Yaza adalah seseorang yang mahir dalam membuat ataupun memperbaiki sesuatu. walaupun saat ini kemampuan gerak tubuhnya sangat terbatas, karena kecelakaan yang menimpanya pada penelitian yang dilakukannya dulu. Namun otaknya tidak kehilangan kejeniusannya.
"Sebuah bak mandi yang cukup besar ya."
Gumam Yaza saat melihat Torani yang melayang di atas kepalanya, seraya mengangguk perlahan.
"Eiji tolong bawa aku naik ke atas benda itu."
Pinta Yaza kepada putra keduanya. Belum sempat Eiji menjawab, Arnius sudah memotong ucapannya terlebih dahulu.
"Aku bisa membawa ayah naik ke sana, apa kau mampu Eiji?"
Ucap Arnius sambil melihat kearah Eiji.
"Ayah yang memintaku tentu saja ayah tahu aku mampu kak."
Eiji tersenyum kecil memandang sang kakak.
"Ayah sudah siap?"
Eiji melihat Yaza sudah menganggukkan kepalanya. Sepasang sayap muncul di punggung Eiji, setelah pemuda itu menyentuh liontin yang menggantung di lehernya. Dengan perlahan tubuh Eiji terbang sambil membopong tubuh Yaza dalam dekapannya hingga naik ke atas Torani.
Arnius kagum melihat kemampuan terbang Eiji.
"Ayah memang yang terbaik."
Gumam Arnius pelan sambil mengikuti Eiji.
Yaza mengamati setiap sudut kapal itu setelah Eiji menurunnya, keningnya yang berkerut seakan memperlihatkan ada banyak hal yang sedang dipikirannya.
"Dimana Keiko?"
Ucap Yaza tiba-tiba, pandangannya menyapu seluruh tempat tersebut untuk menemukan putri kecilnya
"Disini ayah."
Sahut Keiko yang dengan cepat sudah berdiri di belakang ayahnya.
"Bawa kedua kakakmu ke gudang tempatku meletakkan semua hasil penelitian, dan bawa kemari benda-benda yang berbahan dasar seperti Elang perak."
Perintah Yaza kemudian.
Keiko mengangguk dan langsung melesat pergi ke sebuah bangunan besar yang terletak di paling ujung diikuti Arnius dan Eiji.
"Apa aku juga bisa membantu?"
Tanya Genta yang juga mengikuti pergerakan ketiganya.
"Kau angkat yang itu."
Keiko menunjuk beberapa lempengan baja ringan yang cukup besar.
"Jangankan hanya benda itu, sambil menggendong tubuhmu pun aku sanggup."
Genta mengedipkan sebelah matanya saat beradu pandang dengan Keiko.
Keiko tidak menanggapi ucapan Genta, ia berlalu pergi sambil membawa beberapa benda yang di inginkan ayahnya diikuti ke kedua kakaknya.
"Sejak kapan kau belajar membual?"
Ucap Zora yang juga ikut mengangkut beberapa barang.
"Sejak aku mengenalnya."
Jawab Genta dengan senyum lebar.
"Setidaknya dia bisa mengungkapkan isi hatinya, tidak seperti dirimu yang selalu memendam perasaan sendiri."
Yuki yang sudah mengetahui sahabat jauhnya itu begitu mengagumi putri Azumi pun ikut menimpali.
"Apa perlu aku bantu menggali hatimu, agar lebih dalam untuk mengubur semua rasa itu."
Wu Ling tersenyum mengejek.
"Cepat angkat semua, supaya perjalanan kita tidak tertunda terlalu lama."
Ucap Naoki yang sudah berjalan memasuki ruangan itu. Semua terdiam begitu melihat kedatangan Naoki.
"Aku mendukungmu Zora, berusahalah."
Naoki menepuk pelan pundak Zora, saat pria tampan tersebut melewati tubuh pengawal setianya yang hanya berdiri mematung.
Mata Zora membulat seakan tidak percaya, bahwa dirinya mendapat dukungan dari calon kakak.
"Lanjutkan Zora, kau sudah mendapat restu dari calon kakak ipar."
Goda guru Haruka, yang juga ikut bergabung bersama mereka.
Saat semua sudah membawa benda-benda yang di inginkan Yaza, Zen hanya berdiri mematung di dekat jangkar Torani dan hendak memanjatnya.
"Hei... Apa tidak ada yang bisa membantuku." Zen berteriak keras.
"Kenapa selalu saja dirimu. Katanya kau kapten kapal ini, tapi kenapa untuk menaikinya saja kau kesulitan."
Ucap Genta sinis, serta kedua tangannya sudah mencengkram pundak Zen untuk membawanya terbang ke atas Torani.
Yaza hanya memberi perintah kepada semuanya, dan mereka semua mengerjakan sesuai arahan dari Yaza. Tidak butuh waktu seharian penuh untuk menyelesaikan beberapa perbaikan itu, karena Yaza kali ini dibantu beberapa orang yang begitu berbakat, kuat serta cekatan.
Azumi dan Keiko yang di bantu guru Haruka dan juga ibu Gina serta beberapa pelayan menyiapkan banyak sekali perbekalan untuk mereka, mulai dari air minum, sayuran, buah-buahan dan beberapa daging, ayam serta ikan. Semua perbekalan itu masuk kedalam cincin ruang yang dimiliki oleh Keiko. Semua yang masuk kedalam cincin itu akan tetap terjaga keutuhan maupun kesegarannya.
"Jangan lupa peralatan untuk memasaknya serta peralatan makannya."
Ucap Gina mengingatkan.
"Tentu saja ibu."
Sahut Keiko.
"Ibu, jika aku ikut bersama kakak siapa yang akan menjaga ayah dan ibu di sini?"
Ucap Keiko lagi. Gina hanya tersenyum kecil melihat wajah putrinya, sementara Zaka yang baru saja memasuki ruangan tersebut menjawab ucapan gadis cantik tersebut.
"Tenanglah Iko, aku akan tinggal di sini membantu pekerjaan ayah dan ibumu. Kalian sudah kuat dan bahkan sangat kuat, kalian bisa menjaga diri kalian masing-masing. Sehingga kehadiran ku diantara kalian sudah tidak diperlukan lagi."
Ucap Zaka yang sudah masuk dan memanggul satu janjang kelapa muda.
"Aku dengar kau begitu menyukai air kelapa muda, cincin ruang mu masih memiliki banyak tempat untuk buah ini bukan?"
Zaka kembali berucap.
"Terimakasih paman."
Keiko tersenyum kegirangan hingga hampir melompat, sebelum terdengar suara yang seseorang yang selalu membuatnya kesal.
"Jadi dirimu sangat menyukai kelapa muda, ini minumlah sesukamu akan aku petikan lagi jika masih kurang"
Genta meletakkan beberapa janjang buah kelapa di hadapan Keiko dengan senyum lembut. Pemuda itu beralih mengikuti Zaka setelah kehadirannya tidak diperlukan lagi di atas kapal.
"Ini sangat banyak, lagi pula kenapa kau selalu saja mengganggu dan mengikuti ku?"
Keiko berdecak kesal.
"Aku bukannya mengganggu, melainkan akan selalu menjaga dan melindungi mu serta menjadi bayanganmu, bolehkan ibu?"
Ucap Genta seraya tersenyum penuh arti.
"Tentu saja kau harus benar-benar menjaga putri ku."
Gina tersenyum kecil saat melihat bibir putrinya yang sudah mengerucut serta menghentakkan kakinya karena kesal.
"Iko jangan seperti itu, Genta begitu ingin menjagamu hargailah dia."
Gina menasehati putri semata wayangnya.
"Ibu, aku akan menjaga putrimu dengan nyawaku."
Genta bersimpuh dihadapan Gina dan memeluk kaki nya seakan restu ibu telah didapatkannya. Gina tersenyum melihat kelakuan Genta.
"Jangan lupa masukan juga masakan yang sudah di persiapkan untuk makan malam kalian nanti di perjalanan."
Gina kembali mengingatkan. Sementara di luar, Yaza sudah menyelesaikan perbaikan kapal.
"Kapten Zen, kau akan tetap menjadi kapten dari bak mandi besar ini. Kita sudah memperbaiki beberapa bagian serta menambahkan beberapa senjata yang bisa di gunakan untuk bertempur. Aku sudah mengajarimu cara kerja semua alat yang telah aku ciptakan, kini Classic pearl sepenuhnya di bawah kendalimu."
Yaza menepuk pelan pundak pria besar itu.
"Classic pearl ya.. Hm nama yang bagus, terimakasih tuan Yaza."
Zen menunduk hormat.
Semua orang telah turun dan mempersiapkan diri untuk segera melanjutkan perjalanan.
"Ayo kau juga harus turun dan membersihkan dirimu terlebih dahulu sebelum kita berangkat."
Ucap Genta yang kembali mengangkat tubuh Zen.
"Aku bisa mandi di sini, bukankah disini juga ada kamar mandi?"
Ucap Zen sedikit menggerutu.
"Apa kau tidak bisa menghemat air untuk perjalanan kita?"
Balas Genta kesal, Zen hanya bisa mengikuti perintah Genta. Setelah semuanya bersiap mereka kembali berkumpul dan berpamitan.
"Ayah, Ibu maafkan kami tidak bisa bersamamu dan kembali meninggalkan mu."
Arnius berkata pelan di hadapan ayah dan ibunya.
"Tidak mengapa Nius, ingat jaga baik-baik kedua adikmu."
Gina memeluk erat putra sulungnya itu begitupun Yaza.
"Ayah dan ibu harus tetap menjaga kesehatan."
Ucap Eiji sambil memeluk ayah dan ibunya. Yaza dan Gina hanya mengangguk dan membalas pelukan putra keduanya.
"Ayah ... ibu ... "
Keiko terisak di pelukan ayah dan ibunya. Ini pertama kali untuk Keiko pergi jauh dari Ayah dan ibunya.
"Dengarkan baik-baik ucapan kakakmu, jangan berulah dan ingat jangan gegabah dalam segala hal."
Gina menasehati putri semata wayangnya.
"Paman tolong jaga ayah dan ibu."
Arnius memeluk erat Zaka begitupun Eiji.
"Pelajari buku ini Eiji, mungkin bisa berguna untuk kalian. Kau lebih cerdas dari pada kakakmu, kau pasti bisa mempelajarinya secara singkat."
Zaka menyerahkan beberapa buku yang menjelaskan tentang strategi bertempur kepada Eiji. Eiji menerima dan menyimpan buku itu.
"Pangeran Naoki, putri Azumi selamat jalan dan berhati-hatilah."
Yaza membungkuk hormat di hadapan Naoki.
Pergolakan pemberontakan pangeran Yosi membuat kaisar Yamato menjadi lebih waspada untuk menjaga wilayahnya dari berbagai serangan, baik itu dari dalam wilayah kekaisaran maupun perang terbuka dari beberapa kekaisaran yang bersatu dengan pemberontakan yang dilakukan oleh pangeran Yosi.
Kaisar Yamato mengutus putra dan putrinya untuk membasmi segala macam bentuk kegiatan yang ada di dalam wilayah kekaisaran yang mengancam keamanan serta keutuhan wilayah.
"Baiklah, Classic pearl bersiap untuk berangkat."
Zen mulai memberikan aba-aba, dan seluruh awak kapal mulai melakukan tugasnya.
"Kulihat kau tidak lagi melakukan semua hal sendiri."
Ucap Arnius tersenyum kecil melihat kearah Zen yang sedang memegang kemudi kapal.
"Ya aku berterimakasih karena kalian mau bersama dengan diriku melakukan perjalanan ini."
Zen membalas senyuman Arnius, pandangan pria setengah baya tersebut menyapu seluruh tempat di dalam kapal barunya. Ia tersenyum kecil saat melihat banyak orang yang membantunya menjalankan tugas yang sebelumnya ia kerjakan sendiri. Bulir bening hampir menetes dari sudut matanya, ia begitu bahagia saat ini. Karena sebelumnya, ia hanya sendiri mengarungi lautan awan.
Wu Ling terlihat sibuk menyiapkan layar. Sementara Yuki berurusan dengan jangkar besar Classic pearl. Zora pun tidak ingin diam tanpa membantu pekerjaan semua rekannya. Semua bekerja sama dan sesekali saling melempar senyuman.
Perjalanan Classic pearl sangat lancar hampir tanpa hambatan, mungkin dikarenakan belum begitu banyak orang ataupun kelompok yang memiliki kapal udara. Ada beberapa yang menyewakan kapal udara namun jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari.
Setelah makan malam para awak kapal memilih untuk beristirahat, mereka saling bergantian berjaga serta bergantian memegang kemudi kapal karena Zen juga seorang manusia biasa yang perlu istirahat.
Langit timur sudah terlihat sedikit lebih terang, pertanda malam akan segera berganti. Wu Ling yang tengah mendapat giliran memegang kemudi kapal melihat kepulan asap hitam di sebelah kanan kapal.
Wu Ling sedikit menggeser letak kapal serta menurunkan ketinggian supaya lebih jelas melihat ke bawah. Bergesernya letak kapal membuat seluruh awak kapal terbangun.
"Ada apa? kenapa kau merubah posisi dan menurunkan ketinggian?"
Zen sedikit berteriak dan berlari ke arah kemudi. Wu Ling hanya menunjuk kearah kepulan asap, kemudian Zen mengambil alih kemudi.
"Cepat cari asalnya."
Teriak Naoki memberi komando.
"Belum terlihat, turunkan lagi"
Ucap Yuki yang sudah mengamati.
Hari masih sangat pagi dan matahari belum menampakkan diri, sehingga keadaan masih terlihat gelap di bawah sana.
"Kakak kau terbang ke samping kanan, Genta kau samping kiri, aku akan ke bagian belakang. Pangeran tetap awasi dari atas."
Teriak Eiji memberi perintah.
Tanpa menjawab Genta dan Arnius terjun dari atas kapal.
"Kau melewatkan aku kakak."
Gumam Keiko yang juga terjun bersama Elang perak.
Diantara mereka semua hanya Arnius, Eiji, Genta, serta Keiko yang mampu terbang dan bertahan cukup lama di udara tanpa pijakan. Terkecuali Keiko yang menggunakan Elang perak sebagai alat terbangnya.
Kepulan asap mulai terlihat membumbung tinggi dari satu tempat.
"Di sana."
Eiji sedikit berteriak dan menunjuk ke satu tempat dengan jari telunjuknya.
Arnius melesatkan api kecil dari ujung ibu jarinya ke atas, untuk memberikan tanda kepada rekan lainnya yang masih berada di atas Classic pearl untuk lebih mendekat.
"Kalian sungguh keji."
Gumam Arnius dan langsung melesat ke sebuah perkampungan yang keseluruhannya sudah hampir menjadi abu.
"Itu tandanya, cepat lebih turun lagi."
Naoki memberi perintah. Setelah Classic pearl sudah dalam posisi bisa menurunkan jangkar, Yuki melompat dengan membawa jangkar kapal supaya tidak menimpa rumah penduduk. Tanpa aba-aba mereka semua turun dari atas kapal.
"Kalian benar-benar bukan manusia."
Umpat Azumi setelah menapakkan kakinya dan melihat begitu banyak mayat penduduk bergelimpangan serta rumah-rumah mereka yang terbakar hampir keseluruhan.
"Azumi,Wu Ling pergi ke sebelah kanan selamatkan mereka yang masih didalam rumah. Yuki susul Keiko ke sebelah kiri, bantu dia menyelamatkan yang masih tersisa."
Naoki membagi timnya agar sebisa mungkin segera menyelamatkan penduduk yang masih tersisa.
Naoki berlari mendekati Eiji dan Genta sambil sesekali menebas leher pasukan musuh yang berada dalam jangkauannya.
"Eiji, Genta habisi musuh di sebelah kiri. Lindungi Yuki dan Keiko."
Setelah mengatakan itu Naoki melesat ke sisi kanan.
"Arnius habisi musuh dan lindungi Azumi serta Wu Ling yang menyelamatkan warga."
Naoki kembali berteriak dan menunjuk ke arah Azumi serta Wu Ling yang sudah mengeluarkan beberapa warga dari dalam rumahnya.
Mereka mengerti perintah yang di berikan oleh Naoki dan berusaha menyelamatkan warga yang masih berada di dalam rumah.
Dalam sekejap api bisa di padamkan dengan mudah oleh Keiko, Azumi serta Haruka, bahkan tidak sedikit rumah yang atapnya hampir menjadi es.
Saat matahari mulai menampakkan sinarnya, Zen melihat pergerakan yang mencurigakan di pinggir desa dari atas kapal. Zen mulai mengayunkan jangkar hingga tepat mengenai sosok siluman yang sedang melahap buruannya.
"Aaargh.."
Geraman terdengar setelah jangkar tepat menggores punggung siluman. Zen kembali mengayunkan jangkarnya dan kembali tepat sasaran. Siluman itu kembali meraung. Suara raungannya terdengar begitu jelas, Genta yang sudah menyelesaikan pertarungannya melesat ke asal suara dan langsung menyerang siluman yang berbentuk seperti binatang purba yang telah lama punah.
Mulut siluman itu tidak berhenti menyemburkan api dan membakar sekelilingnya. Melihat hal itu Genta mencoba mengalihkan perhatian siluman itu agar menjauh dari pemukiman.
"Kita lihat siapa yang akan terpanggang di sini."
Genta berucap lantang dan mulai menyudutkan lawannya, gerakannya yang lincah sangat menyulitkan siluman yang berbadan besar tersebut.
cakaran dan pukulan Genta membuat geram lawannya, hingga kibasan ekor siluman hampir menghantam tubuhnya. Namun dengan cepat ia menangkap ekor itu kemudian menarik dan membantingnya ke tanah.
"Baam.."
Suara dentuman besar menggema disertai kepulan debu yang berterbangan di udara. Tak ingin menunggu lawannya bangkit kembali, Genta menyemburkan api yang cukup besar dari mulutnya hingga membuat siluman itu menjadi abu. Eiji yang sempat melihat pertarungan itu berdecak kagum.
"Kemampuannya sungguh luar biasa."
Gumam Eiji.
Arnius yang juga menyaksikan pertarungan itu hanya tersenyum kecil, ia benar-benar tahu bagaimana kekuatan seorang Ryu kogane yang sebenarnya. Pada saat ini memang hanya Arnius yang tahu bahwa Genta adalah sosok naga emas Ryu kogane yang setia mengikutinya.
Naoki dan Yuki mulai mengumpulkan informasi dari para penduduk serta prajurit yang di tahannya. Wu Ling bersama yang lainnya membantu penduduk serta mengobati yang terluka.
"Putar arah, kita ke Utara. Mereka ingin menyerang pertahanan paman Uzumaki dan mengambil alih pasukannya."
Ucap Naoki setelah semua anggotanya kembali ke Classic pearl.
Zen mengerti apa yang diperintahkan oleh Naoki, dengan segera ia memutar arah kapal dan segera menghitung titik letak pertahanan Utara dengan tepat.
"Tambahkan api pada tungku mesin di bawah. Tabung-tabung Palka itu perlu banyak uap agar melaju lebih cepat."
Teriak Zen pada anggotanya.
"Serahkan padaku."
Sahut Genta seraya melangkah ke bagian mesin kapal.
"Hati-hati jangan sampai kau membakar kapal ini."
Ucap Arnius pelan.
"Tentu saja, aku juga tidak ingin calon permaisuri ku ikut terpanggang."
Jawab Genta sambil mengedipkan sebelah matanya kearah Keiko.
"Kakak apa kau tidak bisa menyuruhnya untuk berhenti menggoda ku."
Keiko merengek di hadapan Arnius.
"Apa kau tidak menyukainya? atau kau sudah menyukai pria lain?"
Arnius balik bertanya, seraya tersenyum kecil menggoda adik perempuannya yang selalu saja kesal dengan tingkah sahabatnya tersebut.
"Aku hanya malu, dia selalu saja menggodaku memangnya benar hanya aku wanita yang dia sukai?"
Keiko memanyunkan bibirnya.
"Kau bisa bertanya langsung kepadanya."
Arnius kembali tersenyum dan berjalan meninggalkan adiknya.
"Bagaimana, apa yang anda temukan pangeran?"
Tanya Eiji berjalan mendekati Naoki diikuti oleh yang lainnya.
"Mereka ingin melemahkan kekaisaran dengan menyerang setiap titik pertahanan, mengambil alih pasukan untuk menyerang istana."
Jawab Naoki sambil mengepalkan tangannya menahan geram.
"Sebaiknya kalian beristirahat dan menyiapkan tenaga kalian untuk kembali bertarung, karena sepertinya pasukan besar akan menanti di depan."
Haruka mengingatkan mereka seraya meletakkan beberapa buah-buahan di atas meja.
Satu persatu mereka mulai mengambil buah yang ada dan memisahkan diri, duduk di beberapa bagian kapal yang mereka sukai.
Eiji memilih duduk di anjungan kapal, dia terlihat menyibakkan beberapa awan yang menghalangi pandangan matanya hanya dengan melambaikan tangannya.
"Wah adikku rupanya seorang pengendali udara, kau benar-benar membuat awan-awan itu menyingkir."
Ucap Arnius yang sudah berdiri di belakangnya.
"Ah kakak, hanya perlu menghembuskan sedikit angin untuk membuat awan itu bergeser tanpa membuatnya terpecah."
Eiji tersenyum kecil.
"Kau sangat berlatih keras rupanya, aku tidak lagi melihat tubuh kurus Ji ji ku yang dulu sering aku gendong."
Tawa keras keduanya terdengar oleh yang lain.
"Aku benar-benar tidak bisa membedakan kedua kakak kembar mu itu jikalau rambut mereka berdua tidak berbeda warna."
Ucap Genta yang sudah duduk di samping Keiko.
"Dan kenapa kau selalu mengikuti ku?"
Ucap Keiko ketus.
"Apa kau tidak suka jika aku berada di dekatmu?"
Genta balik bertanya dengan wajah yang serius.
"Apa memang tidak ada wanita lain yang bisa kau ganggu? dia bisa marah jika tahu kau selalu dekat denganku."
Keiko menundukkan kepalanya.
"Tidak akan ada yang marah, hanya kau satu-satunya."
Genta menyentuh dagu Keiko dan mengangkat wajahnya.
"Kalau begitu aku yang akan marah jika kau mencoba menggoda gadis lain, aku akan membuat jantungmu membeku jika kau berani melakukannya."
Ancam Keiko yang langsung berlari menghampiri kedua kakaknya.
Genta tersenyum puas mendengar ucapan Keiko, tubuhnya melayang berputar mengelilingi Classic pearl beberapa kali dengan berteriak kegirangan.
"Kenapa dengan anak itu?"
Arnius hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Genta.
"Apa yang kau katakan padanya?"
Arnius menatap wajah Keiko.
"Aku hanya bilang akan membekukan jantungnya jika dia mencoba menggoda gadis lain."
Jawab Keiko dengan wajah memerah, kedua kakaknya kembali tertawa lepas.
Angin berhembus pelan namun dinginnya terasa begitu menusuk tulang.
"Kita hampir sampai, pakai baju hangat kalian dan salurkan energi kalian ke seluruh tubuh atau tubuh kalian akan membeku."
Ucap Naoki yang tengah berjalan menuju anjungan kapal.
Eiji melihat sekelilingnya namun tidak menemukan keberadaan sang adik. Dia mulai memeriksa ke setiap ruangan yang ada.
"Apa yang sedang kau cari?"
Tanya Genta yang mulai melihat kecemasan di wajah pemuda tampan tersebut.
"Apa Keiko tidak bersamamu?"
Ucap Eiji pelan. Tanpa menjawab sepatah katapun, Genta bergegas melesat ke setiap sudut kapal. Dirinya hampir mengobrak-abrik seluruh isi kapal.
"Apa yang kau lakukan, menyingkir dari jalanku."
Teriak Azumi yang tengah membawa tumpukan baju hangat serta selimut.
Genta sedikit menggeser tubuhnya untuk memberi jalan bagi adik perempuan Naoki tersebut, kemudian ia mengikuti setiap langkah gadis cantik tersebut. Azumi terus berjalan menyusuri lorong Classic pearl hingga ke bagian mesin, tanpa memperdulikan Genta yang tengah mengikutinya.
Di sudut ruangan terlihat sosok bertubuh mungil yang ia cari sedang meringkuk di dekat perapian.
"Aku sudah mencoba mengalirkan energi ku namun tubuhnya tidak mau menerima."
Ucap Haruka penuh kekhawatiran, seraya menutupi seluruh tubuh Keiko yang hampir membeku.
"Kenapa dengannya?"
Ucap Genta sambil memeriksa keadaan gadis yang telah dicarinya.
"Aku mengetuk pintu kamarnya untuk menemuinya, namun tak kunjung ada jawaban. Sehingga aku membukanya kemudian menemukannya sudah tidak sadarkan diri dan hampir membeku."
Ucap Azumi menjelaskan.
Genta menyalurkan energi panas ke seluruh tubuh Keiko yang sudah memutih.
"Bawa aku ke tempat terbuka."
Ucap Keiko lirih setelah ia membuka ke dua matanya.
"Dia akan mengalami perubahan, dampak dari perubahan es. Cepat bawa dia ke tempat terbuka dan tidak ada hawa panas sedikitpun di sekitar tubuhnya."
Haruka sedikit mengeraskan suaranya, setelah menyadari semuanya.
Genta menggendong tubuh mungil Keiko kemudian melesat cepat ke anjungan kapal dan mendudukkan tubuh gadis itu.
"Menjauh."
Suara Keiko terdengar begitu pelan.
Dengan wajah yang diliputi kecemasan Genta meninggalkan tempat tersebut dan menyuruh semua orang untuk menjauh.
"Ada apa dengan Keiko?"
Arnius mulai terlihat gusar.
"Tenanglah dia harus bisa melewati tahap ini."
Ucap Haruka pelan.
"Bagaimana aku bisa tenang, wajahnya pucat dan tubuhnya memutih."
Arnius semakin cemas.
"Diam dan perhatikan saja."
Ucap Haruka kembali.
"Tubuhnya sedingin es saat aku membawanya kemari."
Ucapan Genta semakin membuat Arnius khawatir.
Keiko mulai bermeditasi, terlihat tubuhnya mulai di selimuti es. Papan tempat ia duduk mulai tertutup es tebal. Kini yang terlihat hanyalah wajah pucat Keiko dengan bibir yang sudah membiru seutuhnya. Hujan salju mulai turun di sekitar gadis tersebut, hingga membuat suhu di tempat itu menjadi begitu dingin.
"Jangan lakukan itu."
Haruka merentangkan kedua tangannya saat merasakan ada hawa panas yang mulai menyelimuti.
"Jangan ada yang melakukan apapun termasuk menggunakan energi panas."
Ucapnya lagi sambil menoleh ke arah Genta.
"Tapi kau lihat tubuhnya it..."
Ucapan Genta terhenti ketika melihat tubuh Keiko mulai mengepulkan asap putih. Tubuh itu terangkat melayang beberapa jengkal dari tempatnya semula.
Es yang tadinya menyelimuti seluruh tubuh Keiko kini mulai retak dan berjatuhan saat tubuh itu terangkat lebih tinggi dan berputar di udara. Keiko mulai menguasai kembali tubuhnya, kini ia mulai menggerakkan tubuhnya meliuk ke kanan dan ke kiri. Melayang di udara tanpa Elang perak memiliki rasa tersendiri untuknya.
Keiko membalikkan tubuhnya dan menatap semua orang yang berada di bawahnya. Semuanya tengah menatapnya dengan wajah yang diliputi kecemasan. Keiko tersenyum manis sembari mengayunkan tangannya perlahan, seketika salju tipis mulai turun di sekitarnya.
"Jangan hanya tersenyum di atas, turun kemari kau gadis nakal. Sudah berani membuat kami cemas rupanya."
Haruka Sedikit berteriak dan tersenyum lebar dengan mata yang berkaca-kaca.
"Dia berhasil, dia menguasai teknik Dewi salju."
Haruka tersenyum puas kini muridnya sudah melampauinya.
"Hei cantik aku bisa menemanimu terbang kemanapun, namun untuk saat ini hentikan salju yang kau buat. Kau membekukan semuanya. Lihatlah kakakmu Eiji, yang hampir berjenggot salju."
Genta berkata pelan, saat tubuhnya sudah melayang di sisi Keiko.
"Maafkan aku yang sudah membuat semua menjadi seperti ini"
Keiko menunduk hormat setelah kembali menapakkan kakinya di anjungan kapal.
Arnius mengibaskan kedua tangannya dan seketika salju mulai mencair. Eiji pun mulai menggerakkan tubuhnya yang juga tertutup salju. Pria itu menyapukan udara di sekeliling Classic pearl hingga mengeringkan seluruh genangan air.
"Jadi kenapa tubuhmu masih memutih dan bibirmu membiru?"
Eiji menyentuh kulit tangan Keiko, serta menunjuk bibir biru adik perempuannya itu.
"Ini sepertinya adalah efek dari tahapan Dewi salju, tubuhku akan tetap menjadi seperti ini. Apa aku terlihat jelek?"
Keiko membuat kepingan es di telapak tangannya untuk melihat wajahnya.
"Bagaimanapun dirimu, kau tetap calon permaisuri ku yang tercantik."
Semua mulai melangkah meninggalkan mereka berdua, setelah Genta mengeluarkan gombalannya.
Setelah melihat semua orang yang pergi meninggalkan mereka berdua, Genta kembali mendekati Keiko.
"Jika aku berubah menjadi sosok yang sangat buruk dan mengerikan, apakah kau masih mau di sampingku?"
Genta bertanya dengan wajah yang serius.
"Maksudmu?"
Keiko menatap heran wajah pria di hadapannya.
"Suatu saat kau pasti akan tahu."
Ucap Genta pelan sambil berjalan meninggalkan tempat tersebut.
"Apa kak Nius mengetahui hal ini?"
Keiko kembali bertanya, sementara Genta hanya mengangguk tanpa menghentikan langkahnya.
"Hei saat ini kita sudah melayang di atas benteng pertahanan, kalian akan turun di sini atau dimana?"
Zen mengeraskan suaranya, supaya terdengar oleh siapapun.
"Kau lihat bangunan tinggi dan memiliki taman bunga diatasnya itu?"
Naoki menunjuk ke salah satu bangunan.
"Turunkan jangkar di sana."
Ucap Naoki lagi. Zen segera melaksanakan perintah yang diberikan oleh Naoki.
"Aku akan turun dan mengetuk pintu kamar itu."
Naoki bergegas melompat setelah jangkar sudah diturunkan, kemudian ia mengetuk pintu ruangan di depannya. Terlihat seorang gadis cantik membuka pintu.
"Apa bisa dibenarkan jika bertamu di malam hari dan mengetuk pintu kamar seorang gadis?"
Gumam Arnius pelan, setelah turun dari Classic pearl dan melihat seorang gadis cantik membukakan pintu.
"Hai.."
Sapa Naoki.
"Kita seperti sedang mengantar pangeran berkencan dengan gadisnya."
Genta menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Diam kau."
Eiji membekap mulut Genta yang kembali terlihat akan mengucapkan sesuatu.
"Kakak Miyuki."
Azumi berjalan menghampiri dua orang yang berdiri di depan pintu kamar.
"Azumi."
Sapa Miyuki.
"Maaf kami baru sampai dan mendarat di teras kamarmu, karena tempat ini yang paling tinggi."
Azumi memeluk tubuh Miyuki sesaat.
"Iya, ayo bawa semua temanmu masuk."
Balas Miyuki sopan.
"Penjaga tolong panggil pelayan untuk mengantar mereka ke kamar tamu."
Ucap Miyuki kepada penjaga di depan pintu kamarnya. Penjaga hanya menunduk, kemudian bergegas melakukan perintah majikannya.
"Apa ayah handa masih di ruang kerjanya?"
Tanya Miyuki kepada pelayan yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
"Masih nona."
Jawab pelayan itu sopan.
"Sebaiknya kami menemui paman terlebih dahulu."
Naoki berkata pelan.
"Baiklah, pelayan bawa mereka ke ruang tamu. Aku akan mengatakan kedatangan pangeran kepada ayah."
Jawab Miyuki sopan.
"Terimakasih Miyuki."
Naoki menundukkan kepalanya.
"Jangan seperti itu pangeran."
Miyuki merasa sungkan karena seorang pangeran telah menundukkan kepala dihadapannya.
Setelah menunggu beberapa saat di sebuah ruangan, seorang laki-laki setengah baya memasuki ruangan itu bersama dengan Miyuki.
"Selamat malam paman, maaf mengganggu waktu istirahat paman."
Naoki membungkuk hormat.
"Hormat pada pangeran, tidak pangeran tolong jangan seperti itu."
Uzumaki memegang pundak Naoki dan memeluknya.
"Paman perkenalkan, mereka adalah teman-teman saya. Kedatangan kami kemari karena suatu hal yang berhubungan dengan pangeran Yosi."
Ucap Naoki pelan.
"Iya pangeran, pasukan pengintai ku juga mengabarkan hal tentang pangeran Yosi. Anda baru saja tiba, dan ini sudah hampir larut malam sebaiknya anda sekalian beristirahat. Kita akan membahas hal ini besok pagi. Mari saya antar ke kamar anda pangeran."
Uzumaki mempersilahkan para tamunya untuk beristirahat di kamar masing-masing.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!