Setelah berkemas dan memasukan barang-barang ku papa dan mama segera menyuruh ku masuk ke mobil karna perjalanan dari Jakarta ke desa ibu yang letaknya di Jawa tengah itu jaraknya sangat jauh, segera papa menghidupkan mobil dan perlahan mobil papa melaju meninggalkan hingar bingar kota Jakarta.
Beberapa jam mengendarai mobil papa berhenti di rest area karna papa ingin istirahat sejenak, di rest area waktu itu papa dan mama terlihat terlelap mungkin karna di sepanjang jalan papa dan mama menghabiskan waktu nya di jalan untuk mengobrol supaya papa tidak mengantuk.
Dan aku hanya memainkan ponsel ku sambil melihat-lihat Instagram yang isi nya foto-foto ootd ku maklum saja aku ini sangat suka berfoto hanya untuk mengisi galeri di Instagram ku agar sedikit berwarna dengan efek warna dari Lightroom.
Satu jam lebih papa tertidur, kemudian mobil di hidupkan dan kita melanjutkan perjalanan yang entah akan berapa lama lagi sampai nya.
"Rania nanti kalau di desa jangan keluyuran sendirian yah bahaya", ucap mama nya.
"Bahaya kenapa sih ma lagipula aku mau kemana lagi kalau di desa, memang nya ada cafe atau mall disana", jawabku.
"Tentu saja tidak ada sayang, maksud mama kamu kalau mau kemana mana bilang sama bude mu minta ditemani sama Wati saja, si Wati itu kan hampir seumuran sama kamu cuma beda satu tahun saja karna dia anak dari bude mu kamu harus memanggilnya mbak Wati ya", perintah mama.
"Ok mama".
Waktu semakin berlalu jam menunjukan pukul 02.15 mobil yang kami tumpangi mulai memasuki area hutan, samar-samar aku melihat sekelebatan bayangan putih di semak-semak dan aku penasaran bayangan apa itu.
Aku semakin penasaran dan terus melihatnya tanpa menoleh kemudian aku melihat sosok tinggi putih yang sedang terbang menuju ke arah mobil kami, dan aku pun langsung berteriak histeris.
''Aaa... Setaan... Awas papaa ada setan", aku berteriak dengan menggoncang goncangkan lengan papa.
''Ada apa Rania sayang kenapa kamu berteriak seperti itu", tanya papa.
''Tadi Rania lihat ada pocong papa dia terbang ke arah mobil kita", jawabku.
''Kamu hanya bermimpi sayang dari tadi mama lihat kamu sedang tidur dan tiba-tiba bangun langsung berteriak kencang seperti itu sayang", jelas mama nya.
"Tidak ma, tadi Rania gak mimpi tadi tuh Rania lihat ada bayangan putih di semak-semak terus bayangan itu terbang ke mobil kita dan Rania gak salah lihat kalau itu pocong ma", ucap ku dengan bergetar ketakutan.
"Ya udah Rania tidur lagi aja ya kalau takut, nanti kalau sudah sampai papa bangunin kamu", tukas papa dibalik kemudi nya.
"Rania gak bisa tidur pa, Rania takut", ucapku.
"Ya udah kamu main game saja di ponselmu supaya gak takut lagi", seru papa.
Aku mulai menenangkan hatiku berharap kejadian tadi hanya mimpi seperti yang mama bilang, lalu aku mendengarkan lagu di ponsel ku di sela sela lagu itu ada suara seseorang yang berteriak tulong aku nduk tulongono aku.
Langsung aku lemparkan ponsel itu ke bawah, karna aku kaget mendengar suara perempuan yang mengiba minta tolong padaku.
"Ada apa lagi sih Rania kenapa kamu membuang ponselmu", tanya mama.
"Ta tadi rania dengar suara orang minta tolong ma", ucap ku.
"Tadi kan kamu lagi dengerin lagu di ponselmu, mungkin saja itu suara backsound lagunya sayang", jawab papa.
"Ta tapi pa", sahut ku terbata bata.
"Mungkin itu memang suara dari lagunya Ran yang tidak sengaja terekam saat pembuatan lagu, itu kan bisa saja terjadi ya pa", ucap mama.
"Beenar kata mama, papa juga setuju dengan pendapat mama", terang papa nya.
"Baiklah pa, mungkin itu memang benar", jawabku.
Mobil papa melaju meninggalkan hutan yang lebat itu dan memasuki area persawahan dan disana ada sebuah gapura besar bertuliskan "S**elamat datang di desa Rawa belatung**" akhirnya kami sampai juga di desa mama.
Beberapa saat kemudian mobil kami memasuki sebuah rumah dengan pagar hitam yang tinggi, pintu pagar dibuka oleh seorang perempuan dengan baju daster batik warna coklat dia adalah bude Walimah.
"Selamat datang Dedy, Anggi dan Rania kalian pasti capek banget kan naik mobil dari Jakarta sampai desa ayo langsung masuk ke rumah aja biar aku yang tutup pintu pagarnya", ucap bude Walimah.
"Eh iya mbakyu capek banget apalagi diperjalanan si Rania banyak mimpi yang jelek-jelek pasti dia sangat kelelahan karna perjalanan yang panjang", jawab mama.
"Hallo bude apakabar", tanyaku dengan mengecup punggung tangan bude Walimah.
"Kabar baik Rania sayang, kamu sekarang sudah besar ya cantik seperti mama mu waktu muda tapi kenapa kamu bermimpi jelek Ran, kamu tidur gak berdoa dulu ya", kata bude Walimah.
"Hehehe iya bude sepertinya Rania lupa baca doa sebelum tidur", jelasku.
"Makanya lain kali sebelum tidur baca doa dulu biar gak mimpi jelek", tukas bude.
"Denger tuh Ran kata budemu jangan tidur dulu kalau belum berdoa", sahut papa.
"Iya iya... Rania minta maaf deh gak gitu lagi janji", ucapku dengan menunjukan dua jari peace.
"Ya".
"Ya udah ayo masuk kalian bersihin badan dulu, langsung istirahat saja nanti pagi biar ku buatkan sarapan yang enak untuk kalian semua", kata bude Walimah dengan menutup pintu rumah.
"Simbah dimana mbakyu kok gak kelihatan", tanya mama Rania.
"Oh simbah sama Wati sedang ke rumah lek Ngatini kan besok anaknya mau sunatan jadi mereka bantu-bantu disana besok sore juga sudah pulang", jawab bude dengan seringai kecil di wajah nya.
Setelah berbincang dengan bude Walimah kami semua tertidur di kamar masing-masing karna memang sangat melelahkan hanya bisa duduk selama berjam-jam di dalam mobil rasanya tulangku sakit semua.
Keesokan paginya aku terbangun di jam 9 karena cacing didalam perut ku terus meronta kelaparan dan aku bergegas mandi untuk segera makan memuaskan rasa lapar cacing-cacing yang ada diperutku ini.
Ah enak sekali masakan bude Walimah ini meski hanya masakan ala kadar nya tapi ini terasa sedap karna bude memasaknya menggunakan tungku dan kayu bakar ciri khas orang desa, batinku didalam hati.
"Sudah kenyang Ran, gimana masakan bude suka gak? bude harap kamu menyukai masakan bude karna kamu akan tinggal lama disini dengan bude simbah dan juga Wati", ujar bude Walimah.
"Suka dong masakan bude enak banget Rania sampe nambah dua piring loh", ujarku.
"Wah hebat ya anak papa makanya banyak banget".
"Iya dong anak mama yang cantik ini makan nya banyak biar cepet dewasa biar bisa cepet bahagiain mama nya", celetuk mama.
"Dih mama Rania kan masih remaja belum dewasa", jawab ku.
"Kalian sudah makan nya belum bude mau beresin meja makanya biar gak ada kucing masuk ngambil makanan".
"Udah mbakyu aku sama mas Dedy sudah makan sebelum Rania, mari aku bantu beresin meja dan mencuci piringnya", tukas mama.
Kemudian mama dan bude pergi ke belakang untuk mencuci piring sementara papa mencuci mobil di halaman depan sedangkan aku hanya duduk termenung di teras samping rumah karna kekenyangan.
Tiba-tiba ada bapak-bapak yang umurnya diatas papa mengintip ke arah rumah kami dan dia melemparkan sesuatu yang tidak ku ketahui apa itu dan laki-laki tua itu kaget karna aku melihatnya sedang melempar sesuatu ke arah rumah kami kemudian laki-laki itu lari terseok-seok karna tanah liat yang dia injak sedikit becek.
Aku segera mengejarnya untuk melihat apa yang dia lemparkan, dan kagetnya aku saat aku melihat banyak belatung di area rumah kami.
Kemudian aku menjerit karna takut melihat belatung yang begitu banyak dan menjijikan itu.
"Papa... Tolong.. Aaaaaa... Takuuut...".
Kemudian papa berlari menghampiri ku dan langsung memeluk ku.
"Ada apa Rania sayang kenapa kamu berteriak ketakutan". Tanya papa.
"I itu pa ada belatung banyak banget", jelasku.
Tanpa ku sadari bude Walimah dan mama sudah berada di samping ku dan papa, terlihat wajah bude Walimah yang begitu kaget dan ada guratan ketakutan di wajahnya.
Kami semua masih terpaku melihat cacing belatung yang begitu banyak menggeliat di tanah area rumah yang kami tempati.
"Dedy ambil korek api dan kayu kita harus segera membakar semua belatung ini supaya tidak masuk kedalam rumah", perintah bude.
"Iya mbakyu aku ambil ke dapur belakang dulu", jawab papa dengan berjalan meninggalkan kami.
"Mbakyu ini ada apa, kenapa tiba-tiba banyak belatung disini?", tanya mama.
"Gak ada apa-apa Nggi mungkin sedang ada hama saja, jadi banyak belatung disini", jelas bude.
Aku hanya terdiam mendengar percakapan bude dan mama karna aku tau pasti ini semua karna perbuatan bapak-bapak tua tadi, tapi aku belum bisa menjelaskanya karna aku tidak mau dibilang salah lihat lagi jadi aku harus memastikanya dulu.
"Ini mbakyu kayu dan korek api nya, biar aku saja yang membakarnya", lalu papa menumpuk kayu diatas smua belatung dan membakarnya dengan korek api.
"Mari kita masuk mbakyu aku membawakan oleh-oleh dari Jakarta untukmu simbah dan Wati, ngomong-ngomong kangmas Diman kapan pulangnya?", mama bertanya seraya berjalan kedalam rumah dengan bude.
"Nanti sebelum simbah berangkat umroh juga kangmas mu itu pulang Nggi, maklum kerja nya di luar pulau sama kaya kamu dan Dedy nanti jauh jaraknya", seloroh bude Walimah.
Sementara papa melanjutkan mencuci mobil aku berjalan-jalan di dekat rumah sambil melihat-lihat pemandangan desa ini, kalau masih terang gini sih indah dan sejuk banget udaranya berbeda kalau sudah gelap nanti udara malam didesa ini sangat tidak enak untukku.
Saat aku sedang berada disebuah kebun pisang disana aku melihat banyak belatung lagi, dan aku berpikir apa didesa ini begitu banyak belatung ya sesuai namanya "Desa rawa belatung", dan apa hubunganya dengan bapak-bapak tua tadi.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundak ku.
Plak...
"Rania aku kangen sama kamu", ucap Wati dengan memelukku.
"Aduh Wati kamu ngagetin aku aja sih, kata bude kamu pulangnya sore kenapa siang udah pulang dan dimana simbah", tanyaku pada Wati.
"Aku pulang sekarang karna ibuku mengabariku jika kamu dan orang tuamu baru datang dari Jakarta, jadi aku buru-buru pulang meninggalkan simbah disana nanti sore juga simbah sudah pulang di antar mas Agus anaknya lek Ngatini", jelas Wati.
Setelah itu aku dan Wati berjalan pulang lalu aku menceritakan kejadian di rumah tadi pagi dan tentang bapak-bapak tua misterius itu, menurut Wati dia tau siapa bapak-bapak yang aku maksut itu tapi Wati tidak melanjutkan pembicaraanya karna bude Walimah memanggil kami masuk kerumah.
"Wati sudah pulang kok gak masuk rumah dulu to nduk", ucap bude Walimah.
"Iya bu maaf tadi aku lihat Rania diluar dan kami berbincang sebentar sambil melihat-lihat pemandangan di kebun sana".
"Iya bude tadi aku yang mengajak wati ngobrol sebentar didepan".
"Iya gak apa-apa nduk tapi jangan main ke kebun itu lagi ya, kalau mau keluar rumah sama Wati saja dia tau tempat yang bagus-bagus disini loh", ucap bude.
alAku dan Wati masuk kekamar dan aku mulai bertanya tentang bapak-bapak tua misterius itu dan kenapa bude melarangku main ke kebun itu, tapi wati seakan bingung mau menjawab apa dan dia malah mengalihkan pembicaraanku.
"Rania kamu nanti kan pindah satu sekolah denganku, semoga aja kita satu kelas ya", kata bude Walimah seraya mencoba baju yang dibawa ibu sebagai oleh-oleh.
"Iya Wati biar aku gak canggung di kelas nanti kalau ada kamu, semoga kita satu kelas kalau bisa satu bangku hehehe", jawabku dengan memainkan ponselku.
Tak terasa hari sudah sore simbah pun pulang diantar mas Agus dengan membawa makanan ala-ala orang punya hajat di desa.
"Sudah datang to nduk semoga kamu betah ya tinggal di desa ini", kata simbah dengan duduk di kursi goyangnya.
"Iya mbah Rania pasti betah kok disini kan ada Wati yang akan menjadi temanku", jawabku seraya mencium punggung tangan simbah.
"Dimana orang tuamu nduk kok gak kelihatan", tanya simbah.
"Papa mama sedang keluar bersama bude Walimah membeli barang dipasar katanya sebentar lagi juga pulang mbah", jelasku.
Kemudian Wati menolong mas Agus membawa kelapa untuk di angkut kedalam mobil bak nya untuk dibawa pulang, dan mas agus langsung pulang setelah berpamitan dengan simbah.
"Sudah sore nduk mau magrib tutup semua pintu dan jendela nya jangan lupa hidupkan semua lampu nya biar terang ya nduk", perintah simbah.
Terdengar bunyi suara mobil papa diluar sana tidak lama kemudian mama dan bude masuk kerumah membawa belanjaan disusul papa dibelakangnya
"Wah simbah sudah pulang ya", ucap mama dan papa kompak dengan mencium punggung tangan simbah.
"Iya tadi sore pulang, kalian semua katanya kepasar", ujar simbah.
"Iya mbah ini lho beli bahan masakan buat beberapa hari sekalian mumpung ada Dedy sama Anggi yang masih akan tinggal beberapa hari lagi."
Aku melihat bude Walimah dan simbah sedang berbisik membicarakan sesuatu yang sepertinya serius, kemudian bude dan simbah masuk kedalam kamarnya simbah entah apa yang akan bude bicarakan pada simbah sampai masuk kedalam kamar.
Aku dan Wati berjalan mengikuti mama ke arah dapur untuk menata bahan masakan kedalam kulkas, sementara papa pergi kekamar mandi untuk wudhu bersiap melaksanakan sholat magrib dan papa mengajak kami untuk berjamaah.
Setelah sholat magrib kami sekeluarga bersiap untuk makan malam bersama, simbah lah yang pertama kali mengambil nasi tapi entah kenapa tiba-tiba simbah membuang nasi didalam piringnya dan simbah berkata
"Buang iki kabeh nduk masak seng anyar wae (buang ini smua nak masak yang baru saja)", seru simbah Parti.
"Memang kenapa mbah kok mau dibuang semua", tanya mama.
"Uwes tak buang saja Nggi, ayo kita masak lagi saja buat makan malam pasti anak-anak sudah lapar", jawab bude.
"Ya sudah aku nonton berita di tv dulu", ucap papa.
alAku dan Wati hanya saling pandang seakan kami tau apa yang sedang terjadi, karna tidak sengaja wati menginjak belatung di kaki nya dan wati pun berteriak.
"Duuh mbah nginjek apa aku ini kok empuk-empuk gini to", ucapnya seraya memeriksa kakinya.
Wati pun kaget saat tau yang diinjaknya adalah belatung, dan dia segera mencuci kaki nya.
"Simbah sebenernya ada apa sih di desa ini, kok aku merasa ada yang aneh didesa ini karna tadi pagi aku juga melihat bapak-bapak tua membuang belatung didekat rumah ini", ucapku pada simbah dengan memasang muka penasaran dengan memainkan kedua aslis mataku.
"Tidak ada apa-apa kok nduk cah ayu, itu hanya hama dari pohon pisang saja karna di desa ini kan cukup banyak pohon pisang jadi wajar saja kalau ada belatungnya", jawab simbah dengan mengusap rambutku.
"Ayo kita bantu memasak saja didapur biar lebih cepat kita makannya" celetuk walimah sambik menarik tanganku.
Sedangkan bude dan mama memasak di dapur aku melihat sekelebat bayangan putih di jendela dapur, kemudian tercium bau busuk yang sangat menyengat disetai bau anyir darah.
Nampak di atas pojok dapur ada pocong yang menggelantung diatas sana dengan wajah berdarah dan mata yang kosong karna tidak ada bola matanya.
"Pop.. Pop... Pocong... Aku berteriak dengan kencang".
Kemudian mama dan bude kaget karna teriakan ku dan mereka mencari keberadaan sosok yang aku sebutkan itu tapi mama dan bude tidak bisa melihatnya, begitu juga dengan Wati yang takut tapi tidak bisa melihat sosok menyeramkan itu.
Dari belakang simbah datang memelukku sambil melemparkan sejumput garam ke arah makhluk menyeramkan itu, kemudian hantu itu menghilang entah kemana.
Setelah makhluk menyeramkan itu menghilang yang lainya bingung kenapa simbah melemparkan garam ke atap pojokan dapur, karena yang bisa melihat wujud menyeramkan itu hanya aku dan simbah.
"Ada apa ini kenapa Rania berteriak", tanya papa.
"Gak ada apa-apa kok pa, simbah sedang menenangkan Rania mungkin tadi dia melihat sesuatu yang membuatnya terkejut", jawab mama dengan mengusap rambut ku.
"Kalian semua tunggu di ruang tv saja biar aku sama Anggi yang melanjutkan memasak", ucap bude Walimah.
Kemudian aku dan Wati berjalan mengikuti papa menuju ruang tv, sedangkan simbah terlihat berbicara dengan bude dan mama di dapur.
Aku bercerita pada Wati tentang apa yang aku lihat tadi didapur dan Wati pun bergidik ngeri mendengar ceritaku.
"Sudah Rania jangan dibahas terus, kalau kamu sering ceritain nanti makhluk itu akan datang lagi karena merasa terpanggil", papa berkata dengan memainkan gawai ditanganya.
"Iya papa aku gak akan bahas itu lagi, kita baca buku pelajaran saja yuk wati selagi bude dan mama memasak", ajakku pada Wati.
"Ayolah Ran kamu juga perlu tau pembelajaran disini supaya kamu bisa mengikutinya karena bisa jadi topik pelajaran di Jakarta dan didesa berbeda", kata Wati seraya menarik tanganku kembali masuk ke kamar.
"Eh Ran tadi yang kamu omongin beneran kamu lihat pocong diatas dapur?", tanya Wati dengan mengernyitkan dahi nya.
"Beneran Wati aku tidak berbohong buktinya simbah juga bisa melihatnya dan segera mengusir pergi hantu itu", jawabku dengan menatap wajah Wati.
"Aku kasih tau ya Ran, kalau dari cerita-cerita orang di desa ini jika di rumah mereka ada banyak belatung pasti akan ada teror dirumah itu bahkan akan ada tumbal nyawa yang akan diminta hantu itu", jelas Wati.
"Hah kamu ga bohong kan Wat, masa iya hari gini masih ada tumbal-tumbalan", ucapku tidak percaya.
"Terserah kalau kamu tidak percaya, pokoknya mulai sekarang kita harus hati-hati karena ada orang yang mengincar keluarga kita untuk dijadikan tumbal", jawab Wati dengan berkacak pinggang.
"Kita harus bicarain ini sama simbah Wat, biar keluarga kita aman karena sepertinya simbah bisa mengatasinya", ucapku.
Tidak lama bude Walimah memanggilku dan Wati untuk segera makan malam, dan setelah makan malam selesai simbah mengatakan sesuatu jika ada orang di desa ini yang berniat jahat pada keluarga kami.
Simbah meminta papa menaburi garam yang sudah simbah doa kan untuk ditaburi keseluruh penjuru rumah, agar tidak ada gangguan dari makhluk menyeramkan itu.
Disaat papa menaburkan garam papa melihat bapak-bapak tua yang aku lihat kemaren dan kali ini bapak-bapak tua itu bukan melemparkan belatung tapi bunga tujuh rupa di belakang rumah kami lalu papa mengejarnya tapi papa kehilangan jejak orang itu malah papa bertemu sosok menyeramkan yang biasa kalian sebut kuntilanak di atas pohon kebun mangga.
Si kuntilanak itu tertawa begitu mengerikan sambil duduk memainkan rambutnya yang membuat papa lari sekencang-kencangnya.
"Mbah simbah... Ucap papa dengan nafas yang tersengal-sengal".
"Ada apa Le kenapa kamu berlari ketakutan seperti itu", tanya simbah.
"Tadi saya melihat ada bapak-bapak tua sedang menaburi bunga tujuh rupa dibelakang rumah kita, dan saat saya mengejarnya malah bertemu dengan hantu kuntilanak diatas pohon mangga makanya saya lari kencang mbah", jawab papa yang masih susah mengatur nafasnya.
"Sepertinya aku tau Le siapa yang menaburkan bunga itu, kalian sekarang istirahat saja untuk malam ini kalian semua aman dari gangguan makhluk-makhluk menyeramkan itu", simbah berkata dengan memandang langit dari jendela rumah.
Kami semua memasuki kamar untuk tidur tapi tidak dengan simbah, karena ku lihat simbah pergi kebelakang rumah sendirian entah apa yang akan dilakukan nya.
Ayam pun berkokok menandakan pagi sudah datang kami semua terbangun dari tidur yang nyenyak malam tadi, seperti kata simbah malam ini tidak akan ada gangguan dari hantu-hantu itu.
Tapi apa yang dilakukan simbah semalam di belakang rumah, aku masih penasaran tapi tidak berani bertanya pada simbah.
Pagi itu mama dan papa akan mendaftarkanku ke sekolah Wati sekalian mengantarkan Wati berangkat ke sekolahnya.
Saat sudah sampai di sekolahnya Wati segera masuk ke kelas nya, lalu aku bersama orang tuaku berjalan menuju ruang kepala sekolah untuk mendaftarkan aku pindah ke sekolah ini.
Setelah proses pendaftaran selesai aku berkeliling sebentar di sekolah ini, saat aku melewati gudang di ujung sekolah aku melihat ada seorang anak kecil berambut pirang dengan baju seperti orang Belanda jaman dulu, dia sedang mengintipku dari balik pintu.
"Hai kamu siapa, kenapa melihatku dari balik pintu keluarlah aku tidak akan marah padamu", aku berkata dengan berjalan perlahan mendekati pintu gudang itu.
"Ka kamu bisa melihatku?", tanya nya dengan gagap.
"Tentu saja aku bisa melihatmu, kau ini lucu ya kenapa harus berkata seperti itu", jawabku dengan menyeringai.
"Kemarilah jangan takut padaku, perkenalkan aku Rania Putri Sejagad tapi kamu memanggilku Rania saja hehe", jawabku dengan tersenyum dan memainkan rambutku.
"Aku Petter Van Disk panggil saja Petter".
"Baiklah Petter salam kenal ya, ngomong-ngomong kenapa tadi kamu melihatku dari balik pintu itu Petter?".
"Aku hanya kaget melihatmu, karena aku belum pernah bertemu denganmu sebelumnya dan hanya kamu saja yang mengajakku bicara selama aku disini".
"Memangnya kenapa mereka semua tidak mengajakmu berbicara Petter, apa kamu membuat kesalahan?".
"Tidak... Aku tidak pernah berbuat salah pada mereka tapi memang mereka tidak bisa berbicara padaku".
"Kenapa tidak bisa Petter, jangan-jangan kamu ini adalah ha hantu ya", jawabku dengan berjalan mundur menjauhi Petter".
"Ya aku memang hantu tapi kamu tidak perlu takut padaku Rania, aku tidak akan berbuat jahat padamu karena aku senang bisa berbicara denganmu dan membuatku merasa tidak sendiri lagi, kamu mau kan jadi temanku?", tanya Petter".
"Kamu beneran gak akan jahat padaku dan menakutiku?".
"Iya Rania aku berjanji karena aku hanya ingin mempunyai teman dan hanya kamu saja yang bisa melihat dan berbicara padaku".
"Ok mulai sekarang kita berteman", ucapku seraya menguluakan jari kelingking ku".
Disambut dengan jari kelingking Petter yang entah aku bisa merasakan nya atau tidak, karena setelah itu aku berpamitan pada Petter untuk pulang karena mama sudah mengirimkan pesan padaku untuk segera ke parkiran.
"Bye Petter sampai jumpa lagi ya".
Diluar sana aku lihat Petter melambaikan tanganya padaku, seakan dia sangat senang berteman padaku dan enggan membiarkanku pulang ke rumah meski besok kalau berangkat sekolah aku bisa bertemu dengan nya lagi.
Diperjalanan pulang ada sekumpulan orang sedang menandu sesuatu dan banyak orang yang mengikutinya dari belakang, ternyata di desa ini baru saja ada orang yang meninggal dunia dan para warga lain nya akan menguburkan nya.
Mobil kami berhenti untuk memberi jalan pada rombongan lelayu itu, disaat keranda mayat itu melewati mobil kami aku melihat banyak bayangan hitam di belakangnya dan itu berbau busuk sekali entah papa dan mama melihatnya atau tidak aku hanya diam dan tidak bertanya karena aku terkejut selalu melihat kejadian-kejadian janggal yang setiap harinya bisa aku lihat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!