NovelToon NovelToon

Istri Yang Dingin

Bab 1

"Besok, ikut Daddy. Kamu harus bisa menarik perhatian Tuan Digan. Jadilah istrinya, itu akan sangat menguntungkan perusahaan kita." Seorang lelaki paruh baya menatap gadis cantik yang masih menunduk lesu. Saat ini mereka berada di ruang tamu. Tengah membahas beberapa hal penting.

"Kamu dengar?"

Gadis itu mengangkat kepalanya, menatap lelaki yang akrab ia sapa dengan sebutan Daddy.

"Dad...." gadis itu hendak protes, namun langsung dibantah oleh sang Daddy.

"Jangan bersikap bodoh, Sweet. Daddy tidak mau mendengar alasan apa pun! Buktikan jika kamu benar-benar anak Daddy," sergah lelaki paruh baya itu penuh penekanan.

Setelah menyangkal penolakan anak gadisnya, lelaki itu pun langsung pergi. Membiarkan anak gadisnya terdiam membisu. Merenungkan semua perkataannya.

"Apa yang harus aku lakukan?" Gadis itu memijat keningnya dengan lembut. Ia benar-benar tidak sanggup jika mengikuti segala keinginan sang Daddy. Sejak kecil, ia tidak pernah mendapatkan kebebasan. Seolah sebuah rantai terus membelenggu dirinya. Menekan hidupnya hingga ke dasar jurang.

Sweet Alexsandra, namanya tak semanis kehidupannya. Seorang gadis manis yang selalu mendapatkan kehidupan yang pahit sejak kecil. Gadis berdarah kental sunda itu dibesarkan di sebuah Negara maju, yaitu Jerman. Sejak usia 8 tahun, Ia diadopsi oleh pasangan turis. Jeremy Santonio dan Charlote Santonio. Bahkan nama Sweet sendiri adalah pemberian dari orang tua angkatnya.

Sweet hanya tahu jika kehidupan orang tua kandungnya sangat memprihatinkan. Bahkan untuk menyantap sesuap nasi saja begitu sukar. Bahkan tidak jarang ia merasakan puasa sejak dini. Oleh karena itu, ia tidak menyalahkan orang tuanya, yang merelakan anak perempuan satu-satunya diambil orang luar. Karena ia selalu berpikir, semua itu untuk kebaikan dirinya. Meski perasaan tak rela terus menyelimuti hatinya. Harus meninggalkan tempat kelahiran dan dibesarkan oleh orang asing.

Kehidupan Sweet di Negara asing terbilang mewah. Bahkan tidak pernah lagi ia rasakan hidup susah. Semua kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Namun, dibalik itu semua. Ia tidak pernah mendapatkan sebuah kebebasan dan rasa kasih sayang. Hidupnya ada di bawah kendali sang Ayah angkat. Lelaki yang penuh dengan ambisi. Semua yang lelaki itu inginkan, maka harus selalu terpenuhi. Dan Sweet lah yang selalu menjadi korban sifat ambisi Ayahnya.

Setiap hari, Sweet selalu kesepian. Kedua orang tuanya terlalu sibuk dalam urusan dunia. Ia mengakui, jika kekayaan tidak akan bisa membeli sebuah kasih sayang dan kebahagiaan. Tidak heran, jika gadis itu tumbuh dewasa dan selalu bersikap dingin. Akan tetapi, dibalik semua itu terdapat sifat hangat dan manja dalam dirinya. Sifat itu hanya ia tunjukkan kepada seseorang yang dekat dengannya. Yaitu suster Lyla. Seorang wanita paruh baya yang menjaga Sweet sejak kecil.

Kini usianya hampir menginjak 23 tahun. Namun, tubuhnya yang mungil membuat orang selalu salah paham padanya. Banyak yang mengira, bahwa dirinya adalah seorang pelajar. Padahal, Sweet sendiri sudah menyelesaikan pendidikan magister dalam jangka waktu yang singkat.

"Sweet, waktunya untuk salat." Sweet sangat terkejut saat seseorang memegang pundaknya. Ia menoleh dan mendapatkan sosok peneduh, dikala hatinya gundah. Perasaannya menghangat seketika.

"Terima kasih, Lyla." Ucap Sweet berterima kasih karena wanita paruh baya itu mengingatkannya. Sejak kecil, wanita itu memang sudah terbiasa menjadi jam pengingat untuk Sweet.

Sejak awal Sweet memutuskan untuk tetap memeluk Agama Islam. Agama yang dititipkan oleh orang tua kandungnya. Sweet tidak ingin mengubah keyakinan itu. Ia terlahir dari pasangan muslim, itu artinya agama yang ia miliki adalah yang paling benar. Begitulah yang tertanam dalam benak Sweet. Namun, ia sangat menghormati agama kedua orang tua angkatnya. Termasuk suster Lyla.

Setelah menata hatinya. Sweet langsung bergegas menuju kamar. Untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslimah.

Lima belas menit lamanya, ia bersimpuh mesra pada Sang Maha Kuasa. Mengadu dan meminta solusi pada-Nya. Berharap semua penderitaan ini cepat usai, lalu berganti dengan kebahagiaan.

Setelah itu, Sweet duduk dibibir ranjang. Tangan mungil itu meraih sebuah album masa kecilnya. Menatap foto kedua orang tuanya begitu dalam.

"Buk, Pak, Ana rindu kalian?" gumamnya seraya mengusap foto itu dengan lembut. Lalu membawanya dalam pelukan.

"Tapi, aku sangat takut. Takut jika kita tidak akan pernah bertemu lagi. Ana berharap, semoga Ibu dan Bapak sehat selalu."

Sweet menangis dalam kesunyian. Lima belas tahun, ia tidak pernah lagi bertemu orang tua kandungnya secara langsung. Bohong jika Sweet tidak merindukan tanah kelahirannya. Namun, ia tidak bisa berbuat apa pun. Di sisi lain, orang tua angkatnya juga sangat berjasa. Ia sangat berhutang budi pada mereka. Bagaimana pun mereka membesarkan Sweet hingga menjadi gadis cantik dan berpendidikan seperti sekarang. Jadi tidak memungkinkan dirinya pergi. Begitu banyak yang belum ia lakukan untuk membalas semua itu.

***

Munich International Airport

Announcement memenuhi setiap penjuru bandara. Pesawat dari Indonesia kini sudah mendarat degan sempurna dan tanpa kendala.

Dari pintu keluar, terlihat seorang lelaki berpakaian kasual berjalan dengan penuh karisma. Ditemani oleh dua wanita cantik yang berjalan di belakangnya.

"Kalian duluan, ada sesuatu yang harus aku urus. Di depan sudah ada mobil jemputan," ujar lelaki itu yang langsung bergegas pergi. Kedua wanita itu seakan mengerti dan langsung memilih jalan yang bersebrangan dengan arah langkah lelaki itu.

Alexander Digantara. Seorang lelaki berparas tampan, meski kini usianya sudah memasuki kepala empat. Jiwa muda dalam dirinya masih bergelora. Sehingga begitu banyak orang yang segan padanya.

Lelaki yang kerap di sapa Alex itu berjalan menuju suatu tempat. Dengan kacamata hitam yang bertengger indah di hidung bangirnya, membuat pesonanya semakin terpancar. Lelaki itu memiliki darah campuran, Indonesia dan Jerman. Seorang pimpinan perusahaan yang bergerak dalam bidang otomotif dan perhotelan.

Brak!

Alex sangat terkejut, saat seorang wanita tidak sengaja menyenggol dirinya. Dan menyebabkan wanita itu terjatuh di lantai. Alex sedikit berjongkok untuk menolong sang wanita. Namun, saat wanita itu mengangkat wajahnya. Alex tehipnotis, tatapan mata coklat yang menusuk tajam itu berhasil menembus jantungnya.

Tersadar, Alex pun langsung membantu wanita itu berdiri. "Kau tidak apa-apa?" tanya Alex. Wanita itu langsung menggeleng. Ia terlihat ketakutan saat melihat wajah Alex.

"Sorry," ucap wanita itu yang langsung bergegas pergi. Alex sangat terkejut dan merasa aneh dengan sikap wanita itu. Ia hanya mampu menatap punggung sang wanita yang mulai menjauh.

"Aneh," ujarnya. Lalu ia pun langsung beranjak pergi. Karena harus segera menemui seseorang, untuk menyelesaikan masalah bisnis yang tengah ia geluti.

"Tuan, silakan masuk." Seorang lelaki berpakaian formal mempersilahkan Alex untuk masuk ke sebuah ruangan khusus. Sebuah ruangan yang disediakan bandara untuk pertemuan penting.

Saat memasuki ruangan, dua orang lelaki paruh baya menyambutnya dengan hormat. Alex menarik kursi, duduk di sana sambil menatap keduanya secara bergantian.

Alex bisa membaca, jika kedua lelaki itu penuh dengan muslihat yang terselubung. Namun, ia bersikap seolah tak mengetahui apa pun.

"Tuan Digan, bagaimana kabar Anda?"

"Seperti yang anda lihat, Tuan Santonio." Sahut Alex tersenyum samar.

"Langsung saja pada intinya," tegas Alex seraya menatap kedua lelaki dihadapannya. Senyuman tadi pun berubah menjadi tatapan serius. Membuat kedua lelaki itu merasa waswas.

"Baiklah, saya tidak akan bertele-tele. Saya akan langsung mengutarakan maksud pertemuan kita kali ini. Bahawa saya ingin mengajukan kembali kerja sama antara perusahaan kita yang sempat tertunda. Juga memperkenalkan Anda dengan putri saya, Sweet Alexsandra."

Alex tampak mengerutkan dahi. Memajukan tubuhnya sambil menopang dagu. Memberikan tatapan intimidasi pada lelaki yang merupakan calon rekan kerjanya.

"Ingin menjual putri Anda, huh?" tanya Alex dengan santai. Lelaki paruh baya itu sedikit tersentak. Namun, dengan cepat menormalkan ekspresinya. Alex yang melihat itu tersenyum penuh arti.

"Bukan itu maksud saya, tapi hubungan kerja sama kita akan lebih baik jika di antara kita memiliki ikatan yang lebih dekat. Bagaimana, Tuan Digan?"

Cih, dasar orang tua serakah. Umpat Alex dalam hati. Alex kembali bersandar di kepala kursi.

"Anda sudah memastikan putri anda layak untuk saya? Bukankah anak gadis sekarang begitu bebas dalam bergaul?" Alex menaikkan sebelah alisnya. Menunggu sebuah jawaban.

"Ah, saya pastikan putri saya layak untuk Anda. Dia sangat jarang keluar malam dan bergaul secara bebas. Saya selalu membatasi semua gerak geriknya. Dia juga tidak pernah berkencan dengan lelaki mana pun. Jika anda tertarik, saya akan memanggil dia kemari," ujar Jeremy. Salah satu pemilik perusahaan yang menggeluti bidang perhotelan di Jerman.

"Dia ada di sini?" tanya Alex seakan tak percaya dengan perkataan Jeremy.

"Ya, dia anak yang sangat manja. Tidak jarang dia ikut kemana saya pergi," jawab Jeremy dengan begitu santai. Ia tidak ingin Alex mengetahui jika semua ini sudah direncanakan olehnya.

"Panggilkan dia," titah Alex. Tiba-tiba perasaan ingin tahunya muncul. Ia penasaran bagaimana rupa gadis itu.

"Bob, panggilkan Sweet. Suruh dia untuk masuk," perintah Jeremy pada asistennya. Lelaki berpakaian formal itu langsung bergegas keluar.

Tidak butuh waktu lama, lelaki itu sudah kembali bersama seorang wanita.

Alex menoleh dan betapa kagetnya ia saat melihat wanita yang kini tangah berjalan menghampirinya.

"Selamat pagi, Tuan."

Bab 2

"Selamat pagi, Tuan." Sapa pemilik suara lembut dan juga tersenyum manis pada Alex.

Ya, dia adalah wanita yang tidak sengaja bertabrakan dengan Alex tadi.

Awalnya Alex memang terpesona dengan kecantikan wanita itu. Namun, perasaan itu hilang seketika. Saat mengetahui jika gadis itu anak dari Jeremy. Sweet. Gadis yang disodorkan untuk ia nikahi.

Cih, cepat sekali dia berganti pakaian. Bukankah tadi dia terlihat jauh lebih sopan? Dan sekarang pakaiannya saja lebih mirip seperti wanita penghibur. Batin Alex

Alex terus memperhatikan penampilan Sweet dengan seksama. Mulai dari rambut hingga ujung kaki. Pakaian gadis itu cukup terbuka, membuat Alex sedikit jangah melihatnya.

*Apa ini yang dinamakan gadis baik-baik*? Bahkan dia terlalu kecil untukku. Alex kembali membatin.

"Aku tidak tertarik dengan anak kecil, tidak masuk dalam seleraku." Kata Alex dengan santai.

Sweet terhenyak mendengarnya. Kedua tanganya mengepal erat. Hatinya dipenuhi dengan rasa kesal setelah mendengar cibiran lelaki itu.

"Ya, Anda benar, Tuan. Saya memang masih kecil. Saya juga tidak pernah berpikir untuk menikah dengan orang tua seperti Anda, Tuan Digan yang terhormat." Balas Sweet penuh penekanan. Sikap manisnya pun berubah dingin.

Sejak tadi ia memang menahan diri untuk tetap bersikap manis. Namun, perkataan lelaki itu benar-benar memengaruhinya. Dan membuka topeng yang ia pasang dengan susah payah.

Brengsek! Bagaimana mungkin aku mau menikah dengannya? Dasar lelaki kejam, bahkan kakiku bergetar saat melihat tatapannya. Umpat Sweet dalam hati. Entah mengapa ia sangat kesal mendengar hinaan Alex. Padahal bukan hanya Alex yang menganggapnya seperti anak kecil. Sudah banyak lelaki lain yang bertanggapan sama seperti Alex. Tetapi perkataan Alex berhasil menggores hatinya.

Jeremy memberikan tatapan tajam pada Sweet. Namun, gadis itu masih tetap dengan ekspresinya. Menatap Alex tak suka. Namun berbeda dengan Alex, ia tetap memasang wajah datar dan bersikap santai.

"Sweet, minta maaf pada tuan Digan," Jeremy bangun dari duduknya, "Tuan, maaf atas ketidak sopanan putri saya."

"Sebaiknya putri anda menyelesaikan sekolah lebih dahulu, baru bisa memilih calon suami." Alex masih mengeluarkan cibiran dan bangun dari duduknya. Entah kenapa ia sangat senang saat melihat wajah kesal gadis itu. Alex pun menghampiri Sweet yang masih bergeming karena menahan rasa jengkel pada Alex.

"Kau hebat, sikapmu terus berubah dalam waktu yang singkat. Wanita sepertimu, kapan saja bisa menerkam, Nona cantik." Bisik Alex tepat di telinga Sweet. Wajah Sweet langsung bersemu merah, menahan emosi yang hampir meledak.

"Brengsek!" Umpatnya seraya mendorong tubuh Alex dengan kasar. Namun, Alex memiliki tubuh kekar. Jadi apa yang Sweet lakukan sama sekali tidak berguna.

"Tuan Santonio, mungkin lain waktu kita bahas masalah ini lagi. Saya lelah, terima kasih atas waktunya." Setelah mengatakan itu, Alex langsung beranjak pergi. Mengabaikan Sweet yang emosinya sudah diubun-ubun.

Setelah kepergian Alex. Jeremy langsung menarik tangan putrinya. Membawa paksa gadis itu keluar dari bandara dan mendorong Sweet masuk ke dalam mobil dengan kasar.

Di dalam mobil, Sweet hanya bisa menutup mulutnya rapat-rapat. Ia tahu saat ini ayahnya sedang marah.

"Kau membuatku kecewa, Sweet."

"Sorry, Dad." Sweet memalingkan wajahnya ke luar jendela. Rasa kesalnya yang tadi belum juga mereda.

"Besok, minta maaf secara langsung padanya. Tidak ada penolakan," tegas Jeremy.

Mendengar itu, Sweet pun menoleh. Menatap Jeremy dengan tatapan kecewa.

"Dad, apa perlu melakukan itu? Bahkan dia tidak menginginkanku," protes Sweet.

"Aku tidak membutuhkan pendapatmu, pergi minta maaf."

"Dad...." Jeremy mengangkat sebelah tangannya. Memperingati Sweet agar tidak membantah lagi. Gadis itu terlihat menghela napas berat. Dan suasana pun menjadi sunyi. Hanya deru mobil memecah keheningan. Mereka terhanyut dalam pikiran masing-masing.

***

Sesampainya di Mansion. Alex melangkah pasti menuju kamar tidur. Ia benar-benar lelah. Perjalanan yang panjang dan pertemuan dadakan berhasil menguras tenaganya. Ia pun langsung menjatuhkan diri di atas ranjang. Memejamkan mata yang terasa berat karena rasa lelah yang mendera.

Baru beberapa menit. Suara ketukan pintu membuat Alex kembali terjaga.

"Siapa?" teriaknya dengan kesal.

"Mala, Ayah. Apa Ayah mau makan atau minum kopi?" sahut seorang wanita bernama Mala dari balik pintu. Ia merupakan anak angkat Alex.

Nirmala Putri Digantara. Wanita yang amat Alex sayangi. Meski ia bukan darah dagingnya.

Alex membuka pintu. Melihat putrinya dengan tatapan lembut. Rasa kesal tadi pun hilang entah kemana.

"Kopi?" tanya Mala seraya tersenyum manis. Alex mengangguk sebagai jawaban.

"Baiklah. Sebentar lagi pesanan akan datang, Tuan." Gurau Mala. Alex tersenyum mendengarnya seraya mengusap kepala wanita itu dengan lembut.

"Nanti letakkan saja di atas meja, Ayah mandi dulu," perintah Alex. Mala mengangguk. Lalu ia pun langsung bergegas pergi.

Di tempat lain. Sweet memasuki mansion mewah milik orang tuanya. Ia berjalan pasti menuju kamar dengan langkah gontai. Hingga sebuah suara berhasil menahan langkahnya.

"Sweety." Suara yang amat ia kenal. Sweet pun menoleh, menatap orang yang tadi memanggil namanya.

Seorang wanita paruh baya berjalan menghampirinya. Beliau merupakan ibu anggkat Sweet. Charlote Santonio.

"Mom, ada apa?" tanya Sweet malas. Rasa kesal tadi belum juga hilang.

"Kamu membuat Daddy marah lagi?" tanya Charlote menatap Sweet penuh tanya.

"Sorry, Mom. Aku tidak ada maksud untuk membuat Daddy marah. Aku lelah, Mom." Sahut Sweet memelas. Ia malas jika harus berdebat dengan sang Mommy.

Charlote tampak menghela napas berat. Tangan mulus miliknya mulai meraih lengan Sweet.

"Istirahatlah, Mommy harus pergi lagi." Charlote mencium kening Sweet dengan lembut. Mendapat perlakuan seperti itu perasaan Sweet jauh lebih tenang. Bahkan ia ingin terus berdekatan dengan Mommynya itu.

"Mom, apa tidak bisa tinggal untuk beberapa saat? Aku perlu Mommy," pinta Sweet memeluk ibu angkatnya dengan penuh kerinduan.

"I'm sorry, Sweety. Mommy tidak bisa, masih banyak pekerjaan yang harus Mommy selesaikan." Charlote melerai pelukannya. Mengusap kepala Sweet dengan lembut. Tentu saja Sweet kecewa mendengar jawaban itu.

"Ya, aku sudah tahu jawabannya." Sweet melepaskan tangannya dari genggaman Charlote. Lalu ia pun bergegas pergi meninggalkan Charlote. Wanita paruh baya itu tidak merasa heran lagi dengan sikap putrinya. Memang seperti itu sifat Sweet sejak dulu. Saat kecewa, Sweet akan langsung meninggalkan lawan bicaranya.

Sesampainya di kamar. Sweet menjatuhkan dirinya di ranjang. Ia memeluk bantal kesayangannya dengan tatapan yang menerawang jauh. Ingin sekali rasanya ia menangis, tetapi itu percuma. Tangisan tidak akan membantunya untuk menyelesaikan masalah kali ini.

Sweet terus berpikir keras. Tentang bagaimana besok ia akan menghadapi sang Daddy. Terutama menghadapi Alex atas permintaan Ayahnya. Ia belum siap untuk bertemu dengan lelaki kejam itu. Beberapa kali Sweet mengembuskan napas kasar.

"Sudahlah, aku lelah memikirkan semuanya. Lebih baik aku merendam diri," ujarnya seraya berjalan menuju kamar mandi. Ingin melepaskan segala penat dalam dirinya.

***

Pagi hari, Sweet sudah terlihat rapi. Rambut panjangnya ia tata dengan gaya messy up-bun. Ia memakai blazer berwarna peach yang dipadukan dengan rok selutut berwarna putih. Tidak lupa handbag favoritnya. Setelah puas dengan penampilannya, ia pun bergegas untuk turun. Melakukan sarapan pagi yang biasa ia lakukan secara rutin.

Seperti biasa, suasana meja makan selalu kosong. Hanya kesunyian yang menemani Sweet. Dengan rasa malas, Sweet mulai menyantap makanan. Lapar atau tidak, Sweet harus tetap menelan makan ke dalam perut. Karena ia memiliki penyakit asam lambung akut.

"Ini bekalmu, Sweet." Suster Lyla memberikan bekal makan siang pada Sweet. Itu juga sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil.

"Terima kasih, Lyla. Apa kau sudah sarapan?"

"Belum, sebentar lagi aku makan." Suster Lyla duduk disebelah Sweet. Menatap gadis itu lamat-lamat. Sweet yang merasa diperhatikan pun langsung menoleh. Membalas tatapan wanita paruh baya yang sudah ia anggap sebagai Ibu sendiri.

"Apa ada masalah?" tanya suster Lyla memberikan tatapan penuh selidik.

"Tidak, aku hanya lelah. Mungkin aku butuh liburan," sahut Sweet sekenanya. Ia enggan untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Aku merawatmu sejak kecil dan tahu apa yang ada dalam pikiranmu, Sweet. Katakan jika ada yang mengganjal dihatimu, aku siap mendengarkan." Suster Lyla semakin memperdalam tatapannya. Sweet menoleh, membalas tatapan wanita itu. Lalu ia pun langsung menghambur dalam pelukan Lyla.

"Lyla, aku merindukan Ibuku. Aku ingin sekali pulang ke Indonesia, aku rindu kampung halamanku." Sweet memeluk erat tubuh ramping wanita yang sudah merawatnya sejak kecil. Ia tidak menangis, hanya meluapkan segala kegundahan hatinya.

"Aku tahu itu. Suatu hari nanti, kamu pasti akan pulang ke sana. Hanya saja belum saatnya," ujar Lyla mengelus punggung Sweet penuh kasih sayang.

"Kau benar, Lyla." Sweet melerai pelukannya.

"Sudah, jangan terus bersedih. Lanjutkan hidupmu dan jalani dengan ikhlas. Semua akan berakhir indah, percayalah."

Sweet mengangguk sambil tersenyum.

"Sana berangkat, ini sudah hampir siang. Bisa-bisa kau dimarahi Tuan," ujar Lyla merapikan anak rambut Sweet. Sweet kembali mengangguk.

Selama ini Sweet bekerja di perusahaan Jeremy. Ia menjabat sebagai Manajer keuangan. Tentunya semua itu sesuai dengan keinginan Jeremy. Sebenarnya, Sweet sendiri memiliki cita-cita menjadi seorang dokter. Namun, takdir Tuhan tidak memberinya izin untuk mencapai itu. Ia harus menerima apa pun takdir dalam hidupnya saat ini.

Sejak kecil, Sweet sudah terbiasa menjadi boneka yang dikendalikan penuh oleh Ayahnya. Dan menelan semua rasa pahit manis dalam hidupnya.

"Ok, bawel. Aku pergi dulu," ucap Sweet mencium pipi Lyla. Lalu gadis itu langsung beranjak pergi.

Lyla terus memantau hingga gadis itu menghilang dari pandangannya.

"Semoga Kau cepat menemukan kebahagiaan," ucap suster Lyla seraya menghela napas panjang. Lalu ia pun segera merapikan sisa makanan di atas meja.

Bab 3

Bak negeri dongen, sederet gedung-gedung sejarah berdesain baroque menghiasi setiap penjuru kota Berlin. Memanjakan setiap mata yang memandang. Jerman memang terkenal dengan julukan negeri Nazi. Negara yang penuh dengan sejarah silam. Salah satu saksi hidup perang dunia ke- II. Selain itu, Jerman juga terkenal dengan keramahan penduduknya, menjadikan negeri ini semakin berkesan bagi siapa saja yang berkunjung.

Kaki jenjang milik Sweet terlihat memasuki sebuah ruangan yang cukup luas. Ruangan bernuansa putih. Di sana terdapat sebuah rak yang dipenuhi buku dan sebuah sofa berwarna soft. Tempat di mana ia menghabiskan waktunya sepanjang hari.

Gadis itu meletakkan hanbag miliknya di atas meja. Menarik kursi kerjanya. Ia duduk di sana seraya membuka laptop. Jemari letiknya mulai bermain di atas keyboard. Menyelesaikan pekerjaan yang sempat terbengkalai. Setelah pertemuan kemarin, Sweet memang tidak berangkat ke kantor. Ia memilih untuk berdiam diri di kamar.

Sepertinya hari ini ia benar-benar akan menghabiskan waktu dalam ruang kerja dalam waktu berjam-jam. Bergelut dengan beberapa berkas penting yang belum tersentuh olehnya.

Suara ketukan pintu berhasil mengalihkan keseriusan gadis itu.

"Masuk."

Seorang wanita paruh baya pun memasuki ruangan Sweet. Menghampiri Sweet yang masih berkutat dengan benda pipih di hadapannya.

"Nona, Tuan memanggil anda ke ruangannya sekarang," ujar wanita itu yang merupakan sekretaris sang Ayah.

"Baik Shena, terima kasih. Aku akan segera ke sana," sahut Sweet tanpa melihat lawan bicaranya. Wanita paruh baya itu pun langsung bergegas pergi.

Sweet mematikan laptopnya dan merapikan blazer yang melekat sempurna ditubuhnya. Ia pun langsung bergegas menuju ruangan Jeremy.

"Dad," sapa Sweet seraya membuka pintu.

"Duduklah," titah Jeremy tanpa melihat Sweet. Lelaki itu terlalu sibuk dengan tumpukan berkas yang memenuhi seisi meja. Terlihat raut wajahnya yang menggambarkan rasa lelah. Karena terus memikirkan nasib perusahaan yang sudah susah payah ia bangun dari nol.

Sweet menarik kursi dan duduk dihadapan sang Daddy. Matanya terus memperhatikan setiap pergerakan Jeremy.

Beberapa menit kemudian, Jeremy mengalihkan pekerjaannya. Ia menatap putrinya begitu dalam.

"Sweet, kamu pasti tahu kondisi perusahaan kita saat ini seperti apa, bukan? Kita banyak kehilangan investor penting, saham terus anjlok. Hanya kamu yang dapat membantu, Sweet. Hanya perusahaan Digan't Group yang bisa membantu kita," ujar Jeremy seraya memijat pelepisnya. Sweet masih terdiam.

Jeremy menyerahkan sebuah map pada Sweet. Gadis itu tampak bingung. "Berikan ini padanya, ambil kesempatan untuk meminta maaf atas kejadian kemarin. Berikan kesan baik padanya."

Sweet menerima map itu dengan ragu. Sebenarnya ia tidak ingin bertemu apa lagi menjalin hubungan dengan lelaki yang sama sekali tidak menarik perhatiannya. Jika bukan karena Jeremy, ia tidak akan sudi menginjakkan kaki ke perusahaan itu. Perusahaan yang penuh dengan rumor, jika di sana begitu banyak peraturan yang ketat. Bahkan sedikit saja membuat kesalahan, kehilangan pekerjaan menjadi taruhannya. Bahkan banyak rumor mengatakan jika nyawa juga akan menjadi taruhan jika bekerja di sana.

"Sweet, Daddy menaruh kepercayaan penuh padamu."

"Aku akan melakukan sebisaku, Dad. Aku pergi dulu," ucap Sweet bangun dari duduknya. Jeremy mengangguk. Gadis itu pun langsung beranjak pergi.

Setelah keluar dari ruangan Jeremy. Sweet langsung bergerak menuju perusahaan Digan't Group. Sweet memperhatikan perusahaan besar di depan matanya saat ini. Perusahaan yang dua kali lipat jauh lebih besar dari perusahaan Jeremy.

Cukup lama Sweet berdiri di sana. Mengumpulkan segenap hati untuk masuk. Kakinya seakan enggan untuk melangkah ke sana. Namun, raut wajah lelah sang Daddy terus terlintas dalam ingatannya. Ia tidak ingin mengecewakan lelaki itu lagi.

Sweet tampak menghela napas beberapa kali. Lalu ia pun memberanikan diri untuk masuk ke sana. Dengan kaki yang sedikit bergetar. Bayangan mengerikan itu kembali terlintas dalam ingatannya. Namun, dengan cepat ia menepis semua ingatan silam itu.

"Permisi, Nona. Saya ingin bertemu dengan Tuan Digan. Apa beliau ada?" tanya Sweet pada salah seorang resepsionis cantik.

"Maaf, dengan siapa dan dari perusahaan mana? Apa Anda sudah pernah membuat janji?"

"Ah, saya dari Jerome Group. Saya juga tidak pernah membuat janji," balas Sweet apa adanya.

"Maaf, Nona. Tuan sangat sibuk hari ini, beliau tidak bisa diganggu."

"Oh, jika seperti itu aku akan menunggu. Terima kasih," ucap Sweet langsung beranjak menuju ruang tunggu. Seakan memaksa sang resepsionis untuk menghubungi atasannya.

Sweet kembali menahan langkahnya saat memasuki ruangan yang pernah ia kunjungi setahun yang lalu. Tempat di mana ia melihat kejadian yang masih membekas dalam ingatannya. Dengan segenap rasa, ia masuk dan duduk di sana. Menunggu seseorang yang menurutnya sama sekali tidak penting. Keringat dingin perlahan membasahi wajahnya. Menahan rasa takut.

Resepsionis cantik tampak bingung dengan sikap keras kepala Sweet. Ia langsung menghubungi sekretaris Josh. Seorang lelaki tampan dan bertubuh kekar. Asisten pribadi Alex sekaligus merangkap sebagai sekretaris. Pemilik nama lengkap Joshua Brianta.

Selang beberapa waktu, lelaki berparas sangar itu tampak menghampiri sang resepsionis.

"Serly, di mana wanita itu?" tanyanya datar.

"Di ruang tunggu, Tuan."

Josh pun langsung bergegas menuju tempat di mana Sweet berada. Dari kejauhan, gadis itu telihat terus melihat jam ditangannya. Ia berusaha untuk tetap terlihat tenang dan santai. Tidak ada yang tahu jika wanita itu sedang menahan rasa takut.

"Nona Sweet?" tanya Josh menghampiri Sweet. Gadis itu langsung menoleh.

"Ya." Sweet langsung berdiri sambil menatap lelaki jangkung yang saat ini ada dihadapannya. Napasnya tercekat, saat mengingat dengan jelas wajah lelaki itu. Namun, ia tetap berusaha tenang.

"Ikut dengan saya," perintah Josh seraya meninggalkan tempat itu. Sweet pun hanya bisa mengekor dari belakang. Dengan pikiran yang berkecamuk.

Langkah kaki mereka terhenti di depan sebuah pintu yang bertuliskan Chief Executive Officer Room.

"Silakan masuk, Tuan menunggu Anda di dalam."

Sweet sedikit mundur saat Josh berbalik untuk menatapnya.

"Anda tidak masuk?" tanya Sweet bingung.

"Tidak, Nona. Silakan," jawab Josh membukan pintu untuk Sweet.

"Baiklah, terima kasih." Sweet memasuki ruangan itu dengan perasaan waswas.

Sweet cukup terkejut saat melihat kondisi ruangan yang begitu mewah dan didominasi warna gelap. Bukan kata elegan yang tersirat dalam benaknya, melainkan kesan mengerikan. Karena Sweet sangat benci kegelapan.

"Kita bertemu lagi, anak kecil."

Sweet terhenyak mendengar suara milik Alex. Suara itu berasal dari arah sofa. Mata tajam Sweet langsung tertuju pada lelaki itu.

Sweet menghela napas berat. Lalu, tanpa rasa ragu, Sweet menghampiri Alex.

"Selamat siang, Tuan Digan." Sapa Sweet berusaha untuk tetap santai.

"Duduk." Perintah Alex pada Sweet. Gadis manis itu pun mengikuti perintahnya, duduk berhadapan dengannya.

"Terima kasih," ucap Sweet.

"Apa tujuanmu?" tanya Alex menatap Sweet dengan serius. Sweet memberanikan diri untuk mengunci mata biru Alex.

"Tujuan saya ke sini untuk mengajukan kerja sama dan ingin meminta maaf atas kejadian kemarin." Jawab Sweet seraya menyerahkan map pada Alex. Sweet sendiri tidak tahu isi dari map itu. Karena Jeremy tidak memintanya untuk melihat isi berkas tersebut.

Alex membuka map itu sambil sesekali melirik Sweet. Lelaki itu mengernyit. Lalu ia mengambil bolpoin dari sakunya dan langsung menandatangani isi map itu.

"Kamu tahu isi map ini?" tanya Alex menyerahkan map itu kembali.

"Tidak, Daddy hanya berpesan untuk menyerahkan ini pada Anda."

Alex menatap Sweet sambil tersenyum penuh arti. Lalu meneliti penampilan Sweet yang jauh lebih sopan dari sebelumnya.

"Kembalikan ini pada Ayahmu, katakan padanya aku setuju."

Sweet sangat terkejut bercampur bingung. Sebenarnya apa isi map itu ? Hingga Alex langsung menyetujui kerja sama tanpa ragu.

Ada yang aneh, batin Sweet.

"Masih ada yang lain?"

"Ah, tidak." Sweet terkejut dan langsung bangun dari duduknya.

"Terima kasih, Tuan. Saya pamit undur diri, maaf sudah mengganggu waktu Anda yang berharga."

"Tidak perlu sungkan, kedepannya kita akan memiliki waktu yang lebih panjang lagi, bukan?" ujar Alex kembali membuat Sweet bingung. Namun, Sweet langsung mengangguk.

"Baiklah, sekali lagi saya ucapkan terima kasih." Sweet langsung mengundurkan diri. Dengan cepat ia meninggalkan ruangan penuh aura aneh itu. Hampir saja jantungnya copot.

Setelah kepergian Sweet, Alex menyeringai. Menatap pintu di mana Sweet menghilang dari pandangan.

"Pintar sekali mereka, menggunakan trik lama untuk mengambil keuntungan dariku? Itu tidak mudah. Sesuai permintaan, permaian akan segera dimulai," ucap Alex mengembangkan senyuman penuh arti.

***

Jeremy membuka kembali map yang Sweet berikan. Raut wajahnya berubah seketika. Sweet yang melihat itu tampak heran.

"Sweety." Jeremy bangun dari duduknya. Ia menghampiri putrinya yang masih terlihat bingung. Melihat itu, Sweet ikut bangun dari duduknya.

"Terima kasih. Kau memang putriku," lanjutnya seraya memeluk Sweet. Membuat gadis itu semakin bingung.

"Terima kasih." Jeremy semakin mengeratkan pelukannya. Ia benar-benar bahagia.

"Dad." Sweet berusaha melepaskan pelukan Jeremy.

"Baiklah-baiklah, maafkan Daddy, sayang. Sekarang Daddy akan membawa kamu ke sebuah tempat," ujar Jeremy melerai pelukannya. Sweet menatap Jeremy penuh tanda tanya.

"Jangan menatap Daddy seperti itu, ayo ikut." Jeremy menarik tangan putrinya. Mereka pun mulai meninggalkan perusahaan. Dan menciptakan beribu pertanyaan dalam benak Sweet.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!