NovelToon NovelToon

SANG YATIM

Episode 1

Semua orang yang hidup di dunia ini memiliki mimpi yang bahagia. Mimpi yang mereka yakini akan terwujud tanpa pernah membayangkan hal buruk akan terjadi dalam proses untuk mencapainya.

Kita semua adalah manusia yang positif yang selalu optimis akan apa yang kita mimpikan. Namun apabila kau menemui proses berliku dan amat sangat sulit dalam hidupmu, yakin lah bahwa kau akan mampu keluar melawan waktu.

Pagi itu kulihat ayah dan mama mempersiapkan segala yang di perlukan untuk membawa aku dan kedua adik ku jalan-jalan. Tempat favorite kami adalah kebun binatang.

Ayah yang sudah siap dengan pakaian rapi nya segera menghidupkan mesin mobil. Ia memanaskan nya sebelum roda empat itu di kendarai. Aku dan adik ku yang bernama Amira begitu antusias melihat ayah menyalakan mesin mobil.

Sementara mama ku mondar-mandir menyiapkan bekal. Aku dan Amira terus sibuk mengoceh sambil memutar-mutar stang bulat milik mobil berwarna silver itu.

Ketika melihat mama membawa barang-barang kedepan rumah, ayah dengan sigap membantu dan memasukan nya ke bagasi belakang. Aku dan adikku semakin antusias melihat semua nya sudah beres.

Ayah mulai memutar arah ketika mama sudah masuk kedalam mobil. Kami begitu bahagia tertawa riang, serasa hidup ini benar-benar memihak kepada kami.

Setelah melalui perjalanan kurang lebih 20 menit akhirnya kami sampai di sebuah kebun binatang. Karena memang jarak antara rumah kami dengan kebun binatang itu tidak lah jauh.

Setelah ayah turun memarkirkan mobilnya dengan mantap, ia pun bergegas membeli tiket. Aku dan adikku yang melihat berbagai jenis hewan kegirangan bukan main. Ayah dan mama saat itu hanya tertawa melihat kami begitu antusias.

Seperti biasa, kami tidak lupa untuk berfoto mengabadikan moment. Walau saat itu tahun 1998 tetapi kami sudah memiliki kamera dan ayah ku juga memiliki sebuah alat komonukasi yang bernama Pejer berbentuk persegi empat berwarna hitam.

Aku dan adik ku yang memakai baju kembar berwarna navy, ada gambar kartun katak berwarna pink di depannya terlihat sangat menggemaskan saat di foto.

Adik ku yang selalu banyak gaya ketika di foto, melipat semua jarinya sehingga terlihat seperti capit kepiting. Aku tertawa melihat tingkah nya tapi aku tak bisa mengikuti gayanya itu walau aku telah berusaha.

Hingga akhirnya aku berfoto seperti biasa, tersenyum dan tertawa riang dengan adikku yang banyak gaya itu. Hasil foto-foto kami selalu terlihat menggemaskan dan sangat cantik.

Karna aku dan adikku seperti anak kembar yang tidak terpisahkan. Kami selalu memakai apapun dari baju, celana, aksesoris semua terlihat sama terkadang sepatu aja yang berbeda tapi lebih sering sama.

Jarak antara aku dan adikku begitu dekat hanya satu tahun satu. Ya ketika aku lahir tiga bulan, mama ku hamil adikku. Mungkin orang berfikir kasian aku yang masih kecil sudah memiliki adik di usia satu tahun.

Namun aku justru bersyukur, rasanya aku tidak perlu siapapun lagi untuk ku ajak bermain, tertawa dan berlari-lari. Karna aku memiliki adik yang selalu ada bersamaku menghabiskan masa kecil kami bersama.

Saat itu kami yang masih kecil tidak mengerti dengan pembicaraan kedua orang tuaku. Tidak mengerti pula apa yang mereka rasakan juga tidak mengerti masalah apa yang akan kami hadapi.

Saat itu aku hanya mendengar kata tender, ditipu dan pindah. Aku melihat mama ku diam dan meneteskan air mata. Sementara ayahku duduk diam menatap ku dan amira dengan wajah sedih seorang ayah seolah membayangkan bagaimana masa depan anak-anak nya.

Aku dan amira memandangi mereka dengan raut wajah tidak mengerti. Mama bangkit dari duduk nya, membawa kami ke kamar. Mama menyanyikan lagu yang biasa ia lantunkan untuk menidurkan kami. kk

Malam pun berlalu dengan mimpi yang indah berharap semua akan menjadi nyata. Namun keesokan pagi nya aku dan adikku diam memperhatikan ayah dan teman nya mengangkat barang-barang ke atas sebuah mobil pick up.

Mama menyulangkan kami makan, aku memberanikan diri bertanya.

"ma, barang-barang kita kok diangkat?" tanyaku dengan wajah polos

"iya nak, kita mau pindah dari rumah ini" ucap mama sedikit tersenyum namun diliputi raut sedih yang harus ia tutupi di depan anak-anaknya.

Aku dan adik ku saling memandang, melihat ekspresi mama yang tidak riang seperti biasa saat menyulangkan kami makan.

" nanti mbak zahra dan mira bakal punya banyak teman baru disana ya nak." ucap mama sambil mencium lembut pipi kedua gadis kecilnya.

Mama sengaja menuturkan mbak kepada ku, agar mira terbiasa memanggil kakaknya dengan tutur yang seharusnya.

Kami yang mendengar ucapan mama kembali riang, karna memang aku dan amira hanya memiliki satu teman saja itu pun anak tukang cuci dirumah kami yang bernama heni.

Aku dan amira diajak ayah melangsir barang ke rumah yang akan kami tempati. Sesampainya dirumah itu, kami yang tengah makan lolipop merasa tak percaya bahwa rumah ini akan menjadi tempat kami menghabiskan waktu.

Rumah yang berbanding terbalik dengan rumahku yang sebelumnya. Dimana rumah itu terdapat 3 kamar, ruang tamu, ruang tv, dapur yang luas, 2 kamar mandi yang luas dan halaman yang luas.

Rumah ini begitu kecil bahkan aku yang baru berumur lima tahun saat itu menyadari perbedaan itu. Rumah yang hanya ada satu kamar, satu ruang tamu, kamar mandi terletak di luar rumah.

"mbak rumah kita kok jadi gini" ucap amira mengungkapkan apa yang dia rasa. Dia bukan anak yang banyak bicara seperti ku, ia hanya akan mengatakan hal-hal yang penting saja.

"gak tau" hanya itu yang ku ucapkan sambil melihat adik ku yang gembul dengan rambut lurus namun ikal dibawah nya.

Kami kembali memperhatikan ayah dan teman nya mengangkat empat guci keramik besar, kursi dan meja jepara juga rak tv. Baru beberapa barang itu saja, rumah itu sudah terlihat sesak seolah kehabisan ruang.

Sesampainya di rumah, kulihat ayah dan mama menjual beberapa pekakas rumah. Karna memang tidak akan muat jika semua barang yang ada di rumah itu, di bawa ke rumah yang akan kami tempati nantinya.

Kulihat mama memandangi kamar kosong yang biasa kami tiduri. Dia berjalan pelan sambil tangan nya menyusuri dinding kamar, seolah ingin merasakan kembali semua kenangan indah dikamar itu.

Kenangan dimana dia memulai hidup berumah tangga, merasakan kesempatan menjadi seorang ibu hingga memiliki dua orang putri yang sangat menggemaskan.

Air mata nya menetes, mengingat kembali ketika ia menyusui anak nya dengan penuh cinta. Menenangkan anak nya ketika menangis lalu memeluknya penuh cinta.

Ia juga mengingat saat bermain bersama anak-anak nya sebelum mereka tertidur. Tawa anak-anak nya yang begitu riang masih terngiang jelas di telinga nya. Seketika itu kaki nya lemas, ia terduduk sambil menangis di sudut kamar itu.

Kedua gadis kecil nya datang segera memeluk mama nya dengan wajah cemas, karna melihat ibunya menangis.

"ma, mama kenapa? " ucap zahra sambil memegang pipi mama nya yang basah karena air mata.

Sementara Amira hanya diam dengan raut wajah sedih sambil memeluk boneka beruang berwarna coklat milo miliknya.

"mama gak papa nak. Mama hanya teringat saat anak-anak mama masih kecil dan sekarang sudah besar, bentar lagi sudah sekolah." Ucap mama berusaha menghadirkan senyum diwajahnya.

Lagi-lagi mama harus berbohong agar anak-anaknya tetap tenang dan bahagia, tanpa harus tau masalah apa yang orang tua mereka hadapi dalam perjuangan nya membesarkan anak-anak mereka.

Mereka bertiga berpelukan dengan begitu hangat. Seolah ingin membuat kenangan terakhir di rumah itu, sebelum memulai kenangan dan cerita baru di rumah yang akan mereka tempati nantinya.

Setiap keluarga memiliki perjuangan nya masing-masing. Kita semua akan dihadapkan pada fase tersulit dalam kehidupan ini.

Namun kita tidak punya pilihan lain, selagi kita masih bernafas. Kita harus bangkit dari keterpurukan dan kesulitan yang ada, karna kesempatan waktu yang di berikan adalah untuk kita berjuang dan bertahan.

Episode 2

Pagi itu semua terasa berbeda, komplek perumahan masih baru dan penduduk nya belum begitu banyak. Kami beruntung memiliki beberapa tetangga yang juga masih baru.

Ayah dan mama terlihat menata dan mengemas rumah. Beberapa hari berjalan ayah berubah fikiran. Tiba-tiba ia memutuskan untuk mengajak kami tinggal di jakarta.

Di jakarta ada adik ayah yang sudah cukup sukses dengan usaha cargo milik nya. Aku dan amira sudah sangat senang, karena akan kembali jumpa dengan sepupu ku.

Beberapa kali kami sempat saling mengunjungi, sebelum semua masalah ini terjadi. Ayah menjual guci, kursi, meja jepara dan beberapa barang lainnya.

Uang hasil penjualan itu semua cukup banyak. Bahkan bisa mengcover biaya tiket dan kehidupan kami selama dua bulan disana. Namun setelah disiapkan, tiba-tiba ayah menerima telpon dari adik nya.

Aku tidak tau apa yang mereka bicarakan melalui telpon. Hanya saja setelah menerima telpon itu, ayah menemui mama yang sedang mengemasi barang.

"ma, udah gak usah di packing lagi. Simpan lagi semua nya, susun ulang" ucap ayah sambil memandang mama dengan wajah membeku

" kenapa yah? " ucap mama heran menatap ayah yang berdiri di hadapan nya.

Ayah duduk tepat di hadapan mama, yang sudah memberhentikan kegiatannya mengemasi barang. Aku dan amira juga ikut diam menatap kedua orang tuaku.

"Mereka bilang usaha mereka lagi mengalami masalah, sehingga terancam bangkrut ma" ucap ayah terdiam, menunduk sambil menatap pejer yang di genggamnya.

" tapi baru tiga hari yang lalu mereka nyuruh kita kesana yah" ucap mama serasa tak mengerti dengan ini semua.

" Sekarang aku paham ma, sangat paham. Kita sudah tidak ada saudara. Mereka takut bahwa kita akan menyusahkan, makanya tiba-tiba mereka berubah fikiran." ucap ayah dengan raut wajah yang begitu sedih.

Padahal jika pindah kesana, semua sudah ayah persiapkan untuk biaya hidup kami disana. Mama hanya diam menatap ayah, menanti keputusan apa yang akan ia ambil.

"Kita buktikan sama mereka, kita akan hidup baik-baik saja" ucap ayah dengan wajah yang mulai terlihat ambisi.

"Yah gimana kalo kita jualan aja" ucap mama memberi saran kepada ayah.

"Jualan apa ma?" ucap ayah penasaran.

"Kita jualan macam-macam yah. Sayuran, ikan, rokok, jajanan dan lainnya yah. Soalnya disini masih komplek baru yah dan belum ada yang jualan pasti bakalan laris." ucap mama memberi saran dengan antusias.

"Iya juga ya ma. Ini uang yang ada cukup untuk modal jualan, kita bangun kedai di depan dan buat dapur dibelakang. Jadi kamar mandi nya gak di luar lagi ma" ucap ayah tersenyum mengatur planing demi planing dengan semangat.

Semua tersenyum bahagia, walau saat ini kami harus berjuang dari nol tetapi semangat kami selalu seratus persen.

...****************...

Ayah tampak sibuk bersama bapak-bapak tetangga membangun kedai dan dapur. Aku dan amira yang sudah memiliki teman begitu asyik bermain boneka dari daun pisang.

Sementara mama mempersiapkan makan siang untuk ayah dan bapak-bapak yang bekerja. Tidak butuh waktu lama, empat hari sudah selesai kedai dan dapur.

Ayah pergi belanja mempersiapkan segala isi kedai. Untuk seminggu pertama ayah menjual barang kering saja. Sementara setelah melihat omset penjualan bagus, ia mulai belanja sayur-sayuran dan segala kebutuhan dapur.

Sesuai dengan apa yang di bayangkan mama, bahwa jualan di komplek yang masih sangat baru ini akan sangat menguntungkan. Mereka berdua bekerja sama dalam segala hal untuk bangkit dan membesarkan anak-anaknya.

Tanpa terasa zahra dan amira memasuki sekolah dasar. Zahra dan Amira yang terlihat seperti anak kembar itu selalu melakukan apapun bersama.

Hingga ketika zahra memasuki sekolah dasar, amira yang masih berumur 5tahun memaksa untuk ikut masuk sekolah juga. Sementara zahra juga tidak mau sekolah jika harus pisah dari amira.

Akhirnya mama mendaftarkan mereka berdua untuk sekolah bersamaan dan harus satu kelas pula. Mama sangat bersyukur, kedua putri nya tumbuh menjadi anak yang pintar. Terlebih zahra yang selalu menjadi juara kelas.

Ia sering menerima hadiah berupa buku dan alat tulis lainnya. Ketika libur sekolah ayah juga sering mengajak kami ke sebuah taman bermain.

Bagi anak yang berprestasi, juara satu sampai tiga mendapatkan tiket gratis dengan syarat membawa raport sekolah sebagai bukti. Sementara untuk peringkat empat sampai tujuh, mendapatkan potongan setengah harga tiket.

Aku mendapatkan tiket gratis sementara amira mendapatkan potongan setengah harga. Ayah begitu bangga membawa dua raport hasil belajar kedua putrinya.

Kami bermain di sebuah taman bermain yang cukup terkenal dan luas. Disana tidak hanya ada taman bermain tetapi juga terdapat beberapa jenis hewan.

Kami tertawa riang bertiga. Mama tidak ikut karena ada kegiatan dengan para tetangga, hitung-hitung sekalian jaga kedai. Entah kenapa ayah punya hobby memasuki rumah hantu.

Aku dan mira sebenarnya sangat takut, hanya saja kami tidak berani menolak. Beruntung ketika berada di dalam tidak ada satu hantu pun yang terlihat karna memang jam masih pukul dua siang. Belum jam oprasional rumah hantu itu.

Setelah keluar dari rumah hantu itu, kami menuju komedi putar yang sangat tinggi tapi aku tidak takut malah sangat antusias. Komedi putar itu berputar lalu berhenti di puncak tertinggi komedi putar itu.

Aku mulai takut saat melihat kebawah dengan ketinggian 90 derajat.

"Nak, jangan lihat kebawah tapi liat ke sekeliling mu" ucap ayah tersenyum manis kepada ku dan amira yang terlihat ketakutan.

"Lihat lah, kalian bisa melihat seluruh kota dari sini, sangat indah bukan" ucap ayah mengalih kan pandangan nya ke sisi kanan.

"waaaahh iya yah" ucap ku dan amira kegirangan.

" Nak ingat ya, jika nanti dalam kehidupan kalian menemukan kesulitan maka yakin lah selalu akan ada hal indah menanti kalian" ucap ayah menasehati kedua putri nya.

Aku dan amira hanya mengangguk tidak mengerti apa maksud dari omongan ayah. Kami pun tertawa riang menghabiskan waktu hingga sore lalu memutuskan untuk kembali kerumah.

Itu terakhir kali nya aku ke taman bermain bersama ayah. Karena ayah dan mama sibuk berdagang demi bisa mencapai rumah impian mereka. Usaha itu maju karena ayah dan mama orang yang sangat pintar bergaul dengan orang lain.

Ayah menjadi pemasok bahan-bahan makanan seperti mie sampai berkardus-kardus, minyak makan, telur, sarden dan lainnya kebeberapa tambak udang dan ikan milik teman-temannya.

Rumah kami pun selalu ramai hingga malam, menjadi tempat berkumpulnya anak-anak lajang. Kedai kami mendapatkan sebuah penghargaan dari salah satu perusahaan minuman ternama di indonesia, karena target penjualanan nya melebihi melebihi grosir.

Kerja keras kedua orang tuaku siang malam membuahkan hasil. Mereka membeli sebuah tanah yang lumayan lebar di area komplek itu. Ayah mengapresiasikan tanah dan rumah yang akan di bangun itu untuk mama.

Ayah berkata, mama pantas mendapatkan hak itu atas kerja kerasnya mengurus anak-anak dan kesetiaan nya hidup bersama ayah yang kami tau tidaklah mudah mendampingi ayahku.

Kesabaran menjalani suka duka dan beberapa hal lainnya dalam mempertahankan rumah tangga. Mama ku memang pantas jika di sandangkan sebagai perempuan tersabar dan kuat dalam menjalani hidup berumah tangga yang pernah kulihat.

Rumah itu mulai di timbun agar tidak banjir. Batu bata, batu-batu kecil dan besi sudah ada disana. Aku dan adik ku selalu semangat saat mengantar makan siang untuk ayah yang sedang membangun pondasi bersama beberapa orang tukang.

Kami berjalan tertawa riang sambil bernyanyi- nyanyi menuju calon rumah baru kami. Ketika sampai, kami langsung memberikan bekal makan siang yang sudah disiapkan mama untuk ayah. Setelah pukul empat sore para tukang kembali kerumah mereka.

" Nak kita pulang pukul lima ya, kalian bisa bantu ayah ngumpulin batu-batu kecil disana tapi yang berwarna putih ya jangan warna lain" ucap ayah menujuk ketumpukan batu kecil-kecil lalu menyodorkan sebuah goni.

"untuk apa yah batu warna putih itu?" tanya zahra yang memang lebih banyak bicara daripada amira.

"batu itu nanti untuk rumah ayah" ucap ayah tersenyum kepada kami.

Kami yang masih kecil tidak mengerti apa maksud ucapan ayah, yang kami tau menuruti ucapan orang tua adalah suatu keharusan dan kewajiban seorang anak selama itu baik.

Episode 3

Ayah dan mama sangat bahagia melihat rumah yang sudah di naikan batu bata walau baru setinggi lutut orang dewasa. Melihat denah rumah yang di tunjukan ayah kepada mama, rumah itu ada lah rumah yang memang kami mimpikan.

Ayah selalu bilang bahwa ia akan membuat kolam renang di rumah nya untuk anak-anaknya bermain. Mama tersenyum bahagia melihat denah rumah itu nanti nya akan menjadi seperti apa.

"Nak, kalian nanti bisa mandi sepuasnya di kolam renang rumah kita" ucap mama tertawa mencubit lembut pipi amira

Kami kegirangan bukan main, mengetahui bahwa ayah benar-benar akan mewujudkan semua mimpi kami. Mama pulang karna ia harus kembali menjaga kedai, tinggal lah ayah, aku dan amira saja dengan berbagai cemilan yang tadi di bawa mama.

Seperti biasa setelah para tukang pulang, ayah lagi-lagi menyuruh aku dan amira untuk mengumpulkan batu-batu putih kedalam goni yang belum terisi setengah.

Kami menurut dan malah kami sudah menjadi hapal. Saat orang tidak ada disana selain kami bertiga, kami antusias mengumpulkan batu-batu putih itu.

Ayah dan mama salah satu orang yang dihargai di daerah itu. Banyak orang-orang datang meminta tolong kepada ayah dan mama agar meminjamkan mereka uang. Orang tua ku menolong mereka.

Ketika itu ada pembangunan jembatan yang rusak, perangkat desa mengajukan proposal bantuan kepada orang tua ku. Mereka menyumbang lima juta rupiah pada masa itu, sekitar tahun 2003 yang sudah pasti sangat banyak nominal nya pada saat itu.

Komplek itu sudah begitu ramai dan mereka semua mengenal orang tuaku. Aku mempunyai apapun yang sedang tren saat itu. Saat teman-teman ingin memakai tas roda seperti koper yang bisa di tarik kesana kemari saat itu juga aku sudah memiliki nya.

seminggu berlalu, batu-batu putih yang kami kumpulkan sudah penuh satu goni. Wajah ayah mulai sedih bahkan terlihat pilu ketika memberikan goni kedua berwarna putih itu.

"masih kurang yah? " ucap amira menatap ayah.

"kumpulkan saja nak, selagi masih ada waktu. Daripada kurang nanti." ucap ayah yang sudah terlihat raut kesedihan di wajahnya.

Kami pun menuruti ayah seperti biasa. Sementara goni yang sudah penuh berisi batu-batu putih itu, ayah ikat lalu menyembunyikan nya di sudut pondasi dan menutup nya dengan seng. Karena batu bata itu baru naik selutut sementara bagian tembok belakang sudah setengah badan orang dewasa.

Setelah selesai, ayah membelai lembut kepala kami yang sedang mengumpulkan batu putih itu. Sesekali kami melihat wajahnya, seketika itu ia merubah raut sedih menjadi senyum sambil terus mengelus-elus kepala kami yang tunduk mengumpulkan batu.

Batu itu terkumpul seperempat goni, namun aneh nya ayah langsung mengikat goni itu dan menyembunyikannya dibawah seng penutup goni batu sebelumnya.

"Yah, sudah cukup? " tanya ku ingin tahu.

Ayah tersenyum manis kepada kami yang menatapnya.

"Udah nak, nanti kalian sering-sering main kerumah ayah ya" ucap ayah yang sudah jongkok dihadapan kami.

"yah, memang nya rumah ayah dimana? ayah gak mau tinggal sama kami dan mama?" ucap ku yang entah kenapa bisa bertanya seperti itu.

"Ayah nanti bakal punya rumah besar nak, kalian boleh datang kok" ucap ayah senyum lalu memeluk kami cukup lama seolah ia tak ingin melepaskan nya.

Hari sudah mau magrib kami pun kembali bersama ayah. Ayah melahap semua makanan yang mama masak dengan antusias. Karna ayah selalu menyukai makanan apapun yang mama masak.

Hanya saja hari itu, ia makan seolah sangat lapar sehingga menambah nasi nya sampai dua kali. Padahal biasanya ayah tidak ingin nambah, karena ia merasa perutnya sudah buncit. Namun hari itu ia melahapnya dengan semangat.

Mama bahagia melihat suaminya begitu lahap memakan masakannya. Setelah makan, tiga jam kemudian sekitar pukul sembilan malam, ayah menyuruh zahra dan mira untuk memijitnya.

Zahra dan mira menaiki badannya ayah, memijak pelan sesuai perintah ayah. Setelah merasa cukup kami pun diajak mama untuk tidur.

Kami pun terlelap tidur. Sementara itu ayah meminta izin bahwa nanti sekitar jam 12 malam, ia akan pergi bersama adik Girun tetangga kami.

Ayah langsung menyuruh mama untuk ikut tidur bersama kami. Sehingga mama langsung ikut terlelap bersama kami yang sudah lebih dulu terlelap.

...****************...

Mama

"Kak,kak Lisa, kak lisa" ucap Evi istri dari girun

"kenapa vi ? "ucap lisa dari balik jendela kamar kami yang langsung mengarah ke luar. Saat itu jam menunjukan pukul 1.30 malam.

"kak, bang ilham kecelakaan sama yadi kak? " ucap evi tergesa-gesa

" Astaqfirullah " Lisa langsung keluar menjumpai evi yang berdiri dengan wajah cemas bercampur sedih.

" Dimana vi, di depan gang kita kak? "ucap evi dengan sigap.

Lisa lemas seketika, air matanya bercucur deras. Fikirannya kalut saat itu memikirkan suami yang sudah hidup bersamanya 10 tahun membina rumah tangga sedang tak berdaya.

Tanpa berfikir panjang Lisa mengunci anak-anaknya yang sedang tertidur pulas, ia berlari bersama evi ke depan gang yang tidak jauh dari rumah nya.

Kaki nya semakin kencang berlari saat melihat beberapa orang berkerumun menunggui tubuh ilham yang tengah terpejam.

" Yah, yah bangun bangun, bangun. " teriak lisa sambil menangis agar suaranya itu mampu membangunkan ilham yang kini sudah ada di pangkuannya.

Orang bilang ilham telah tiada. Karena walau badan nya tidak ada lecet sedikitpun tetapi kepala bagian belakang nya terbentur di sisi aspal, sehingga mengeluarkan darah di hidung dan telinga nya.

"Aku gak percaya bang, tolong bantu aku pinjamkan kendaraan untuk membawa mas ilham dan yadi" lisa menangis memohon bantuan.

Beberapa warga membangun kan salah satu warga yang bersedia meminjamkan angkotnya untuk disewa.

Sementara menunggu angkot itu datang, mata lisa yang sudah bercucuran air mata sambil memeluk tubuh suaminya itu mendadak liar melihat kesana kemari.

"Yadi, siapa yang nabrak kalian dek?" tanya lisa mencari siapa pelaku yang sudah tega membuat suaminya terbaring tak berdaya.

"tiga orang anak lajang kak. Mereka naik kereta king dalam keadaan mabuk. Sehingga ketika abang memasang lampu tangan untuk berbelok menuju gang ini mereka tidak melihat." ucap yadi yang sekujur tubuh nya di penuhi dengan luka.

Girun memegangi adiknya sementara evi di samping lisa, mencoba memberi kekuatan kepadanya. Ia sesekali memanggil ilham yang sudah di anggapnya seperti abang kandungnya. Namun mata ilham terus terpejam.

"sekarang mereka dimana? "ucap lisa sambil matanya mencari-cari kesana kemari di mana tiga orang yang udah menabrak suami dan adik tetangga nya itu.

"Mereka udah kabur kak" ucap girun dengan wajah sedih.

Mobil angkot itu datang lisa segera masuk agar ketika ilham di bawa masuk, ia sudah siap memangku badan suaminya. Lalu di susul girun yang memapah yadi yang sudah berlumuran darah karena luka yang cukup parah.

Sementara evi tidak ikut, karna ia memegang kunci rumah lisa untuk menjaga anak-anak lisa dan menyiapkan apa-apa yang perlu di siapkan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!