Cahaya mentari pagi memulai hari pertamaku di tahun ajaran baru ini. Dengungan alarm yang keras mengingatkanku dengan bel sekolah. Telur mata sapi yang berdampingan dengan roti dan susu menemani awal keberangkatanku ke sekolah. Ketukan irama sepatu mengiringi langkahku selama perjalanan. Hawa yang sejuk kuhirup saat memasuki sekolah. Disana aku bertemu dengan temanku.
“Hah… Sudah lama tidak tercium aroma buku.” ucap temanku sambil menghela napas banyak-banyak. Aku yang bersemangat membalasnya dengan penuh ceria. “Wah, wah. Kau sudah tidak sabar sepertinya.”
Keramaian terlihat jelas di depan koridor kelas. Huru-hara di sana sini membuat tempat ini seperti pasar. Hal ini tidak lain dan tidak bukan dikarenakan daftar pembagian kelas yang diacak setiap tahunnya. Kami pergi menuju mading sekolah dengan penuh kesulitan.
“Air panas! Air panas” teriak temanku dengan tangannya mencari celah untuk lewat. Aku yang mendengarnya sambil kebingungan bertanya, “Apa yang kau katakan, Hart?”. “Ayolah. Ini sebuah kalimat sakti supaya orang-orang memberikan kita jalan.” jawabnya dengan penuh semangat dan bibirnya yang cengar-cengir seperti anak kecil.
Sesampainya di depan mading sekolah, kami pun melihat daftar nama-nama pembagian kelas. Tidak kusangka ternyata aku dan Hart menempati kelas yang sama lagi. Hart yang melihatnya menjadi teramat sangat kegirangan. Setelah itu kami bergegas menuju kelas. Di sana juga terdapat daftar tempat duduk yang telah ditentukan.
“Kesamber apa aku hari ini? Betapa untungnya diriku hari ini.” Hart dengan girangnya menarikku ke tempat duduk kami. Padahal aku belum sempat mengetahui letak tempat dudukku. Aku mendapati tempat duduk yang berdepan-belakangan dengan Hart. Suasana kelas belum terlalu ramai. Masih ada beberapa bangku yang kosong. Mungkin beberapa dari mereka masih kewalahan untuk melihat mading sekolah.
Tak lama kemudian datang seorang perempuan yang pergi menghampiri kami. Hart hanya bisa ternganga dan menatap serius perempuan tersebut.
“Jangan aneh-aneh!” tegasku kepada Hart sambil menepuk bahunya.
“Aku tidak percaya…” tuturnya pelan dengan mulut yang masih terbuka lebar.
Suasana kelas seketika menjadi terpaku kepada perempuan tersebut. Terlebih lagi bagi laki-laki. Parasnya yang cantik dan tubuhnya yang elok membuat para lelaki menjadi terpesona kepadanya. Aku menjadi sedikit kesal kepada beberapa dari mereka yang menatapnya dengan penih kenafsuan, salah satunya Hart.
“Ca—Cassie!” ujar Hart kepadanya dengan ekspresinya yang seperti berada di dalam alam mimpi. Perempuan tersebut hanya membalasnya dengan senyum. Sontak wajah Hart memerah dan berhalusinasi.
“Ett. Terbang nih anak.” gumamku dalam hati.
Tidak kusangka perempuan tersebut menempati tempat duduk bersebelahan denganku. Tidak lama kemudian bel sekolah berbunyi dan kami memulai pelajaran pertama. Selama pelajaran perempuan tersebut sangat fokus dengan materi yang diajarkan dan buku-buku yang ada di mejanya. Tapi diriku menjadi kesal saat menoleh kebelakang dimana laki-laki malah terfokus kepada perempuan tersebut.
“Orang-orang seperti kalianlah yang membuat pandangan laki-laki menjadi buruk.” batinku sebal.
Saat pergantian jam pelajaran Hart menarik diriku dan membawakanku ke samping tempat duduknya. Aku yang terjekut dan tidak tahu apa-apa menjadi kesal dengan tingkahnya.
“Kenapa lagi kau menarikku?”
“Beruntung sekali kau. Duduk bersebelahan dengan impian kami. Kau tahu sendiri, kan?” ucap Hart sembari melototi Cassie.
“Iya, aku tahu.” jawabku singkat.
Para lelaki lain pun ikut nimbrung mengobrol dengan kami. Sampai akhirnya guru masuk ke dalam kelas dan mereka seketika buyar termasuk diriku. Sebelum itu Hart berbisik pelan kepadaku.
“Aku mencium aroma baik akan bernasib kepadamu.”
Bersambung~
Sekiranya jika cerita ini seru dan menarik, mohon berkenan untuk setia mendukung dan sebar luaskan ke pembaca lainnya :)
Bel berdering dan jam istirahat pun tiba. Aku harus merapihkan alat tulis dan buku yang sedikit berantakan di atas meja. Guruku pun juga masih ada di meja gurunya di depan kelas. Namun suasana kelas sudah mulai sepi. Orang-orang lantas saja pergi menuju kantin saat mendengar deringan bel istirahat.
Saat aku memasukkan bukuku ke dalam tas, terdengar suara orang yang bangun dari tempat duduknya. Suara tersebut terdengar jelas di sebelah kananku. Cassie dengan beberapa bukunya pergi meninggalkan kelas. Tak lama kemudian aku dipanggil oleh guruku.
“Adelard, tolong kembalikan buku ini ke perpustakaan.” tuturnya kepadaku.
“Baik, Pak.” balasku sambil membawa buku tersebut.
Aku bergegas menuju perpustakaan. Kesunyian dan keheningan menjadi kesan pertamaku saat berada di depan pintu. Sepi sekali di sini. Bahkan bisa dikatakan tidak ada orang sama sekali, kecuali penjaga perpustakaan itu sendiri. Kemudian aku bertanya kepadanya.
“Aku ingin mengembalikkan buku biologi.” ucapku kepadanya dengan sopan.
“Silahkan letakkan di lemari 21G sebelah kanan ruangan.” jawabnya dengan tangannya yang sibuk mencatat daftar pinjaman buku perpustakaan. Terlihat ada beberapa daftar yang baru saja ditulis olehnya. Dengan begitu berarti ada orang yang baru saja meminjam atau mengembalikkan buku di sini.
“Ada yang ingin ditanya lagi?” tanya penjaga perpustakaan itu kebingungan. “Tidak. Terima kasih.” balasku kepadanya sambil menunduk kemudian bergegas menuju tempat yang dikatakan olehnya. Nampaknya tadi aku baru saja melamun dan memikirkan hal yang tak penting.
Akhirnya aku menemukan lemari yang kucari-cari. Luasnya ruangan ini membuatku sedikit lelah. Dengan segera aku meletakkan buku tersebut di lemari bagian atas. Saat aku ingin meletakkannya terdengan suara terengah engah seorang perempuan tak jauh di sebelahku.
"Putri Pustaka Angin." Itulah kata-kata yang terbesit dibenakku saat aku menoleh ke samping. Perempuan tersebut ternyata Cassie. Desiran angin yang masuk dari pelipir jendela mengayunkan rambut panjangnya yang halus. Suara lelahnya terdengar jelas serentak dengan lompatannya saat ia ingin meraih sebuah buku di atas sana.
Aku datang menghampirinya dan mengambil buku yang ia raih itu. Setelah memberikannya ia hanya menunduk tersenyum malu dan mengangguk kepadaku. Dia tidak berbicara sekalipun. Aku yang kebingungan dengan perilakunya lantas bertanya kepadanya.
“Kau hanya sendirian saja di sini?” Namun sepatah katapun tidak terucap dari bibirnya. Aku yang penasaran mencari topik untuk membuatnya bicara setidaknya satu-dua kata. Tetapi upayaku tersebut tidak membuahkan hasil sama sekali.
“Namaku Adelard. Salam kenal.” tuturku tersenyum kepadanya. Namun lagi-lagi ia masih merespon sama. Ia hanya membungkuk hormat dan tersenyum gugup kepadaku. Aku yang tidak ingin suasana canggung ini terus berlanjut lalu aku berpisah dengannya.
“A—Aku ingin pergi dulu. Kalau ada perlu sesuatu bilang saja padaku. Sampai jumpa.” ucapku gugup kemudian pergi meninggalkannya.
Tak lama kemudian ia pergi menuju meja perpustaan. Di sana terlihat beberapa buku yang kulihat tadi di kelas saat ia membawanya. Sepertinya ini adalah kunjungan sehari-harinya. Karena tidak ada keperluan lagi lantas aku keluar dari perpustakaan dan pergi menuju kantin. Tetapi rasa penarasaran terus muncul dibenakku terhadap perempuan misterius itu.
“Apakah ia tidak memiliki teman sama sekali?” tanyaku penasaran dalam hati.
Bersambung~
Sekiranya jika cerita ini seru dan menarik, mohon berkenan untuk setia mendukung dan sebar luaskan ke pembaca lainnya :)
Kebisingan terdengar dari setiap sudut koridor kelas saat aku melangkahkan kaki menuju kantin. Masih ada cukup waktu untuk mengganjal perut sebelum bel masuk berbunyi. Namun sepertinya aku harus mengurungkan niatku karena kantin penuh sekali. Melihatnya saja sudah membuatku sesak.
“Astaga! Ramai sekali. Pasar ini mah!” ucapku terkejut kesal dalam hati.
Setelah melihat keramaian tersebut aku berputar arah dan kembali menuju kelas. Namun seketika ada yang memanggilku dari belakang.
“Adelard!” teriak seorang perempuan yang berlari ke arahku. Suaranya yang cukup keras membuat perhatian sekitar tertuju kepada kami. “Ada apa?” tanyaku pelan kebingungan.
“Ini bekal buatanku untukmu!” ucapnya menaikkan nada. Tangannya yang mengulur ke arahku dengan bekal dalam genggamannya. Dirinya yang menunduk membuatnya terlihat seperti orang yang memohon kepadaku. Aku sontak terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa.
“E—Eh? K—Kok begini?” tanyaku dalam hati.
Kejadian tersebut membuat orang-orang berguman dan berbisik. Tiap desis terdengar bahwa mereka membicarakan kami. “Wah… Berani sekali.” Kalimat tersebut dan yang serupa banyak terdengar kecil di telingaku. Aku langsung mengambil tindakan daripada suasana semakin canggung.
“Terima kasih.” ucapku padanya sambil tersenyum.
“Semoga kau suka.” balasnya kemudian berjalan cepat meninggalkanku.
Aku yang masih belum mengerti dan kebingungan berjalan menuju kelas. Bekalnya yang ditutupi kain kujinjing sepanjang jalan. Setiap aku melewati orang-orang, mereka seketika terfokus kepada tempat makan yang kubawa.
“Kenapa aku harus bawa bekal perempuan? Memalukan.” ucapku dalam hati.
Sesampainya di kelas sudah ada Hart yang menungguku. Aku diajak makan bersama dengannya. Hart seketika terkejut ketika aku menunjukkan tempat makan perempuan.
“L—Loh? Sejak kapan kau mengganti tempat makan?” tanya Hart kebingungan. “Bentuknya seperti tempat makan perempuan.” tambahnya. “Tempat makanmu tidak tertukar dengan adikmu, kan?” imbuhnya bertanya lagi.
“Eh? Eee… Iya ini dari—” jawabku padanya namun aku ucapanku langsung dipotong. “Jangan-jangan! Heemm…” tutur Hart sambil tersenyum curiga dan alisnya diangkat-angkat.
“Jangan berpikir yang aneh-aneh!” bentakku kepadanya. Namun dia hanya tersenyum menahan tawa. Lagi-lagi aku mencuri perhatian orang-orang. “Siapa ya kira-kira?” sindirnya lagi. Aku benar-benar kesal kepadanya. Untung saja aku masih bisa menahannya. Tingkahnya yang semakin curiga kepadaku membuatku malu dan tidak nyaman. Aku mencoba menjelaskannya dengan nada sedikit kesal.
“Jangan salah paham dulu. Dia yang memberikannya.” ucapku memalingkan muka darinya. “Lagi pula aku tidak mengenalnya dan tempat makan ini…” Sontak aku tersadar bahwa aku membawa tempat makan dari perempuan yang aku sendiri tidak tahu asal usulnya.
“L—Lah? Bagaimana aku mengembalikkan tempat makan ini nanti?” tanyaku bernada keras dengan rasa bingung dan panik.
“Kau orang yang lucu, ya!” teriak teman sekelasku entah darimana.
Kemudian aku membuka tutup tempat makan itu. Aku lagi-lagi dikejutkan dengan tampilan makanannya yang rapih dan bagus. Seketika nafsu makanku bertambah. Hart yang melihatnya juga terperangah dan tidak menyangka akan sebagus ini. Namun Hart kembali licik menyindirku setelah melihat tumpukan lauk yang berbentuk hati di atas nasi.
“Hihihi… Kau seperti anak kecil.” sindir Hart tertawa kecil.
“Sebenarnya kau sendiri pun mau ini, kan?” balasku kesal kepadanya.
“Tentu saja. Aku comot satu, ya.” cakapnya senang. Aku hanya bisa menarik napas melihat tingkahnya yang bersemangat itu.
“Huft… Untung saja kau temanku.”
Setelah perut terisi penuh aku pun merapihkan tempat makan. Saat itu juga aku teringat kembali dengan tempat makan misterius ini lagi.
“Lalu, bagaimana aku mengembalikkannya?” tanyaku heran.
Bersambung~
Sekiranya jika cerita ini seru dan menarik, mohon berkenan untuk setia mendukung dan sebar luaskan ke pembaca lainnya :)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!