"Di, perhatikan baik-baik. Wanita ini ingin merebut papa dari kita. Kamu jangan biarkan itu terjadi ya. Dia wanita jahat, namanya Nila. Kamu harus terus mengingat apa yang mama ucapkan ini."
Masih terngiang jelas di benaknya, ucapan sang ibu kandung yang telah berpulang tiga tahun yang lalu. Wanita muda yang bernama Jingga itu, benar-benar memengaruhi putrinya yang kala itu masih berusia sembilan tahun.
Setiap hari Jingga selalu mendoktrin Didi, agar membenci Nila, wanita yang ada di foto itu. Wanita yang selalu dituduhnya sebagi wanita penggoda, perebut suaminya.
Sejak ibunya meninggal tiga tahun yang lalu, ayahnya pun mengajak Nila untuk tinggal bersama mereka. Bukan hanya mendapat ibu baru, empat bulan sejak meninggalnya Jingga, Kevin ayahnya, memperkenalkan Nila sebagai pengganti ibunya dan juga Leon yang saat itu berusia lima tahun sebagai adiknya.
Saat itu hati Didi sangat hancur. Terlebih melihat ayahnya itu membawa Nila dan Leon untuk tidur di kamar ayahnya. Kamar yang penuh kenangan ibunya. Sejak saat itu Didi selalu membangkang. Prestasi sekolahnya pun turun drastis.
Sikap dan sifat Didi, tidak membuat Nila membencinya. Wanita itu sadar, jika anak perempuan di hadapannya itu pasti mengira kalau dirinya dan anak kandungnya telah merebut perhatian ayahnya. Nila tetap bersikap lembut dan terus berusaha membuat Didi memercayai dirinya. Membuat Didi menerima kehadiran dirinya dan anaknya di rumah itu.
Selama tiga tahun ini, Nila terus bersikap baik dan lembut terhadap Didi. Walaupun anak perempuan itu selalu bersikap acuh padanya, Nila tetap berusaha menyayangi Didi seperti anaknya sendiri. Wanita itu tetap sabar terhadap apapun perlakuan Didi terhadapnya.
Hingga akhirnya Nila sudah tidak bisa lagi menolerir kelakuan Didi, ketika anak perempuan itu menyakiti fisik Leon yang saat itu berusia delapan tahun. Melihat Didi yang dengan sengaja mendorong Leon ke kolam renang hingga hampir tenggelam, membuat Nila berang.
Beruntung saat Didi mendorong Leon ke kolam, Nila memang sedang mencari anaknya ke kolam renang itu. Sehingga begitu Leon tercebur, Nila bisa langsung menyelamatkan anaknya yang memang belum bisa berenang. Setelah keluar dari kolam renang itu, Leon terus terbatuk-batuk karena menelan cukup banyak air. Nila pun sibuk menepuk-nepuk punggung anaknya yang tengah terduduk dan menunduk.
Nila lantas memandang sinis ke arah Didi yang hendak beranjak pergi dari area kolam renang itu. Didi berjalan melewati Nila dan Leon, "dasar anak gak tau diri!" ucap Nila.
Didi yang baru saja melewati ibu dan adik tirinya itu pun menoleh, "Tante dan anak tante tuh yang gak tau diri! Tante dan anak tante udah merebut papa aku! Tante dan anak tante juga udah mengambil alih rumah aku!"
"Papa kamu?" ucap Nila sinis.
"Iya! Tante dan anak tante itu udah merebut papa aku ... dasar wanita jahat!" teriak Didi.
"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya Kevin, ayahnya Didi, yang baru saja tiba di sana. "Kenapa Leon?" tanya Kevin khawatir, ketika melihat anak lelakinya sedang terduduk lemas dengan kondisi basah kuyup.
"Tuh, kamu bisa tanya ke orang ini," ucap Nila sambil mengarahkan jarinya kepada Kevin. Dahi Kevin berkerut mendengar pernyataan sang istri. Pasalnya dia baru saja menanyakan mengenai kondisi anak lelakinya, tetapi istrinya itu malah menyuruh Didi menanyakan sesuatu kepada dirinya.
Melihat ekspresi bingung suaminya, Nila pun melanjutkan ucapannya. "Tanya sama orang ini, apa benar dia adalah papa kamu?" Mata Kevin langsung membulat mendengar ucapan sang istri.
"Nil!" sergah Kevin.
"Biar Mas, biar dia tau siapa dia sebenarnya. Bi—"
"Stop Nil! jangan kamu lanjutkan kata-katamu," perintah Kevin.
"Mas ... selama ini aku gak pernah mempermasalahkan sikap Didi yang selalu kurang ajar ke aku. Aku selalu diam saja, Mas. Karena aku tau kalau dia masih anak-anak, dan keadaan kita yang seperti ini bukan kesalahan Didi.
"Tapi kali anakku disakiti seperti ini ... aku gak bisa sabar lagi Mas! anak ini dengan sengaja mendorong Leon ke kolam, dan dia akan terus bersikap begini. Padahal dia juga bukan siapa-siapa di sini. Padahal dia gak lebih berhak tinggal di rumah ini dibandingkan Leon!" ucap Nila meluapkan amarahnya.
Kevin pun terperanjat ketika mendengar kalau Didi ingin menyakiti Leon. "Kenapa kamu begitu Di? Leon ini adik kamu, anak papa juga. Harusnya kamu sayangi dia," ucap Kevin sambil membelai rambut anak perempuannya itu.
"Dia bukan adik aku Pa," ucap Didi yang sudah terisak.
"Leon itu a—"
"Iya benar! Leon memang bukan adik kamu. Karena kamu bukan anak kandung pa—"
"Stop Nil!"
Didi langsung mengangkat wajahnya yang sudah menunduk sejak kehadiran ayahnya di sana. "Bu- bukan, bukan anak kandung siapa, Pa?" tanya Didi dengan bibir bergetar. Netra kecoklatannya terlihat penuh tanda tanya dan kekhawatiran. Didi menatap lekat netra sang ayah.
"Sudahlah, kamu jangan hiraukan ucapan mama Nila. Kamu hanya perlu meminta maaf ke Leon dan berjanji gak akan mengulanginya lagi." Kevin pun menggiring anak perempuannya itu, hingga Didi berdiri di depan Nila dan Leon. "Ayo minta maaf ke adik kamu," ucap Kevin.
"Leon, kakak minta maaf," ucap Didi sembari menunduk. Mata gadis itu bahkan tidak menatap adiknya. Hal itu membuat Nila yang masih merasa kesal, kembali melontarkan kata-kata yang dilarang oleh suaminya.
"Kamu itu bukan anak kandung Kevin Indrajaya, Di. Kamu itu bukan kakaknya Leon!" tegas Nila.
Kevin hanya bisa memejamkan mata sambil memijat pelipisnya. Dia menyesali perkataan yang terlontar dari bibir istrinya itu. Tetapi dia tidak mampu menyalahkan istrinya. Karena dia tau, jika istrinya sudah sangat bersabar dalam mengasuh dan menghadapi sikap pembangkang Didi selama tiga tahun belakangan. Sejak Didi berusia sembilan tahun, hingga kini Didi sudah berusia dua belas tahun, dan baru saja terdaftar sebagai murid sekolah menengah pertama.
"Mama kok gitu. Kak Didi itu kakaknya Leon. Kak Didi pasti gak sengaja menyenggol Leon hingga jatuh ke kolam," ucap Leon yang memang sangat menyayangi kakaknya itu sejak pertama kali mereka bertemu.
"Leon ... Didi itu bukan kakak kamu," ucap Nila. Lagi-lagi Kevin hanya bisa menghela kasar napasnya.
Sedangkan Didi terus terisak mendengar ucapan wanita yang selalu dianggapnya sebagai perebut ayahnya itu.
"Sudah saatnya kamu menjelaskan semuanya ke Didi, Mas. Dia juga sudah besar sekarang."
Kevin hanya bisa mengangguk pelan. Dirangkulnya anak perempuan yang selalu dijaganya sejak lahir itu. Pria itu membawa putrinya menuju ruang kerja. Sesampainya di ruang kerja itu, Kevin memberikan sebuah kotak yang ternyata berisi benda-benda peninggalan Jingga, ibu kandung Didi.
Didi menerima kotak kenangan itu di pangkuannya. Dengan masih terisak, dia membuka tutup kotak itu. Hal yang pertama dilihatnya adalah sebuah foto, dan ada tiga orang yang sangat dikenalinya di dalam foto itu.
"Ibu kandung kamu, Jingga, papa dan mama Nila ... kami bertiga tadinya bersahabat," ucap Kevin. Pria itu pun mulai menceritakan kisahnya.
...* * * * *...
...Annyeong .... 👋...
...Terimakasih yang sudah mampir di novel ketiga-ku yang berjudul 'Dia Carissa'...
...Jangan lupa untuk selalu tekan LIKE, tuliskan KOMENTAR kamu dan beri VOTE yaaa ......
...Jangan lupa juga untuk memberikan RATE...
...⭐⭐⭐⭐⭐ di sampul halaman depan....
Semoga kalian juga menyukai kisah si 'Didi' ini 🥰
"Ibu kandung kamu, Jingga, papa dan mama Nila ... kami bertiga tadinya bersahabat," ucap Kevin. Pria itu pun mulai menceritakan kisahnya.
...*Flashback On*...
Hari ini adalah hari pertama dimulainya tahun ajaran baru. Seluruh siswa-siswi baru di SMA Angkasa, sangat antusias memasuki sekolah baru mereka, termasuk Jingga, Kevin dan Nila. Siswa-siswi itu berkumpul di sebuah gedung auditorium milik sekolah mereka. Di sanalah mereka mulai memasuki masa-masa orientasi sekolah.
Pada saat masa orientasi itulah, Jingga dan Kevin berkenalan. Wajah Kevin yang rupawan dan perawakannya yang tinggi, membuat Jingga menyukai anak lelaki itu sejak pertama kali mereka bertemu.
Setelah masa orientasi selama dua hari di auditorium sekolah, kini saatnya seluruh siswa-siswi baru SMA Angkasa untuk masuk ke kelas mereka masing-masing. Jingga dan Kevin yang memang menempati kelas yang sama, ternyata mendapatkan tempat duduk yang bersebelahan di kelas.
Hal itu membuat Kevin dan Jingga semakin akrab. Kevin bahkan sering menumpang mobil jemputan Jingga dan pulang bersama.
...*...
Satu tahun pun berlalu, kini Jingga dan Kevin duduk di bangku kelas dua sekolah menengah atas. Tidak seperti saat di kelas satu, di kelas dua ini, Kevin dan Jingga harus berpisah kelas.
Ini hari pertama mereka duduk di bangku kelas dua sekolah menengah atas. Dengan malas, Jingga melangkahkan kakinya masuk ke kelas yang baru. Beberapa teman yang mengenalnya pun menyapa gadis cantik itu. Jingga hanya tersenyum membalasnya, karena dia sungguh tidak bersemangat sebab tidak lagi satu kelas dengan pria pujaannya.
Jingga mengedarkan pandangannya ke seisi ruang kelas barunya itu, kemudian berjalan menuju bangku yang terlihat tidak berpenghuni.
"Di sini belum ada yang menempati 'kan?" tanyanya. Gadis yang ditanyai itu pun tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "kosong kok."
Jingga pun membalas senyum gadis itu, kemudian duduk di bangku kosong itu. "Hai ... aku Jingga," ucapnya pada seorang gadis yang duduk tepat di sebelahnya. Gadis itu pun membalas uluran tangan Jingga, "Nila," balasnya masih dengan senyum yang terulas sedari tadi.
Walaupun sudah satu tahun bersekolah di tempat yang sama, namun kedua gadis ini rupanya tidak saling mengenal satu sama lain.
Di sinilah kisah cinta segitiga Jingga, Kevin, dan Nila dimulai.
...* *...
Beberapa hari setelah kelas dua di mulai, Jingga dan Nila menjadi semakin akrab. Sifat Nila yang selalu mengalah, serta tutur katanya yang lemah lembut, membuat Jingga merasa nyaman. Sejak saat itu, kedua siswi cantik itu selalu bersama ke mana pun. Ke kantin, ke laboratorium, ke perpustakaan, ke lapangan olahraga bahkan ke toilet sekali pun, mereka selalu bersama.
Jika biasanya hanya Kevin yang sering ikut menumpang mobil jemputan Jingga, kini Nila pun mulai ikut menumpang. Setiap hari supir keluarga Jingga mengantarkan Kevin dan Nila terlebih dulu, sebelum mengantarkan Jingga kembali ke kediaman keluarganya. Tak jarang, sehabis pulang sekolah, mereka belajar bersama terlebih dulu di rumah Jingga.
Karena hal itu, hubungan mereka bertiga pun semakin lama semakin akrab satu sama lain. Terlebih setelah ketiganya berada di kelas yang sama saat duduk di kelas tiga sekolah menengah atas. Mereka semakin bertambah dekat, bahkan keluarga mereka pun saling mengenal satu sama lain. Mereka bertiga bahkan sering dijuluki 'trio kwek-kwek' oleh teman-teman satu kelas.
Setelah satu tahun mengenal dekat, lambat laun Kevin mulai tertarik dengan sikap lembut dan sabar, seorang Nila Airani.
"Kita pulang dulu ya Ga, sampai ketemu hari Senin di sekolah," ucap Nila sambil melambaikan tangan ketika mereka baru saja selesai belajar bersama di rumah Jingga.
Kevin pun menepuk pelan pundak Jingga, "balik ya Ga," ucapnya. Jingga mengangguk dan tersenyum, "iya, hati-hati ya kalian," ucapnya seraya melambaikan tangan dan tersenyum.
Seperti biasa, Kevin dan Nila menaiki ojek menuju rumah mereka masing-masing. Dahi Nila berkerut, ketika melihat ojek yang ditumpangi Kevin ikut berbelok memasuki komplek kediamannya, bahkan sepeda motor itu ikut berhenti tepat di depan rumahnya.
"Kamu mau mampir Vin?" tanya Nila. Kevin pun mengangguk pelan sambil tersenyum, "boleh 'kan?" tanyanya.
"Iya, boleh. Yuk masuk," ajak Nila.
Kevin pun mengikuti Nila, kemudian duduk di teras rumah gadis itu. Sedangkan Nila masuk ke rumah kemudian keluar kembali dan menyajikan beberapa jenis camilan dan juga segelas minuman buat Kevin.
"Cuma ada air putih, gak apa-apa ya Vin."
"Iya, gak apa-apa kok," jawab Kevin. "Hmmm ... Nil, ada yang mau aku bicarakan sama kamu." Nila pun menganggukkan kepalanya dan mendengarkan ucapan Kevin dengan seksama.
Nila terperangah, dia tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya ketika Kevin menyatakan cinta padanya. Nila yang memang mengagumi Kevin sejak awal, langsung menerima pernyataan cinta dari pria itu. Dan mereka memutuskan untuk merahasiakan hubungan itu dari Jingga, dengan alasan tidak ingin membuat Jingga merasa canggung jika berada di antara mereka berdua.
...* * *...
Setelah memasuki liburan semester di kelas tiga, Jingga mulai merasa curiga dengan tingkah laku Kevin dan Nila. Pasalnya, kedua sahabatnya itu sama-sama membatalkan rencana liburan yang telah mereka sepakati semester lalu. Bahkan beberapa minggu belakangan, hampir setiap akhir pekan, Kevin dan Nila selalu menolak jika Jingga mengajak hangout bertiga seperti biasanya.
Sampai akhirnya ... Jingga mendatangi rumah Nila tanpa memberi kabar sebelumnya. Jingga mendapati mobil Kevin yang baru beranjak dari sana. Jingga pun mengikuti mobil pria itu, hingga kini dia menemukan fakta bahwa Kevin dan Nila sedang berkencan.
"Mereka berkencan di belakang aku?" gumam Jingga. Saat ini dia tengah menatap Kevin dan Nila yang sedang berjalan menyusuri sebuah mall sambil bergandengan tangan. Sesekali terlihat Kevin mengecup dahi Nila.
Jingga pun menghampiri sepasang manusia yang tengah berkencan itu. "Kalian anggap aku apa sih?!" ucap Nila, ketika dia sudah berdiri di hadapan Kevin dan Nila.Tentu saja kehadiran Jingga yang saat itu tengah murka, membuat kedua sahabatnya terperanjat.
Akhirnya Jingga tau dari mulut Kevin dan Nila, jika kedua sahabatnya itu telah menjalin hubungan hampir satu tahun lamanya. Dada Jingga terasa sesak ketika mengetahui fakta itu. Sudah hampir satu tahun dia dibohongi oleh kedua sahabatnya itu. Bahkan dia merasa ini tidak adil, karena dia yang lebih dulu mengenal Kevin, tapi justru Nila lah yang menjadi kekasih pria yang juga dicintainya itu.
Setelah mengetahui hubungan Kevin dan Nila, Jingga selalu memanfaatkan rasa bersalah Nila dan Kevin yang telah menyembunyikan hubungan mereka. Sehingga di minggu-minggu terakhir mereka menyandang predikat sebagai pelajar SMA, Nila dan Kevin hampir tidak pernah pergi kencan berdua. Selalu ada Jingga bersama mereka.
Namun Nila dan Kevin tidak pernah merasa kesal. Karena Jingga adalah sahabat mereka, dan mereka berdua juga menyayangi Jingga.
Tapi tidak begitu dengan Jingga. Sejak mengetahui hubungan kedua sahabatnya itu, Jingga membenci Nila. Sangat membencinya. Namun rasa bencinya itu, tentu saja tidak ditunjukkan terhadap Nila ataupun Kevin. Jingga masih bersikap baik seperti biasanya. Gadis yang tengah patah hati itu juga berpura-pura bahagia dengan hubungan yang dijalin oleh kedua sahabatnya.
...*Flashback Off*...
"Kalau Papa memang kekasihnya wanita itu, kenapa Papa menikahi mama Jingga!"
...* * * * *...
...Jangan lupa untuk selalu tekan LIKE 👍, tuliskan KOMENTAR ✍️ kamu dan beri VOTE 🟡 yaaa .......
...Jangan lupa juga untuk memberikan RATE...
...⭐⭐⭐⭐⭐ di sampul halaman depan....
"Kalau Papa memang kekasihnya wanita itu, kenapa Papa menikahi mama Jingga!"
"Setelah lulus SMA, papa dan Jingga melanjutkan pendidikan kami di universitas yang sama di Singapore. Sedangkan Nila, melanjutkan pendidikannya di Indonesia. Semua berjalan lancar. Papa dan mama Nila, walaupun melakukan hubungan jarak jauh, tapi hubungan kami berjalan sangat baik. Begitu juga dengan persahabatan kami dengan Jingga.
"Hingga akhirnya, ketika Papa baru saja lulus menempuh pendidikan strata-1, Jingga meminta papa untuk datang ke apartemennya. Kami makan bersama, setelah itu papa tidak ingat apapun. Tau-tau ketika terbangun, papa telah berbaring di ranjang, bersama mama kamu tanpa ada sehelai busana pun yang menempel di tubuh kami."
Kevin menghela napas sambil meremas rambutnya. Rasanya dia tidak tega untuk melanjutkan cerita itu di depan gadis remaja yang baru saja menjadi siswi di sekolah menengah pertama itu.
"Di ... kamu juga anak papa. Papa menyayangi kamu, sama seperti papa menyayangi Leon. Jadi —"
"Lanjutkan ceritanya Pa."
Tatapan tajam Didi, mau tidak mau membuat Kevin melanjutkan kembali ceritanya.
"Setelah kejadian itu, Jingga berjanji untuk tidak memberitahukan hal itu kepada Nila. Papa pun merasa lega. Sekembalinya kami ke Indonesia, setelah satu bulan papa bekerja di perusahaan kakek. Papa dan Nila merancang pernikahan kami. Namun tiba-tiba Jingga datang dan memberikan print out hasil USG kepada kami."
"Berarti Didi benar anak papa 'kan? walaupun Didi baru kelas tujuh, tapi Didi sudah paham Pa. Perbuatan Papa dan mama di Singapore mengakibatkan mama mengandung Didi. Jadi kenapa wanita itu mengatakan kalau Didi bukan anak Papa?!"
Pertanyaan dan pernyataan beruntun Didi, membuat Kevin semakin tidak tega untuk mengatakan kebenarannya. "Jawab Pa!" teriak Didi.
"Papa tidak melakukan apapun kepada mama kamu Di. Papa hanya tertidur. Kemungkinan mama kamu memberikan obat tidur di minuman papa malam itu," jelas Kevin.
"Bisa aja 'kan Papa gak sadar ketika melakukannya."
Lagi-lagi Kevin menghela napas kasar. "Sewaktu kamu lahir, saat itu juga papa melakukan tes DNA, Di." Mata Didi yang tadi menyala pun mendadak redup.
Tubuh gadis remaja itu pun mulai bergetar, "bisa aja hasilnya salah 'kan Pa?" ucapnya pelan. Bahkan ucapan itu hampir tidak terdengar di Indra Kevin.
Kevin menggelengkan kepalanya, "hasilnya akurat, Nak. Bahkan papa sudah melakukan tes ulang, ketika kamu berusia satu tahun."
Didi tidak lagi bisa menahan tangisnya. Kedua pundaknya terlihat naik turun seiring air yang terus menetes di wajahnya. Kevin pun memeluk gadis remajanya itu. Seketika Didi menangis sesenggukan di pelukan ayahnya.
"Trus siapa ayah kandung Didi, Pa? Didi anak siapa?" ucap Didi disela tangisnya. Kevin hanya bisa menggelengkan kepalanya, "sampai akhir hayatnya, mama kamu tidak mau memberitahukannya."
Mendengar itu, tangis Didi pun semakin pecah. Tangisan gadis remaja itu menggema. "Kamu anak papa, Di. Selamanya anak papa," ucap Kevin seraya mengeratkan pelukannya. Ucapan Kevin itu tak lantas membuat Didi tenang.
"Kamu tau Di ... seberapa pun papa membenci mama kamu, bagi papa kamu adalah anugrah terindah yang Tuhan berikan di hidup papa. Papa sudah mulai mencintai kamu, ketika papa mendengar suara detak jantungmu, saat kamu masih di dalam kandungan Jingga."
Kevin tersenyum. Pikirannya melayang ke masa-masa kehamilan Jingga. Seberapa bencinya dia terhadap Jingga yang sudah menggagalkan rencana pernikahannya dengan Nila, hal itu tidak membuatnya lepas dari tanggung jawab terhadap Jingga yang sudah dinikahinya, satu bulan setelah Jingga menyatakan kalau dirinya tengah hamil.
Sejak dia menikahi Jingga, sejak itu pula setiap bulannya Kevin selalu menemani istrinya itu memeriksakan kandungan. Dia masih ingat, saat-saat pertama kali dokter memperdengarkan suara detak jantung janin di kandungan Jingga. Mulutnya sampai menganga, takjub.
Karena selalu melihat perkembangan janin yang dikandung jingga dari waktu ke waktu, merasakan tendangan kecil janin itu ketika dia mengelus perut Jingga, hal itu menumbuhkan rasa sayang Kelvin terhadap janin yang ada di perut Jingga. Walaupun begitu, dia tetap abai terhadap Jingga. Rasa sayangnya terhadap calon buah hatinya itu, tidak bisa mengubur rasa kesalnya kepada Jingga.
Kevin masih memeluk dan membelai rambut anaknya, "kamu tau siapa yang memberikan nama kamu, Di?" tanya Kevin.
Didi pun mengangguk, "Papa," jawabnya pelan. Senyum Kevin pun terulas mendengarnya. "Kamu tau arti nama kamu apa?" tanya Kevin lagi. Kali ini Didi menggelengkan kepalanya.
"Dia Carissa. Dia yang dicintai."
Mendengar itu, Didi pun mengangkat kepalanya menatap sang ayah. Gadis itu menatap lekat mata sang ayah yang ternyata sembab.
Kevin pun melepaskan pelukannya. Kini dia memegang kedua tangan anaknya sambil membalas tatapan gadis itu. "Dia Carissa, papa sangat menyayangi kamu, Nak. Sangat. Kamu selamanya anak papa, Di. Gak ada satu manusia pun di muka bumi ini yang boleh menyangkalnya. Kamu anak papa. Kamu bagian dari Keluarga Indrajaya. Dia Carissa Indrajaya."
Didi mengangguk dengan air mata yang sedari tadi belum berhenti mengalir, "terim- terimakasih ... Pa," ucapnya tersengal. Kevin pun tersenyum dan mengangguk.
"Didi boleh sendiri dulu gak Pa?"
Kevin tersenyum mendengar permintaan gadis kecilnya itu, "kalau kamu sudah tenang. Papa harap kamu mau meminta maaf sama Leon," ucap Kevin. Gadis itu pun mengangguk. Setelah itu, Kevin meninggalkan Didi di ruangan itu.
Didi kembali menangis tersedu-sedu setelah ayahnya meninggalkan ruang kerja itu. Dia menatap barang-barang peninggalan ibunya. "Ma ... Didi anak siapa ma ...," ucapnya sambil memeluk pigura yang berisikan foto sang ibu.
"Didi sekarang sebatang kara ma ... Didi sendiri di sini. Didi mau ikut mama aja ... Didi malu ma ...."
Tanpa diketahui Didi, ternyata Kevin masih berada di depan pintu ruangan itu. Dia mendengar ratapan anak gadisnya itu. Kevin pun ikut merasa sakit mendengarnya.
"Mas," ucap Nila yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Kevin hingga pria itu menoleh, "Leon gimana?" tanya Kevin.
"Udah baik-baik aja."
Kevin mengangguk pelan, "syukurlah," jawabnya.
"Maafin aku ya Mas. Aku udah gagal jadi ibu yang baik untuk Didi."
"Aku tau kamu sudah menahan diri selama tiga tahun ini. Mau tidak mau, suatu saat Didi memang harus tau kebenarannya. Tapi yang aku sesali, dia harus tau di kondisi yang seperti ini."
"Maaf," ucap Nila. "Gak apa-apa sayang. Aku ngerti. Tapi aku mohon agar kamu terus merawat dan mendidik Didi," pinta Kevin.
"Aku menyayangi Didi, Mas. Dia juga anakku," tegas Nila. Kevin pun tersenyum dan memeluk istrinya. "Terimakasih Nil."
...* * * * *...
...Jangan lupa untuk selalu tekan LIKE 👍, tuliskan KOMENTAR ✍️ kamu dan beri VOTE 🟡 yaaa .......
...Jangan lupa juga untuk memberikan RATE...
...⭐⭐⭐⭐⭐ di sampul halaman depan....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!