Perkenalkan ini visual dari "My Secret Romance":
Anindya Putri Atmaja.
Anindya adalah seorang putri konglomerat yang manja dan nakal. Tapi karena perusahaan, hotel dan bisnis keluarganya bangkrut. Sekarang hidup Anin miskin, terpuruk karena sebuah keadaan. Orangtuanya meninggal, mengharuskan dia hidup sendiri tanpa sebuah keluarga.
Rafandra Teague.
Pengusaha muda, sukses dan tampan. Memiliki hati yang dingin dan sangat kejam kepada lawannya dan juga terhadap wanita.
Reiki Alterio Savian.
Berperan sebagai kekasih Anindya Putri Atmaja. Sedang menempuh studi bisnis MBA nya di Paris. Berasal dari keluarga kaya, tapi Rei sendiri memutuskan untuk. hidup sederhana, berjuang sendiri untuk hidupnya dan karirnya.
Chaty Sharen.
Cantik, dan seorang model terkenal. Berperan sebagai kekasih Rafa.
Mohon maaf jika visualnya kurang berkenan di hati para Readers. Semoga ini bisa memuaskan imajinasi para readers semua.
Anin, begitulah sapaannya. Dia terbangun lalu melihat sekelilingnya. "Aduh ... kepalaku sakit sekali!"
Anin berusaha bangun dan duduk, dia merasakan kepalanya sakit dan pandangannya berputar-putar. Maklum ... semalaman suntuk dia berpesta bersama teman-temannya dan itu memang sudah sering dia lakukan.
"Aku dimana ini? Kenapa kamar ini terasa asing bagiku?" gumam Anin lalu memandangi sekitarnya.
Kamar itu memang berbeda. Aromanya terasa lebih maskulin dan warnanya berbeda sekali dengan kamarnya. Kamar Anin bernuansa serba putih dengan campuran gold. Sedangkan kamar yang dia lihat sekarang lebih kalem dengan nuansa warna hitam dan putih.
Anin memang sengaja memesan kamar dengan warna yang dia sukai. Anin bisa melakukan apa saja yang dia mau, karena Anin adalah putri dari pemilik hotel tersebut. Jadi wajar saja kalau dia bisa memerintah ini itu sesuai kemauan dia.
"Apa yang sudah aku lakukan???"
Anin terperanjat, menutup mulutnya. Anin terkejut melihat ada seorang pria yang sedang tertidur pulas di sampingnya.
"Siapaaa dia?? Oh, Tuhan apa yang sudah aku lakukan?" gumam Anin berusaha mengingat kembali apa yang sudah terjadi tadi malam. Tapi hasilnya tetap nihil, karena Anin sama sekali tidak mengingat apapun.
"Tidak mungkin!! Ini tidak mungkin!! Aku pasti sedang bermimpi!!"
Anin terus aja berbicara sambil memukul-mukul pipinya. Anin merasakan sakit di pipinya dan dia sadar kalau ternyata itu semua bukan mimpi.
Tanpa pikir panjang Anin langsung berdiri, menarik selimut dan menutupi tubuhnya. Mengambil tas miliknya lalu pergi meninggalkan kamar itu.
Anin kemudian pergi menuju tangga darurat. Disana dia terpaksa mengenakan kembali pakaiannya yang sudah terlihat lusuh karena cardlock milik Anin ada di resepsionis. Kemudian dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Mia, tolong aku. Cardlock milikku masih berada di resepsionis. Bisakah kamu membawakannya kemari sekarang juga?Aku tunggu di depan kamar, ya?" ucap Anin lalu mengakhiri panggilan teleponnya dan berlari kecil menuju kamarnya.
"Ya ampun, semoga pria itu tidak bangun dan melihatku berdiri disini," ucap Anin sambil memandangi kamar yang barusan saja dia tinggalkan.
Tak lama kemudian Mia muncul dan terkejut melihat penampilan Anin.
"Astaga Nin, kamu baru pulang?? Dugem lagi? Bajumu kenapa lusuh begitu?"
Mia memandangi sahabatnya dari ujung kaki sampai ujung kepala, kemudian dia tersenyum memandangi Anin.
"Sudah, ah!! Jangan memandangi aku seperti itu. Iya aku baru pulang!! Aku malu kalau ada keluargaku yang melihatku dengan kondisi seperti ini jadi aku minta tolong sama kamu."
"Apasih kamu ini!! Kita kan bukan orang asing!!" Anin kemudian membuka pintu kamarnya, "Ayo masuk dulu."
"Maaf, Nin!! Aku langsung balik kerja aja ya?? Kapan-kapan aku main kemari," ucap Mia menolak tawaran Anin dengan sopan.
Anin memandangi sahabatnya itu lalu tersenyum. "Makasih ya Mia, maaf sudah merepotkan kamu," ucap Anin kemudian.
"Tidak ada yang merasa di repotkan juga. Ini belum seberapa dengan apa yang sudah kamu lakukan untuk keluargaku."
Anin menghela napasnya dan kemudian menggenggam tangan Mia. "Apa-apaan sih, kamu. Kita ini keluarga, jadi wajar kalau kita saling membantu."
"Dan kamu sahabatku, jadi wajar kalau aku juga membantumu." ucap Mia membalas omongan Anin.
"Ya sudah, kamu istirahat aja dulu. Kalau kamu butuh sesuatu, jangan lupa kabari aku."
Mia tersenyum kemudian pergi meninggalkan Anin. Anin lalu masuk dan merebahkan tubuhnya. Dia menutup matanya, berusaha untuk mengistirahatkan tubuhnya. Tapi matanya tidak juga mengantuk.
Anin kepikiran terus dengan masalah yang baru saja menimpanya. "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Siapa diaaaa?? Gara-gara kebodohanku, aku harus kehilangan harga diriku. Aku harus apa Tuhan??"
Anin berteriak, dia menangis terisak meratapi nasibnya yang sudah hancur. "Ah, aku harus mengetahui segera siapa dia!!"
Anin pun berdiri dan langsung menghubungi seseorang.
"Setengah jam lagi datanglah ke kamarku!!" ucapnya lalu mengakhiri pembicaraan mereka.
Anin kemudian bergegas ke kamar mandi untuk membasuh dirinya. Butuh waktu 20 menit bagi Anin, untuk membuatnya kembali terlihat cantik.
Tak lama kemudian, bel berbunyi. Anin kemudian membuka pintu kamarnya.
"Masuk!!!" perintahnya.
Kemudian muncullah seorang wanita muda berpakaian rapi dan wajah yang cantik.
"Terimakasih Non Anin, ada yg bisa saya bantu??"
Wanita itu adalah orang kepercayaan keluarga Anin. Dan sudah bekerja cukup lama di hotel milik keluarga Anin. Itulah mengapa dia sangat mengenal Anin, putri dari pemilik hotel tempatnya bekerja.
"Aku ingin segera mendapatkan data mengenai pria di kamar 201," ujar Anin membuat wanita itu terkejut.
Bagaimana mungkin dia tidak terkejut, dia tahu pria yang di maksud Anin bukanlah orang sembarangan.
"Ehm itu anu, Nona. Bagaimana anda tau kalau dia adalah seorang pria?" Anin menatapnya tajam. Seakan tidak suka dengan pertanyaan yang di ucapkan oleh pegawainya itu. "Itu bukan urusanmu. Aku mau data itu saat ini juga dan aku tunggu 1 jam lagi."
"Baik Nona ..."
Anin lalu menyuruh wanita itu pergi. Sepanjang perjalanan wanita itu terus berpikir apa sebenarnya hubungan Anin dengan pria di kamar 201. Wanita itu tahu betul siapa pria itu. Dan dia bukanlah orang sembarangan.
Bagaimana bisa Anin berurusan dengan pria itu. Dan bagaimana bisa mereka saling mengenal. Wanita itu terus larut dalam pikrannya.
Lalu dia pergi ke kantornya, berusaha secepat mungkin memberikan data yang di minta oleh Anin.
******
Di sisi lain, pria itu pun terbangun dan berusaha mengumpulkan kembali sisa-sisa nyawanya yang sudah berlarian entah kemana.
Yah, pria yang di maksud disini adalah Rafandra Teague, seorang pengusaha muda, tampan dan sukses. Investor terbesar di perusahaan Anin.
"Aduh, kepalaku sakit sekali. Mungkin ini efek karena aku terlalu banyak minum tadi malam. Kalau bukan karena pria tua itu, aku tidak akan semabuk ini!!"
Rafa terus saja berceloteh sambil memegangi kepalanya, lalu berusaha mengambil air minum yang ada di atas meja sebelah kirinya.
"Hmmm, tunggu dulu!!" Rafa berusaha mengingat kembali kejadian yang memang tanpa sadar muncul di kepalanya.
"Apakah tadi malam aku bermimpi?? Aku melihat seorang wanita tidur di kamar ini,"
Rafa melirik ke sebelahnya, tapi tak ada siapapun disana. "Ahh, itu pasti cuma mimpi!! Tidak ada wanita di kamar ini. Tapi tunggu dulu!! Astaga!! Apa-apaan ini???"
Tanpa sadar Rafa berteriak lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia terkejut ketika melihat tubuhnya yang hanya ditutupi oleh sebuah kemeja miliknya. Karena memang sebelum pergi tadi, Anin mengambil selimutnya dan hanya menutupi tubuh polos pria itu dengan sebuah kemeja.
"Apa yang terjadi??? Bukankah apa yang kurasakan tadi malam itu cuma mimpi??"
Rafa berpikir kalau kejadian malam itu adalah sebuah mimpi. Dia bermimpi sedang melakukan hubungan layaknya suami istri dengan seorang gadis di kamarnya dan dia pun sangat menikmatinya.
Rafa menggaruk-garuk kepalanya, dia berusaha mengembalikan sedikit memory tentang kejadian malam tadi. Kedua bola matanya menangkap sesuatu yang aneh di kasur miliknya.
"Apa ini?? Kenapa ini seperti darah? Apakah aku terluka??"
Rafa kemudian memeriksa seluruh tubuhnya. Tapi tidak ada darah dan bekas luka apapun. Rafa mendekatinya dan melihat dengan lebih dekat.
"Ah, iya ini adalah darah!! Apa yang terjadi??" Rafa kembali memeriksa seluruh tubuhnya. Memastikan apa darah itu berasal dari tubuhnya. Namun Rafa tidak menemukan luka apapun dari tubuhnya.
"Bukan!! Ini bukan dari tubuhku!! Terus ini darimana? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ada darah di kasur ini??."
Rafa kembali mengingat-ingat kejadian yang dia pikir itu adalah sebuah mimpi.
"Benarkah tadi malam itu bukan mimpi? Kalau memang benar, kemana wanita yang aku lihat tadi malam??"
Rafa menggerutu dalam hati. Dia bingung dengan apa yang sedang terjadi. "Ahhh, masa bodoh!! Kepalaku sakit sekali!!"
Rafa kemudian berusaha bangkit berdiri ingin membasuh wajahnya ke kamar mandi, dan bola matanya seketika membesar melihat ada sepatu wanita disana.
Dyaaaaaaarrrr!! Bagai disambar petir, seketika itu kakinya lemas. Rafa terduduk, dia sadar kalau kejadian semalam itu bukanlah mimpi. Percintaan itu memang nyata adanya.
"Oh Tuhan, apa yang sudah aku lakukan?? Siapa wanita itu?? Kenapa dia pergi begitu saja? Kalau benar aku sudah melakukannya, berarti darah itu? Miliknya??? Dia masih seorang gadis perawan??"
Rafa terus saja meracau dari dalam kamarnya. Berjalan bolak-balik, sambil sesekali melirik sepatu milik wanita itu.
"Apa yang sudah aku lakukan? Siapa wanita itu? Habislah aku kali ini!!." Ucap Rafa terus menerus sambil mengacak-acak rambutnya.
.......................
(Bersambung!!)
Hi Readers, mohon vote dan comentnya ya! Kritiklah sebanyak-banyaknya supaya bisa membantu saya dalam merevisi novel saya apabila saya melakukan banyak kesalahan.
Terimakasih.
Di dalam kamarnya ...
Anin berjalan bolak-balik dari tadi sambil sesekali melihat email miliknya.
"Dasar wanita lamban!! Kenapa lama sekali?? Mengirim data begitu saja tidak beres!!"
Anin lalu melihat jam tangannya. "Tinggal 5 menit, awas saja kalau kau tidak mengirim data itu. Akan kupastikan kau akan meninggalkan hotel ini!!"
Anin terus saja meracau tidak jelas sambil melihat ponsel miliknya. Dan tak lama kemudian ...
"Tlingg!!" Suara ponsel Anin berbunyi menandakan ada email yang baru saja masuk. Anggap aja suara emailnya begitu ya.
"Apa???"
Tanpa sadar Anin menjatuhkan ponselnya, terduduk lemas melihat email yang baru saja dia terima.
"Dia??? Astagaaa apa yang baru saja aku lakukan? Bukankah dia investor terbesar di hotel ini??"
Anin menutup mulutnya, bisa dia bayangkan akan serumit apa jadinya kalau sempat berurusan dengan pria itu.
"Tidak mungkin. Ini tidak mungkin!! Apa yang harus aku lakukan sekarang??"
"Aku tidak mungkin meminta pertanggungjawabannya. Dia pasti pikir aku hanya menjebaknya. Dan aku tahu dari papa, dia bukanlah pria sembarangan. Dia sangat kejam dan dingin."
"Hikksss ... hiksss ..."
Anin menangis sejadi jadinya. Meratapi setiap detik kehidupannya yang sudah dia rusak karena mabuk-mabukan.
"Kenapa harus dia ? Kenapa aku harus mabuk?? Kenapa aku harus masuk ke kamar yang salah dan tidak memeriksa kunci yang mereka kasih tadi malam?? Kenapa harus pria itu?"
Anin sadar, kalau nasibnya benar-benar hancur kali ini. Anin sadar tidak mungkin dia meminta pria itu bertanggung-jawab.
Dengan susah payah papanya mendapatkan kepercayaan dari pria itu untuk menjadi investor terbesar di hotel mereka, Anin tidak mungkin merusak semuanya.
Anin tahu kalau beberapa bisnis keluarga mereka sedang mengalami keterpurukan, dan hotel ini adalah menjadi satu-satunya harapan buat mereka. Kalau dia meminta pertanggungjawaban pria itu, sama saja itu akan membunuh papanya secara pelan-pelan. Karena pria itu akan berpikir mereka sedang menjebaknya. Dan bisa dipastikan, dia akan menarik semua investasi dari hotel mereka.
"Papa, apa yang harus Anin lakukan?" Anin menangis berteriak sekencang-kencangnya, meratapi kebodohan yang sudah dia lakukan. Anin menangisi nasibnya, pasti tidak akan ada lagi pria yang mau menerimanya. Dan bagaimana nasibnya nanti.
Anin terus saja berpikir dan menangis di dalam kamarnya. Sampai akhirnya dia pun tertidur.
...............................
Di kamarnya, Rafa masih saja terduduk berusaha mengingat kembali kejadian itu. Dia berharap bisa mengingat wajah wanita itu. Tapi percuma saja, yang bisa dia ingat hanya pada saat dia masuk ke kamarnya, dan dia melihat samar ada wanita yang sedang tertidur di kasurnya. Tapi pada saat itu, dia pikir semua itu cuma mimpi karena Rafa juga sedang mabuk dan kondisi kamarnya gelap.
"Aku harus mencari tahu siapa dia. Aku harus segera menemukannya. Kalau tidak wanita itu bisa menghancurkan hidupku!!"
Rafa kemudian mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang. "Mark, perintahkan seseorang membersihkan kamarku sekarang juga!! Aku butuh seseorang untuk membersihkan kamarku, aku tidak mau orang sembarangan!! Aku tunggu 10 menit,"
Rafa lalu mengakhiri perintahnya. Tak lama kemudian, bel berbunyi. "Masuk.....!!"
Seorang Pria muda yang berprofesi sebagai housekeeping pun masuk. Dan kemudian Mark juga muncul.
"Apa yang bisa saya bantu Tuan?" tanya pria itu sambil menundukkan kepalanya. Dia tau pria yang ada di hadapannya bukanlah pria sembarangan. Sang Manager pun tadi sudah berpesan kepadanya, untuk tidak ikut campur atau mencoba ikut campur dengan urusan pria ini.
Apapun yang terjadi di dalam kamar itu bukanlah urusannya. Tugasnya hanya membersihkan kamar. Begitulah kira-kira pesan wanita yang menyuruhnya membersihkan kamar Rafa.
"Tolong kau bersihkan semua ini, dan buang itu semua. Kalau perlu bakar!!"
Pria itu pun terkejut ketika melihat selimut dan sprei yang Rafa maksud. Begitu juga dengan Mark, tapi Mark juga tidak berani bertanya. Tanpa sadar dia melihat Rafa dan Rafapun melihatnya dengan tatapan tidak suka. Seolah berusaha menegaskan, kalau pria itu tidak punya hak untuk bertanya apapun.
"Baik ... baik Tuan," ucapnya dengan terbata-bata.
Dia pun tidak berani bertanya kenapa dan mengapa darah itu bisa ada disitu. Dia hanya mengingat pesan yang di sampaikan sebelum dia pergi. Apapun yang terjadi di dalam kamar itu, begitu kamu keluar dari sana anggap tidak pernah terjadi apapun.
"Apa yang kamu lakukan?? Kenapa kamu diam saja??" Suara Rafa mengangetkannya. Tanpa pikir panjang, dia pun membersihkan kamar itu. Dia mengganti semuanya dengan yang baru sesuai perintah Rafa.
"Setelah semuanya selesai, kamu boleh pergi. Saya harap apapun yang kamu lihat dikamar ini, tidak akan pernah terdengar sampai keluar!!
"Kamu mengerti apa yang saya maksud??," tanya Rafa lagi sambil meletakkan tip buat pria itu di sebuah meja.
"Baa ... baik Tuan!! Saya mengerti apa yang Tuan maksud, dan saya sudah menyelesaikan semuanya Tuan."
"Dan terimakasih atas kemurahan hati Tuan," ucap pria itu menunduk, berterimakasih atas tip yang sudah Rafa berikan.
Pria itu kemudian pergi meninggalkan kamar Rafa lalu di susul oleh Mark. Rafa lalu memperhatikan keadaan kamarnya. Semuanya sudah diganti dengan yang baru, dan kamarnya sudah kembali bersih dan wangi. Seperti pertama kali Rafa memasuki kamar itu.
Banyak pertanyaan yang muncul dikepala pria itu, tapi tidak mungkin juga dia pertanyakan kepada Rafa.
"Itu tadi darahkan? Apa yang terjadi?? Bukan pembunuhankan??" Dia terus berbicara, begidik membayangkan kalau benar terjadi pembunuhan di kamar itu.
"Aduhhh, otakku terlalu jauh berpikir.Tidak mungkin pria seperti itu melakukan hal-hal bodoh yang bisa membahayakan dirinya dan merusak reputasinya. Saya pikir dia bukan orang sembarangan. Pasti itu hanya karena luka dari tubuhnya, atau dia baru saja berkelahi di kamar itu. Ya, mungkin sajakan?"
"Tidak mungkin!! Tidak mungkin!!"
Pria itu terus saja berbicara sepanjang lorong perjalanan sambil mengacak-acak rambutnya. "Ah, peduli amat! Yang penting dia memberiku banyak tip", ucapnya bahagia.
Dia tersenyum, lalu mengeluarkan segenggam uang dari saku celananya.
"Waahh, ini lebih dari cukup untuk 5 bulan biaya hidup Istri dan anakku di kampung. Dan aku bisa melunasi hutang-hutangku. Akhirnya keberuntungan menghampiriku"
Pria itu tersenyum, lalu berlari-lari kecil sambil sesekali menyanyikan lagu kesukaannya.
...................
"Ahhhhh, aku harus segera mengetahui siapa dia. Kalau tidak dia bisa menghancurkan seluruh hidup dan reputasiku," ucap Rafa frustasi.
"Aku tidak akan membiarkan ini terjadi!! Aku tidak akan membiarkan siapapun menghancurkanku. Aku tahu, pasti ada seseorang yang berusaha menjebakku. Banyak di luar sana yang akan tersenyum melihatku hancur."
Rafa lalu mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang. "Mark, ke kamarku sekarang juga!!"
..................
(Bersambung)
####
Hii Readers, saya memohon lagi kritik dan sarannya ya, guna dalam perbaikan novel saya ini. Karena saya tahu, novel saya masih jauh dari kata sempurna dan saya hanya seorang pemula.
Terimakasih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!