Vivian, seorang aktris terkenal yang sangat dikagumi karena bakatnya. Berakting, menyanyi, menari, atau beladiri merupakan hal mudah baginya, ditambah bakat memasak yang diturunkan oleh sang ibu membuatnya semakin dikagumi. Sudah 5 tahun ia bergelut di dunia hiburan, 3 tahun lalu namanya mulai dikenal banyak orang.
Kehidupannya terlihat tenang, dia merasa semua baik-baik saja. Namun ternyata selama bertahun-tahun dia tertipu.
Hartanya di rebut sang sepupu. Bahkan dia memergoki tunangannya sedang bermesraan dengan sepupunya itu diatas ranjang dalam apartemen yang dia beli untuk tunangannya.
"Selama ini setiap kali aku ajak kamu berhubungan, kamu pasti nolak. Jadi bukan salah aku kalau cari perempuan lain, kan?" Itulah alasan yang dia dengar.
Dia dibunuh dengan sangat tragis, setelah dibunuh dia bahkan dijadikan sebagai makanan anjing. Tuhan menyayangi dirinya, membawanya kembali ke masa dimana dia baru terkenal.
Kesempatan itu dia manfaatkan untuk menyelamatkan adiknya dari kematian akibat kecelakaan. Dikehidupan yang lalu dia gagal melindungi adik tersayangnya itu, dia bersumpah akan menjadi lebih baik.
Dia berhenti dari dunia hiburan, meningggalkan semua kemewahan palsu itu.
Tak ada sorotan lampu, tak ada kamera yang terus merekam, tak ada musik yang dimainkan, hidupnya menjadi sederhana seperti semula.
Dia menjalankan restoran sang ibu. Dimasa lalu dia mengabaikan permintaan ibunya untuk melanjutkan usaha itu, hingga sang sepupu, Sherly, mengambil alih restoran lalu dijual.
Kini dia terlahir kembali, Tuhan memberi kesempatan padanya untuk menjalankan perintah terakhir sang ibu. Hidupnya sangat berubah. Bahkan dia menemukan pasangan yang menyempurnakan dirinya.
Rein, putra bungsu dari sebuah keluarga yang termasuk dalam keluarga terkaya di negara itu. Hidupnya penuh dengan kemewahan, dia sangat disayang.
Namun sebuah kecelakaan mengubah dunianya menjadi gelap gulita. Dia yang dulu begitu diperhatikan, kini diabaikan. Semua yang dia punya dulu, hilang begitu saja.
"Orang yang buta ga berguna dalam keluarga ini. Kita adalah keluarga terkaya ke 3 di negara ini, mana mungkin orang buta bisa membawa kita ke urutan pertama? Jangan pernah muncul di dalam keluarga ini lagi!" Bahkan ibu kandungnya sendiri melempar semua pakaian beserta Rein kejalanan.
Hanya karena dia buta, keluarganya sendiri membuang dirinya.
Hidupnya berubah total, tak ada cahaya sedikitpun. Putus asa, dia memutuskan untuk bunuh diri dengan melompat di sebuah jembatan. Namun seseorang menghentikannya.
"Kalau lompat dari situ ga akan meninggal, tau?" Suara itu menghentikan dirinya. Dia yakin kalau sungai dibawahnya dalam."Iya, kalau lompat ga akan meninggal." Kata Vivian.
"Tapi sungai ini dalam." Raut wajah Rein jelas menunjukkan kebingungan.
Seseorang menarik tangannya, " Memang dalam, kalau aku ga bilang gitu kamu pasti lompat." Tangan itu menuntunnya.
Disaat keluarganya sendiri membuang dirinya, seorang wanita asing malah membantu dia. Permainan hidup memang tak bisa ditebak.
Vivian memperkenalkan diri. Rein tak tau jika Vivian seorang aktris yang cukup terkenal, dia memang tak pernah tertarik dengan dunia hiburan. Aktris saja tak mengurusi hidupnya, untuk apa dia mengurusi kehidupan mereka? begitulah pikirnya.
Dalam sekejap mereka menjadi lebih dekat, melupakan jika awalnya adalah dua orang asing yang tak saling mengenal.
Kehangatan ada diantara mereka, seakan-akan sudah lama mengenal dan baru bertemu kembali hari itu.
Mereka bertemu, pertemuan yang telah direncanakan oleh Tuhan. Rencana untuk mengubah hidup mereka, mengubah rasa sakit menjadi kebahagiaan. Bersama melanjutkan hidup, saling menyempurnakan.
Bersambung......
"Udah, kamu tenang aja. Walaupun dia hebat di dunia akting, tapi dia itu terlalu polos. Semua hartanya sekarang udah ada ditangan aku." Vivian terkejut mendengar percakapan antara sepupunya, Sherly, dengan seseorang di telfon.
"Dia itu bodoh. Dia bahkan ga tau kalau selama bertahun-tahun dia udah aku tipu. Hahahaha" Sherly tertawa licik.
"Jadi selama ini aku tertipu?!" Vivian pergi menuju rumah mewahnya. Dia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.
Sampai di rumah dia langsung masuk kamar, tak dia perdulikan para pelayan rumah yang menatapnya dengan bingung.
"Kenapa nyonya pulang sambil nangis?" Begitu kira-kira pikir mereka.
Vivian membenamkan wajahnya di bantal, wajah cantik itu dibasahi oleh air mata.
Tring... Tring....
Handphone-nya berbunyi
"Halo? Siapa ini?" Tanya Vivian.
"Ini aku, Alex" Jawab seseorang. Alex, tunangannya.
"Iya, ada apa?" Tanya Vivian lagi.
"Ah... Begini. Aku ada urusan beberapa minggu, jadi mungkin ga bisa hubungi kamu." Jawab Alex.
"Oh... Iya deh. Jaga kesehatan, yah" Jawab Vivian dengan suara lemah.
Sudah lama Alex tak menghubunginya, baru sekarang menelfon dan bilang akan tidak menghubungi dia selama beberapa minggu.
Telfon terputus begitu saja.
Tok tok tok
Vivian membuka pintu, dia malas menatap Sherly di depannya.
"Vian, kamu kenapa? Tadi pelayan bilang kamu pulang sambil nangis. Ada apa?" Sherly memulai dramanya.
"Ga apa. Aku tadi basahin muka pake air, mungkin mereka salah liat" Jawab Vivian malas.
"Cih! Dasar bodoh. Kalau aja aku punya waktu buat nyingkirin kamu." Batin Sherly.
Vivian memeluk Sherly, "Kenapa kamu harus begini? Kalau kamu mau harta, aku bisa bagi penghasilan aku. Kamu ga harus nipu aku. Ga harus selicik ini." Batin Vivian.
"Ish... Apaan sih pake peluk segala? Jijik banget!" Sherly membalas pelukan Vivian.
"Kalau ada masalah, kamu cerita aja. Kamu katanya udah anggap aku kakak sendiri? Masa ada masalah dipendam sendiri?" Drama sehari-hari dimulai.
Vivian melepas pelukan, pergi begitu saja menuju dapur.
"Cih! Lihat berapa lama lagi kamu bisa sombong!" Sherly pergi.
.........
Vivian berdiam diri dikamar, menatap langit malam dari jendela.
"Kenapa Sherly bisa setega ini? Kenapa dia harus nipu aku begini? Kenapa? Apa semua ini demi harta? Bukannya selama ini aku juga udah berbagi? Apa itu belum cukup buat dia?" Berbagai pertanyaan memenuhi pikiran.
Selama bertahun-tahun Sherly selalu bersikap baik padanya, tak pernah terlintas di benaknya bahwa ia akan ditipu oleh sepupunya itu.
"Semua kebaikan itu palsu. Semua senyum itu palsu. Semua perhatian itu palsu." Vivian larut dalam pikirannya, entah kapan dia tertidur sambil duduk di depan jendela.
............
Vivian membuka matanya yang silau terkena sinar matahari pagi, dia mengucek mata. Pukul 8 pagi, dia terbangun dengan mata sembab nya. Dia memang mudah menangis.
Dengan malas dia menuju kamar mandi, selama 30 menit dia berada di dalam sana.
Keluar dari kamar dia disambut senyum palsu Sherly, "Pagi bintang...." Sherly memeluknya.
Dengan malas Vivian membalas, "Pagi juga, kak." Terpaksa senyum itu dia perlihatkan.
"Kamu kenapa? Kok ga ada semangat?" Tanya Sherly sok perhatian.
Vivian hanya menggeleng, berlalu begitu saja menuju dapur. Dia memang memasak sendiri, dia merasa masakan orang lain tak sesuai seleranya. Jika ada acara perjamuan dia hanya minum jus, tak menyentuh makanan yang tersedia.
Hari ini tak ada jadwal syuting, jadi dia bisa beristirahat dengan tenang dirumah.
Seharian dia hanya dirumah, tak melakukan apapun. Benar-benar hanya bersantai, bahkan beberapa panggilan telepon dari Sherly dan teman sesama artis dia abaikan.
Bersambung....
Malam hari
Sudah seminggu sejak terakhir kali Alex menelfon, Vivian penasaran dengan apa yang Alex lakukan. Dia memutuskan untuk pergi ke apartemen yang dia berikan pada Alex.
Setibanya disana tepat saat dia baru membuka pintu, dia terkejut dengan suara yang ada di dalam sana.
Dia sangat tau bahwa itu adalah suara yang muncul ketika dua orang sedang berhubungan.
"Kenapa suara mereka kedengaran ga asing?" Vivian membuka pintu lebih lebar.
Dua orang itu tak menyadari jika Vivian masuk, mereka terkejut ketika lampu tiba-tiba menyala.
"Aaahhh!!!" Teriak perempuan itu kaget.
Terkejut. Vivian tak tau apa yang harus dia lakukan. Tunangannya bermesraan dengan sepupunya? Bahkan tanpa sehelai benang pun ditubuh mereka? Dia tak sanggup melihat semua itu, "Ka... Kalian?"
"Wah... Liat siapa yang datang? Si bintang berbakat yang bodoh." Sherly memakai piyama yang tergeletak di lantai. Sementara itu Alex memakai pakaian yang dia lempar ke sembarang tempat sebelumnya.
"Kenapa kalian berbuat kayak gini? Alex, bukannya kita udah tunangan? Kenapa kamu berhubungan badan dengan Sherly?! Kenapa?!" Air mata mengalir di wajah cantik itu.
"Kenapa? Seharusnya kamu itu sadar diri." Alex yang hanya memakai celana mendekatinya dan mencengkram wajah cantik Vivian dengan kuat.
"Selama ini setiap kali aku ajak kamu berhubungan, kamu pasti nolak. Jadi bukan salah aku kalau cari perempuan lain, kan?" Kata Alex.
Memang, Vivian tak pernah menyetujui permintaan Alex yang satu ini. Bukan tanpa alasan. Dia hanya ingin menjaga kesuciannya untuk suaminya. Pilihannya tepat, Alex bukan pasangan yang baik.
Vivian mendengus, "Heh, ga salah aku nolak permintaan itu."
Alex melempar tubuh itu hingga terjatuh dan kepalanya terbentur siku meja. Darah mengalir, kepalanya terasa pusing. Vivian mencoba bangkit meski tubuhnya terhuyung.
Plakk.....
Sherly menamparnya dengan keras, tubuhnya kembali ambruk. "Udah 4 tahun, kamu baru tau hubungan ini sekarang?"
Vivian kembali bangkit.
Crass....
Darahnya mengalir dari perut, Alex menikamnya. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali.
"Alex!! Ngapain kamu?! Kalau dia mati kita bisa dipenjara!!!" Panik Sherly.
Alex tak mendengar ucapan itu, dia terus melanjutkan aksinya. Tak hanya perut, tapi dada, paha dan lengan Vivian juga di tusuk.
Bagai sedang kerasukan, Alex tak berhenti menusuk setiap bagian tubuh Vivian. Darah terus mengalir deras bagai air yang tumpah dilantai apartemen itu.
Sherly ketakutan melihat yang Alex lakukan. Dia seperti seorang pembunuh berdarah dingin, darah yang ada ditangannya seolah pemuas dan pemacu hasratnya untuk membunuh.
Merasa tak puas, Alex memutilasi tubuh Vivian sedikit demi sedikit.
"Aaaarrgghhh!!!!!! Bi*d*p kamu Alex!!" Teriak Vivian yang masih memiliki kesadaran ketika jarinya terpotong, itu adalah teriakannya yang terakhir.
"Terserah!!!! Aku memang manusia bi*d*p!!! Kamu aja yang baru tau!" Kata Alex. Dia terus melanjutkan aksinya, sedangkan Sherly tak dapat melakukan apapun selain diam ditempat.
Vivian yang sudah seperti itu dia masukkan ke dalam karung besar lalu diikat.
"Sherly, cepat bantu aku!! Jangan cuma diam!!" Perintah Alex. Sherly memberanikan diri untuk menyentuh potongan-potongan tubuh penuh darah itu. Mereka membawa jasad itu. Perjalanan mereka menuju tempat parkir berjalan lancar, karena tempat itu sepi pada malam hari.
"Ki... Kita mau kemana?" Suara Sherly bergetar, dia masih ketakutan.
"Ke rumah lamaku, 6 ekor anjing peliharaan ku lagi kelaparan." Alex bicara dengan santai.
Sherly mual membayangkan anjing-anjing itu memakan tubuh Vivian. Dia tak percaya jika Alex bisa sekejam itu.
Begitu sampai dirumah lamanya, Alex benar-benar melempar 'makanan' untuk anjingnya. Hewan-hewan itu bahkan memperebutkan 'daging' yang tuan mereka berikan.
Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!