Hari ini, adalah hari pertama Azimah bekerja di perusahaan ayahnya. Sebenarnya ia tak ingin bekerja di dalam perusahaan ayahnya, tapi karena ayahnya yang meminta, ia pun tak bisa menolaknya.
Pagi ini, ia terlambat bangun karena tadi malam ia harus menyiapkan semua keperluannya sebagai seorang pegawai kantoran...
"Maaf ...," ucap Azimah saat melihat Ibu dan ayahnya yang sudah menunggunya di meja makan.
"Jangan khawatir, Sayang. Santai saja, ayo sarapan dulu!" kata sang Ayah menenangkan anaknya itu.
Azimah pun duduk dengan tenang sambil menikmati sarapan yang sudah di siapkan ibunya.
"Mana Axel?" kata Azimah menanyakan keberadaan adik bungsunya itu.
"Sudah pergi ke sekolah." jawab sang Ibu.
"Ah, aku benar-benar kesiangan." keluh Azimah.
Selma dan Andreas hanya tersenyum melihat ekspresi putrinya itu.
Sarapan pun berlalu, kini Azimah sudah siap bekerja. Andreas Lu, yang merupakan Ayah tirinya itu dengan tenang duduk di sampingnya. Ayah tiri yang selalu memberikannya kasih sayang pada adik-adiknya selama 10 tahun terakhir ini.
Setelah 30 menit menempuh perjalanan, mereka pun sampai di kantor ayahnya. Andreas membukakan pintu Azimah dan menggandeng tangannya berjalan masuk menyusuri gedung kantor mereka.
Semua menyapa dengan ramah dan hormat pada kedatangan mereka. Tak dikit pula yang berbisik membicarakan tentang keberadaan Azimah. Tak ayal, Azimah langsung mendapatkan posisi tinggi di hari pertama ia bekerja, meski Azimah mengatakan pada ayahnya ia ingin belajar dari bawah, namun Andreas tak menghiraukannya. Karena Andreas tahu kemampuan Azimah. Dan akhirnya, Azimah kembali menurut saja.
Andreas membawa Azimah keruangannya. Sebuah ruangan khusus yang sudah disediakan tak jauh dari ruangan Andreas.
"Selamat bekerja, Zimah." ujar Andreas.
"Terimakasih, Ayah" jawab Azimah
Andreas pun berlalu, membiarkan Azimah memperkenalkan diri pada rekan-rekan kerjanya.
Azimah pun memperkenalkan dirinya. Ada yang menyambutnya ada juga bersikap seadanya. Dan yang lainnya lebih banyak mencibir Azimah karena memimpin mereka padahal Azimah belum berpengalaman dalam bidangnya. Karena hal inilah, banyak tidak suka dengan keberadaan Azimah di perusahaan. Azimah di rasa mendapatkan sesuatu yang instan karena ayahnya sebagai pemilik perusahaan.
Azimah mengabaikan tatapan sinis dari banyak orang-orang padanya. Sebelum ia mengiyakan permintaan ayahnya, ia sudah menyadari hal ini akan terjadi. Karena ia tahu, ayahnya tak akan menempatkannya di posisi rendah dengan gelar yang ia punya.
Azimah nampak fokus mengerjakan semua tugas-tugasnya. Tanpa sadar hari sudah siang. Ia pun beranjak untuk makan siang di kantin kantor. Namun saat berada di lift, Azimah kembali mendengar orang-orang yang berbisik tentangnya. Ia kembali diam meski ia sudah tak bisa lagi menahan dirinya.
Sampai di kantin, lagi-lagi orang membicarakannya...
"Manager baru bagian internasional kudengar adalah anak tiri CEO kita" ucap salah seorang pegawai yang membicarakannya.
"Iya, dia adalah anak yang di culik yang membuat CEO kita dalam masalah besar. Apa kalian tahu tentang hal itu?" tanya seorang pegawai menimpal lagi.
"Iya, iya, aku tahu. Berita itu menyebar dengan cepat pada tahun itu. Kudengar, dia bersekongkol dengan ayah kandungnya. Sayangnya, ayah kandungnya meninggal setelah terlibat kecelakaan beruntun dengan mobil teman-teman CEO kita" timpal yang lainnya.
"CEO kita sangat baik pada dia dan juga adik-adiknya. Ibuku mengatakan, CEO sudah mengambil dia dan adik-adiknya sebagai anaknya. Benar-benar mendapatkan hak yang sama seperti anak kandungnya." lanjut seorang lagi.
Mereka membicarakan Azimah tak jauh dari tempatnya. Azimah bisa mendengar sangat jelas semua kata-kata yang mereka ucapkan itu. Dan Azimah kembali memilih mengabaikan mereka dengan cara pergi dari kantin. Namun baru saja ia beranjak, seseorang menghampirinya.
"Apa aku boleh di duduk di sini? Sudah tak ada tempat lagi yang kosong" kata seorang pria padanya.
"Ah iya, silahkan, aku juga sudah selesai" jawab Azimah mencoba bersikap ramah di tengah gemuruh hati yang sedang membara.
Pria itu pun tersenyum. Ia duduk setelah mendapat izin dari Azimah. Sementara Azimah pamit untuk kembali bekerja.
Azimah menghela nafas panjang dengan keberadaannya saat ini. Ia pun mencoba mengalihkan suasana hatinya dengan cara menemui ayahnya..
"Apa CEO ada?" tanya Azimah pada sekretaris ayahnya itu.
"Ada, Nyonya Lu baru saja tiba" jawab sekretaris itu ramah.
Azimah tersenyum menanggapinya. Ia masuk ke dalam ruangan ayahnya setelah mendapatkan izin...
"Ah ternyata begini kalian, kalian berduaan dan tak mengingat anak kalian!" seloroh Azimah mengguraui ayah dan ibunya itu.
"Sini, sini, ayo bergabung! Ibumu sudah menyiapkan makan siang untuk kita dan baru saja ia hendak memanggilmu untuk makan bersama" jelas Andreas.
"Katakan saja Ayah tak ingin aku mengambil bagian Ayah" gurau Azimah lagi. Azimah pun duduk di seberang Ayah dan ibunya.
Selma mengambilkan makan siang untuk Azimah. Mereka makan siang sambil berbincang mengenai pekerjaan Azimah saat ini.
"Aku hampir mengerti semua. Sudah aku pahami hanya beberapa yang belum. Mungkin Minggu depan aku sudah bisa mengerjakan semuanya satu persatu" jelas Azimah.
"Bagus, Ayah tahu kau memang layak di posisi ini." Puji Andreas
"Terimakasih karena Ayah memberikan kepercayaan ini padaku. Aku akan berusaha untuk tidak mengecewakan Ayah" ujar Azimah.
"Baiklah, kalian yang mengerti tentang pekerjaan. Sekarang waktunya makan, jadi hentikan saja dulu percakapan kalian tentang pekerjaan dan nikmati saja makan siang yang sudah kubuatkan ini." kata Selma dengan ekspresi pura-pura merajuk.
Azimah dan Andreas tertawa kecil lalu mereka menyantap makan siang dengan topik yang lainnya.
Mereka bertiga menyantap makan siang dengan lahap. Tak ada yang menyangka jika mereka adalah keluarga sambung, kehangatan Andreas serta kasih sayangnya mampu membuat Azimah dan kedua adiknya merasakan keluarga utuh yang sekian lama mereka harapkan. Andai Selma tak bertemu Andreas, mungkin hidup mereka tak akan menemukan kebahagiaan seperti saat ini.
Cinta Andreas pada Selma begitu dalam, hingga seberat apa pun cobaan yang menghadang ia tetap mempertahankan Selma. Kebahagiaan Selma adalah anak-anaknya, hal itu di pahami betul oleh Andreas, itulah mengapa Andreas bisa menyayangi mereka dengan tulus.
Cinta yang mendapat cibiran banyak orang, di tentang oleh orang tua Andreas berhasil di lalui dengan deraian air mata. Kini, sudah bertahun-tahun berlalu mereka hidup bahagia dan tentram layaknya keluarga lainnya. Andreas mampu menjadi ayah penyayang untuk anak-anak Selma, menjadi suami yang penuh perhatian pada Selma, serta juga menjadi teman-teman bagi anak-anaknya yang kini sudah mulai tumbuh dewasa.
Sempurna, satu kata itulah yang tepat menggambarkan kehidupan keluarga Azimah saat ini. Hanya satu yang belum ia rasakan. Yaitu, memiliki kekasih yang akan menemani hari-harinya kedepan.
Setelah patah hati di usia yang dini, Azimah merasa ia tak bersemangat untuk mencari pujaan hatinya. Cinta pertama yang ia rasakan pada orang yang tak lain adalah teman ayahnya sendiri tak terbalas dan itu sangat menyakitkan baginya.
Azimaj menyaksikan sendiri bagaimana orang yang ia cintai itu menikah di depan matanya. Karena pria itu adalah teman ayahnya sendiri, ia sering melihat kebahagiaan pria itu dengan keluarga kecilnya. Hingga tiga tahun lalu, takdir memaksanya untuk menjadi seorang duda dengan seorang anak yang masih kecil. Setelah itu, Azimah jarang melihatnya berkunjung. Ia terpuruk dalam waktu yang lama, baru satu tahun ini ia bangkit dan meneruskan posisi ayahnya sebagai CEO di perusahaan keluarga mereka. Keadaan memaksanya untuk bangkit meski ia sendiri tak bisa lari dari rasa kehilangannya.
Bersambung...
Hari mulai menggelap, Azimah membereskan mejanya untuk pulang. Hari pertama ia bekerja namun tidak terlalu sulit juga tak terlalu mudah karena keberadaannya yang belum bisa di terima.
Andreas datang keruangan Azimah untuk pulang bersama. Azimah pun menghampirinya dengan senang hati.
Layaknya anak kandung, Azimah di rangkul Andreas di depan semua pegawai kantor. Mereka begitu hormat dan ramah pada Azimah karena keberadaan Andreas di sampingnya.
"Bagaimana hari pertama bekerja?" tanya Andreas di tengah-tengah perjalanan pulang.
"Tidak terlalu sulit, 'Yah. Cukup menyenangkan" jawab Azimah dengan senyuman lebar.
"Baguslah kalau begitu. Ayah tahu kau suka tantangan. Oleh karena itu ayah sudah menyiapkan tantangan baru untuk kau, Azimah." ujar Andreas yang membuat Azimah menatapnya lekat.
"Tenang saja ..., setelah ini jika kau berhasil, maka posisimu tak akan di ragukan lagi di perusahaan." lanjut Andreas seperti mengetahui apa yang di alami Azimah di kantor seharian...
"Ayah tahu itu?" ucap Azimah lemah.
"Tentu saja Ayah tahu, Ayah bukan orang bodoh yang tak mengerti situasi. Namun Ayah senang karena kau berhasil menahan diri untuk tidak meladeni pegawai-pegawai kantor kita. Tapi itu saja tidak cukup, Ayah tak ingin anak gadis Ayah ini di pandang sebelah mata. Kau harus membuktikan diri kalau kau memang pantas berada di posisimu sekarang" jelas Andreas.
"Apa tantangan yang Ayah maksud tadi?" tanya Azimah penasaran.
"Kau harus berhasil memenangkan proyek Lee Company minggu depan" kata Andreas tenang.
"Lee Company ..., bukankah perusahaan Paman Andra?!" tanya Azimah.
"Iya, kau benar. Tidak terlalu sulit bukan tantangan yang ayah berikan ini?" tanya Andreas pada putrinya itu.
Azimah ragu untuk menjawab. Tapi ini adalah kesempatan yang bagus baginya. Namun berhadapan langsung dengan Andra bukanlah sesuatu yang mudah. Terlebih, Azimah pernah menyimpan rasa pada Andra dahulu.
"Hei..., apa yang kau lamunkan?" tanya Andreas sambil menyentuh pundak Azimah.
"Ayah membawaku dalam masalah. Ayah tahu bagaimana Paman Andra bersikap padaku. Bukannya dapat proyek, mungkin aku akan masuk blacklist nantinya" gerutu Azimah.
"Hahaha ..., tidak mungkin Andra akan melakukan itu. Kau salah satu anakku yang paling Andra sayang." ujar Andreas terkekeh.
"Tapi mendapatkan proyek Lee Company bukan hal yang mudah Ayah." Keluh Azimah "Lee Company itu perusahaan ternama walau masih di bawah perusahaan kita. Tapi bekerja sama dengan Lee Company pasti tidak semudah menjalin hubungan dengan Paman Andra." jelas Azimah.
"Ayah tahu, maka dari itu kau harus membuktikannya pada semua pegawai kantor. Andra berbeda dengan ayahnya. Dia sangat teliti bahkan sangat displin. Maka dari itu, jika kau berhasil kau akan mendapat pengakuan secara langsung." Jelas Andreas
"Jika aku kalah?" tanya Azimah sambil memikirkan hal terburuk yang akan terjadi.
"Pasti aku akan lebih dikucilkan lagi." lanjut Azimah.
"Maka dari itu kau tak boleh kalah!" kata Andreas memberi semangat.
"Aku pesimis, 'Yah. Tidak mudah mendapatkan kerjasama itu apa lagi aku yang tak memiliki pengalaman sama sekali. Itu malah akan menjadi penghinaan bagi Paman Andra nantinya. Sekali pun aku menang, aku tidak akan dengan mudah mendapat pengakuan. Akan ada yang mengatakan jika aku menang karena bantuan ayah. Lagi pula Ayah dan Paman Andra adalah teman baik." Ungkap Azimah tak bersemangat...
Andreas merangkul anaknya itu. Ia mengelus-elus lengannya penuh kasih sayang sambil berkata ...,
"Perduli apa dengan omongan orang. Sebaik apa pun hal yang kita lakukan akan selalu ada cerita jelek tentang kita. Pada akhirnya angin akan tetap berlalu meski cuaca sedang panas. Yang perlu kau lakukan menikmati hembusan angin itu sampai pada akhirnya bisa menyejukkanmu dengan sendirinya." Kata Andreas kembali menyemangati Azimah...
"Apa Ayah yakin aku akan berhasil?" tanya Azimah ragu.
"Tentu saja, kemampuanmu tidak perlu diragukan lagi. Kau mendapat gelar dengan nilai di atas rata-rata bahkan 3 terbaik di Provinsi. Jadi jangan patah semangat hanya karena masalah kecil seperti ini!" Lagi-lagi Andreas membangkitkan semangat Azimah
Azimah mencoba tersenyum meski ia sendiri pun ragu. Bukan ragu pada tantangan yang ayahnya berikan melainkan ragu pada dirinya sendiri. Mampukah dia bersikap biasa saja seperti selama ini pada Andra. Mungkin akan mudah baginya bersikap biasa saja saat ia masih menyimpan perasaan pada Andra karena dulu mereka tak sering bertemu, di tambah lagi di sisi Andra ada Adelina istrinya yang membuat Azimah sadar bahwa ia harus memendam perasaannya dalam-dalam. Tapi kini, keadaan berbeda. Andra tak lagi mempunyai seorang istri. Pertemuan yang intens membuat Azimah takut lupa diri dan kembali berharap jika Andra akan memiliki perasaan padanya.
Azimah dan Andreas sudah tiba di rumah mereka. Tanpa menyapa ibunya lagi, Azimah segera masuk ke dalam kamarnya.
Azimah duduk sambil menyandarkan kepalanya di kepala ranjang. Ia meraih ponsel dan membuka album yang selama ini ia simpan dan hanya ia buka saat merindukan seseorang yang terdapat dalam album tersebut.
"Aku tak peduli jika semua orang tak menganggapku, aku hanya tak ingin berharap lagi padamu. Aku takut jika harus terluka dan kecewa lagi" lirik Azimah menyentuh photo yang tak lain adalah Andra. Cinta pertamanya yang belum bisa tergantikan oleh siapa pun.
Tok... Tok ... Tok...
Suara ketukan pintu berhasil membuat Azimah menutup kembali ponselnya dengan cepat lalu bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa.
"Masuk pintunya tak terkunci" Kata Azimah setengah berteriak.
Muncul seorang wanita yang paling ia sayang selama ini. Wanita yang selalu memperjuangkan kebahagiaan mereka hingga saat ini.
"Ada apa, 'Bu?" tanya Azimah melihat ibunya datang.
"Tidak apa-apa. Ibu hanya ingin melihatmu." Kata Selma sambil menyatukan kedua tangannya di pipi Azimah.
Azimah memeluk pinggang Selma dan membenamkan wajahnya di perutnya. Selma hanya mengelus rambut anak gadisnya itu penuh kasih sayang. Perasaan tenang pun di rasakan Azimah saat mendapat pelukan hangat dari ibunya.
"Apa ada orang yang tak menyukaimu di kantor?" tanya Selma menebak.
Azimah mendongakkan wajahnya. Melihat ibunya yang sedang menunduk dan menatap Azimah.
"Apa Ayah yang mengatakannya pada ibu?" tanya Azimah di dengan ekspresi sendu.
"Ayahmu tak mengatakan apa-apa, ini hanya dugaan ibu saja karena tadi pagi ibu mendengar banyak pegawai yang berbisik saat ibu datang ke kantor ayah." jelas Selma.
"Hanya beberapa orang, Bu. Tak masalah, aku bisa mengatasinya apa lagi ada Ayah di sampingku. Tak akan ada yang berani padaku." gurau Azimah menenangkan Selma.
"Ibu senang mendengarnya meski Ibu tak yakin kau akan menggunakan ayahmu sebagai tameng. Kau bukan anak yang seperti itu, Ibu tahu betul dengan sifatmu. Ibu hanya takut kau tertekan karena orang-orang kantor. Ibu ingin kau menikmati masa lajangmu dengan tenang." harap Selma.
"Ibu ..., aku sangat baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku. Lagi pula aku bisa menjaga diri!" Seru Azimah mencoba mengurangi rasa khawatir ibunya.
"Ibu belum tenang sampai ada orang yang bisa menjagamu dengan tulus seperti ayahmu pada Ibu. Kau sudah cukup umur untuk berkencan, kau harus melakukan hal ini secepatnya. Bawa pria baik itu pada Ibu agar Ibu bisa tenang dan tak akan mengkhawatirkanmu." Ungkapan Selma sukses membuat Azimah kaget.
"Ibu ..., aku belum bisa melakukan itu dalam waktu dekat jadi jangan berharap terlalu banyak. Sebelum Alex dan Axel duduk di sisi Ayah, aku akan terus membantu Ayah di kantor. Jadi aku mohon pada Ibu agar tak mengganggu konsentrasi kerjaku saat ini." jelas Azimah tegas.
Selma hanya menarik nafas panjang. Ia tahu bahwa cita-cita Azimah bukanlah menjadi wanita kantoran. Tapi karena tak ada yang bisa membantu Andreas dikantornya maka dari itu Azimah turun tangan sebelum kedua adik lelakinya duduk di tempat yang seharusnya.
"Ya sudah, mandi sana! Ibu akan menyiapkan makan malam kalian. Axel sudah menanyakanmu sedari tadi." Kata Selma sambil berlalu meninggalkan putri sulungnya itu.
Bersambung...
Sepeninggalan Selma, Azimah membaringkan dirinya sambil menatap langit-langit kamar yang entah mengapa membuatnya begitu terlena. Pikiran yang jauh melayang pada ingatan masa lalu. Ketakutan yang membuatnya kian merinding saat membayangkan sosok dalam ingatan tersebut. Cinta masa kecilnya.
Setelah puas berkutat dengan pikirannya, Azimah beranjak dari kasurnya yang empuk itu. Azimah dengan malas masuk ke kamar mandi, menanggalkan semua pakaiannya dan memasrahkan diri di bawah guyuran air shower. Memejamkan mata sambil mencoba menghilangkan semua jejak-jejak kisah masa lalunya. Masa lalu yang manis namun juga menyimpan kepahitan untuk hatinya.
Setelah 30 menit lebih berada di sana, Azimah keluar dan mengenakan pakaian santainya. Ia menyudahi kembali kesendiriannya dengan cepat karena keluarganya sudah menantinya di meja makan. Benar saja, saat turun Ayah, Ibu dan adiknya sudah berada di sana.
"Kakaaak ...," teriak seorang anak kecil yang tak lain adalah Axel, adik bungsu Azimah buah cinta Selma dan Andreas.
"Wah, sepertinya kau begitu merindukanku sehingga memelukku begitu erat." Ujar Azimah membalas pelukan sang adik.
"Kau sangat sibuk sekarang 'Kak, aku jarang bertemu denganmu. Tentu saja aku merindukanmu!" tukas Axel dengan manja.
"Maafkan Kakak. Sekarang Kakak sudah kerja, banyak hal yang harus Kakak kerjakan. Nanti setelah Kakak libur, kita akan menghabiskan waktu bersama, hanya berdua." Bisik Azimah
Mata Axel berbinar, "Horeeee" teriak Axel dengan riang.
"Ada apa Axel?" tanya Selma yang kebingungan melihat anak bungsunya itu berteriak kegirangan.
"Tidak ada!" Dusta Axel.
Selma hanya menatap Azimah dan Axel dengan kecurigaan namun segera ia tepis dan mengajak keduanya duduk bersama untuk makan malam.
Makan malam pun usai, Azimah pun kembali kekamarnya. Kali ini ia tak langsung tidur melainkan mengambil kembali laptopnya dan mengerjakan semua hal yang di perlukan untuk berhadapan dengan Lee Company, perusahaan Andra sekaligus orang yang pertama Azimah cintai hingga saat ini.
Selma yang hendak kembali kekamarnya, menghentikan langkahnya saat melihat lampu kamar Azimah masih menyala. Ia pun mendekat pada pintu dan membukanya. Selma melihat anak gadisnya itu sangat fokus dengan beberapa kertas dan juga laptopnya hingga tak menyadari kedatangannya.
"Belum tidur, Azimah?" tanya Selma membuyarkan konsentrasi Azimah.
Azimah menoleh pada sumber suara. "Ibu ...," ujar Azimah mengetahui Selma yang tengah berdiri menatapnya. "Aku sedang menyusun proposal yang akan di bawa nanti ke perusahaan Paman Andra." Lanjut Azimah masih dengan kertas-kertas di tangannya.
"Andra?" Selma nampak bingung dengan pekerjaan putrinya yang mengaitkan Andra di dalamnya.
"Kau akan bekerja dengan Andra?" tebak Selma.
Azimah menoleh sekilas, namun kembali lagi ke layar monitor laptopnya sambil menjawab Selma.
"Tidak, 'Bu. Ayah menyerahkan tugas padaku untuk mewakili proyek kita dengan Paman Andra." jelas Azimah.
Selma nampak diam menatap putrinya yang menampakkan wajah biasa saja namun ia tahu ada sesuatu yang selalu Azimah sembunyikan darinya.
Andra, nama itu tak bisa Selma sebut dengan mudah di depan putri sulungnya itu. Walau Azimah selalu mengatakan padanya bahwa ia baik-baik saja, tapi Selma tahu, hingga kini Azimah masih menyimpan rapat cinta pertamanya itu.
Awalnya Selma selalu berpikir bahwa itu hanyalah cinta masa kecil pada umumnya yang akan hilang dengan berjalannya waktu. Namun Selma akhirnya berpikir mengapa hingga kini Azimah tak pernah memiliki seorang teman lelaki yang dekat dengannya. Itu karena Andra. Terlebih saat Selma menemukan photonya bersama Andra yang Azimah simpan diam-diam selama ini. Tapi Selma beruntung, Azimah menyadari posisinya dan bisa menjaga sikapnya, terutama di hadapan Adelina. Istri Andra yang kini sudah meninggal tiga tahun lalu.
Azimah sangat bisa memposisikan dirinya di hadapan Adelina hingga tak ada hal yang tidak diinginkan terjadi dengan mereka. Bagaimana tidak, Andra adalah sahabat Andreas yang sudah seperti keluarga bagi keduanya. Sedangkan Adelina adalah orang yang sangat dicintai oleh Andra. Kematian Adelina membawa luka yang kembali membuat Andra menjadi sosok dingin dan tak peduli dengan sekitarnya. Beruntung kehadiran Anastasia buah hati dirinya dan Adelina bisa membuat Andra sedikit hangat. Hanya saja kehangatan itu hanya diperuntukkan kepada Anastasia. Bahkan kepada Andreas dan Selma pun Andra enggan membagikan isi hatinya..
"Azimah, apa kau yakin bisa bekerjasama dengan Andra?" akhirnya kata-kata itu pun keluar dari mulut Selma.
Azimah yang semula nampak fokus dengan pekerjaannya, perlahan mulai menghentikan kegiatannya setelah mendengar apa yang ditanyakan sang Ibu padanya. Dengan mengatur raut wajahnya Azimah mencoba menatap Selma
"Memangnya mengapa, 'Bu? Bukannya lebih menyenangkan bekerja sama dengan orang yang sudah kita kenal?" tanya Azimah pura-pura tersenyum.
"Dari kecil kau memang tak pandai berbohong. Seperti saat ini, kau berusaha menutupinya namun Ibu masih tetap bisa melihatnya. Jika ini memang sudah kau putuskan, Ibu hanya bisa berharap agar kau baik-baik saja. Ibu hanya berharap kebahagiaan dari anak-anak Ibu. Jika kelak kau tak bisa meneruskannya, maka jangan sungkan mengatakan semuanya pada Ibu dan Ayah." Pinta Selam.
Azimah hanya tersenyum pada ibunya. Seperti biasa, saat ia tak bisa menjawab semua pertanyaan orang, Azimah akan tersenyum untuk menghentikan pertanyaan selanjutnya. Baginya, perasaannya tidak penting. Ia sudah bisa bertahan selama 9 tahun, maka selanjutnya hanya butuh waktu sedikit untuk mengikis semua perasaan yang tersisa. Ia pun sudah lelah memendam perasaan itu begitu lama, ia ingin bahagia meski Azimah sendiri pun tak yakin ia bisa bahagia dengan orang selain Andra..
"Ibu akan menemui Axel. Kau lanjutkan pekerjaanmu. Jangan tidur terlalu larut. Tak baik bagi kesehatanmu." Ujar Selma sambil mengusap lembut puncak kepala Azimah.
Azimah hanya tersenyum mengiringi kepergian sang Ibu dari kamarnya. Tapi setelah pintu tertutup, apa yang tadi menjadi konsentrasinya kini buyar seketika. Azimah meraih ponselnya dan melihat jam di layar atasnya.
"Jam sepuluh malam. Apa dia sudah tidur?" pikir Azimah.
Azimah meletakkan kembali ponselnya dan membereskan semua berkas-berkasnya. Lalu mencuci wajahnya dan bersiap untuk tidur.
Selma menaiki ranjangnya dengan perlahan. Mematikan lampu kamarnya dan masuk ke dalam selimutnya. Baru saja ia hendak memejamkan mata, ponselnya bergetar kuat hingga membuat matanya kembali terbuka.
Azimah meraih ponselnya yang berada di atas nakas. Lalu melihat siapa yang menghubunginya di waktu selarut ini.
"Andra." Ucap Azimah lirih saat melihat nama di layar atas ponselnya.
Dengan cepat ia menjawab panggilan tersebut.
"Halo." Kata Azimah pelan.
"Kau sudah tidur?" tanya Andra dari seberang sana.
"Apa aku akan menjawab panggilan paman jika aku sudah tidur" jawab Azimah ketus.
Entah mengapa jika berhadapan dengan Andra Azimah akan berperilaku berbeda. Ia cenderung lebih kasar dan ketus jika orang tersebut adalah Andra.
"Oh iya, aku lupa. Iyas mengatakan jika kau yang akan mengambil proyek kerjasama nanti, apa itu benar?" tanya Andra.
"Iya benar, tapi Ayah mengatakan jika aku berhasil memenangkannya. Jika tidak maka itu tidak berlaku." jelas Azimah.
"Memenangkannya bagaimana? Bukankah proyek yang akan kau tangani minggu depan sudah menjadi milik Grup Lu?" ujar Andra bingung.
"Maksud Paman apa? Ayah sendiri yang mengatakan padaku, aku masih harus mengajukan proposal agar memenangkan proyek ini." Ungkap Azimah
"Tidak Azimah, proyek ini sudah diambil oleh perusahaan ayahmu. Andreas Lu. Aku belum tua untuk mengingat siapa saja yang sudah bekerjasama denganku." tegas Andra.
Azimah diam sejenak, ia seperti di bodohi dua kali oleh ayahnya. Tapi Azimah akan memikirkan hal itu nanti. saat ini ia harus menghadapi Andra terlebih dahulu..
"Ah begitu, baiklah kalau begitu. Ada apa Paman menelponku malam-malam seperti ini?" tanya Azimah mengalihkan pembicaraan.
"Itu, aku hanya akan mengatakan, besok aku akan datang ke perusahaan kalian. Aku ingin kau memberikan data-data barang masuk dan keluar dari perusahaan kalian ke perusahaanku." jelas Andra..
"Bukankah itu bisa Paman minta pada pegawai Paman?" tanya Azimah heran.
"Aku tahu, aku hanya ingin mencocokkan saja." lanjut Andra.
"Kau mencurigai ada yang bermain kotor denganmu? Siapa mereka? dari perusahaan Lee atau Lu? Ah, sudahlah ini bukan urusanku, Paman bahas saja ini dengan Ayah nanti. Aku akan menyiapkan semua yang Paman minta, kali ini biarkan aku tidur karena aku butuh waktu istirahat yang berkualitas." Ujar Azimah sambil memutuskan panggilan telepon mereka.
Dada Azimah berdegup kencang saat menerima panggilan dari Andra. Baru kali ini Andra menanyakan begitu banyak pertanyaan. Meski ini hanya tentang pekerjaan namun berhasil membuat jatung Azimah bergetar kembali.
"Aku akan memberimu waktu satu bulan. Jika Andra memang tak menginginkanmu maka aku yang akan menyerah." Ucap Azimah pada hatinya.
Dengan senyuman lebar, Azimah kembali berbaring dan melanjutkan tidurnya sambil berharap Andra berada dalam mimpinya.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!