NovelToon NovelToon

Sincerely Love Nayla

Nayla Anindya

Nayla Anindya Aditama anak bungsu dari Aditama Santoso dan Hania Aditama Santoso, memiliki dua saudara satu laki-laki dan satunya perempuan. Kedua saudaranya sudah berkeluarga semua dan tinggal jauh di luar kota. Gadis yang sedang menempuh pendidikan di kampus ternama di kotanya itu memiliki paras cantik, dengan rambut hitam kecoklatan. Gadis yang baru menginjak semester dua itu selalu bersama sahabatnya kemanapun mereka melangkah.

Sejak kandungan sahabatnya mulai membesar, Nayla di kampus hanya di temani dua bodyguard yang selalu menempel kemanapun ia melangkah, kecuali ke kamar mandi. Nayla kadang merasa risih, karena sikap protektif dua orang itu membuatnya tidak memiliki banyak teman, apalagi pacar. Di dekati oleh cowok lain saja kedua orang yang selalu bersamanya selalu memelototi orang yang mendekati Nayla.

"Kalian bisa enggak sih, sehari aja enggak ngikutin gue?" protes Nayla. Meraka saat ini berada di kantin setelah menyelesaikan mata kuliah, mengisi perut sebelum pulang karena waktu memang sudah siang.

"Enggak bisa Beb, nanti kalo kamu di deketin sama cowok lain gimana?" bodyguard pertama, siapa lagi kalau bukan Doni teman SMA nya, menyukai Nayla tapi selalu mendapat penolakan.

Nayla berdecak malas, ia selalu saja malas meladeni Doni, apalagi sikapnya yang seolah-olah ia hanya milik Doni. Padahal Nayla selalu menolak cinta Doni, tapi entah mengapa cowok itu tidak mau menyerah sedikit pun.

"Jangan gitu dong Nay, gue di sini juga jagain lo sesuai perintah Icha, kalo lo kenapa-napa gue ntar yang di salahin, apalagi kalo lo di apa-apain sama curut yang satu ini," matanya melirik Doni sekilas, mendalatkan pelototan dari Doni yang tidak terima di katain curut.

"Enak aja lo bilang gue curut." Doni melepar tahu goreng dari piringnya ke arah Irfan.

Iya, dua cowok itu adalah Doni dan Irfan. Kebetulan mereka satu jurusan dengan Nayla, dan memang Icha menitipkan Nayla pada Irfan, ia takut jika Nayla kesepian, apalagi Doni selalu membuntutinya. Dulu saat Icha masih kuliah dengan normal, Doni sering mengikuti mereka, apalagi sekarang ia seakan tak rela jika Nayla hanya bersama Irfan.

Irfan menghindari leparan dari Doni, alhasil lemparannya mendarat tidak tepat sasaran.

Bugh

Tahu goreng mendarat di kepala seseorang yang duduk di kursi belakang Irfan. Orang itu sontak menoleh menatap wajah Doni yang menyengir seakan tidak merasa bersalah. Lalu ia berdiri menghampiri Doni.

"Lo apa-apan sih Don? Rambut gue jadi kotor gini, baru tadi pagi gue ke salon. Pokonya lo harus tanggung jawab, bayarin gue ke salon lagi," ucap gadis yang terkena lemparan senjata Doni.

Irfan dan Nayla terkekeh, merasa lucu dengan tingkah Doni yang bar-bar. Tidak berubah juga padahal sudah bukan anak SMA lagi.

"Gue minta maaf ya, gue enggak sengaja masak harus tanggung jawab sih," Doni tidak mau bertanggung jawab, karena ia memang tidak sengaja melempar tahu goreng pada gadis itu.

"Kalo lo enggak mau tanggung jawab, bakalan gue laporin sama Dekan, kalo lo udah ngehina gue dengan cara melempar tahu goreng," acam gadis itu.

"Udahlah Don, buat ke salon duit lo enggak bakalan habis. Lagian lo juga salah, dari pada berurusan sama Dekan, lebih serem kan?" Nayla membujuk Doni, ia juga kasihan pada gadis yang terkena lemparan tahu goreng itu.

Doni berdecak, lalu ia berdiri dari duduknya, "Iya gue tanggung jawab," ucapnya.

Gadis itu tersenyum bahagia, karena Doni mau bertanggung jawab. Sebenarnya Doni itu lumayan tampan, tapi sayang dia sedikit bar-bar.

"Gue duluan, awas lo macem-macem sama Bebeb gue," Doni mengancam Irfan, tetapi Irfan tidak menanggapi ancama Doni.

Doni berlalu bersama gadis tadi dan dua teman gadis itu.

"Setelah ini lo mau pulang apa kemana dulu Nay?" tanya Irfan.

"Kemana ya? Gue juga bingung, kita ke gramed aja gimana gue mau cari novel, ntar kita juga bisa cari referensi buat tugas," Nayla memberi saran, ia lebih nyaman jika hanya berdua saja dengan Irfan karena Irfan bukan cowok lebay seperti Doni.

"Boleh deh,"

Irfan kembali menyantap makanannya, lalu ia menatap Nayla, "Lo kenapa selalu nolak si curut itu Nay?" pertanyaan yang sering Irfan lontarkan tapi tidak pernah mendapat jawaban.

"Dia punya nama Fan, bukan curut," protes Nayla.

"Iya, iya, Doni maksud gue," Irfan meralat panggilannya.

"Ya karena gue enggak suka sama dia, gue juga enggak pengen pacaran sebelum lulus kuliah. Kalau pun ada yang suka sama gue, langsung aja datengin kedua orang tua gue, lamaran dan nikah, enggak usah pacar-pacaran," jelas Nayla. Ia memang tidak ingin menjalin hubungan saat ini, karena menurutnya hanya akan mengganggu konsentrasinya belajar.

Irfan manggut-manggut, ia paham sekarang kenapa Nayla sering menghindari cowok-cowok yang berusaha mendekatinya.

"Bagus deh kalo gitu, gue dukung lo Nay," Irfan pun mendukung sikap Nayla, karena memang menurutnya sikap Nayla tepat sekali.

"Makasih Fan," Nayla tersenyum ke arah Irfan, ia pun membalas senyuman Nayla.

"Ayo gue udah selesai," ucap Nayla lalu ia berdiri, memasang tas di pundaknya. Melangkah lebih dulu meninggalkan Irfan.

Irfan ikut berdiri, ia mensejajrkan langkahnya dengan Nayla, "Pake mobil lo aja," ucapnya setelah berjalan di sisi Nayla.

"Motor lo?" ia menoleh kearah Irfan sekilas.

"Gampang, biar di bawa temen gue,"

Nayla mengangguk, melanjutkan perjalanan menuju parkiran.

Irfan sibuk mengotak-atik ponselnya, entah apa yang sedang ia kerjakan. Untung saja ia tidak menaberak tiang, karena tidak melihat jalan. Entah saking hafalnya dengan jalan tersebut atau instingnya kuat tidak tahu.

Di parkiran mereka sudah di tunggu seorang cowok, yang Nayla tahu adalah teman Irfan.

"Nich, jagain motor kesayangan gue." Irfan melempar kunci motornya pada pemuda tersebut.

"Motor lo aman sama gue, selamat berkencan," ucap pemuda tersebut, ia berlalu meninggalkan Nayla dan Irfan.

"Berkancan?" heran Nayla.

"Enggak usah dengerin omongannya, dia emang suka ngasal,"

Nayla hanya menggidikan bahu, acuh. Ia tidak begitu memperdulikan ucapan pemuda tadi, hanya saja kata 'berkencan' yang di ucapkan seolah-olah mereka benar-benar sedang pacaran, padahal kenyataannya tidak seperti itu.

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Sore hari Nayla pulang kerumah, ia lebih dulu mengantarkan Irfan, sebenarnya Irfan tidak mau tetapi Nayla memaksa, ia tidak enak jika Irfan yang telah menemaninya ke toko buku harus pulang naik taksi.

"Mama, aku pulang," ucapnya, memeluk sang Mama yang sedang sibuk di dapur entah sedang membuat apa.

"Kalau pulang itu ucapkan salam, jangan main masuk kaya maling aja," protes sang Mama, pasalnya sudah berkali-kali ia menyuruh anak gadisnya mengucapkan salam saat masuk rumah tapi tidak pernah ia lakukan.

"Maaf Ma, lupa karena saking kangennya sama Mama," selalu saja beralasan seperti itu.

"Gak heran Mama," melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. "Bantuin Mama masak Nay," titah sang Mama.

"Mama kan tahu masakanku enggak enak, aku jadi males masak," ucapnya, lalu melepaskan pelukannya.

"Kamu itu udah dewasa sayang, kalau kamu menikah nanti kamu harus bisa masakin suamimu, biar dia betah di rumah, makanya belajar masak dari sekarang," tutur sang Mama, karena selama ini Nayla selalu beralasan yang macam-macam jika di suruh membantu mamanya memasak.

"Kapan-kapan yah Ma," tolaknya, ia melangkah minggalkan sang Mama.

Sang Mama hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anak gadisnya yang selalu seperti itu.

Bersambung....

Gimana kesan pertamanya?

Farhan Bayu Pradana

Farhan Bayu Pradana anak sulung dari pasangan Bayu Pradana dan Sinta Anggraini Pradana, ia memiliki tiga saudara dua perempuan dan satu laki-laki, akan tetapi saudara perempuannya yang pertama lebih dulu meninggal saat masih duduk di bangku SMA. Memiliki kekasih yang akan di nikahinya beberapa hari kedepan yaitu Sherena.

Kesibukannya setiap hari bekerja sebagai seorang CEO di sebuah perusahaan keluarga. Banyak yang ingin bersanding dengannya, selain tampan ia juga cerdas. Kecerdasannya membawa perusahaan yang ia pimpin menjadi lebih maju.

"Sayang," seorang wanita masuk ke dalam ruangannya tanpa permisi, siapa lagi kalau bukan kekasih hatinya.

Farhan mendongak, ia tersenyum ke arah pujaan hatinya. Lalu ia berdiri menyambut kekasihnya.

"Mau makan siang bareng?" tanyanya setelah berada di depan sang kekasih.

"Tentu dong, jangan-jangan kamu lupa ya? Hari ini kita harus fitting ulang, acaranya seminggu lagi lho," Sherena mengingatkan, ia paham betul kekasihnya itu sibuk dan pasti melupakan jika hari ini mereka harus fitting baju pengantin lagi.

"Benarkah? Aku benar-benar lupa," benarkan tebakan Sherena jika Farhan melupakan hal itu.

"Baiklah, kita makan dulu setelah itu ke butik," putus Farhan, ia menggandeng tangan kekasihnya keluar dari ruangan.

"Rita, Saya ada urusan mungkin sekitar jam dua saya baru kembali." Farhan melihat jam yang ada di tangannya sekilas.

"Baik Pak," timpal sekertarisnya.

Farhan berlalu bersama Sherena. Mereka memasuki lift menuju lantai bawah. Menuju basment di mana mobilnya terparkir rapi di sana.

"Mau makan di mana?" tanya Farhan pada sang kekasih.

"Di mana aja terserah, tapi jangan ke restoran Jepang dulu ya, aku lagi enggak pengen makan itu," seperti itulah wanita, selalu mengatakan 'terserah' tapi masih ada pengecualian.

"Baiklah, kita ke kafe biasa aja ya, kafe itu juga searah dengan butik yang akan kita datangi," Farhan memberi pilihan, ia juga tidak mau jika sering makan di restoran jepang kesukaannya itu.

Sherena mengangguk, ia menyetujui usulan Farhan.

Beberapa waktu berlalu, mereka pun sudah sampai di sebuah kafe, moyoritas isinya pemuda pemudi, entah itu anak kuliahan ataupun mereka yang sudah bekerja.

Memilih meja yang dekat dengan jendela kaca tembus pandang. Karena kafe itu hampir penuh, hanya beberapa meja saja yang masih kosong.

Keduanya duduk berhadapan. Tak lama datangnya pelayan membawakan buku menu. Terlihat keduanya memilih menu yang berbeda.

"Tumben banget kamu cuma pesan salad buah aja, biasanya kalau siang makan nasi, kan?" Farhan heran melihat kekasihnya hanya memesan semangkok salad buah.

"Enggak tahu, akhir-akhir ini aku malas sekali makan nasi, maunya makan buah aja," ia sendiri pun heran dengan perubahan yang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini.

"Kaya orang ngidam aja, dulu kan pas hamil pertama adikku gitu," ucap Farhan dengan entengnya, bahkan ia terkekeh mengingat dulu pernah di kerjai sang adik saat dia hamil.

DEG

Berbeda dengan Farhan, wajah Sherena berubah pias. Ia tertohok dengan ucapan kekasihnya, fikirannya melayang, mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu. Tapi dengan segera ia menepis pikiran buruknya, menggelengkan kepala menghalau pikiran buruk yang menyerang.

"Kenapa sayang?" tanya Farhan saat melihat Sherena menggelengkan kepala.

"Ah itu ... sedikit pusing aja," kilahnya, untung saja ia menemukan alasan yang tepat, membuat Farhan percaya.

"Beneran pusing? Kalau gitu kita pulang aja ya, enggak usah ke butik sekarang," khawatir, tentu saja Farhan khawatir ia takut sang kekasih kenapa-napa.

"Eh jangan, aku cuma pusing sedikit, paling sebentar lagi juga sembuh," berbohong lagi, ia tidak mau Farhan mencurigainya.

"Baiklah, tapi jika nanti pusingnya tambah parah, aku antar pulang ya," ucapnya.

Sherena mengangguk, ia lega karena berhasil membuat Farhan percaya.

"Kak Farhan, Kak Sherena, tumben ya kita ketemu di sini," tiba-tiba ada seorang gadis yang datang menghampiri keduanya.

"Iya ya, kamu sendirian Nay?" tanya Seherena ia memang akrab dengan sahabat adiknya Farhan itu.

"Enggak Kak, bertiga," Nayla melirik ke arah dua orang yang selalu mengikutinya.

Sherena dan Farhan pun mengarahkan pandangan ke arah dua pemuda yang berjalan mendekati mereka.

"Pacar kamu?" tebak Seheran.

"Enggaklah Kak, mereka berdua buka tipeku," Nayla berucap dengan nada sedikit meninggi, ia sengaja supaya kedua pemuda itu mendengarnya.

"Aku kira pacar," Sherena tersenyum, "Tipenya kaya apa dong?" tanyanya, entah mengapa ia kepo dengan tipe cowok buat Nayla.

"Kalo ada sih yang kaya Kak Farhan," entah sengaja apa tidak ia mengucapkan hal itu, "Becanda Kak, aku enggak memikirkan hal itu Kak, sudah ya aku mau cari tempat duduk, dua bodyguardku udah dateng," tambahnya, ia mengatakan seperti itu karena melihat wajah Sherena yang berubah.

Nayla dengan dua pemuda itu memilih duduk agak jauh dari Farhan dan Sherena, ia tidak mau mengganggu kemesraan mereka.

Sejak tadi Farhan tidak bersuara, ia lebih memilih diam memainkan ponselnya, entah apa yang sedang ia lakukan.

Tak lama dua pelayan menghampiri meja mereka, membawa makanan dan juga minuman yang mereka pesan. Setelah kepergian pelayan tersebut, mereka pun memulai makan makanannya dengan lahap, di selingi beberapa obrolah kecil.

Setelah menyelesaikan makan siang, mereka pun menuju butik yang sudah di janjikan. Memasuki bangunan yang ada di hadapan mereka dengan bergandengan tangan.

"Ternyata ada Mama juga?" tanya Sherena pada sang Mama yang duduk di sofa ruangan itu.

"Iya, Mama sengaja ke sini, karena menurut desaignernya kamu hari ini kan fitting ulang, Mama mau lihat hasil akhirnya seperti apa," jawab sang Mama, ia memang sengaja datang ke butik tersebut.

Di tengah obrolan mereka, sang pemilik butik pun datang, mengajak ke tiga orang itu masuk ke dalam ruangannya. Sherena akan mencoba gaun pernikahannya di sana, karena di sana pun ada tempat untuk ganti pakaian.

Setelah dirasa cukup, Farhan dan Sherena kembalu ke kantor, karena mobil Sherena yang masih terparkir rapi di basment kantor, makanya ia memilih ke kantor Farhan terlebih dahulu sebelum pulang.

¤¤¤

Sore hari Farhan pulang, rasa lelah setelah bekerja ia rasakan, ingin segera menyegarkan tubuhnya dengan air dan berbaring sebentar sambil menunggu waktu maghrib. Tetapi rencananya gagal, sebab ia datang langsung di sambut oleh adik tercintanya yang baru saja datang ke rumah.

"Udah pulang Kak, aku kangen banget sama Kaka." Wanita yang perutnya terlihat membuncit itu mendekat kearah sang Kaka, memeluk erat tubuh sang Kaka yang masih bau asem.

"Kangen aja terus, perasaan hamil kali ini kamu maunya peluk-peluk Kaka pas ketemu deh, enggak perduli di manapun," protes Farhan. Adik perempuannya itu memang saat hamil yang ke dua ini terlihat lebih manja dengannya.

"Sudah Kak Farhan capek sayang, biarkan dia duduk dulu," ucap sang suami, karena melihat istrinya tak kunjung melepas pelukan pada sang Kakak.

Sang istri menurut, meski dengan wajah cemberut, lalu ia duduk di sisi sang suami dan menyandarkan kepalanya di bahu sang suami.

Farhan melihat tingkah manja adiknya hanya mampu menggelengkan kepla, heran. Lalu ia berpamitan untuk mandi dan berganti pakaian terlebih dahulu.

Bersambung....

Itu secuil cerita keseharian Farhan. Perkenalan dulu kita🤭

Jangan lupa like dan komennya yah...

Sehari Sebelum Pernikahan

Seorang wanita cantik dengan body goals nya terbangun dari mimpi indahnya, karena merasakan tidak enak yang berasa dari perut. Ia melangkah menuju kamar mandi, mencoba memutahkan semua isi perut, tapi tidak ada sesuatu pun yang ia keluarkan, hanya cairan berwarna kuning yang terasa pahit. Ia jadi teringat ucapan kekasihnya beberapa hari yang lalu soal kehamilan dan ngidam.

Wanita itu keluar kamar mandi mencari sesuatu yang pernah ia beli tapi belum sempat di gunakan. Dengan perasaan campur aduk tidak karuan, ia mulai menggunkan alat tersebut. Mencelupkan sebagian alat itu ke dalam air urine yang telah ia kumpulkan sebelumnya. Menunggu dengan was-was, bahkan ia tidak berani menatap benda yang berada di hadapannya itu.

Setelah cukup lama mempertimbangkan, di buka apa tidak benda itu, ia pun memutuskan untuk melihat langsung benda tersebut.

DEG

Dadanya bergemuruh, matanya melotot dengan mulut yang menganga. Ia tidak menyangkan sesuatu yang ia takutkan terjadi juga. Ia positif hamil. Air matanya luruh tanpa permisi, sekuat tenaga ia memukul-mukul perut yang berisi janin dari lelaki lain, bukan calon suaminya.

Kakinya tak lagi kuat menopang tubuh rampinya, ia terduduk di depan wastafel kamar mandi. Menangis sejadi-jadinya. Menyesali perbuatan yang telah terjadi beberapa minggu yang lalu, ia khilaf benar waktu itu ia khilaf.

"Tuhan! Apa yang harus aku lakukan!" serunya dengan isak tangis.

"Aku tidak mungkin menjelaskan semuanya, dia pasti akan kecewa, apalagi besok adalah hari pernikahan kita," lirihnya, ia masih saja menangis, menumpahkan perasaan bersalah dan juga kecewa pada diri sendiri.

Lama Sherena duduk termenung di dalam kamar mandi, berbagai spekulasi yang muncul dari otaknya. Ya, wanita itu adalah Sherena si calon pengantin wanita yang rencananya akan melaksanakan pernikahan besok pagi. Ia bingung harus berbuat apa? Apakah ia harus lari dari kenyataan ini, atau ia harus menghadapinya? Pusing sendiri memikirkan keadaan tersebut. Hingga ketukan pintu dari luar kamarnya terdengar.

Tok

Tok

Tok

"Non, sarapan dulu sudah di tunggu sama yang lain," titah orang yang berada di luar kamar.

Sherena berdiri, lalu ia keluar dari kamar mandi menuju ke arah pintu. "Bik, sarapanku bawa ke kamar aja ya," titahnya tanpa membuka pintu kamar, ia tidak mau ada orang yang melihat wajah sembab serta mata bengkaknya saat ini.

"Baik Non," setelah itu tidak ada suara dari luar sana.

Sherena memutuskan untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, ia akan kembali memikirkan apa yang harus ia lakukan dengan keadaan yang seperti ini.

Tak lama ia keluar dari kamar mandi, ternyata sarapannya sudah ada di dalam kamar, karena sebelum masuk kamar mandi tadi ia lebih dulu membuka pintu kamar sedikit, supaya pembantunya bisa masuk.

Melihat makanan yang tersaji, tiba-tiba perutnya mual ia pun mengurungkan niatnya untuk menyantap makanan tersebut. Tapi jika tidak di makan, pasti orang tuanya akan khawatir, lalu ia berinisiatif membungkus sarapannya ke dalan kantong plastik, lalu membuangnya ke tempat sampah yang ada di dalam kamar. Setelah itu, ia meletakkan peralatan makan tadi di samping pintu luar kamar.

Merebahkan diri di atas ranjang, ia memikirkan apa yang harus ia lakukan saat ini, apakah ia haeus menggugurkan kandungannya, tapi tidak mungkin di lakukan dalan waktu yang singkat. Ia merubah rencananya lagi, jujur pada Farhan, rasanya tidak mungkin.

"Aaaakh!" teriaknya frustasi.

Lalu ia teringat dengan kartu nama yang di berikan oleh lelaki yang sudah merenggut kesuciannya saat itu. Tadinya ia tidak memperdulikan kartu tersebut, jadi ia lupa meletkkan kartu itu dimana. Mencari kesana kemari, ternyata kartu tersebut masih berada di dalam tasnya.

Menekan nomor ponsel yang ada di sana, dengan segera ia menghubungi orang tersebut. Orang di seberang sana langsung menjawab saat telfon tersambung.

"Gara-gara kamu hidupku jadi hancur!" terik Seheran, ia tidak bisa mengendalikan emosinya saat ini.

"Enggak, aku maunya nikah sama kekasihku! Mau aku gugurin anak ini!" teriaknya setelah mendengar jawaban orang di seberang sana.

"Oke, hanya sampai anak ini lahir, setelah itu jangan pernah ganggu aku." Sherena memutus panggilan telfon, ia menyetujui permintaan orang di seberang sana.

Ia terduduk lemas di sisi ranjang, air mata membasahi pipinya. Ia harus rela membuang jauh mimpinya menikah dengan orang yang sangat ia cintai, ia berharap jika kembali nanti sang kekasih mau menerimanya seperti dulu. Hanya itu yang ia harapkan di masa depan.

¤¤¤

Malam harinya, Sherena mondar-mandir di dalam kamar, ia sudah menemukan sebuah cara untuk keluar dari rumah. Tapi ia belum yakin jika rencananya bisa berhasil.

"Aku harus yakin, ini pasti akan berhasil," gumamnya, lalu ia melangkah keluar kamar, menuruni anak tangga menuju dapur. Terlihat gelap dan sepi, sepertinya pembantu pun sudah tertidur. Beberapa kerbat yang dari luar kota pun sepertinya sudah berada di dalam kamar mereka.

Sherena memulai aksinya, ia membuat tiga gelas kopi, memberi sedikit obat tidur di dalam kopi tersebut. Ia akan memberikan kopi itu pada penjaga di depan gerbang, karena ia tidak mungkin melewati penjaga dengan mulus jika tak melakukan itu. Ia bisa mendapatkan obat tidur dari pembantunya tadi siang, yang ia suruh untuk membeli obat itu dengan alasan supaya nanti malam bisa tidur dengan nyenyak, sungguh rencana yang sangat matang.

Membuat kopi telah selesai, ia kembali bimbang tapi kebimbangannya tak bertahan lama ketika mendapati seorang satpam masuk ke dapur.

"Pak, mau buat kopi ya?" tanya Sherena basa-basi.

"Eh Non ... iya Non," jawab satpam tersebut.

"Kebetulan banget Pak, aku sudah buatin kopi buat kalian bertiga." Sherena menunjuk tiga gelas kopi yang terletak diatas nampan.

"Makasih Non, merepotkan saja," timpalnya sungkan, "Tumben Non Rena buatin kopi buat kita?" tanyanya kemudian.

"Iya Pak, mulai besok aku kan udah enggak tinggal di sini, sesekali lah membuatkan kopi buat Pak satpam," tersenyum, karena aktingnya berhasil.

"Iya ya Non, yaudah Bapak bawa dulu kopinya ya," satpam itu melangkah mengambil nampan yang berisi kopi lalu ia bawa ke post satpam.

Setelah kepergian satpam tersebut, Sherena kembali ke kamar, ia akan memantau ke tiga satpamnya itu. Jika mereka sudah tertidur makan ia akan melancarkan aksinya keluar dari rumah.

Tak butuh waktu berjam-jam, obat tidur dosis tinggi yang ia berikan pada kopi satpam-satpamnya bekerja dengan baik. Terbukti ketiga satpam itu sudah tertidur di kursi masing-masing.

Sherena turun dari kamar dengan mengendap-endap. Ia menjinjing koper ukuran kecil yang isinya beberapa pakaian miliknya. Keluar rumah dengan terburu-buru karena takut orang rumah akan terbangun, ia tidak mempedulikan satpam-satpamnya yang tertidur pulas. Melewati ketiga satpam itu, lalu membuka gerbang yang sudah di gembok, untung saja kunci gembok berada di meja salah pos satpam.

Setelah gerbang terbuka, ia keluar dengan buru-buru, lalu menutup gerbang dengan hati-hati. Di luar gerbang sudah ada sebuah mobil yang menunggunya, siapa lagi jika bukan laki-laki yang menanam benih di perutnya. Mereka memang sengaja merencanakan itu semua, supaya Sherena bisa kabur dari rumah. Setelah ini, keduanya akan pergi ke luar negeri, karena lelaki itu memang tinggal di sana sebelumnya.

"Kita akan terbang malam ini juga, pakai jet pribadi saya," ucap lelaki yang duduk di sisi Sherena.

"Terserah," timpal Sherena cuek. Ia enggan berbicara dengan pria yang duduk di sampingnya, ia memilih untuk menyusun kata-kata yang akan ia kirim pada sang kekasih esok pagi.

Bersambung.......

Jangan lupa like dan komennya yah...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!