"Apa?! Membawa bekal! " teriak bu Nani memarahi Tiara yang minta membawa bekal ke sekolah besok, karena ada pelajaran tambahan dan pulangnya sore.
Mutiara Zakira Yasir, sebut saja Tiara adalah murid kelas enam SD yang sebentar lagi akan menghadapi ujian nasional.
"Lauk telor dadar saja gak apa apa Bu," ucap Tiara memelas
"Kalo kamu mau kenyang gak usah sekolah! Jaman ku dulu gak seperti ini! Mata bu Nani terbelalak menatap Tiara.
" Itu hanya alasanmu saja! sebenarnya kamu ingin makan sendiri, mengenyangkan perutmu sendiri dan gak mau berbagi!" tuduh bu Nani.
" Tapi Bu ... teman temanku semua bawa bekal besok."
"Sekalian saja kamu bawa periuk ke sekolah!"
Bu Nani murka, ia mengabaikan permintaan Tiara tersebut dan meninggalkannya sendiri di dapur.
" Aku gak pernah berpikir seperti itu tapi ... ya sudahlah." batin Tiara.
Air matanya berlinang sembari menguatkan hati, air matanya tidak boleh jatuh kalau tidak ibunya akan memukulnya.
Tiara mengambil dua buah ember, bersiap menimba air dan membawanya ke rumah untuk keperluan masak dan cuci piring. Sudah menjadi tugasnya sebagai anak perempuan tertua.
Tiara bukanlah anak perempuan satu satunya di rumah itu kedua adiknya juga perempuan Chika kelas empat SD dan Chaca belum sekolah.
Gadis itu membawa ember berisi air dengan tubuh kurusnya yang gontai, mengartikan ia sedang lelah dan keberatan tapi dia bukanlah anak yang manja, ia kuat!
kalau pakai ember satu akan memakan waktu. tentu saja membuat bu Nani marah.
Keluarga pak Yasir adalah keluarga miskin,
Pasca kebangkrutannya tujuh tahun yang lalu.
Keadaan memaksa mereka tinggal di sebuah desa dan menumpang pada salah satu rumah saudara jauh pak Yasir. Pak Hasnan namanya, dia orang kaya di desa tersebut.
Ia memiliki perkebunan sawit dan karet, pak Yasir bekerja di kebun karet tersebut dengan bagi hasil, sementara bu Nani ibu rumah tangga biasa.
Bukan hanya pak Yasir, banyak pekerja lain juga yang bekerja di kebun milik pak Hasnan.
Anak pertama mereka Tiara merupakan anak yang pintar, ia selalu mendapat juara dan berbagai prestasi di sekolahnya.
Bahkan ia juga mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya hingga ke jenjang SMA, dengan begitu pak Yasir dan bu Nani tidak perlu pusing memikirkan biaya SPP sekolah Tiara.
Tiara berangkat sekolah dengan berjalan kaki bersama Chika adiknya dan juga Dewi temannya, kebetulan jarak dari rumah ke sekolahnya lumayan dekat.
......................
Di sekolah
Semua murid sudah pulang kecuali kelas enam karena ada pelajaran tambahan.
Guru memberikan istirahat sebelum pelajaran di mulai. Semua teman teman Tiara menyantap bekal bawaan mereka, sementara Tiara hanya bisa melihat.
"Kamu gak bawa bekal? " tanya Risty teman sebangku tiara sekaligus sahabatnya.
"Enggak," jawab Tiara, hatinya sedih.
"Ayo makan bersamaku," ajak Risty menyodorkan sendok.
"Terima kasih Risty, tapi aku puasa." Tiara berbohong.
Mata Tiara berkaca kaca ingin menangis, tetapi ia menahannya agar cairan bening yang sedang terbendung itu tidak lolos.
"Wah, kau hebat sekali!" puji Risty.
Tiara hanya tersenyum, ia membuka lembar lembar buku pura pura sibuk.
"Tiara kamu gak makan? " tanya ayu.
"Iya, nanti kamu pingsan," timpal Ricko.
"Tiara puasa. " Risty menjawab.
"Wah kamu hebat Tiara! " Ayu juga memuji Tiara.
"Nanti tubuhmu tambah kurus, hehehe," tukas Ricko.
"gak kebayang kalo di terpa angin langsung melayang. " Tambah Ricko masih terkekeh.
"Tiara itu kuat." Risty menimpali.
Ayu menjitak kepala Ricko, dan itu membuat Ricko tersedak.
"Syukurin!" Risty berteriak.
Satu kelas tertawa dan menyoraki Ricko. Lelaki itu hanya mengelus-ngeluh kepalnya yang terasa sakit.
......................
Hari ini Tini mengajak teman teman sekelasnya datang ke rumahnya, bukan karena ada acara atau pesta tapi mereka janjian untuk mandi bersama di sungai.
Pulang sekolah mereka langsung menuju rumah Tini.
Ayu, Dewi, Risty, dan teman teman sekelas lainnya menjemput Tiara ke rumahnya.
Saat itu Bu Nani sedang masak entah apa sebabnya Bu nani marah kepada Tiara, melontarkan kata kata kasar dan tak sepantasnya di omongkan. Bu Nani juga menuduh Tiara akan berbuat tidak senonoh di sana.
Teman teman Tiara mendengarnya bergidik ngeri sembari berbisik bisik.
*
jangan lupa tinggalkan jejak ya..
like & komen.
terima kasih 🙏
Tiara tetap pergi, ia tidak menghiraukan ibunya yang tengah emosi walaupun dalam hatinya dia sangat malu karena di maki maki di depan teman temannya.
"Ra, ibumu seram sekali" Ujar Risty.
"Iya Ra, ibuku kalau marah gak pernah seperti itu apalagi bicara yang ga sepantasnya kita dengar" Timpal dewi.
"Aku jadi gak berani mengajakmu lagi" Ujar Ayu.
"Sama, ibuku juga gak pernah seperti itu" Ujar Risty lagi.
Tiara hanya bisa terdiam mendengar pembicaraan teman temannya, air matanya berlinang, ia ingin sekali menangis tapi ia menahannya.
Sesampainya di rumah Tini, mereka membatalkan janji untuk mandi di sungai, mereka semua malah ikut kakeknya Tini pergi ke kebun jeruk.
Tiara dan teman temannya pulang membawa jeruk yang di bagikan kakeknya Tini karena mereka sudah membantu memanen jeruk, karena kehadiran mereka pekerjaan kakek jadi cepat selesai.
Pukul 17.00 Tiara baru pulang dan itu membuat bu Nani murka.
Bu Nani kembali melontarkan kata kata kasar dan kotor serta menuduh Tiara yang tidak tidak.
Itu memang salahnya Tiara mengapa pulang terlalu sore.
Tiara melihat ke dapur setumpuk piring kotor yang belum di cuci, Tiara segera mengambil dua ember bersiap menimba air untuk keperluan cuci piring dan masak.
Sementara bu Nani mengoceh tanpa henti memarahi Tiara karena ia lupa akan tugasnya cuci piring dan masak.
Pak Yasir yang melihatnya hanya diam saja ia bahkan menunjukkan ekspresi tidak suka.
Tiara mengerjakan semuanya mulai dari mencuci piring lalu masak.
Maghrib sudah lewat namun masakan belum selesai, mereka semua sudah lapar.
Sesekali Chaca merengek lapar, mendengar itu bu Nani mulai mengoceh lagi memarahi Tiara dan menyuruhnya cepat cepat.
"Dasar anak gak punya pikiran, ia gak mikir apa orang tua dan adik adiknya lapar. Sibuk degan urusannya sendiri yang gak penting"
Ujar pak Yasir yang sedari tadi duduk di ruang tengah.
Tak lama kemudian Chika juga mengeluh perutnya perih karena sudah lapar.
"Makanya kalau pergi itu ingat ingat jangan sampai lupa tugas!, kalo gak ya seperti inilah! " Ujar bu Nani.
Tiara merasa tertekan dengan kondisi itu, ia berusaha secepat mungkin tapi kayu bakar yang di gunakan nya belum kering sepenuhnya sebab itulah pekerjaannya jadi lambat. ia meniup niup ke arah tungku agar apinya besar dan masakannya cepat selesai.
tak sengaja tangannya terkena bara api Kulitnya melepuh, tapi Tiara menyembunyikannya kalau mengadu juga tidak ada gunanya pak Yasir dan bu Nani akan tetap menyalahkannya.
"Anak gak berbakti! Gak tau terima kasih.
Silahkan kau pergi dari rumah ini kemana saja yang kau suka , mungkin kamu bosan hidup dengan orang tua miskin makanya susah sekali diatur. Carilah tempat yang menurutmu kamu senang Jangan anggap lagi kami orang tuamu!, kami gak tahan jika terus begini." Ucap pak Yasir ketus.
Seisi rumah menghakiminya, Tiara menangis berkali kali ia membasahi wajahnya dengan air agar tidak ketahuan.
hatinya hancur mendengar perkataan ayahnya, seolah olah ia bukan anak kandung mereka.
"anak tertua kok gak bisa menjadi contoh yang baik" gumam bu Nani.
"Chika, Chaca ibu harap kalian jangan sampai meniru sikap dan perilaku kakak kalian itu, membangkang! "
bu Nani menasehati kedua putrinya dengan tujuan menyindir Tiara.
"Gak ada tanggung jawab sama sekali, gak di ingat tugas tiap sore apa. Ini malah main sampai lupa waktu! " ucap bu Nani.
"kalau mau aku semua yang mengerjakannya aku bukan babu di rumah ini!"
"untuk apa aku menghidupi mu selama ini, buang buang waktu dan tenaga saja kalau tidak mau bergantian lagi pula aku sudah lelah mengurus mu ketika kecil sekarang gantian juga" sambung bu Nani.
"ya allah... berikan aku kekuatan untuk menghadapi semua ini.
ingin sekali rasanya aku pergi jauh meninggalkan orang orang yang membuatku sedih dan memulai lembaran hidup baru, aku ingin bebas dari belenggu ini" batin Tiara.
"aku yakin suatu saat nanti itu akan terjadi" Tiara optimis dan menyeka air matanya.
"jangan menangis Tiara, kamu kuat, kamu bisa menghadapi ini. ia meyakinkan hatinya.
Makanan sudah terhidang, mereka semua menyantap makanan dengan lahap karena sudah kelaparan.
Bu Nani melihat luka bakar di tangan Tiara namun ia tidak peduli dan mengabaikannya.
Pak Yasir juga melihat luka bakar tersebut malah menuduh yang tidak tidak.
"itulah akibatnya kalo melakukan sesuatu gak ikhlas dan sambil merajuk"
"itu azab dunia" celetuk bu Nani.
" belum mati saja sudah kena azab, makanya jadi anak jangan durhaka! " sambung bu Nani.
Bu Nani dan pak Yasir berbicara tanpa perasaan, ia lupa kalau Tiara bukanlah wonder women hatinya bisa remuk dan hancur karena sikap mereka.
Padahal pak Yasir dulu sangat menyayangi Tiara tapi entah mengapa sekarang sikap pak Yasir sedikit berubah.
Selesai makan Tiara mengobati luka bakar di tangannya, ia menangis mengingat perkataan orang tuanya tadi.
Bu Nani yang tidak sengaja melihat tiara menangis di dalam kamarnya, ia menghardiknya.
"Lebay... Luka sekecil itu saja menangis, bagaimana kalau tangannya putus"
Pak Yasir yang mendengar keributan menanyai istrinya
"Ada apa bu? "
"Itu yah si Tiara luka seperti itu saja menangis"
"Biar saja bu, biar dia merasakan akibat gak nurut sama orang tua"
Tiara menutup tirai kamarnya, tangisannya semakin menjadi mendengar percakapan orang tuanya.
Ia tidak tahu mengapa ia selalu salah di mata mereka.
"Kak Tiara... " Panggil Chika.
"Ya, ada apa? Sahut Tiara dari dalam kamarnya.
" Pinjem penggaris dong kak"
Tiara segera menghapus air matanya, ia membuka tirai kamarnya dan memberikan sebuah penggaris pada Chika.
Tiara menutup tirai kamarnya kembali.
Ia mengambil buku diary miliknya,
Ia mulai menuliskan tentang kesedihannya hari ini di buku pink tersebut.
Ia merasa tubuhnya sangat lelah kemudian ia tidur.
Adzan subuh berkumandang.
Tiara bangun, shalat, setelah itu ia melakukan tugasnya seperti biasa, membuatkan ayahnya secangkir kopi sebelum beliau berangkat ke kebun.
Biasanya bu Nani yang membuatkannya, karena sekarang Tiara sudah besar menurutnya maka Tiara yang mengemban tugas tersebut.
Tiara menimba air dan membawanya ke rumah untuk mandi dirinya dan adiknya Chika.
Bu Nani yang merasa lapar pagi itu mengomel karena Tiara tidak membuat sarapan padahal nasi sisa semalam masih ada.
"Payah! Punya anak perempuan gak ada gunanya, malas ! otaknya gak di pake, gak punya akal sama sekali! apa salahnya goreng nasi semalam untuk sarapan kita semua, Huh! Kalau di bikinin makannya nomer satu!"
Gerutu bu Nani.
" Dia gak mikir kalo orang tuanya butuh sarapan apalagi ayah mau kerja, gak ada inisiatif anak itu" Pak Yasir menimpali dari ruang tengah.
"Kalo ada maunya merengek rengek! "
Sambung bu Nani.
Tiara yang tengah bersiap siap di kamarnya mendengar celotehan orang tuanya, hatinya sakit.
Ia tidak bermaksud seperti yang dituduhkan orang tuanya tapi waktunya tidak cukup & ia pasti akan terlambat.
Tiara menunggu Chika yang belum selesai bersiap siap di teras rumahnya.
Tiba tiba terdengar suara benda jatuh dari dalam, ia segera berlari ke dapur melihat apa yang terjatuh.
Bu Nani berdiri di pintu dapur dengan wajah marahnya dan bertolak pinggang.
Melihat Tiara menghampirinya emosinya semakin memuncak.
"Bagus! Habis mandi semua air kering!
Setetes pun gak ada air untuk sekedar cuci tangan!"
Bu Nani kembali menendang ember ember kosong tersebut.
Tiara sekarang tau suara yang di dengarnya tadi.
Tiara hanya tertunduk melihat kemurkaan bu Nani terhadap dirinya.
" Kak Tiara... Chika udah selesai ayo berangkat"
Teriak Chika.
"Bu, Tiara berangkat dulu Assalamu'alaikum...." Pamit Tiara tapi bu Nani tidak menggubrisnya dan memalingkan wajahnya.
Setibanya di sekolah, Risty sudah menunggunya di meja.
"Tiara... " Teriak Risty gembira.
"Ada apa? "
"Gak apa apa, aku sudah menunggumu dari tadi"
"Sepertinya kamu senang sekali ada apa? "
Membuat Tiara penasaran dengan yang terjadi pada sahabatnya itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!