NovelToon NovelToon

Natasya

Tasya

Tasya melihat penampilannya sekali lagi di kaca meja rias di kamarnya.

Seragam putih abu abu yang membalut tubuhnya tidak terlalu ketat. Harusnya tak akan jadi masalah.

Tasya gadis yang baik selama ini.

Di sekolahnya yang lama, Tasya tak pernah sekalipun berurusan dengan guru BK.

Jadi di sekolahnya yang baru pun sebisa mungkin Tasya akan bersikap baik.

Tasya dan mamanya baru saja pindah ke kota ini.

Belum ada sepekan Tasya menempati kamar barunya.

Hari ini hari pertamanya masuk ke sekolah yang baru.

Tasya tidak ingin terlihat mencolok di antara siswa lainnya, jadi Tasya selalu berpenampilan sederhana dan bersikap wajar di sekolah.

"Sya, udah siap belum?" Sang mama mengetuk pintu kamar Tasya.

"Iya Ma," Tasya bergegas mengambil tas gendong kesayangannya dan segera keluar dari kamar menghampiri mamanya.

"Ayo Ma!" Tasya menggandeng tangan Mama Sarla.

Keduanya bergegas keluar dari rumah dan berangkat menuju sekolah baru Tasya.

Mama Sarla menstater motornya dan Tasya sudah siap duduk di boncengan belakang.

Sejak dulu, Tasya selalu berangkat sekolah bersama sang mama.

Mamanya akan bekerja di sebuah kantor yang tak jauh dari sekolah Tasya.

Saat pulang, Tasya biasanya akan naik angkutan umum.

Mamanya belum mengijinkan Tasya membawa motor sendiri karena Tasya memang belum cukup umur.

Tasya dan mama Sarla akan mengobrol sepanjang perjalanan membicarakan banyak hal. Mulai dari sinetron hingga makanan yang sedang hits.

Tasya sungguh menikmati momen bersama mama Sarla.

*****

Namaku Natasya atau lebih akrab dipanggil Tasya.

Aku tidak pernah tahu siapa orang tua kandungku.

Aku dibesarkan di sebuah panti asuhan yang ada di kota ini.

Saat usiaku tujuh tahun, aku diadopsi oleh Mama Sarla dan dibawa pergi ke kota lain.

Meskipun hanya mama angkat, tapi mama Sarla begitu menyayangiku.

Yang aku tahu, mama Sarla tidak punya anak dan suaminya sudah meninggal sejak lama.

Sembilan tahun telah berlalu, Mama Sarla membawaku pindah kembali ke kota ini karena ia memang dipindah tugaskan ke sini oleh kantor tempatnya bekerja.

Aku senang, karena pada akhirnya aku bisa kembali ke kota ini.

Aku sudah rindu pada saudara-saudaraku di panti.

Aku berencana akan mengunjungi mereka saat weekend nanti.

Hari ini hari pertamaku masuk di sekolah yang baru.

Mama menemaniku menemui kepala sekolah.

Setelah mengurus beberapa administrasi dan menerima penjelasan singkat dari kepala sekolah, aku diantar menuju kelasku yang baru.

Mama sudah pergi menuju kantornya.

Kepala sekolah yang mengantarkanku langsung menuju kelas.

Aku sedikit grogi saat kami berhenti di depan pintu sebuah ruang kelas. Sekolah ini lebih bagus dari sekolahku yang lama di kota sebelumnya.

Beberapa murid bahkan dari kalangan menengah keatas dan membawa mobil sendiri ke sekolah.

'Huh, semoga mereka semua orang orang yang baik dan tidak sombong' doaku dalam hati.

Kepala sekolah mengetuk pintu yang tertutup.

Tak lama, seorang guru keluar dan menyapa kami dengan ramah.

Setelah menerima penjelasan singkat dari pak Kepsek, guru itupun membimbingku agar ikut masuk ke dalam kelas.

Baiklah, ini saatnya.

Aku benar-benar grogi.

Guru yang ku ketahui bernama Bu Lisa itupun menyuruhku memperkenalkan diri.

Semua yang ada di kelas itu sepertinya sedang menatap ke arahku.

Membuatku semakin grogi.

Jadi aku memutuskan untuk memperkenalkan diriku dengan cepat.

Setelah perkenalan singkatku, Bu Lisa mempersilahkan aku untuk duduk di salah satu bangku yang masih kosong.

Ada seorang gadis cantik yang duduk di sebelahku.

"Hai, aku Salsa" gadis itu setengah berbisik memperkenalkan namanya dan mengulurkan tangan untuk ku jabat.

Aku segera menjabat tangannya dan tersenyum kepadanya.

"Tasya" ucapku singkat. Dia balas tersenyum juga padaku.

Sepertinya dia gadis yang baik dan ramah.

Saat jam istirahat, aku sedikit terkejut, karena hampir semua yang ada di kelas menyalamiku dan memperkenalkan diri mereka masing masing. Ternyata mayoritas siswa disini memang ramah dan tidak sombong.

Kali ini aku merasa beruntung bisa bersekolah

di sini.

Dua orang gadis yang berpenampilan mencolok menghampiri aku dan Salsa.

"Hai, Tasya. Selamat datang di kelas tercinta ini. Kenalin namaku Silvi" gadis yang berperawakan tinggi besar itu memperkenalkan dirinya.

Aku pun menyambut uluran tangannya sebagai tanda perkenalan.

Gadis yang di sebelahnya sama tingginya dengan Silvi, hanya saja tubuhnya lebih kurus.

"Aku Vina, salam kenal ya" ucapnya ramah. Aku tersenyum menyambut perkenalan ini.

"Ke kantin yuk!" ajak Silvi.

Salsa dan Vina mengangguk setuju.

Mereka bertiga beranjak berdiri.

Salsa menarik tanganku.

"Ayo Sya!" ucap Salsa sembari menarikku untuk mengikuti mereka bertiga.

Aku menurut saja.

Sampai di kantin,

Suasana sudah ramai. Aku terus mengekor di belakang tiga gadis ini.

Kami pun duduk di satu meja yang masih kosong.

Setelah membuat pesanan, kami mengobrol sembari menunggu pesanan siap.

Dion

Tasya ternganga melihat makanan yang dipesan oleh Silvi.

Salsa sepertinya menangkap keheranan di wajah teman barunya itu.

"Gak usah kaget, Sya. Silvi memang rakus. Makan gak cukup satu porsi" ucap Salsa sambil cengengesan.

Vina dan Tasya pun terkekeh.

Berbeda dengan Silvi yang langsung berubah manyun.

"Plis deh, aku kan masih dalam masa pertumbuhan" Silvi membela diri.

Sontak ketiga temannya itu langsung tertawa terbahak-bahak.

Tasya melanjutkan menyantap siomay pesanannya.

Pun dengan ketiga temannya, mereka makan dengan lahap.

"Gaes, lihat deh!

Bagas makin ganteng aja" Vina kegirangan menunjuk meja yang berisi sekelompok siswa laki-laki yang sepertinya baru saja masuk ke kantin.

Silvi hanya memutar bola matanya.

Tasya melihat ke arah meja yang ditunjuk oleh Vina.

"Dan Julian masih jadi yang paling cupu diantara tim basket" sambung Silvi sedikit sinis.

"Julian ketua kelas kita?" Tanya Tasya.

Ia memang baru berkenalan dengan teman sekelasnya, jadi belum terlalu hafal nama-nama mereka.

"Yup, gue heran. Itu Dion pas milih Julian jadi anggota tim basketnya sambil merem apa ya" Silvi tertawa terbahak-bahak.

"Penampilan boleh cupu Sil, tapi lihat dong kemampuannya." Salsa memberi pembelaan. Silvi hanya mencibir.

Tasya hanya menyimak obrolan ketiga temannya.

Dia murid baru disini, jadi tentu saja masih asing dengan murid-murid lainnya.

"Sya, rumah loe dimana?" Tanya Vina selanjutnya

"Di perum Sejahtera" jawab Tasya

"Wah searah tu. Kita bertiga tinggal di perum Bintang, ntar pulang bareng kita aja gimana?" Vina memberi penawaran.

"Biasa pulang naik apa emang Sya?" Tanya Salsa menimpali.

"Tadi berangkat dianter Mama, nanti pulang kata mama suruh naik angkot aja. Mama belum pulang kerja soalnya" jelas Tasya

"Nah kebetulan. Udah bareng kita aja. Kan searah juga. Sekalian biar kita tahu rumah loe" saran Silvi.

Tasya hanya menggaruk kepalanya. Merasa tidak enak dan takut merepotkan teman barunya.

"Ngrepotin kalian gak?" Tanya Tasya ragu

"Yaelah, enggak lah Sya, kita kan teman" jawab Silvi santai.

Tasya pun hanya mengangguk mengiyakan.

'Semoga mereka memang teman yang baik' harap Tasya dalam hati.

*****

Namanya Dion.

Anak laki-laki yang keras kepala dan selalu menentang papanya.

Dion menjadi keras kepala karena merasa hidupnya selalu teraniaya.

Semua berawal sejak beberapa tahun yang lalu,

Kala itu, Rian dan Devi yang merupakan orang tua dari Dion hidup bahagia.

Apalagi sejak hadirnya Dion di tengah keluarga kecil mereka, makin lengkaplah kebahagiaan itu.

Namun semua kebahagiaan itu terusik beberapa tahun berikutnya.

Saat itu usia Dion sepuluh tahun.

Dion sudah cukup mengerti saat mama dan papanya terlibat pertengkaran hebat.

Ternyata dibalik kebahagiaan keluarga kecilnya, ada sesuatu yang disembunyikan oleh Rian.

Secara diam-diam, Rian memiliki istri simpanan.

Devi yang tahu hal itu langsung murka dan minta berpisah. Tapi Rian menolaknya dan bersikukuh mempertahankan rumah tangga mereka.

Satu tahun kemudian, mama Devi meninggal dalam sebuah kecelakaan.

Dion benar-benar terpukul atas kepergian sang mama.

Apalagi saat papanya membawa pulang wanita lain, Dion semakin membenci papanya.

Tapi Dion juga tidak bisa keluar dari rumah itu.

Dion masih butuh biaya hidup dan biaya untuk pendidikannya.

Meskipun mama Wina menyayangi Dion, namun Dion sudah terlanjur membencinya sejak awal.

Dion pulang kerumah itu hanya sebagai formalitas.

Dion jarang berbicara ataupun mengobrol dengan mama Wina maupun papanya.

Bahkan Dion tak pernah akur dengan saudara tirinya, Kevin.

Dion membenci Kevin sama seperti dia membenci mama Wina.

Dion membenci hidupnya.

*****

Dion melemparkan bola ditangannya ke sembarang arah.

Hatinya selalu dipenuhi kebencian. Dion tak tahu sampai kapan akan begini.

Samar-samar Dion mendengar tantenya yang sepertinya sedang mengobrol dengan tetangga sebelah.

Dion memang sering menghabiskan waktunya di rumah tante Desi yang merupakan adik kandung dari mama Devi.

Tante Desi sudah lama menikah tapi belum dikaruniai anak, makanya dia senang saat Dion berkunjung atau menginap di rumahnya.

Tante Desi sudah menganggap Dion seperti anaknya.

Pun sebaliknya, Dion selalu bisa melihat sosok sang mama dalam diri tante Desi.

"Jadi kamu sekolah di Tunas Bangsa juga, Sya?" Tante Desi menyapa Tasya yang baru pulang dari sekolah.

"Iya, Tante" Jawab Tasya.

Tante Desi adalah tetangga Tasya.

Sejak baru pindah kesini, tante Desi langsung mengantarkan kue sebagai tanda perkenalan. Dan Tasya serta mama Sarla langsung akrab sama Tante Desi.

"Mama kamu belum pulang ya, ayo makan dulu di rumah Tante" ajak tante Desi.

Kali ini Tasya sungguh merasa sungkan.

Ia akan menolaknya saja mungkin.

"Tasya makan dirumah aja tante" tolak Tasya halus.

"Eh kamu kenal Dion ya berarti. Dia satu sekolah sama kamu" tanya tante Desi lagi.

Pagar pembatas rumah keduanya memang tidak terlalu tinggi, jadi mereka bisa leluasa mengobrol dari halaman rumah masing masing.

"Hah? Dion yang mana, Tan?" Tanya Tasya bingung

Dia baru beberapa hari masuk sekolah. Jadi wajar kalau dia belum tahu banyak mengenai murid murid di sekolahnya.

Kebanyakan yang Tasya kenal hanya teman satu kelasnya.

"Bentar tante panggilin,

Dion!" Tante Desi nampak memanggil seseorang yang ada di salam rumahnya.

Tasya tidak tahu kalau ada orang lain di rumah tante Desi.

Seorang cowok berperawakan tinggi keluar dari dalam rumah tante Desi.

Kulitnya putih bersih, rambutnya hitam, badannya kekar dan berisi, mengenakan kaos warna putih yang tampak pas di badannya.

Tasya sungguh terpesona dengan penampilan cowok di depannya itu

"Ada apa sih, Tan?" Tanya cowok itu sedikit malas.

"Sini deh!

Kamu kenal sama Tasya gak?

Dia satu sekolah sama kamu" Tante Desi menarik cowok itu agar mendekat dan berkenalan dengan Tasya.

Cowok itu memandang Tasya sekilas lalu berkata dengan santai

"Dion gak kenal" ujarnya santai.

Dion sudah akan berbalik dan masuk kembali ke dalam rumah. Namun tante Desi mencegahnya.

"Iya makanya kenalan dulu." Ucap tante Desi bersemangat.

"Sya, kenalin ini Dion keponakan tante. Dia satu sekolah sama kamu" tante Desi menepuk tangan Dion sedikit keras memberi kode agar anak itu mengulurkan tangan pada Tasya sebagai tanda perkenalan.

Dion hanya menurut dan mengulurkan tangannya dengan sedikit malas ke arah Tasya.

"Dion" ucap Dion

"Tasya" balas Tasya sambil menyambut uluran tangan dari Dion.

Cukup lama keduanya berjabat tangan dan saling memandang.

Tasya yang terlebih dahulu melepaskan tangannya dari Dion.

Wajahnya menunduk karena menahan malu.

Dion hanya tersenyum tipis, sebelum akhirnya berlalu meninggalkan dua wanita itu.

"Beda kelas mungkin ya Sya, makanya gak kenal" ucap tante Desi selanjutnya.

Tasya hanya mengangguk.

"Ia tan, sepertinya begitu.

Mmm Tasya masuk dulu tant" Tasya akhirnya memutuskan untuk berpamitan.

Pipinya masih saja merona merah karena bertatapan dengan Dion barusan.

"Ya sudah kalau begitu. Tante juga mau masuk" akhirnya kedua wanita itupun masuk ke dalam rumah masing-masing.

Terkunci di Kamar Mandi

"Hai girls!" Seorang cowok berpenampilan rapi dan cool menyapa Silvi dan rombongan yang baru kembali dari kantin.

"Hai, Kak Kevin. Ada apa?" Silvi yang terlebih dahulu menjawab sapaan itu.

"Ini ada brosur pensi dalam rangka ultah sekolah kita. Tolong kamu bagiin ke teman teman di kelas" Kevin mengangsurkan setumpuk brosur pada Silvi

"Siap" ucap Silvi dan Vina serentak.

Kevin menatap gadis di depannya satu persatu.

Tatapannya berhenti saat melihat Tasya yang nampak asing.

"Ini siapa? Murid baru ya?" Tanya Kevin sambil menunjuk ke arah Tasya

"Iya, Kak. Ini Tasya. Teman baru kita." Salsa yang menjawab pertanyaan dari Kevin.

Kevin tampak manggut-manggut dan paham

"Eh, Sya. Kenalin ini kak Kevin ketua OSIS di sekolah kita" Silvi memperkenalkan Kevin pada Tasya.

Tasya dan Kevin pun berjabat tangan sebagai tanda perkenalan. Tak lupa mereka menyebutkan nama masing-masing.

"Ya udah aku duluan ya, masih banyak yang harus di urus" Kevin berlalu sambil melambaikan tangan pada keempat gadis itu.

Setelah kepergian Kevin, keempat gadis itu melanjutkan langkah mereka menuju kelas.

"Kalian mau tampil gaes di pensi?" Tanya Silvi sedikit terkekeh.

"Mau ngepel panggungnya?" Salsa yang menyahut terlebih dahulu.

Jawaban dari Salsa sontak membuat Vina, Silvi, dan Tasya tertawa.

"Emang tiap tahun selalu ada pensi ya?" Tanya Tasya penasaran.

"Iya Sya, udah agenda wajib" jawab Vina.

Tasya hanya ber oh ria sambil manggut-manggut.

"Sya, ntar balik bareng kita lagi kan?" Tanya Silvi.

"Maaf banget, tapi hari ini aku udah janji mau nemenin mama belanja pulang sekolah nanti" jawab Tasya tak enak hati.

"Ya udah gak apa-apa, Sya. Santai aja" jawab Salsa sambil menepuk lembut punggung sahabatnya tersebut.

"Eh weekend nanti hang out yuk! Suntuk gue mikirin tugas sekolah mulu" usul Silvi.

"Boleh, kan kita udah lama juga gak hang out" Vina langsung setuju.

"Loe ikut ya, Sya" ajak Silvi penuh harap pada Tasya.

Tasya tampak berpikir sebentar,

"Aku ijin ke mama dulu ya" jawab Tasya akhirnya.

Sejujurnya Tasya belum pernah hang out bareng teman-temannya.

Tasya memang pernah beberapa kali ke mall tapi itu selalu bersama mamanya.

"Yaudah ntar kabarin kita aja kalo udah dapat ijin, Sya" ujar Salsa menengahi.

Tasya hanya mengangguk mengiyakan.

Mereka sudah tiba di kelas sekarang.

Silvi dan Vina membagi bagikan brosur yang tadi dibawanya.

Suasana kelas langsung berubah riuh.

Para siswa sibuk membahas tentang pensi yang akan diadakan oleh sekolah.

Suasana baru berubah tenang saat seorang guru masuk ke dalam kelas dan memulai pelajaran.

Para siswa kembali konsentrasi mengikuti pelajaran.

*****

Tasya sudah akan keluar menuju gerbang sekolah.

Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi beberapa saat yang lalu.

Tapi mendadak perutnya terasa mulas dan melilit, jadi Tasya memilih kembali ke dalam sekolah dan mencari toilet.

Agak lama Tasya di toilet.

Ponselnya berbunyi menandakan ada pesan masuk.

Ternyata dari sang mama yang mengabarkan kalau mama Sarla tidak jadi pulang cepat.

"Silvi pasti sudah pulang. Huh, aku akan naik angkot saja" gumam Tasya pada dirinya sendiri.

Tasya sudah selesai dengan urusannya di toilet, tapi saat akan membuka pintu tiba-tiba pintu macet dan tak bisa di buka.

"Loh, kok gak bisa dibuka?" Tasya terus mencoba membukanya tapi sia-sia.

Dan sialnya lagi ada orang iseng yang sepertinya memang sedang mengerjai Tasya.

Ada yang menaruh selang air di atas pintu kamar mandi.

Secara otomatis, air yang mengalir dari selang langsung membuat Tasya basah kuyup.

"Tolong" Tasya berteriak minta tolong dan masih berusaha membuka pintu kamar mandi yang sepertinya bukan macet tapi memang sengaja dikunci dari luar oleh orang iseng tadi.

Tasya sudah basah kuyup sekarang.

"Tolong, tolong!" Tasya menggedor gedor pintu kamar mandi.

Tapi rasanya percuma.

Sekolah sudah sepi.

Apalagi tadi Tasya memakai toilet yang ada di pojok sekolah, jadilah tidak mungkin ada yang lewat disitu.

Kini Tasya hanya bisa terduduk lesu di dalam toilet, berharap akan ada seseorang yang mendengar teriakannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!