku.

"Tentang Allisya aja. Biar Daniel tambah kenal sama dia,"

Allister mengangguk. "Allisya paling lucu pas kecil dulu. Kamu tau traktor sawah kan?"

Daniel mengangguk. "Tau, kenapa emangnya? Allisya mau naik traktor sawah ya?"

Allister menggeleng. "Salah! Jreng jreng jreng! Allisya nangis kalau traktor sawah itu lewat depan rumah," karena sebagian pemukiman di lingkungannya terdapat sawah yang membentang luas di area Timur.

Daniel melongo. "Ha? Masa sih? Hahaha, pasti lucu banget ya Allisya nangis,"

"Heh, itu kalau pas kecil. Kalau sekarang gak lucu ya. Sakit hati om," peringat Allister, tak akan ia biatkan setitik cairan tangis di mata Allisya.

"E-kalau yang itu sih gak bakal kok. Allisya selalu seneng, ceria, kadang galak,"

Allisya menguping di balik pintu dengan perantara gelas sebagai alat pendengaran.

"Tuh kan! Yang itu di ceritain!" kesal Allisya. "Ayah! Allisya malu ah!" teriak Allisya gregetan.

Allister yang medengar itu terkekeh, Daniel menggeleng.

"Jadi ngambek kan yah Allisya-nya," membujuk Allisya susahnya menghafal tabel daftar mantan. Ah bukan, tapi periodik.

...🍒 🍒 🍒...

...Next part Senin depan 》 》 》...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!