NovelToon NovelToon

Suami KeduaKu Artis Idola

1. Tragedi

Mentari pagi telah menyambut, kehangatannya memberi semangat untuk mengawali hari. Di kediaman mewah milik keluarga Abraham di ruang makan terlihat penampakan gambaran dari sebuah keluarga bahagia yang sedang menghabiskan waktu dengan sarapan bersama.

"Ini Arini bikin susu untuk Ayah," ucap gadis cantik bernama Arini di sertai dengan senyum lembut menyodorkan segelas susu kehadapan lelaki ini.

"Arini ayah ingin kopi," protes lelaki paru bayah bernama Hasan, menatap Arini dengan wajah cemberut.

"Susu sehat Ayah, bikin tulang Ayah kuat," jelas Arini tersenyum lucu. "Sudah ayo di minum."

"Bagus Arini semenjak ada kamu, ibu ngak perlu lagi ngolemin ayah untuk hidup sehat," celetuk istri Hasan bernama Ana yang duduk di samping suaminya, sambil menatapanya menenggak susu buatan Arini diselingin garis bibir yang tertarik.

"Ibu tenang aja, Arini akan pastiin Ayah akan menjalani hidup sehat." Arini berdiri di samping ke dua mertuanya itu melayaninya dengan baik.

"Ibu senang banget punya menantu seperti kamu, tugas ibu jadi lebih ringan terutama ngurus Ayah yang keras kepala ini." Ana terkekeh menatap gadis cantik berusia delapan belas tahun yang baru seminggu menjadi menantunya, namun membawa kehangatan bagi keluarga mereka.

"Udah habis." Hasan meletakkan gelas yang telah kosong.

"Gitu dong ayah sehat," ucap istrinya membuat wajah Hasan menjadi semakin masam saja.

"Ia hidup sehat," ucapnya malas.

Arini dan ibu Ana kompak terkekeh kecil, obrolan di meja makan terus terjadi hingga suara lembut terdengar menyapa mereka.

"Kalian sedang apa?" tanya perempuan tua yang sedang di dorong di atas kursi roda bergabung bersama mereka.

"Ibu." Hasan dan istrinya seketika berdiri melihat Nani, ibu Hasan.

"Nenek." Arini berjalan mendekat, mengambil alih kursi roda nenek Nani lalu mendorongnya mendekat ke arah meja makan.

"Ibu kenapa kemari? Seharusnya ibu di kamar saja istirahat," jelas Ana.

"Ia, nenek. Arini baru saja mau mengantarkan sarapan untuk nenek."

"Tidak apa-apa sayang, nenek bosan di kamar dan ingin sarapan bersama kalian," jelas nenek Nani dengan senyuman.

Arini pun mulai menyiapkan sarapan untuk perempuan ini dengan telaten ia merawat penuh kasih sayang seolah sebagai neneknya sendiri.

"Lihatlah semenjak Arini menjadi menantu kita, ibu jadi sehat dan bersemangat kembali," puji Ana lagi menatap keakraban Arini dan mertuanya akan kebaikan menantu barunya yang membawa keceriaan dan kehangatan dalam keluarga Abraham.

"Ia, anak ini memang membawa berkah dan kehangatan di keluarga kita, rumah ini terasa menjadi ramai," tambah Hasan.

Arini mulai menyuapi nenek Nani namun perempuan tua ini belum ingin menerima suapan dari Arini.

"Dasar Andra, bisa-bisanya dia pergi bekerja di luar kota saat kalian masih masa pengantin baru, kaliankan seharus mengadakan resepsi untuk pernikahan kalian, biar orang tahu cantiknya menantu keluarga Abraham," oceh nenek Nani mengusap wajah cucu menantunya membuat Arini hanya menarik sudut bibirnya.

"Nenek inikan demi pekerjaan, resepsinyakan bisa setelah perkerjaan mas Andra selesai," bela Arini.

"Tapi sayang seharusnya kamu itu ikut, sekalian bulan madu. Awas dia, nanti kalau dia pulang nenek akan tarik kupingnya. Kamu juga Hasan kenapa kamu biarkan sih Andra pergi. Memangnya tidak ada orang lain yang bisa menggantikannya." sembur nenek Nani menatap putranya.

"Ibu, Aku juga sudah memperingatkannya, biar aku yang menanggani masalah proyek itu tapi ibu tahu Andra kan dia itu sangat totalitas dalam berkerja.

"Kamu kan tahu mereka baru menikah selama seminggu. dan pesta pernikahan mereka harus di tunda."

"Nenek Arini ngak apa-apa." Arini memegang tangan nenek Nani kembali meyakinkan.

"Kamu tahu sayang, Andra beruntung sekali mendapatkan istri baik, cantik, pengertian seperti kamu." Nenek Nani menangkup wajah cantik Arini.

"Udah nenek makan ya," ucap Arin.

Kembali obrolan pagi melengkapi cengkeraman keluarga mereka. Arini Larasati gadis cantik dari desa yang sangat beruntung. Seminggu yang lalu ia resmi di persuting oleh anak pengusaha ternama dari keluarga Abraham, bernama Andra Abraham yang merupakan teman kecilnya.

Arini terpilih menjadi menantu keluarga Abraham karena sejak kecil orang tua Arini dan Hasan telah berteman baik dan menjadi tetangga desa, namun nasib Hasan lebih beruntung ia sukses menjadi pengusuha yang memiliki banyak bisnis, namun walau seperti itu ia tidak sombong ia memilih Arini gadis desa sebagai menantunya, hingga perjodohan itu terjadi, pertemuan kembali Arini dan Andra di pelaminan setelah berpisah selama 12 tahun.

Suara dering ponsel di saku Hasan membuat lelaki paruh baya ini menghentikan obrolannya kemudian meraba saku celananya meraih ponselnya menatap heran pada nomor yang tertuju di layar.

"Halo, siapa ini."

"Ini pak, Saya ingin menyampaikan kabar buruk, jika mobil pak Andra kecelakan."

"Putraku kecelakaan!" sentak Hasan seketika bangun dari duduknya membuat perhatian tertuju padanya.

Tubuh Arini bergetar hebat, wajah cerianya berubah menjadi tegang dan penuh kecemasan saat mendengar suami yang baru menikahinya seminggu mengalami kecelakan, pikiran buruk merasuk ke dalam hatinya. namun ia mencoba untuk tenang walau matanya sudah mulai berkaca-kaca.

"Ada apa ayah?" tanya Ana saat panggilan itu telah terputus tak kalah cemasnya.

"Andra kecelakaan. Aku harus berangkat sekarang melihat kondisi anak kita."

"Andra, ada apa dengan cucuku?" raung Nenek Nani meneteskan air mata akan keadaan cucu kesayangannya.

'Ibu tidak apa-apa kita berdoa saja, semoga Andra baik-baik saja." Hasan memeluk ibunya yang terlihat sangat sedih.

"Aku harus pergi melihat keadaannya, di kota itu."

"Aku ikut mas."

"Tidak perlu temani ibu dan Arini di sini, nanti aku akan memberi kabar untuk kalian. Berdoa saja semoga tidak terjadi sesuatu padanya." Hasan lalu bersiap untuk pergi.

"Arini, ibu aku pergi dulu, kali jangan khawatir Andra pasti baik-baik saja." pamit Hasan dengak kecemasan.

***

Hasan telah sampai di rumah sakit di mana keberadaan putranya namun ia belum mendengar kabar yang lengkap dari assistennya dan bagaimana kecelakaan itu terjadi.

"Apa yang terjadi?" tanyanya seraya melangkah cepat mengikuti langkah kaki aistennya yang berjalan lebih dulu di hadapannya.

"Mobil yang membawa Pak Andra kecelakaan dan masuk ke dalam jurang, hingga membuat supir dan putra anda meninggal di tempat." jelasnya.

Hasan tidak bisa merasakan kakinya saat mendengar kecelakan tragis itu telah membuat putranya kehilangan nyawanya. "Andra!" raung Hasan tubuhnya bergetar saat langkahnya terhenti di depan kamar mayat. Dunianya seolah berhenti berputar mendengar kepergian tragis putranya.

Dengan langkah perlahan ia mendekat pada jasad yang telah tertutup kain putih itu, derai air mata menetes tiada henti, dengan tangan gemetar, perlahan ia membuka kain penutup itu. Di relung hatinya masih berharap jika jasad itu bukan putranya namun tubuhnya bertambah lemah.

"Andra!" teriak Hasan saat membuka kain itu melihat wajah putranya yang menutup mata rapat. dengan tubuh gemetar ia dekap tubuh putra yang telah dingin, sungguh ia tidak sanggup baru saja bayangan kebahagian menyelimuti keluargannya kini harus menjadi duka. Putra yang menjadi tumpuhan dan harapannya benar-benar telah pergi meninggalkannya.

"Andra kenapa kau pergi secepat ini nak," raung Hasan mendekap dan menatap wajah putra kesayangannya.

"Kau kesayangan kami, kamu harapan kami satu-satunya."

"Jangan pergi Nak, kamu baru saja menikah, apa yang harus ayah katakan pada Arini? Dia masih muda dan ia harus menyandang status janda karena kepergiaanmu. Bangun nak kamu harus membahagiakannya." Hasan semakin mendekap tubuh putranya ia tidak bisa membayangakan nasib menantunya yang harus menyandang status janda saat baru menikah seminggu.

"Ibumu pasti sangat sedih. Dan nenekmu pasti akan menyusulmu jika tahu kalau sudah tidak ada lagi di dunia ini." Derai air mata ia semakin deras memgalir begitu banyak beban yang akan ia tanggung akan kepergian putranya itu.

Asisten yang dari tadi hanya menatap dari kejauhan mulai mendekat menantap iba pada bosnya. "Sabar pak, ini takdir," ucap assisten yang bernama Rey menarik badan Hasan agar berhenti mendekap putranya.

"Apa yang harus aku lakukan." Hasan meraup wajahnya ia sangat putus asa.

Kilas balik kembali terniang akan pernikahan putranya, ia menikahkan Andra dengan gadis pilihannya. Arini gadis desa berusia 18 tahun yang baru saja selesai menyelesaikan pendidikannya di jenjang Sma. Hasan tahu tentang Arini adalah gadis yang baik karena itu dia memilihnya sejak dulu, memiliki Arini sebagai menantunya ada harapan seluruh keluargannya dan Andra pun tidak menolak di nikahkan dengan tetangga sekaligus teman masa kecilnya itu. Orang tua Arini pun memberikan putri kesayangannya untuk menjadi menjadi menantu Abraham dengan harapan membahagiakan putrinya.

Tepat seminggu yang lalu Arini menjadi menantunya membawa kecerian, raut wajah bahagia tersirat di wajah Andra. Kondisi ibunya yang sakit-sakitan berangsur membaik akan kehadiran Arini yang membawa keceriaan.

Hati Hasan kembali tersayat jika mengingat semuanya namun kebahagiaan itu telah sirna.

"Apa yang harus aku katakan pada orang tua Arini jika putrinya telah menjadi janda. Ibu sangat menyanyangi Arini, jika ia tahu Andra sudah tidak ada. Arini akan kembali bersama orang tuanya. Itu bisa membuat ibu tidak bisa bertahan dan bisa-bisa menyusul Andra, untuk sementara biarlah ini kematian Andar menjadi rahasiaku. Arini akan tetap menjadi menantuku dan menemani Ana. Dan ibuku ia akan menjadi pengganti Andra," batin Hasan.

Hasan menatap wajah Asistennya."Rey atur pemakaman Andra di kota ini," jelasnya dengan nada dingin.

"Tapi pak, bagaimana dengan keluarga bapak? Apa mereka tidak melihat tubuh pak Andra untuk terakhir kalinya."

"Mereka tidak perlu tahu, rahasiakan kematian Andra, buat ini seolah menjadi kecelakaan biasa dan buat kabar jika putraku hanya menghilang dalam kecelakaan itu dan tubuhnya belum di temukan buat seakan ia masih memiliki harapan untuk kembali." Hasan akan membuat keluarga berharap jika Andra mereka masih hidup dan hidup dalam penantian semu.

"Pak," protes Rey.

"Jika aku tidak berbohong, aku akan mengurus dua pemakaman, pemakaman putraku dan ibuku," ucap Hasan dengan suara bergetar sungguh ia tidak ingin itu terjadi.

"Lakukan semua perintahku, ini demi keluargaku."

"Baiklah Pak saya akan merekayasa kejadian ini, saya akan mengatur semuanya, termaksud polisi dan para saksi."

***

Rintik hujan mewarnai proses pemakaman pemuda yang baru saja seminggu bergelar suami itu. Hasan berdiri di gundukan makam putranya, air matanya tak henti menetes menyaksikan pemakaman putra kebanggaannya. Kebahagiaan, kecerian telah ikut terbawa dalam peristirahat terakhirnya. Andra adalah harapan keluarga sumber kebahagiaan keluarga. Namun harus pergi dalam keadaan tragis, keluarganya pasti hancur mengetahui kabar ini karena ia lebih baik menutupinya.

Jasad Andra telah tertutup tanah, tubuh Hasan terasa lemah tak bertulang, dengan lelehan air mata kesedihan ia memegang pusara putra kesayangannya, dadanya terasa sesak menyimpan rahasia kematian putranya.

"Andra maafkan Ayah, kamu harus di makamkan tanpa kehadiran ibu, nenekmu dan istri kamu. Ini demi kesehatan nenek kamu dan Ayah membutuhkan Arini untuk menghibur mereka, Mereka sangat menyayangi Arini, ayah janji saat waktu yang tepat ayah akan memberi tahukan mereka." Hasan mengusap pusara yang bertuliskan makam Andra Abraham.

Demi kedamainan keluarganya Hasan telah menyimpam rahasia besar dan menahan Arini untuk tetap menjadi menantu di rumah Abraham. Bagaimana nasib Arini? Dapatkan gadis malang itu mendapatkan kebahagiaannya? atau ia akan terus menunggu suaminya dalam penantian semu. Suami yang telah terkubur untuk selama dan tidak akan pernah lagi kembali padanya.

.

.

.

.

Hai bagaimana kelanjutan Arini, ikut terus ya jangan lupa tekan, like, coment, vote jadikan ini favorit di rak buku anda beri rating 5⭐⭐⭐⭐⭐.

Hay readears cuap-cuap sedikit ya ini cerita sama sekali tidak di rencanakan, sebenarnya ini di persiapkan hanya untuk selingkuh di lapak lain sama kaya author lain yang kabur🏃‍♂🏃‍♂, aku juga ada rencana mau kabur udah di depan pintu eh......🤧🤧🤧, ( Tapi Aku terciduk sama Dika ngak jadi deh... yaelah emang gue Nayla yang mau kabur gara-gara dipaksa nikah 😭😭) engak deh gue kabur ... Aku masih sayang sama pembacaku.

jadi rencana untuk cerita TERJERAT PESONA ISTRI GENITKU terpaksa mundur dulu ya, ini yang menggantikan. setelah Arini baru ini.

Karena ini dadakan jadi cuma cerita biasa tidak ada unsur komedi seperti biasa, mengalir aja, kali ini aku mau menulis bebas, seperti dulu. jadi tolong ya kalau ada ceritanya yg ngak nyambung, kritik, saran tolong koment soalnya ini sama sekali tidak terkonsep dan terkesan dadakan.

Dan karena ini novel 3 berarti saya dan kalian udah berasa kaya akrab banget dong, udah jadi bestfriend bagaikan kepompong 🤭🤭kaya saudara. Jadi setiap yang koment akan sesempatnya saya balas. jadi koment yg baik ya, saran dan kritik membangun kalau ceritanya ngak nyambung dan jangan pedas2 koment yg menyakitkan hati soalnya aku baperan.🤣🤣🤣

cekidot selamat membaca semoga kalian suka.

2. Kembalikan anak kami

Dua tahun kemudian

Di kediaman Abraham sesosok gadis cantik berjalan dengan memegang nampan di tangan, yang di atasnya terisi beberapa menu makanan. Arah kakinya tertuju pada sebuah kamar. Tanpa mengetuk pintu lagi gadis cantik bernama Arini ini masuk ke dalam kamar.

"Nenek! Arini bawa makanan untuk nenek habis itu minum obat ya," panggil Arini dengan keceriaan menatap perempuan tua yang sedang bersandar di ranjang dan mengarahkan pandangannya pada benda persegi yang ada di hadapannya.

"Arini, cepat masuk! Tutup pintunya!" titah nenek Nani.

"Ia Nek." Arini pun meletakan dengan cepat nampan yang ia bawa di meja lalu bergegas menutup pintu.

"Sini cepat Arini, coba liat Dilan lagi ada di tv, main sinetron," panggil nenek Nani melambaikan tangannya.

Arini bergegas melangkah mendekat ke arah nenek Nani kemudian duduk di pinggir tempat tidur ikut menatap benda persegi itu.

"Idola kita lagi main, dia tambah ganteng aja ya," puji nenek Nani. Usianya memang sudah tua namun ia masih genit jika menonton idolanya Dilan Magika, namun ia selalu menyembunyikan kebiasaannya menonton idolanya itu, tidak mau anak dan mantunya tahu. Hanya Arini yang tahu kebiasaan dari perempuan tua ini.

"Ia Nek tambah ganteng aja." Arini pun menatap kagum, mereka benar-benar kompak dalam hal kesukaan karena itu nenek Nani sangat menyayangi Arini. Setiap hari mereka menghabiskan waktu bersama menonton idola mereka. Dilan Magika artis top nomor satu saat ini yang menjadi idola dari berbagai kalangan.

"Sudah sekarang nenek makan dulu, setelah itu minum obat." Arini meraih nampan yang ada di meja mulai menyuapi nenek Nani yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri.

Telah dua tahun Arini hidup dalam keluarga Abraham sebagai menantu. Hingga saat ini dia masih setia menunggu suaminya, yang entah kapan kembali. Ia terus menunggu walau saat ini kata janda telah sering tersemat olehnya oleh orang-orang. Semua orang telah meragukan jika suami Arini akan kembali namun Arini masih bertahan di rumah Abaraham, menantikan ada setitik harapan, walau ia juga merasa suaminya itu tidak akan kembali namun ia tidak ingin membuat keluarga mertuanya menjadi kecewa. Karena semua menyakini mereka tidak akan percaya Andra telah tiada jika belum melihat jasadnya. Itulah kata yang terus di tanamkan oleh Hasan pada anggota keluarganya dan gadis malang ini pun hidup dalam penantian semu selama dua tahun.

"Sekarang nenek istirahat," ucap Arini setelah membantu nenek Nani meminum obat.

"Kan sinetronnya Dilan belum selesai, kita habisin dulu."

"Ia baiklah setelah itu nenek harus istirahat."

Mereka pun menatap tv secara bersamaan dengan memasang wajah kagum.

krek ...

Suara pintu terbuka membuat perhatian mereka teralihkan. Membuat mereka seketika panik dan dengan cepat mengganti chanel tv karena tidak mau ketahuan.

"Arini cepat ganti channelnya." Mereka kompak grasak-grusuk. Arini pun mengarahkan remote ke tv.

"Ana! Ada apa?" tanya nenek Nani menatap wajah menantunya yang terlihat tak bersemangat berdiri di depan pintu.

"Ada orang tua Arini, datang dari desa," jelas ibu Ana terlihat sedih lalu kembali melangkah ke luar.

Senyum Arini terbit mendengar penjelasan ibu. "Ayah dan ibu. Mereka datang, nek. Aku harus menemuinya." Arini turun dari ranjang memasang wajah ceria.

"Tunggu bantu nenek, nenek juga harus bertemu orang tua kamu," pinta nenek Nani.

Arini kemudian memapah tubuh tua itu untuk berjalan semenjak ada Arini, kesehatan nenek Nani semakin membaik hingga ia sudah tidak butuh lagi kursi roda hanya untuk berjalan.

***

Mertua dan orang tua Arini telah berada di ruang keluarga berbincang namun kali ini ada yang aneh dari pertemuan ini, biasanya mereka akan bercanda tawa tapi kali ini suasananya berbeda, terlihat jika mereka sangat tegang. Arini mendudukan nenek Nani di sofa kemudian menyambut orang tuanya.

"Ayah ibu," sapa Arini dengan rona kebahagiaan memeluk orang tuanya secara bergantian. "Ayah dan ibu sehatkan?" tanya Arini merekapun kemudian duduk bersama.

"Kenapa tidak bilang kalian datang, kan kami bisa menyiapakan masakan untuk kalian," sela nenek Nani.

"Tidak apa-apa bu, kami hanya sebenatar, kedatangan kami kemari ingin menyampaikan sesuatu yang penting," ucap Ayah Arini yang bernama Ali.

Sejenak Ali menjeda ucapannya menatap wajah besannya yang hanya diam tertunduk memasang raut wajah kesedihan.

"Begini Bu, kedatangan kami kemari ingin menjemput Arini," jelas Ali menatap nenek Nani dengan rasa gugup menghinggapi.

"Oh ... menjemput, Arini, kalian pasti sangat merindukannya, maaf saya sangat menyanyangi Arini, jika dia tidak ada di rumah, rumah ini terasa sangat sepi," jelas nenek Nani.

"Bukan menjemput dalam artian pulang sebentar ke rumah kami," sela Ali melirik Hasan sekilas, lalu menarik napas panjang menatap ibu Arini yang mengganguk perlahan memberi keberaniaan.

Alis nenek Nani berkerut tidak mengerti apa maksud orang tua Arini.

"Kami ingin mengambil kembali putri kami, karena sudah dua tahun ia bersama kalian tanpa status yang jelas. Sudah dua tahun putri kami menunggu suaminya yang entah kapan kembali," jelas Ali membuat suasana seketika hening.

"Hingga saat ini tanda-tanda kedatangan Andra juga belum terlihat. Sampai kapan putri kami menunggu, dia putri kami satu-satunya, usianya baru 20 tahun, hidupnya masih panjang, saya tidak mau anak saya menunggu dalam ketidak pastian, Dan menurut hukum pernikahan istri boleh memintah pisah saat suami tidak meninggalkan istri selama dua tahun," tambah Marni ibu dari Arini, menatap Hasan dan istrinya yang terdiam membisu.

Hasan membisu dalam ketidakberdayaan, Seketika sekelabat bayangan dua tahun itu kembali hadir, membuat hati Hasan di penuh rasa bersalah pada gadis polos dan baik hati itu. Hingga saat ini ia belum mampu membuka rahasia kematiaan Andra pada keluarganya terutama pada Arini, karena ia tidak ingin berpisah dengan gadis itu.

Lidah hasan selalu keluh saat ingin menjelaskan jika gadis cantik ini telah lama menjadi janda muda di usai pernikahan seminggu. Ya sungguh Hasan tidak ingin kata itu tersemat pada gadis baik hati itu. Karena itulah untuk mengurangi sedikit kesalahannya Hasan membebaskan Arini untuk melakukan apa-pun bahkan ia menguliahkan Arini membuat hidupnya sama seperti gadis lain.

"Tolong biarkan Arini tinggal bersama kami, dia sudah kami anggap sebagai putri kami sendiri," pinta nenek Nani tentunya tidak setuju dengan keinginan orang tua Arini.

"Maaf bu, Arini juga kesayangan kami, kami hanya ingin yang terbaik untuknya, kami tidak ingin ia menghabiskan masa muda hanya untuk menunggu suaminya yang entah sampai kapan ia kembali, kami sudah cukup bersabar membuat putri kami menunggu hingga dua tahun."

"Ayah jangan seperti itu," sela Arini memegang lengah ayahnya. "Arini bahagia tinggal di keluarga ini dan Arini akan selalu menunggu mas Andra kembali." Gadis ini tahu jika ia adalah pelita dalam keluarga ini.

"Tidak sayang kamu harus pulang," ibu Arini mengelus rambut putrinya hingga suara teriakan membuat mereka tersentak.

"Ibu!" teriak Hasan dan Ana bersamaan saat melihat tubuh perempuan itu terkulai dan telah tak sadarkan diri.

"Nenek!" teriak Arini tak kalah paniknya, suasana seketika di penuhi kecemasan saat melihat nenek Nani yang sangat sedih akan keputusan orang tua Arini.

Inilah yang sangat di takutkan oleh Hasan, kondisi ibunya akan menurut jika harus berpisah dengan Arini dan itulah telah terjadi, namun kali ini ia akan melepaskan gadis malang itu, ia sudah tidak boleh egois lagi menahan gadis itu demi keluargaanya.

Duh kasian banget ya Arini.

3. Suruh ia menikahi Arini

Setelah mendengar keinginan kedua orang tua Arini. Di sinilah mereka berakhir di rumah sakit. Duduk di depan ruangan sambil menunggu dokter memeriksa keadaan nenek Nani.

“Hasan maafkan saya, saya tidak bermaksud membuat semua menjadi seperti ini,” ujar Ali memasang wajah bersalah.

Hasan menarik napas dalam mengusap punggung sahabatnya.

“Tidak apa-apa, kami yang salah menahan Arini selama ini, kalian memang benar. Arini juga kesayangan kalian, masa depannya masih panjang,” ujar Hasan tertunduk. “Maafkan kami, kami tidak bisa membahagiakan Arini, seperti janji kami dulu,” tambah Hasan hatinya seakan tersayat mengingat apa yang telah ia lakukan pada Arini.

***

Arini duduk di pinggir ranjang rumah sakit menatap perempuan tua yang selama dua tahun terakhir ini menjadi temannya. Air mata tiada henti menetes memikirkan kondisi nenek yang sudah ia anggap sebagai neneknya sendiri. Ia takut sesuatu buruk terjadi pada nenek Nani.

“Sudah jangan menangis, kita berdoa semoga tidak terjadi apa-apa pada nenek,” ucap Hasan memegang bahu menantunya yang masih terisak.

“Kasihan nenek ayah.” Arini menatap mertuanya lalu meraih tangannya. “Ayah maafkan orang tua Arini,” pinta Arini dengan nada penyesalan.

“Tidak apa-apa sayang, orang tuamu benar. Tidak seharusnya kami terus menahanmu tinggal bersama kami. Kau putri mereka satu-satunya.” Hasan tertunduk dengan rasa bersalah karena keegoisannya gadis malang ini menjadi korban.

“Tapi, Arini sayang kalian semua.” Arini menghapus air matanya.

Hening menguasai tidak ada kata-kata yang terucap hingga perhatian tertuju pada perempuan tua yang terlihat bergerak di ranjang rumah sakit.

“Nenek.” Arini maju mendekat ke arah nenek Nani. Ia lalu memegang tangannya. “Syukurlah nenek sudah sadar.”

“Arini, nenek ngak mau pisah sama kamu,” rengek nenek Nani membuat Arini menatap iba.

“Ngak nek, Arini ngak akan ninggalin nenek.” Arini memeluk tubuh perempuan yang sedang menitihkan air mata itu.

“Kalau kamu pergi nenek ngak punya teman lagi.”

“Arini akan terus bersama nenek.” Arini melepaskan pelukannya. “Sekarang nenek istirahat ya, ngak boleh banyak pikiran. Kita akan terus bersama.”

Hasan mendekat ke arah menantu dan ibunya.

“Arini lebih baik kamu pulang, temani orang tua kamu,” ujar Hasan yang tadi menyuruh besannya untuk beristirahat di rumah saja di temani oleh Ana istrinya.

“Tapi, ayah nenek.”

“Tidak apa-apa, biar ayah yang jaga nenek. Kasian orang tua kamu,” jelas Hasan menatap ibunya. “Tidak apa-apakan bu? Arini pergi untuk menemani orang tuanya, kasian orang tuanya sudah datang jauh-jauh pasti mereka merindukan Arini,” tanya Hasan pada ibunya.

Nenek Nani menghembuskan napas pelan mengangguk lemah walaupun sebenarnya ia tak rela namun yang di katakan putranya itu benar adanya.

“Pergilah sayang, tapi kamu harus janji akan kembali kemari lagi,” imbuhnya.

“Baiklah Arini pulang sebentar setelah itu, nanti Arini kembali lagi,” ucap Arini seraya mengelus tangan nenek Nani lalu menciumnya.

Setelah pamit pada ayah Hasan dan nenek Nani, Arini pun pergi meninggalkan ruangan. Mereka menatap kepergian Arini yang telah menghilang di balik pintu.

Kini tinggal ibu dan anak ini yang berada di ruangan. Sejenak hening menguasai hingga kembali suara isakan terdengar.

“Ibu kenapa?” tanya Hasan memasang wajah cemas meraih tangan ibunya.

“Hasan aku sangat menyayangi anak itu. Dia sudah aku anggap sebagai cucuku sendiri,” ujar nenek Nani semakin terisak ia tidak bisa membayangkan ia harus berpisah pada gadis polos yang telah menemaninya dua tahun terakhir.

“Tapi ibu, yang di ucapkan orang tua Arini itu benar. Putrinya baru berusia dua puluh tahun dan ia berhak mendapatkan kebahagiaan dan memulai hidup baru,” jelas Hasan.

“Hasan ibu ngak mau pisah, tolong bujuk orang tua Arini,” rengek nenek Nani.

“Bu, Arini berhak menemukan lelaki lain yang bisa membahagiakan dia,” ujar Hasan.

“Tolong bujuk orang tua Arini untuk menunggu Andra sedikit lagi. Ibu ngak akan percaya dia meninggal jika belum melihat jasadnya,” ujarnya semakin terisak teringat cucu kesayangannya.

Hasan menatap wajah ibunya, hatinya seakan tersayat akibat kebohongannya semua keluarganya hidup dalam harapan palsu. Ia tidak berfikir untuk membujuk orang tua Arini pantaskah ia melakukan hal itu setelah apa yang ia perbuat, ia telah membohongi mereka selama bertahun-tahun. Hanya demi memikirkan kesehatan ibunya, ia telah membuat gadis malang dan tak berdosa itu menantikan harapan palsu akan kebahagiaan pernikahan. Gadis yang seharusnya menerima limpahan kebahagiaan dari keluarganya bukan menjadi boneka untuk menyenangkan seluruh anggota keluarganya.

“Hasan!” sentak nenek Nani membuyarkan lamunan Hasan.

“Ia bu.” Hasan menatap ibunya.

Dengan suara bergetar serta isakan. “Hasan panggil dia kembali,” pinta perempuan tua ini memasang wajah memelas menggenggam tangan putranya.

Alis Hasan mengernyit dalam. “Apa maksud ibu?” Nada suara Hasan berubah dingin.

“Suruh anak itu pulang sekarang juga. Sudah saatnya ia pulang, Suruh ia menikahi Arini,” ucap Nenek Nani.

Hasan tersentak kaget akan keinginan ibunya menikahkan Arini dengan pemuda lain. Seketika memorinya kembali berputar tentang siapa laki-laki yang di maksud ibunya.

 

 

Aduh siapa itu?

 

 

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!