Ruangan bernuansa gold yang memanjakan mata itu nampak sedikit ramai oleh beberapa staff perusahaan yang sedang berkumpul. Tiga di antara mereka adalah perempuan sementara dua lagi laki-laki. Seorang perempuan cantik berkacamata nampak sedang mengusap airmatanya. Yang lain nampak memberikan semangat.
"Udahlah Ra, gak papa kok kamu dipindahin. Karir kamu itu bagus, pekerjaan kamu keren makanya bos minta kamu pindah ke Jakarta buat naikin jenjang karir kamu." ujar salah satu staff menghibur si gadis berkacamata.
"Tapi kenapa mesti pindah, aku kan jadi bakal jauh sama ibu dan bapak. Aku pengen di sini aja." Dengan sesegukan dan sesekali mengelap airmata, gadis berkacamata itu mencoba protes.
"Lho, kamu ini gimana Ra, orang tadi waktu Bapak sama Ibu kamu dikasih tau tentang kepindahan ini, mereka malah senang sekali. Mereka juga berharap kamu bisa betah kerja di Jakarta nanti."
"Iya tetap aja kan aku jadi sedih harus jauh dari mereka. Aku anak mereka satu-satunya." Masih dengan tangis yang sama gadis itu menatap ke empat sahabat di tempatnya bekerja itu.
"Aduh ini anak, lah Emak sama Bapaknya aja udah ikhlas dia pergi tapi dia malah nangis begini. Kamu itu bakal dapat jabatan yang lebih bagus di Jakarta, Ra."
"Apa Ibu sama Bapak mau buang aku ya?" tanya gadis itu yang semakin membuat keempat temannya gemas.
"Dara! tar lama-lama kamu kita ceburin ya ke kolam ikan di depan sana. Mau?" ujar salah satu pria berkumis di antara mereka.
Miya Andara. Gadis berkacamata itu lebih akrab disapa Dara. Ia sangat disayangi oleh semua yang mengenalnya. Pribadinya yang hangat, periang, mudah bergaul dan kadang menyebalkan membuat Dara sangat cepat akrab dengan para staff.
Perusahaan tempat ia bekerja ini adalah salah satu cabang dari perusahaan property terbesar di Jakarta. Hari ini, Dara mendapatkan perintah mutasi ke Jakarta besok. Saat Dara menelepon Ibu dan Bapaknya, kedua orangtua penuh humor itu menyambut sangat antusias padahal Dara sudah menangis karena membayangkan mereka akan segera terpisah.
"Ya udah Nak, kamu langsung pergi aja. Kalau perlu hari ini juga langsung berangkat." pekik Ibu di telepon. Tadinya, Dara akan membayangkan Ibu yang menangis sama seperti dirinya, namun ternyata di luar dugaannya. Ibu seperti sedang menang lotre saja, membuat ia kesal.
"Ibu, masa gak ada sedih-sedihnya aku bakal dipindahin?" protes Dara sambil berkacak pinggang. Teman-teman satu ruangan dengannya sudah terkikik geli.
"Ibu malah mau ngadain syukuran, Alhamdulillah, anak gadis Ibu akhirnya bakal jadi orang gedongan di Jakarta."
Dara yang mendengar ibu begitu histeris seperti sedang nonton sinetron kesukaannya itu dengan segera mematikan telepon. Jadilah saat ini keempat temannya menghibur dirinya yang sedang menangis.
"Dara, aku tuh yakin nanti kamu bakal sukses di Jakarta. Secara, kamu pintar, cerdas, sedikit cerewet juga."
Dara mendelik mendengar kata-kata terakhir Niar itu sementara temannya yang lain sudah tertawa lepas melihat Dara yang semakin kesal.
"Aku sumpahin kamu bakal dapet cowok ganteng di sana." Yang satu lagi menimpali.
"Eh, kamu tuh harusnya bersyukur bakal dipindahin ke Jakarta. Kamu tahu gak, CEO perusahaan kita ini gantengnya kebangetan. Aku pernah lihat wajah ya di majalah bisnis. Orangnya macho abis." ujar Niar lagi dengan tangan sudah tertangkup di depan wajah.
"Ya udah kalo gitu kamu aja yang pindah." celetuk Dara.
"Ya mana bisa Dara sayang. Yang terpilih tuh cuma kamu. Salah sendiri punya otak terlalu encer."
Dara hanya memandang keempat temannya dengan tatapan memelas. Ia sangat berat meninggalkan kota Malang ini. Selain karena sedari kecil ia sudah terbiasa berada di Malang, teman-temannya juga sangat banyak di sini. Apalagi nanti ia pasti akan sangat merindukan Ibu dan Bapaknya yang sering membuat ia tertawa dengan tingkah konyol mereka.
Dara menarik nafas panjang. Nampaknya ia benar-benar tidak bisa lagi mengubah keputusan yang ada. Konon katanya juga, di Jakarta ia akan mendapat jabatan baru. Semua orang yang menyayangi Dara menyambut senang hal itu, hanya Dara saja yang tertunduk lesu.
"Aku bakal kangen banget sama kalian." Dara kembali menangis kencang. Teman-temannya yang lain langsung memeluknya. Yang cowok jadi ambil kesempatan juga yang segera mendapat cubitan gemas dari Niar.
"Ini cowok dua mau ikutan peluk juga. Gak boleh, haram. Bukan muhrim." omel Niar pada Bayu dan Angga yang sudah tersenyum terkulum.
"Yeee, kamu tuh gak bisa lihat orang lagi enak. Kan jarang bisa dapat kesempatan peluk Dara begini." omel Bayu pada Niar yang segera dibalas jitakan di pelipisnya.
Dara hanya nyengir kuda melihat Niar juga Bayu yang sudah saling melempar kertas ke wajah satu sama lain itu. Dara memang banyak sekali yang menyukai. Meski ia berkacamata dan sering menguncir atau mencepol rambutnya, tapi ia sangat cantik.
Dan satu lagi kelebihan gadis itu, bagian atas tubuhnya sangat padat dan besar walaupun tubuhnya langsing. Dara tidak tahu ini anugrah atau kutukan sebab setiap ia berjalan ia akan menjadi bahan pelototan laki-laki.
Dara pernah konsultasi pada dokter. Kata dokter ia kelebihan hormon estrogen karena itu buah dadanya jadi sangat indah dan sedap dipandang.
Dara sekarang juga jadi sering memakai baju yang sedikit lebih longgar untuk menutupi kelebihannya itu. Kemejanya juga sering ia buat sendiri menggunakan jasa tukang jahit. Karena kalau beli, ia selalu kesulitan mendapat kemeja dengan ukuran lebar dada yang besar.
"Duh, gak ada lagi yang bakal sedap dipandang." celetuk Angga sambil menatap Dara sedih.
"Mesum kamu!" Vira yang sedari tadi diam langsung menjejalkan tisu di wajah lelaki tampan dan kocak itu.
"Beneran. Makanya kalian tuh silikon juga kayak Dara." sambung Bayu penuh fitnah yang segera disambut tatapan membunuh oleh Dara.
"Enak aja silikon! ini asli tau!" Dara sudah mencak-mencak sambil berkacak pinggang membuat semua yang ada di sana kontan terpingkal-pingkal.
Saat mereka tengah asyik bersenda gurau, seseorang dengan kedudukan tinggi masuk ke dalam ruangan, membuat mereka seketika bungkam.
"Dara, ikut saya ke ruangan." perintah lelaki berusia kurang lebih 37 tahun itu.
"Baik Pak Mario." Dara segera mengekor, meninggalkan keempat temannya yang lain.
"Dara, besok kamu berangkat pagi ya. Nanti akan ada supir perusahaan yang menjemput kamu. Kamu akan menjadi sekretaris Tuan Bagas Gumilang. Gaji kamu sangat besar jika kamu bisa menjadi sekretarisnya dan bertahan lama."
Dara mengerutkan kening, belum begitu paham arah pembicaraan atasannya ini
"Maksudnya bagaimana ya Pak?"
"Dara, Tuan Bagas Gumilang itu sudah berganti sekretaris sebelas kali dalam setahun ini. Semua tidak ada yang bisa menarik hatinya. Jadi saya harap, kamu bisa menjadi sekretaris yang dia harapkan." Pak Mario menjelaskan dengan tampang serius.
"Kalau saya gagal gimana, Pak? apa saya akan dipecat juga?" tanya Dara cemas.
Pak Mario tertawa.
"Tidak, kamu staff yang sangat berprestasi. Kamu akan kembali ke sini jika gagal."
Bagai angin segar, Dara malah menyambut senang berita itu.
"Baik, Pak. Saya setuju!" Dara segera mengulurkan tangan dan menjabat tangan Mario. Ia kemudian keluar ruangan bahkan belum sempat Mario memintanya pergi.
Mario hanya geleng-geleng melihat staffnya yang kocak dan pintar itu. Ia yakin Dara pasti bisa menaklukkan Tuan Bagas yang keras kepala dan suka semaunya.
Sementara Dara sudah punya harapan lain. Harapan yang bertentangan dengan impian para perantaun.
"Ya Tuhan, semoga aku gagal." Doa anehnya mulai terdengar di seluruh penjuru toilet yang sedang ramai itu.
Dara berlalu begitu saja melewati para staff yang menatapnya bingung.
"Si Dara aneh banget, orang ke Jakarta minta sukses dia minta gagal." ujar salah satu karyawan sambil terkikik geli.
Benjamin Gumilang melangkah penuh wibawa ke dalam perusahaan yang kini dikendalikan penuh oleh putra tunggalnya. Baru satu tahun Bagas memimpin perusahaan setelah kembali dari Amerika, perusahaan itu semakin maju pesat di bawah kendalinya.
Ben, ia memang tidak menampik bahwa ia sangat bangga pada Bagas atas kinerja putranya yang sangat mumpuni di dunia bisnis. Namun, ada satu hal yang masih membuat ia was-was. Putra tunggalnya itu sangat gemar bermain perempuan.
Meski Ben tahu, Bagas saat ini telah memiliki kekasih yang juga sekarang sedang berada di Amerika dan belum kembali, tapi anaknya itu terkenal playboy. Lagi, ada satu hal yang mengganggu pikiran Ben, sudah satu tahun ini Bagas gonta ganti sekretaris. Ia curiga, sekretaris-sekretaris putranya itu adalah para wanita yang selama ini dekat dengan anaknya itu dan ia menduga bahwa para perempuan itu telah membuat Bagas bosan sehingga ia memecat mereka.
Dan atas usul istrinya, Nyonya Kimberly akhirnya Ben mengutus salah satu orang kepercayaannya di Malang untuk menugaskan seorang perempuan dari cabang perusahaan mereka itu untuk menjadi sekretaris Bagas.
Mata Ben melotot saat melihat Bagas sedang bercumbu mesra dengan seorang perempuan dengan pakaian mini di dalam ruangan anaknya. Si perempuan yang kaget langsung melepaskan diri dan membenahi pakaiannya yang sudah melorot sementara Bagas sendiri hanya menatap ayahnya dengan pandangan jenaka.
"Bagas!" sentak Ben cepat. Ia murka sekali melihat kelakuan anaknya yang tidak berubah itu.
"Apa sih Pa? datang-datang gangguin aku aja. Ini sekretaris baru aku Pa, namanya Dina." ujar Bagas santai sambil memperkenalkan perempuan yang segera menunduk hormat itu.
"Kamu." Ben menunjuk Dina yang segera mengangkat kepalanya. "Mulai hari ini kamu boleh mengundurkan diri, saya akan menggaji kamu dengan hitungan satu bulan." Perempuan itu menunduk, ia tidak menyangka akan secepat ini dipecat. Bahkan ia baru tiga hari menjadi sekretaris Bagas.
"Loh loh kok main pecat aja, Pa?!" protes Bagas cepat.
"Papa sudah siapkan sekretaris pemanen buat kamu. Terserah kamu suka atau enggak, yang jelas hanya Papa yang bisa memecatnya." Ben segera keluar ruangan dengan tatapan kesal pada putranya itu.
Bagas mengacak rambut gondrongnya kesal. Ia kemudian menatap perempuan yang masih berdiri tak jauh darinya itu.
"Kamu pulang aja." ujar Bagas ketus. Ia jadi kesal juga pada perempuan itu.
Perempuan bernama Dina itu menghentakkan kaki dengan kesal lalu berlalu dari ruangan Bagas.
Bagas sendiri memilih untuk masuk ke dalam salah satu ruangan berpintu yang ada di ruang kerjanya itu. Ia menghempaskan tubuh, kesal masih terasa menggelayut di hatinya saat Papa datang dan memecat sekretaris barunya tadi.
Bagas memang tidak bisa membantah bila itu sudah menjadi titah sang ayah. Lagipula, ia sedang dalam masa percobaan. Kalau ia membantah lagi, bisa-bisa ia ditendang jadi gembel di jalanan.
Oh iya, katanya tadi papa sudah menyiapkan sekretaris baru untuknya bukan? Bagas malas memikirkannya. Ia tidak suka bila sekretaris itu bukan pilihannya sendiri. Apalagi, ia belum jelas melihat bentuk perempuan yang akan menjadi sekretarisnya nanti.
Bagas mengerang kesal, mengacak rambut gondrongnya dengan kesepuluh jari. Saat sedang kesal itu ada satu panggilan telepon. Nama sahabatnya tertera di layar ponsel.
"Woi, gila gue telepon dari tadi juga!" suara Doni terdengar kesal saat Bagas mengangkat teleponnya itu.
"Apaan sih lo, gangguin orang aja. Lo tau gak, bokap gue baru aja mecat sekretaris baru gue. Mana gue tadi lagi enak!" sembur Bagas tak kalah kesalnya. Doni sudah tertawa lepas mendengar kesialan temannya yang banyak digilai perempuan itu.
"Udah, malam ini kita have fun. Lo tau gak, Kevin bakal ngadain party malam ini di apartemennya."
Bagas tentu saja menyambut antusias hal itu. Ia sudah membayangkan akan melihat banyak perempuan cantik berbikini nanti di sana.
"Wah, gue suka nih yang beginian." sambut Bagas dengan wajah sumringah. Kekesalan yang tadi terasa menguap begitu saja.
Bagas kembali bangkit. Ia membuka pintu lalu kembali duduk di ruangannya. Tapi tiba-tiba perutnya sakit, membuat Bagas segera bergegas ke kamar mandi.
Bagas mengutuk makanan pedas yang ia konsumsi malam tadi. Ia memang menyukai makanan dengan cita rasa pedas tapi kalau sudah begitu, pada keesokan harinya perutnya akan kalah dan terasa sakit seperti saat ini.
Cukup lama Bagas berada di dalam kamar mandi akhirnya ia selesai juga. Bagas segera keluar dari kamar mandi. Ia meraih kunci mobil, ia ingin pergi keluar daripada termenung sendirian di dalam ruangannya sendiri tanpa sekretaris.
Bagas keluar dengan langkah penuh wibawa. Hal yang tetap ia jaga ketika telah berada di depan semua staffnya. Bisa Bagas lihat tatapan lapar para staff perempuan yang sedang menatap dirinya itu.
Bagas memang mempesona. Meski gosip tentang ia yang playboy sudah menyebar kemana-mana, tetap saja ia punya tempat di hati para perempuan yang memujanya.
Perawakan Bagas yang tinggi dengan tubuh atletis karena sering Gym itu mampu menarik banyak jenis perempuan. Ceo tampan satu ini juga dikenal karena rambutnya yang gondrong dan sering diikat rapi membuat tampilannya semakin Manly dan menggoda iman.
Tapi saat ini, Bagas tidak mengikat rambut gondrongnya. Ia tampak sedikit acak-acakan meski itu juga tidak mengurangi pesona yang ada pada dirinya.
Saat sedang berjalan sambil melihat ponsel, Bagas tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang membuat orang yang nampak terburu-buru terjatuh ke lantai.
Bagas yang tidak peduli tetap saja berjalan menjauh membuat gadis yang tadi terjatuh itu berdiri dengan tangan sudah menekan pinggang.
"Eh, Gondrong!" panggil gadis itu kesal.
Bagas segera menghentikan langkah. Ia membulatkan matanya. Berani sekali orang itu memanggil CEO di tempat itu dengan panggilan itu.
"Apa kamu bilang?" tanya Bagas dengan langkah cepat. Gadis itu alih-alih takut, ia malah maju juga, membuat Bagas yang tadinya maju sekarang jadi mundur .
"Gondrong tidak berperasaan! kamu kalau jalan itu pake mata dong!" hardik gadis itu sambil membetulkan letak kacamatanya.
"Eh Betty Lapea! dimana-mana orang jalan itu pake kaki bukan pake mata. Gue beri juga lo." balas Bagas kesal. Gadis berkacamata itu menatapnya penuh kekesalan juga.
Lama mereka saling menatap dengan tatapan sama tajam, Bagas akhirnya berbalik meninggalkan si Betty Lapea yang sudah mencak-mencak di tempatnya.
"Awas ya kamu! aku bakal laporin ke atasan kamu biar kamu di pecat." seru gadis itu.
"Laporin aja, gue gak takut!" balas Bagas sambil berseru pula sebelum ia masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke pintu parkiran besment.
Gadis berkacamata itu mendecak kesal lalu kembali meneruskan langkah menuju ruangan CEO perusahaan itu. Ia benar-benar merasa sial sekali hari pertama kedatangannya ke perusahaan itu malah akan bertemu dengan lelaki menyebalkan berambut gondrong.
"Itu pasti OB di sini. Awas aja kamu aku bakal bikin perhitungan!" desis gadis itu masih dengan wajah tertekuk.
Masih dengan raut wajah kesal, Dara meneruskan langkah. Kata pak satpam yang berjaga di lobby utama perusahaan besar itu, ruangan CEO berada di pertengahan gedung. Ia segera menghubungi Pak Mario mengingat minim sekali informasi yang ia dapatkan tentang atasan barunya ini.
"Hallo, Pak Mario?" sapa Dara segera setelah sambungan teleponnya diangkat.
"Iya Dara, kamu udah ketemu Tuan Bagas?" tanya Mario antusias.
"Belum, Pak Mario. Malah saya ketemu OB gondrong menyebalkan." gerutu Dara. Terdengar Mario terkikik geli di ujung telepon.
"Jadi kepentingan apa yang bikin kamu telepon saya sekarang, Ra?" tanya Mario lagi.
"Pak, kok saya deg-degan ya. Kayaknya saya gak sanggup mengemban tugas mulia ini. Jadi saya menyatakan bahwa saya telah gagal sebelum berperang, Pak." ujar Dara dengan percaya diri.
Mario tertawa terbahak-bahak mendengar celotehan Dara yang tanpa jeda itu.
"Kamu ini, ketemu orangnya saja belum. Tapi sudah menyerah duluan. Udahlah Dara, ini perintah langsung dari Tuan Benjamin. Kamu mau cabang perusahaan di sini ditutup karena kamu udah nyerah duluan. Kamu gak kasihan sama teman-teman kamu yang akan kehilangan pekerjaannya?" bujuk Mario.
Mendengar hal itu, mau tidak mau akhirnya Dara mengalah juga. Ia jadi kembali pada rencana, yaitu membuat si atasan sendiri yang akan memulangkannya ke Malang.
Setelah mematikan sambungan telepon, Dara pergi ke tempat resepsionis yang segera menilik dirinya dari atas sampai bawah.
"Maaf, Mbak ini mau ketemu siapa ya?" tanya wanita bersanggul rapi itu. Ia melihat penampilan Dara yang rapi dengan kemeja yang agak kebesaran dan juga rok selutut berwarna hitam. Juga dengan kacamata yang mempermanis penampilannya.
"Biarkan dia ke ruangan Bagas." suara itu membuat resepsionis segera melihat ke belakang Dara berdiri saat ini. Terlihat Tuan Benjamin tengah menatap keduanya. Ia tersenyum pada Dara.
"Baik, Tuan." sahut mbak resepsionis itu patuh. Ia segera mengarahkan Dara ke ruangan Bagas yang sepi karena telah ditinggal pergi pemiliknya.
Tidak lama berselang, saat ia baru saja mendaratkan pantatnya ke sofa empuk yang ada di sana, Tuan Benjamin masuk. Dara lantas segera berdiri.
"Tidak apa, duduklah." ujar Benjamin sambil mempersilahkan Dara kembali duduk.
"Terima kasih, Tuan. Perkenalkan, saya Miya Andara. Saya yang dipindah tugaskan dari Malang ke Jakarta." ujar Dara sambil membungkukkan sedikit kepalanya.
"Saya sudah tahu. Terima kasih kamu sudah bersedia datang ke sini." balas Tuan Benjamin.
Saya terpaksa, Tuan. Percayalah. Dara membatin.
"Jadi, apa posisi dan tugas saya selama berada di Jakarta, Tuan?" tanya Dara.
"Kamu di sini akan menjadi sekretaris anak saya. Tugas utama kamu adalah mengusir para perempuan yang sering anak saya bawa ke tempat ini. Kamu paham?"
"Hah? apa memang ada tugas semacam itu, Tuan?" tanya Dara dengan tampang melongo. Tentu saja ia bingung. Masa ia harus mengusir setiap perempuan yang datang ke ruangan ini.
"Maksud saya, setiap perempuan yang tidak ada kepentingannya di sini. Anak saya itu laki-laki bandel. Dia suka bawa perempuan ke ruangan ini. Saya takut sial nanti kalau dia terus-terusan begitu. Kamu akan saya gaji besar sekali. Lima kali lipat dari gaji kamu saat di Malang." jelas Tuan Benjamin panjang lebar.
Dara membulatkan mata. Benarkah ia akan memperoleh gaji besar? benarkah lima kali lipat dari gajinya dahulu? memikirkan itu membuat Dara jadi lupa rencananya untuk gagal dalam misi ini.
Ia sudah membayangkan bisa menabung banyak uang dan membelikan bapak mobil. Sedari dulu, bapaknya ingin sekali punya mobil lagi setelah sebelumnya mereka harus menjual satu-satunya mobil mereka untuk biaya operasi ibu dulu.
"Apa benar lima kali lipat, Tuan?" tanya Dara sambil menunjuk keempat jarinya membuat Benjamin jadi tertawa.
"Itu empat." seru Ben sambil menepuk jidatnya sendiri.
"Oh iya, Tuan." ujar Dara setelah ia melihat empat jarinya yang berdiri. Nampaknya, Ben akan suka dengan gadis unik itu. Ia tidak salah pilih sekretaris untuk putranya yang nakal itu.
"Kamu boleh menunggu di sini, sebentar lagi anak saya akan tiba. Itu meja kamu sudah disiapkan." Tuan Benjamin menunjuk sebuah meja dan kursi kerja tak jauh dari meja dan kursi kebesaran milik Bagas.
Akhirnya tinggal lah Dara sendiri di ruangan luas itu. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ruangan ini begitu nyaman. Dara tertegun menatap sebuah ruangan berpintu di sisi lain tempat itu. Nampak seperti kamar.
"Apa yang harus aku lakukan, atasannya saja tidak ada." desis Dara gundah. Ia paling tidak bisa bersantai seperti itu. Maka untuk mengusir kejenuhan sambil menunggu CEO perusahaan itu datang, Dara mulai membuka ponsel.
Senyum dan tawanya seketika mengembang saat ia melihat foto-fotonya bersama karyawan lain di Malang ada di grup. Barus sehari ia jadi rindu sekali pada teman-temannya itu.
Membalas foto-foto itu, Dara akhirnya mengambil satu fotonya yang sedang tersenyum manis di dalam ruangan CEO itu. Ia berpose dengan berbagai gaya lalu mengirim hasil jepretannya di grup.
Gila, keren banget sih ruangannya. Foto itu segera banjir komentar.
Iya, meja kerja aku aja satu ruangan sama CEO. balas Dara pula di kolom komentar yang sama.
Gila asik banget sih Daraaaaaaaaa. Aaaaaa aku juga mau. Komentar Niar hanya dibalas emoticon tertawa oleh Dara.
Eh Dara, kamu jangan pake baju seksi, nanti kamu jadi santapan bos playboy. Komentar Angga mencuri perhatian Dara seketika. Ia segera menatap tampilannya yang sederhana dan biasa dengan kemeja yang kebesaran.
Tenang, aman kok. Dara membalas komentar Angga.
Tiba-tiba, Dara kebelet mau buang air kecil. Ia bingung mau keluar mencari toilet sementara air seninya sudah di ujung. Akhirnya Dara memberanikan diri masuk ke kamar mandi si CEO yang sangat nyaman itu.
Dara memandang kagum pada desain interior toilet itu. Namun, saat ia hendak membuang tisu ke tong sampah setelah membersihkan tangannya, ia terbelalak melihat sebuah bra berwarna merah teronggok di sana.
"Wah, ini CEO nya benar-benar mesum." ujung Dara sambil menatap geli pada Bra itu.
Dara segera keluar dari ruangan kamar mandi dan saat itu pula ia mendengar pintu ruangan itu terbuka. Tampak seseorang masuk ke dalamnya.
Dara dan lelaki yang baru masuk itu sama-sama tersentak. Lalu seakan tanpa basa basi, Dara segera menghampiri lelaki itu kemudian memukul-mukul gemas tubuh lelaki itu dengan tasnya.
"Dasar buaya Gondrong. Ini balasan kamu tadi ya. Rasain!" ujar Dara tanpa ampun sambil terus memukul tubuh tinggi itu.
" Woi cewek gila! Betty Lapea! singa galak! Ngapain lo di sini?!" ujar lelaki itu sambil terus menahan serangan Dara.
" Tuan Bagas?"
Suara salah satu staff menghentikan gerakan Dara. Ia memandang wanita yang sedang membawa berkas laporan itu dan buaya gondrong itu bergantian.
"Mampus gak lo udah menganiaya CEO di sini?!" ujar Bagas sambil menyeringai. Sementara Dara hanya bisa meremas tangannya yang mulai panas dingin.
Matilah aku, Tuhan. Aku benar-benar akan gagal sebelum berperang. Sesal Dara dengan senyum tidak enak pada Tuan Bagas Gumilang. Si Buaya Gondrong.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!